Anda di halaman 1dari 71

Anemia Hemolitik

Tim Dosen Hematologi 3


Stikes Rajawali
Tahun Akademik 2018/ 2019
Anemia Hemolitik
 Anemia hemolitik adalah anemia yang
disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis
adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh
darah sebelum waktunya (sebelum 120 hari).
 Pada orang dengan sumsum tulang normal,
hemolisis pada darah tepi akan direspon oleh
tubuh dengan peningkatan eritropoiesis
dalam sumsum tulang.
Pengantar
 Kemampuan maksimum sumsum tulang
untuk meningkatkan eritropoiesis adalah 6
sampai 8 kali normal.
 Apabila derajat hemolisis tidak terlalu berat
(pemendekan masa hidup eritrosit < 50 hari),
maka sumsum tulang masih mampu
melakukan kompensasi sehingga tidak
timbul anemia (Hemolisis terkompensasi).
 Tetapi jika kemampuan kompensasi sumsum
tulang dilampaui, maka akan terjadi anemia
yang disebut anemia hemolitik.
MEKANISME KOMPENSASI

Sumsum tulang -> over produksi untuk


memenuhi kebutuhan eritrosit, tapi
walaupun demikian produksi ini tidak
secepat dengan penghancurannya,
sehingga ditemukan keadaan anemia
TIPE HEMOLITIK
1.Diturunkan:
Kelainan disebabkan gangguan dari kontrol gen
-> produksi Hb, enzim atau membran sel
eritrosit
misal : Sickle Cell anemia, Thalassemia, anemia
G6PD, dan sebagainya.

2. Didapat
akibat beberapa penyakit atau faktor lain, maka

eritrosit menjadi mudah pecah.


Misalnya : auto Immune hemolitik, PNH, malaria,
bisa ular, toksin, obat .kerusakan mekanik
( pembuluh darah kecil), transfusi darah.

Pada keadaan ini produksi eritrosit bisa normal,


tetapi karena faktor lain bisa menyebabkan
eritrosit menjadi mudah pecah
GEJALA

•Gejala anemia pada umumnya Ikterus, sakit di


• bagian perut atas ( batu empedu , splenomegali).
• Bila berat dapat menyebabkan kelainan ritme
jantung ( aritmia) dan sesak nafas sampai kegagalan
jantung.
• Ulkus kaki dan sakit ( Sickle cell anemia).
• Reaksi transfusi ( tekanan darah turun, dan shock)
SPLENOMEGALI
Auto immun hemolitik
KOMPLIKASI
Klasifikasi anemia hemolitik
Pada dasarnya anemia hemolitik dibagi 2
1. Anemia hemolitik karena faktor di
dalam eritrositnya sendiri (intra-
korpuskuler), yang sebagian besar
bersifat herediter.
2. Anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit
(ekstrakorpuskuler), yang sebagian besar
bersifat didapat.
Klasifikasi anemia hemolitik
1. Gangguan Intrakorpuskuler:
A. Herediter-Familier
 Gangguan membran eritrosit (membranopati):
sperositisis herediter, eliptositosis herediter,
stomatositosis herediter.
 Gangguan metabolisme/ enzim eritrosit: Defek pada
jalur heksokinase monofosfat defisiensi G6PD, Defek
pada jalur Embden-Meyerhoff Defisiensi Piruvat
Kinase, Defek enzim Nukleotida.
Klasifikasi anemia hemolitik
 Gangguan pembentukan Hb (Hemo-
globinopati) : hemoglobinopati struktural
(kelainan struktur asam amino pada rantai
alfa atau beta,HbC, HbD, HbE, HbS,
unstable Hb, dll) , Sindrom talasemia
(gangguan sintesis rantai alfa atau beta),
Heterozigot ganda hemoglobinopati dan
talasemia.
Klasifikasi anemia hemolitik
B. Didapat
 Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria
(PNH) yaitu kelainan didapat pada membran
eritrosit yang ditandai oleh sensitivitas
abnormal terhadap komplemen. Pola
klasiknya berupa hemolisis intravaskuler dan
hemoglobinuria pada malam hari.
Klasifikasi anemia hemolitik
2. Gangguan Ekstra Vaskuler:
A. Didapat:
 Imun: auto imun (warm antibodi, cold antibodi),
aloimun (reaksi transfusi hemolitik, HDN)
 Infeksi: Malaria, clostridia.
 Bahan kimia dan fisika:
 Obat, bahan kimia dan rumah tangga, luka
bakar yang meluas.
Gejala Klinis
Gejala klinis anemia berhubungan dengan :
- peningkatan katabolisme hemoglobin
(destruksi eritrosit) dan
- peningkatan eritropoiesis.
Gejala Klinis
- Ikterus mencerminkan peningkatan
produksi bilirubin.
- Urin berwarna gelap atau merah terjadi
akibat eksresi Hb plasma yang terjadi
pada hemolisis intravaskuler.
Gejala Klinis
- Gejala primer yang berhubungan dengan
anemia antara lain:
 pucat,
 lemah dan
 keluhan pada jantung.
Gejala Klinis
 Hemolisis Intravaskuler:
eritrosit hancur dalam pembuluh darah.
Bila terjadi hemolisis, Hb bebas akan
dilepaskan ke dalam plasma.
Hb kemudian diikat oleh protein plasma
yaitu haptoglobin, komplek Hb-haptoglobin
diangkut ke makrofag hati, dimetabolisme
menjadi bilirubin dan dieksresi ke usus
melalui saluran empedu.
Gejala Klinis
 Pada hemolisis intravaskuler yang berat, sintesis
haptoglobin mungkin tidak mencukupi.
 Bila kadar haptoglobin tidak mencukupi, maka Hb
bebas akan dioksidasi menjadi metHb dan diikat
oleh albumin.
 MetHb yang berlebihan akan dipecah menjadi
gugus heme dan globin.
 Heme akan berikatan dengan protein plasma lain
yaitu hemopeksin.
 Komplek Hb-haptoglobin, Heme-hemopeksin dan
metHb-albumin akan dibersihkan dari plasma oleh
RES hati.
Gejala Klinis
 Hb bebas yang masih ada dalam sirkulasi
akan difiltrasi oleh glomerulus dan
direabsorpsi oleh tubulus proksimal.

 Bila kecepatan filtrasi Hb melebihi


kemampuan reabsorpsi tubulus, Hb akan
dikeluarkan melalui urin.
Gejala Klinis
 Tergantung dari beratnya Hb-uria, urin
bisa berwarna merah muda, merah atau
hitam kecoklatan. Hb akan mengendap
pada sel tubulus dan akan dikeluarkan
melalui urin dan tampak sebagai
hemosiderin.
 Pada hemolisis intravaskuler kronik,
hemosiderin ada dalam urin walaupun
tidak terdapat hemoglobinuria.
Gejala Klinis
 Pada pemeriksaan Sediaan hapus darah
tepi:
- didapatkan gambaran anisositosis,
poikilositosis seperti fragmentosit, sferosit.
Gejala Klinis
 Pada hemolisis ekstravaskuler eritrosit
difagositosis oleh makrofag di limpa, hati
dan sumsum tulang. Hemolisis tipe ini lebih
sering daripada hemolisis intravaskuler.
 Tidak terjadi hemoglobinemia, hemoglobin-
uria maupun hemosiderinuria karena Hb
tidak langsung dilepas ke dalam plasma,
melainkan dipecah menjadi gugus heme
dan globin.
 Heme selanjutnya dikatabolisme menjadi
bilirubin yang akan dieksresi melalui hati.
Gejala Klinis
 Pemeriksaan laboratorium yang bermakna
adalah peningkatan produk heme, antara
lain:
- peningkatan bilirubin serum,
- serta peningkatan urobilinogen urin
dan feses.
Kelainan laboratorium pada anemia
hemolitik
A. Adanya anemia:
1. Penurunan kadar HB, PCV Jumlah Eritrosit.
2. Penurunan Hb> 1g/dL dalam waktu satu
minggu, khas pada anemia hemolitik akut
didapat.
Kelainan laboratorium pada
anemia hemolitik
B. Tanda-tanda hemolisis
1. Penurunan masa hidup eritrosit
2. Peningkatan katabolisme heme (peningkatan
urobilinogen urine dan sterkobilinogen feses).
3. Penurunan Haptoglobin serum
4. Tanda-tanda hemolisis intravaskuler:
hemoglobinemia, hemoglobinuria,
hemosiderinuria, methemalbuminemia,
Penurunan kadar hemopeksin serum.
Kelainan laboratorium pada
anemia hemolitik
 Kompensasi sumsum tulang: retikulositosis,
polikromasia pada darah tepi, hiperplasia
normoblastik pada sumsum tulang.
ME rasio terbalik:
Normal ME rasio 4 : 1,
Pada Anemia Hemolitik ME rasio : 1: 4 -10
 Kelainan laboratorium akibat penyakit dasar:
Tes Coomb positif, tes fragilitas osmotik.
Gambaran Anemia Hemolitik
Sediaan Hapus Darah Tepi:
 Anisositosis,
 poikilositosis (target sel. Sferosit, tear
drop, dll)
 Polikromasi
Gambaran Anemia Hemolitik
Sediaan BM ( Sumsum Tulang):
 ME Ratio : Eritropoisis meningkat ( 1: 4-
10)
 Selularitas : meningkat, lebih padat,
trombopoisis.
Thalasemia
Thalasemia Beta:
Penyakit yang diturunkan secara otosom
resesif, disebabkan oleh mutasi gen yang
terletak pada kromosom 11 yang mengatur
sintesis rantai globin Beta, sehingga terjadi
penurunan sintesis rantai Beta. Adanya
ketidakseimbangan sintesis rantai Alfa dan
Beta mengakibatkan:
Thalasemia
1. Penurunan produksi hemoglobin A yang
merupakan hemoglobin utama di dalam eritrosit
yang mengakibatkan gambaran eritrosit mikrositik
hipokrom.
2. Penurunan sintesis rantai Beta akan menyebabkan
berlebihnya rantai Alfa yang membentuk badan
inklusi Alfa 4 yang bersifat unstable. Rantai Alfa
membentuk presipitasi Alfa 4 yang menyebabkan
membran eritrosit teroksidasi dan merusak eritrosit.
Thalasemia
 Disfungsi eritrosit yang berat dan kerusakan
berinti di dalam sumsum tulang menyebabkan
terjadinya eritropoiesis inefektif.
 Secara klinis thalasemia ada 2 bentuk:

1. Thalasemia Beta homozigot (Gen thalasemia


Beta diturunkan dari kedua orangtuanya)
2. Thalasemia Beta heterozigot (Gen thalasemia
Beta diturunkan dari salahsatu orang tua).
Thalasemia
Gambaran Anemia hemolitik pada Kasus
Thalasemia Beta-HbE Heterozigot Ganda:
A. Gambaran Darah Tepi:
 Eritrosit: mikrositik hipokrom, anisositosis dan
poikilositosis berat ( sel target, tear drop sel,
eritrosit polikrom).
 Lekosit: jumlah dan morfologi normal
 Trombosit: kesan jumlah dan morfologi normal
Thalasemia
B. Gambaran Sumsum Tulang:
 ME rasio : Seri eritropoisis meningkat
 Selularitas: Meningkat, lebih padat,
bandingkan dengan sel lemak
 Trombopoisis
Penyakit Hemoglobin H
 Hb H merupakan Thalasemia Alfa dengan 3 gen
delesi (α-/--), yang diturunkan dari kedua orang tua.
Kelainan ini sering dijumpai di Asia Tenggara.
 Patofisiologi:
 Sintesis rantai alfa yang berkurang menyebabkan
sintesis rantai beta dan gama secara relatif
meningkat. Bila terjadi pada masa fetal akan
menyebabkan berlebihannya rantai gama sehingga
terbentuk tetramer gama4 yang merupakan
komponen dari Hb Bart’s.
Penyakit Hemoglobin H

