Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia atau dikenal juga dengan kurang darah berkurangnya sel darah merah disebabkan
oleh kerusakan dini sel-sel darah merah yang matang. Sumsum tulang dapat menghasilkan sel
darah merah yg cukup cepat untuk mengganti sel darah merah yang telah rusak.
Anemia hemolitik adalah salah satu jenis anemia yang disebabkan oleh proses penghancuran
sel ddarah merah yang lebih cepat dari jangka waktu seharusnya. Kondisi ini dapat memicu
masalah kesehatan jantung, seperti aritmia hingga gagal jantung. Anemia hemolitik bisa
disebabkan oleh beberapa faktor, namun sebagian besar diturunkan dari orang tua.
Anemia hemolitik tidak terlalu sering dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan
diagnostik yang tepat. Pada kasus-kasus penyakit dalam yang dirawat di RSUP sanglah tahun
1997. Anemia hemolitik merupakan 6% dari kasus anemia, menempati urutan ketiga setelah
anemia aplastik dan anemia sekunder keganasan hematologis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka kami membuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian dari Anemia Hemolitik?


2. Apa Etiologi dari Anemia Hemolitik?
3. Bagaimana Patofisiologis pada Anemia Hemolitik?
4. Apa penyebab Anemia Hemolitik?
5. Apa gejala Anemia Hemolitik?
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang perlu di lakukan?
7. Apa saja Pencegahan yang harus dilakukan?

1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat untuk mengetahui pengertian dari Anemia Hemolitik agar pembaca dapat
mengetahi kelainan yang disebabkan serta pencegahan yang harus dilakukan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Anemia hemolitik adalah jenis anemia yang terjadi ketika sel darah merah hancur atau
mati lebih cepat dari waktu yang seharusnya. Akibatnya, tubuh Anda kekurangan sel
darah merah sehat. Ketika tubuh kekurangan sel darah merah sehat, terdapat berbagai
masalah kesehatan yang mungkin muncul, seperti nyeri, denyut jantung tidak teratur
(aritmia), pembesaran jantung, dan gagal jantung. Sel darah merah mengandung
hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen. Penderita anemia hemolitik cenderung
mudah lelah karena tubuhnya tidak menerima asupan oksigen yang cukup karena sel
darah merahnya kurang. Alhasil beberapa organ tubuh tidak berfungsi dengan baik.
Anemia hemolitik dapat dialami sejak lahir karena diturunkan dari orang tua atau
berkembang setelah lahir. Anemia hemolitik yang tidak diturunkan dapat dipicu oleh
penyakit, paparan zat kimia, atau efek samping obat-obatan. Pada beberapa kasus, anemia
hemolitik dapat disembuhkan dengan mengobati penyebabnya. Akan tetapi, anemia
hemolitik juga bisa berlangsung dalam jangka panjang (kronis), terutama yang
disebabkan oleh faktor keturunan.

Angka kejadian anemia hemolitik autoimun (AIHA) diperkirakan 1/100.000 pada populasi
umum, sedang pada anak sepertiganya. Anemia yang terjadi akibat proses hemolitik yang terjadi
secara sekunder adanya destruksi sel darah merah oleh karena proses autoantibodi. Secara klinis
AIHA dapat dibagi menjadi 2 yaitu tipe warm dan tipe cold. AIHA tipe warm umumnya
menunjukkan gejala pucat, ikterus, splenomegali dan anemia berat. Pada 60% kasus AIHA tipe

warm , IgG lebih berperan dan antibodi ini optimal pada suhu 37 0C yang secara langsung akan
bertemu antigen pada sel eritrosit dan prosesnya terjadi ekstravaskuler. Pada AIHA tipe cold

antibodi yang berperan ialah IgM yang optimal berikatan dengan antigen eritrosit pada suhu 4 0C
dan umumnya juga berikatan dengan komplemen. Pada tabel 1 dapat dilihat klasifikasi AIHA.
2.2 Etiologi
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik &
faktor ekstrinsik.
1. Faktor Intrinsik
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel eritrosit.
Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a. Gangguan struktur dinding eritrosit
 Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan
membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan
sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok
daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya.
Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama
menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan
kolelitiasis.
 Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong).
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20%
saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel.
Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan
kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses
hemolisis dari penyakit ini.
 A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan
umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit
tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
b. Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi.
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
 Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
 Defisiensi Glutation reduktase
 Defisiensi Glutation
 Defisiensi Piruvatkinase
 Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
 Defisiensi difosfogliserat mutase
 Defisiensi Heksokinase
 Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
c. Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%),
kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun,
sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini,
yaitu:
 Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal).
Misal HbS, HbE dan lain-lain
 Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal
talasemia
2. Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
 Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat
 Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang
dibentuk oleh tubuh sendiri.
 Infeksi, plasmodium, boriella

2.3 Patofisiologi
Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun dan
gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam dan dapat
disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit
enzimatik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan hypersplenism.
Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan asam laktat dehidrogenase
(LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung dan urobilinogen berasal dari hemoglobin
dilepaskan.
Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat hemoglobin normal
jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan eritrosit. Atau, pasien dengan
hemolisis ringan mungkin mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang mereka
produksi eritrosit transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain,
mengakibatkan kehancuran yang tidak dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, di
mana penurunan eritrosit terjadi di pasien dengan hemolisis berkelanjutan). Kelainan
bentuk tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis,
perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia sel sabit
atau talasemia.
Pada proses hemolisis akan terjadi dua hal berikut:
1. Turunnya kadar Hemoglobin. Jika hemolisisnya ringan atau sedang, sumsum tulang
masih bisa mengkompensasinya sehingga tidak terjadi anemia. Keadaan ini disebut
dengan hemolitik terkompensasi. Tapi jika derajat hemolisisnya berat, sumsum tulang
tidak mampu mengompensasinya, sehingga terjadi anemia hemolitik.
2. Meningkatnya pemecahan eritrosit. Untuk hal ini ada tiga mekanisme:
 Hemolitik ekstravaskuler. Terjadi di dalam sel makrofag dari sistem
retikuloendotelial, terutama di lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini
mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi jika eritrosit mengalamai
kerusakan, baik di membrannya, hemoglobinnya maupun fleksibilitasnya. Jika
sel eritrosit dilisis oleh makrofag, ia akan pecah menjadi globin dan heme.
Globin ini akan kembali disimpan sebagai cadangan, sedangkan heme nanti
akan pecah lagi menjadi besi dan protoporfirin. Besi diangkut lagi untuk
disimpan sebagai cadangan, akan tetapi protoforfirin tidak, ia akan terurai
menjadi gas CO dan Bilirubin. Bilirubin jika di dalam darah akan berikatan
dengan albumin membentuk bilirubin indirect (Bilirubin I), mengalami
konjugasi di hepar menjadi bilirubin direct (bilirubin II), dieksresikan ke
empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen di feses dan urobilinogen di
urin.
 Hemolitik intravaskuler. Terjadi di dalam sirkulasi. Jika eritrosit mengalami
lisis, ia akan melepaskan hemoglobin bebas ke plasma, namun haptoglobin
dan hemopektin akan mengikatnya dan menggiringnya ke sistem
retikuloendotelial untuk dibersihkan. Namun jika hemolisisnya berat, jumlah
haptoglobin maupun hemopektin tentunya akan menurun. Akibatnya,
beredarlah hemoglobin bebas dalam darah (hemoglobinemia). Jika hal ini
terjadi, Hb tersebut akan teroksidasi menjadi methemoglobin, sehingga terjadi
methemoglobinemia. Hemoglobin juga bisa lewat di glomerulus ginjal, hingga
terjadi hemoglobinuria. Namun beberapa hemoglobin di tubulus ginjal
nantinya juga akan diserap oleh sel-sel epitel, dan besinya akan disimpan
dalam bentuk hemosiderin. Jika suatu saat epitel ini mengalami deskuamasi,
maka hanyutlah hemosiderin tersebut ke urin sehingga terjadi
hemosiderinuria, yg merupakan tanda hemolisis intravaskuler kronis.
 Peningkatan hematopoiesis. Berkurangnya jumlah eritrosit di perifer akan
memicu ginjal mengeluarkan eritropoietin untuk merangsang eritropoiesis di
sumsum tulang. Sel-sel muda yang ada akan ‘dipaksa’ untuk dimatangkan
sehingga terjadi peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda) dalam darah,
mengakibatkan polikromasia.