 Bila terjadi pada masa dewasa akan


terbentuk tetramer Beta, yang merupakan
komponen dari hemoglobin H yang
bersifat tidak stabil dan mudah mengalami
denaturasi membentuk badan Heinz
(Heinz’s bodies) yang melekat pada
membran sel seri eritrosit. Oleh karena itu
membran eritrosit menjadi kaku sehingga
sulit memasuki mikrosirkulasi.
Penyakit Hemoglobin H
 Pada sumsum tulang didapatkan hematopoiesis
inefektif. Selain itu hemoglobin H juga
mempunyai afinitas tinggi terhadap oksigen dan
sensitif terhadap proses oksidasi.
 Berkurangnya sintesis rantai Alfa menyebabkan
hemoglobin A menurun sehingga eritrosit
tampak mikrositik hipokrom.
 Eritrosit yang mengandung badan Heinz saat
melewati limfa akan di pitting dan menyebabkan
kerusakan membran yang menahun sehingga
menimbulkan anemia hemolitik menahun.
Penyakit Hemoglobin H
 Anemia akan menyebabkan meningkatnya
absorbsi besi heme dan non heme di usus.
Pada penyakit HbH terjadi penurunan
sintesis rantai globin Alfa, pembentukan
tetramer Beta 4, inefektif hematopoiesis
dan anemia hemolitik menahun yang
memperberat gejala klinik dari penyakit
hemoglobin H.
Klinik
 Anemia dapat ringan sampai berat, yang
memburuk pada saat kehamilan, infeksi bila
memakai obat yang bersifat oksidan.
 Anemia yang terjadi merupakan anemia hemolitik
ekstravaskuler menahun, sehingga angka
kejadian batu empedu tinggi pada penyakit ini.
 Pada HbH didapatkan hepatosplenomegali yang
akan berlanjut menjadi hipersplenisme dan
mengakibatkan sitopenia.
 Lekopenia mengakibatkan mudah terjadi infeksi.
Gejala klinik lain yang berupa ulkus pada tungkai
karena eritrosit yang kurang lentur dan sulit masuk
ke mikrosirkulasi.
Laboratorium
 Gambaran darah tepi dijumpai anemia
mikrositik hipokrom dengan kadar Hb
antara 8-10 g/dL, anisopoikilositosis yang
ditandai dengan peningkatan nilai RDW.
 Dengan pewarnaan supravital retikulosit
meningkat antara 5-10% dan dijumpai
banyak eritrosit yang mengandung badan
inklusi hemoglobin H dan badan Heinz.
 Pemeriksaan elektroforesis hemoglobin
dijumpai kadar HbH 2-40%. HbA2
menurun dan HbF normal.
Kelainan laboratorium pada
anemia hemolitik
 Kompensasi sumsum tulang:
retikulositosis, polikromasia pada darah
tepi, hiperplasia normoblastik pada
sumsum tulang.
 Kelainan laboratorium akibat penyakit
dasar: Tes Coomb positif, tes fragilitas
osmotik.
Kesimpulan Anemia Hemolitik
Pemeriksaan Morfologi Sediaan Apus Darah
Tepi (SADT) :
 Eritrosit: Anisositosis, poikilositosis, dan
polikromasia
 Eritrosit hipokrom mikrositer pada thalasemia dan
kelainan Hb.
 Eritrosit bentuk abnormal hanya dijumpai pada
eritrosit dewasa dan tidak pada normoblas,
kecuali basophilic stippling
Kesimpulan Anemia Hemolitik
 Terdapat eritrosit khas pada etiologi tertentu,
misalnya:
 Spherocytosis pada hereditary spherocytosis
 Eliptocytosis pada hereditary eliptocytosis
 Stomatocytosis pada hereditary stomatocytosis
 Sickle cell pada HbS
 Target cell pada Hb C dan Hb E
 Target cell besar pada Thalasemia
Kesimpulan Anemia Hemolitik
 Adanya benda di dalam eritrosit, misalnya
cabot ring pada Thalasemia berat,
 Basophilic stippling pada Thalasemia
 Heinz bodies setelah terjadi krisis hemolitik
pada defisiensi G-6-PD
 Plasmodium malaria
 Kristal Hb C bila Hb > 44%
 Dijumpai normoblas, terutama pada anak-anak
Kesimpulan Anemia Hemolitik
 Morfologi Lekosit : tak ada kelainan
 Setelah krisis hemolitik terjadi shift to the
left dari granulosit, dapat sampai
mieloblas.
 Morfologi trombosit : tak ada kelainan
Kesimpulan Anemia Hemolitik
 Morfologi Sediaan apus sumsum tulang:
 Selularitas meningkat
 Aktivitas:

Aktivitas Seri Eritropoiesis: .


meningkat, morfologi tak ada kelainan.
ME ratio menurun, bermakna bila 1 : 1
Aktifitas granulopoiesis dalam batas
normal
Megakariosit: positif
ANEMIA HEMOLITIK

normo
blas
fragmentosit
Giant thrombocyte
ANEMIA G6PD

The blood smear in Panel A depicts acute hemolysis in glucose-6-


phosphate dehydrogenase (G6PD) deficiency, with the presence of
a "bite" cell, or keratocyte (arrow). Panel B shows acute hemolysis
in G6PD deficiency, with two "blister cells" (arrows), as well as
polychromatic macrocytes and irregularly contracted cells
(arrowheads). All specimens were stained with May–Grünwald–
Giemsa stain.
ANEMIA KARENA KERACUNAN TIMBAL
DAN ANEMIA SIKEL SEL

Red-Cell Changes with Lead Poisoning and in hemoglobinopathies.


Panel A shows an erythrocyte with prominent basophilic stippling
(arrow), a result of lead poisoning.
Panel B shows sickle cell anemia, with a nucleated red cell (black
arrow), sickle cells (white arrow), and boat-shaped cells
(arrowhead). All specimens were stained with May–Grünwald–
Giemsa stain.
GAMBARAN MORFOLOGI SEDIAAN APUS DARAH TEPI
SEDIAAN APUS DARAH
TEPI

POIKILOSITOSIS DAN SEL NORMOBLAS


polikhromasi
Anemia hemolitik (darah tepi)  Talasemia
Sperositosis herediter  polikromasi, anisositosis, sel sperosit
Anemia hemolitik (sumsum tulang)
Eliptositosis
Anemia sel sabit
sumsum tulang
SUMSUM TULANG
SUMSUM TULANG
SIH
KA
R I MA
TE

Anda mungkin juga menyukai