2.4 Penyebab Anemia Hemolitik


Anemia hemolitik dapat diturunkan dari orang tua atau berkembang setelah
lahir. Beberapa penyebab anemia hemolitik yang dipicu oleh faktor keturunan adalah :
1. Anemia sel sabit.
2. Sferositosis
3. Ovalositosis
4. Thalasemia
5. Kekurangan enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD).
6. Kekurangan enzim piruvat kinase akibat gangguan pada proses glikolisis.
Sedangkan kondisi selain faktor keturunan yang dapat menyebabkan anemia hemolitik antara
lain :
1. Penyakit infeksi, seperti tipes, hepatitis, infeksi virus epstein-barr, atau infeksi bakteri
coli jenis tertentu.
2. Penyakit autoimun, seperti Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA), lupus, rheumatoid
arthritis, dan kolitis ulseratif.
3. Efek samping obat-obatan, seperti Obat Anti Inflamasi Nonsteroid (OAINS) dan
beberapa jenis antibiotik.
4. Penyakit kanker, terutama kanker darah.
5. Keracunan arsenik atau keracunan timah.
6. Gigitan ular berbisa.
7. Transfusi darah dari orang dengan golongan darah yang berbeda.
8. Reaksi tubuh akibat operasi transplantasi organ.
9. Kekurangan vitamin E, khususnya pada bayi prematur.

2.5 Gejala Anemia Hemolitik

Gejala anemia hemolitik bisa ringan di awal penyakit, kemudian memburuk secara perlahan
atau tiba-tiba. Gejalanya bervariasi pada setiap penderita, di antaranya :

1. Pusing
2. Kulit pucat
3. Tubuh cepat lelah.
4. Demam
5. Urine berwarna gelap.
6. Kulit dan bagian putih mata menguning (penyakit kuning).
7. Perut terasa tidak nyaman akibat organ limpa dan hati membesar.
8. Jantung berdebar

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Dokter akan melakukan pemeriksan fisik dan memeriksa apakah kulit pasien pucat atau
menguning, serta meraba dan menekan perut pasien untuk memeriksa pembesaran organ hati
atau limpa. Bila pasien dicurigai menderita anemia hemolitik, dokter akan melakukan
pemeriksaan berikut :

1. Hitung darah lengkap, untuk menghitung jumlah sel darah dalam tubuh.
2. Pemeriksaan bilirubin, yaitu senyawa sisa dari proses penghancuran sel darah merah,
yang mengakibatkan penyakit kuning.
3. Tes Coombs, untuk melihat kemungkinan antibodi menyerang sel darah merah.
4. Aspirasi sumsum tulang, untuk melihat bentuk dan tingkat kematangan sel darah
merah langsung dari ‘pabrik darah’.

Pengobatan anemia hemolitik tergantung pada penyebabnya, tingkat keparahan, usia


dan kondisi kesehatan pasien, serta respons pasien terhadap obat. Beberapa metode
pengobatan yang dapat dilakukan oleh dokter antara lain :
1. Suplemen asam folat dan suplemen zat besi.
2. Obat imunosupresan, untuk menekan sistem kekebalan tubuh agar sel darah
merah tidak mudah hancur.
3. Suntik imunoglobulin (IVIG), untuk memperkuat kekebalan tubuh pasien.
4. Transfusi darah, untuk menambah jumlah sel darah merah (Hb) yang rendah pada
tubuh pasien.
5. Pada kasus anemia hemolitik yang parah, dokter akan melakukan splenektomi
atau bedah pengangkatan limpa. Prosedur ini biasanya dilakukan ketika pasien
tidak merespons metode pengobatan di atas.

2.7 Pencegahan
Pencegahan anemia hemolitik tergantung pada penyebabnya. Pada pasien anemia hemolitik
yang disebabkan oleh efek samping obat-obatan, pencegahannya dapat dilakukan dengan
menghindari obat yang memicu penyakit ini.
Anemia hemolitik juga bisa dilakukan dengan mencegah infeksi, yaitu dengan :
1. Menghindari kontak langsung dengan orang yang sedang terkena infeksi.
2. Menjauhi kerumunan orang banyak jika memungkinkan.
3. Mencuci tangan dan menggosok gigi secara rutin.
4. Menghindari konsumsi makanan mentah atau setengah matang.
5. Menjalani vaksinasi flu tiap tahun.
Anemia hemolitik yang disebabkan oleh faktor keturunan tidak dapat dicegah.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia hemolitik adalah anemia yan di sebabkan oleh proses hemolisis,yaitu
pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya.Pada anemia
hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari).
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik
& faktor ekstrinsik.
1. Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel
eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
 Gangguan struktur dinding eritrosit
 Gangguan pembentukan nukleotida
 Hemoglobinopatia
2. Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
 Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat
 Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang
dibentuk oleh tubuh sendiri.
 Infeksi, plasmodium, boriella

3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai