Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“PADA ANAK A DENGAN AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA) DAN


TROMBOSITOPENIA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen


Maternitas di Ruang 7 HCU Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh:

Renny Revita Putri Andini


135070201111023
KELOMPOK 2

PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017

1
2

AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)

I. DEFINISI
Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah
suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap
eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit (Bakta, 2006).
Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia hemolitik autoimun ini
merupkan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp sel -sel eritrosit sehingga
umur eritrosit memendek (Sudoyo.et all.,2006).
Hemolisis adalah kerusakan sel darah merah pada sirkulasi sebelum 120 hari
(umur eritrosit normal). Hemolisis mungkin asymptomatic, tapi bila ‘eritropoesis’ tidak
dapat mengimbangi kecepatan rusaknya sel darah merah dapat terjadi anemia.
(Gurpreet, 2004)
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu kondisi dimana
imunoglobulin atau komponen dari sistem komplemen terikat pada antigen
permukaan sel darah merah dan menyebabkan pengrusakan sel darah merah
melalui Sistem Retikulo Endotelial (SRE). Antibodi yang khas pada AIHA antara lain
IgG, IgM atau IgA dan bekerja pada suhu yang berbeda-beda. (Lanfredini, 2007)

II. ETIOLOGI
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor
intrinsik & faktor ekstrinsik.
a. Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel
eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1) Gangguan struktur dinding eritrosit
a) Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh
kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung
ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih
menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang
dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat
menimbulkan krisis aplastik. Kelainan radiologis tulang dapat
ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan ini. Pada
40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.
3

b) Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong).
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20%
saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel.
Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang
ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat
mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
c) A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang
menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan
bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak
pada dinding sel.
2) Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya
pada panmielopatia tipe fanconi.
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
a) Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
b) Defisiensi Glutation reduktas
c) Defisiensi Glutation
d) Defisiensi Piruvatkinase
e) Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
f) Defisiensi difosfogliserat mutase
g) Defisiensi Heksokinase
h) Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
3) Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya
(95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan
menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang
normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan
hemoglobin ini, yaitu:
a. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain
b. Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal
talasemia
4

b. Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
1) Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat
2) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang
dibentuk oleh tubuh sendiri.
3) Infeksi, plasmodium, boriella

III. MANIFESTASI KLINIS dan KLASIFIKASI


Manifestasi Klinis
Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan
krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:
1) Demam
2) Mengigil
3) Nyeri punggung dan lambung
4) Perasaan melayang
5) Penurunan tekanan darah yang berarti
Berdasarkan Tipenya :
a. Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat:
Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-lahan, ikterik, demam, dan ada yang
disertai nyeri abdomen, limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas
sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman dan juga bisa
dijumpai splenomegali pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Urin
berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri. Pada AHA paling tebanyak terjadi
yakni idiopatik splenomegali tarjadi pada50-60%, iketrik terjadi pada 40%,
hepatomegali 30% pasien san limfadenopati pada 25% pasien. Hanya 25%
pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi

b. Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin:


Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin.Hemolisis berjalan
kronik. Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering juga terjadi
akrosinosis dan splenomegali. Pada cuaca dingin akan
menimbulkan meningkatnya penghancuran sel darah merah, memperburuk
nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan)
pada tangan dan lengan.
5

Anemia Hemolitik dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Tabel 1):

Tabel 1. Klasifikasi Anemia Hemolitik Imun


Anemia Hemolitik Auto Omun (AIHA)
A. AIHA tipe hangat
1. Idiopatik
2. Sekunder (karena cll, limfoma, SLE)
B. AIHA tipe dingin
1. Idiopatik
2. Sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus,
keganasan limforetikuler)
C. Paroxysmal Cold hemoglobinuri
1. Idiopatik
2. Sekunder (viral dan sifilis)
D. AIHA Atipik
1. AIHA tes antiglobulin negatif
2. AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin

a. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat


Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, di mana autoantibodi bereaksi
secara optimal pada susu 300C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat
disertai penyakit lain.
b. Anemia Hemolitik Imun Tipe Dingin
Terjadinya hemolisis diperantai antibody dingin yaitu agkutinin dingin dan
antibody Donath-landstainer. Kelainana ini secara karekteristik memiliki
agglutinin dingin IgM monoklonal. Pada umumnya agglutinin tipe dingin ini
terdapat pada titer yang sangat rendah, dan titer ini akan meningkat pesat
pada fase penyembuhan infeksi. Aglutinin tipe dingin akan berikatan dengan
sel darah merah dan terjadi lisis langsung dan fagositosis.
c. Paroxysmal Cold Hemoglobinuri
Ini adalah bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi
secara massif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit ini
sering ditemukan, karena berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada kondisi
ekstrim autoantibody Donath-Landsteiner dan protein komplemen berikatan
pada sel darah merah. Pada saat suhu kembali 370C. terjadilah lisis karena
propagasi pada protein-protein komplemen yang lain.
6

IV. PATOFISIOLOGI
(terlampir)

V. PEMERIKSAAN DIADNOSTIK
a. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
1) Bilirubin serum meningkat
2) Urin meningkat, urin kuning pekat
3) Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
b. Gambaran peningkatan produksi eritrosit
1) Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
2) hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
c. Gambaran rusaknya eritrosit:
1) Morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer,
target cell, sickle cell, sferosit.
2) Fragilitas osmosis, otohemolisis
3) Umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom.
persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur
eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek
umur eritrosit
d. Gambaran darah tepi menunjukkan adanya proses hemolitik berupa
sferositosis, polikromasi maupun poikilositosis, sel eritrosit berinti,
retikulositopeni pada awal anemia.
e. Kadar hemoglobin 3-9 g/dL, jumlah leukosit bervariasi disertai gambaran sel
muda (metamielosit, mielosit dan promielosit), kadang disertai trombositopeni.
f. Gambaran sumsum tulang menunjukkan hiperplasi sel eritropoitik
normoblastik.
g. Kadar bilirubin indirek meningkat.
h. Pemeriksaan Direct Antiglobulin Test (DAT) atau lebih dikenal dengan Direct
Coomb’s test menunjukkan adanya antibodi permukaan / komplemen
permukaan sel eritrosit. Pada pemeriksaan ini terjadi reaksi aglutinasi sel
eritrosit pasien dengan reagen anti IgG menunjukkan permukaan sel eritrosit
mengandung IgG (DAT positif).
7

Direct Coombs' Test.

Pemeriksaan Penunjang
a. Penurunan kadar HB<1g/dl dalam satu minggu tanpa diimbangi dengan proses
eritropoesis yang normal
b. Penurunan masa hidup eritrosit <120 hari. Pemeriksaan terbaik dengan labeling
crom. Persentasi aktivitas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur
eritrosit. Semakin cepat penurunan aktivitas crom maka semakin pendek umur
eritrosit
c. Hemoglobinuria (urin berwarna merah kecoklatan atau merah kehitaman)
d. Hemosiderinuria diketahui dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia pada air
seni
e. Hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang
f. Peningkatan katabolisme heme, biasanya terlihat dari peningkatan bilirubin
serum
g. Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital (menghitung sel darah merah
muda)
h. Sterkobilinogen feses meningkat, pigmen feses berwarna kehitaman
i. Terjadi hiperplasia eritropoesis sumsum tulang
8

VI. PENATALAKSANAAN MEDIS


Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan
khusus. Penderita dengan anemia hemolitik autoimun IgG atau IgM ringan kadang
tidak memerlukan pengobatan spesifik, tetapi kondisi lain di mana terdapat ancaman
jiwa akibat hemolitik yang berat memerlukan pengobatan yang intensif.
Tujuan pengobatan adalah mengembalikan nilai-nilai hematologis normal,
mengurangi proses hemolitik dan menghilangkan gejala dengan efek samping
minimal.

a. Terapi transfusi
1) Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin
penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.
2) Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari
stres jantung.
3) Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya,
talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi.
Tinjauan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator
deferasirox dengan lisan dan chelator deferiprone parenteral tradisional
agen, deferoxamine.

b. Menghentikan obat
1) Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan
hemolisis kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa
2) Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai
berikut (lihat Referensi untuk daftar lebih lengkap) :
a) Penisilin
b) Sefalotin
c) Ampicillin
d) Methicillin
e) Kina
f) Quinidine
3) Kortikosteroid
Penderita dengan anemia hemolitik autoimun karena IgG mempunyai
respon yang baik terhadap pemberian steroid dengan dosis 2-
10mg/kgBB/hari. Bila proses hemolitik menurun dengan disertai
peningkatan kadar Hb (monitor kadar Hb dan retikulosit), maka dosis
kortikosteroid diturunkan secara bertahap.
9

Pemberian kortikosteroid jangak panjang perlu mendapat pengawasan


terhadap efek samping, dengan monitor kadar elektrolit, peningkatan
nafsu makan, kenaikan berat badan, gangguan tumbuh kembang, serta
risiko terhadap infeksi.
c. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis
anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun. Diimunisasi terhadap
infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin.
1) Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-
langkah lain telah gagal.
2) Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti
anemia hemolitik agglutinin dingin.
3) Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti
Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum
prosedur mungkin.
d. Gammaglobulin intravena
Pemberian gammaglobulin intravena dengan dosis 2g/kgBB pada penderita
anemia hemolitik autoimun dapat diberikan bersama-sama dengan
kortikosteroid.
e. Plasmafaresis untuk pengobatan anemia hemolitik autoimun yang disebabkan
oleh IgG kurang efektif bila dibandingkan dengan hemolitik yang disebabkan
oleh IgM meskipun sifatnya hanya sementara
f. Penanganan gawat darurat:
Atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi
ginjal. Jika terjadi penurunan hemoglobin berat perlu diberi diberi transfusi
namun dengan pengawasan ketat. Transfusi yang diberikan berupa washed
red cell untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid
parenteral dosis tinggi atau hiperimun untuk menekan aktivitas makrofag.
g. Terapi suportif-simptomatik:
Bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama dilimfa dengan jalan
splenektomi (operasi pengangkatan limfa). Selain itu perlu juga diberi asam
folat 0,15-0,3mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
h. Terapi kausal:
Mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik
(tidak diketahui penyebabnya) dan herediter (bawaan) sehingga sulit untuk
ditangani. Pada thalasemia, transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan
10

VII. Diagnosa keperawatan


1) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen
2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun,
mual
3) Konstipasi b.d penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek
samping terapi obat.
4) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman)
dan kebutuhan, kelemahan fisik.
5) Kurang pengetahuan, b/d kurang mengingat, salah interpretasi informasi,
tidak mengenal sumber informasi.
11

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1. Perubahan perfusi Setelah di lakukan asuhan a. Awasi tanda vital kaji a. Memberikan informasi tentang
jaringan b/d penurunan keperawatan selama 3 X pengisian kapiler, warna derajat/keadekuatan perfusi
komponen seluler yang 24 dapat memenuhi kulit/membrane mukosa, jaringan dan membantu
diperlukan untuk kebutuhan oksigen dengan dasar kuku. menetukan kebutuhan intervensi.
pengiriman oksigen. Kriteria hasil: b. Tinggikan kepala tempat b. Meningkatkan ekspansi paru dan
DS : pusing, lemas, tidur sesuai toleransi. memaksimalkan oksigenasi
menggigil, nyeri punggung untuk kebutuhan seluler. Catatan
dan lambung, serta sesak : kontraindikasi bila ada
nafas dan mudah lelah saat c. Kolaborasi pengawasan hipotensi.
beraktivitas. hasil pemeriksaan c. Mengidentifikasi defisiensi dan
DO : - laboraturium. kebutuhan pengobatan /respons
Keadaan umum d. Berikan oksigen terhadap terapi.
TD : 120/80 mmHg tambahan sesuai d. Memaksimalkan transport
Suhu 36,50 C – 370 C indikasi. oksigen ke jaringan.
Jumlah Eritrosit 5000 - e. Berikan transufi darah
9000 sel/mm3 sesuai indikasi e. Meningkatkan jumlah sel darah
merah
2. Gangguan nutrisi kurang Setelah di lakukan asuhan a. Kaji riwayat nutrisi, a. Mengidentifikasi defisiensi,
dari kebutuhan tubuh keperawatan selama 3 X 24 termasuk makan yang memudahkan intervensi
b/d nafsu makan jam dapat memenuhi disukai b. Mengawasi masukkan kalori atau
menurun, mual. kebutuhan nutrisi sesuai b. Observasi dan catat kualitas kekurangan konsumsi
dengan kebutuhan tubuh masukkan makanan makanan
dengan Kriteria hasil: pasien c. Mengawasi penurunan berat
c. Timbang berat badan badan atau efektivitas intervensi
DS : mengatakan tidak ada setiap hari nutrisi
nafsu makan, mual, dan d. Menurunkan kelemahan,
muntah d. Berikan makan sedikit meningkatkan pemasukkan dan
DO : - dengan frekuensi sering mencegah distensi gaster
Keadaan umum membaik dan atau makan diantara
dapat menghabiskan waktu makan e. Gejala GI dapat menunjukkan
porsi makan yang diberikan e. Observasi dan catat efek anemia (hipoksia) pada
Mengalami peningkatan kejadian mual/muntah, organ.
BB flatus dan dan gejala lain
yang berhubungan f. Membantu dalam rencana diet
12

f. Kolaborasi pada ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan


untuk rencana diet. individual

3. Konstipasi b.d Setelah di lakukan tindakan a. Observasi warna feses, a. Membantu mengidentifikasi
penurunan masukan asuhan kep selama 3 X 24 konsistensi, frekuensi dan penyebab /factor pemberat dan
diet; perubahan proses jam, membuat/kembali pola jumlah intervensi yang tepat.
pencernaan; efek normal dari fungsi usus b. Awasi intake dan output b. Dapat mengidentifikasi dehidrasi,
samping terapi obat. dengan Kriteria hasil : (makanan dan cairan). kehilangan berlebihan atau alat
dalam mengidentifikasi defisiensi
DS : lambung nya nyeri diet
DO : Urine pekat dan feses c. Dorong masukkan cairan c. Membantu dalam memperbaiki
hitam,Auskultasi terdengar 2500-3000 ml/hari dalam konsistensi feses bila konstipasi.
bunyi usus menurun. toleransi jantung Akan membantu memperthankan
mengatakan lambungnya status hidrasi pada diare
tidak nyeri lagi d. Kolaborasi ahli gizi untuk d. Serat menahan enzim
Warna urine normal, dan diet seimbang dengan pencernaan dan mengabsorpsi air
warna feses normal serta tinggi serat dan bulk. dalam alirannya sepanjang traktus
konsistensi yang normal intestinal dan dengan demikian
Bunyi usus normal. menghasilkan bulk, yang bekerja
sebagai perangsang untuk
defekasi.
e. Berikan pelembek feses, e. Mempermudah defekasi bila
laksatif sesuai indikasi. konstipasi terjadi.
Pantau keefektifan.
(kolaborasi).
4. Intoleransi aktifitas b.d Setelah di lakukan tindakan a. Kaji kemampuan ADL a. Mempengaruhi pilihan
ketidakseimbangan asuhan kep selama 3 X 24 pasien. intervensi/bantuan
antara suplai oksigen jam, diharapkan pasien tidak b. Observasi tanda-tanda b. Manifestasi kardiopulmonal dari
(pengiriman) dan lagi mengalami kelemahan vital sebelum dan upaya jantung dan paru untuk
kebutuhan, kelemahan dengan Kriteria hasil : sesudah aktivitas. membawa jumlah oksigen
fisik. DS : mengeluhkan pusing, adekuat ke jaringan
lemas, serta sesak nafas c. Rencanakan kemajuan c. Meningkatkan aktivitas secara
dan mudah lelah saat aktivitas dengan pasien, bertahap sampai normal dan
beraktivitas. termasuk aktivitas yang memperbaiki tonus otot/stamina
DO : -: pasien pandang perlu. tanpa kelemahan. Meingkatkan
13

dapat beraktivitas dengan Tingkatkan tingkat harga diri dan rasa terkontrol.
normal. aktivitas sesuai toleransi.
TD : 120/80 mmHg d. Gunakan teknik d. Mendorong pasien melakukan
menghemat energi, banyak aktivitas dengan
membatasi penyimpangan energi
dan mencegah kelemahan.
5. Kurang pengetahuan b/d Setelah di lakukan tindakan a. Berikan informasi tentang a. Memberikan dasar pengetahuan
kurang mengingat, salah asuhan kep selama 3 X 24 anemia spesifik. sehingga pasien dapat membuat
interpretasi jam, diharapkan pasien tidak Diskusikan kenyataan pilihan yang tepat. Menurunkan
informasi, tidak lagi mengalami kelemahan bahwa terapi tergantung ansietas dan dapat meningkatkan
mengenal sumber dengan Kriteria hasil : pada tipe dan beratnya kerjasama dalam program terapi
informasi. DS : mengatakan bahwa anemia.
awalnya dia mengira kalau b. Tinjau tujuan dan b. Ansietas / ketakutan tentang
dia hanya kelelahan bekerja persiapan untuk ketidaktahuan meningkatkan
dan jadwal makan tidak pemeriksaan diagnostic stress, selanjutnya meningkatkan
teratur, tapi lama kelamaan beban jantung. Pengetahuan
penyakitnya bertamabah menurunkan ansietas.
parah. c. Kaji tingkat pengetahuan c. Megetahui seberapa jauh
DO : - klien dan keluarga pengalaman dan pengetahuan
Pasien menyatakan tentang penyakitn klien dan keluarga tentang
pemahamannya proses penyakitnya
penyakit dan d. Berikan penjelasan pada d. Dengan mengetahui penyakit dan
penatalaksanaan penyakit. klien tentang penyakitnya kondisinya sekarang, klien akan
Mengidentifikasi factor dan kondisinya sekarang. tenang dan mengurangi rasa
penyebab. cemas
Melakukan tiindakan e. Minta klien dan keluarga e. Mengetahui seberapa jauh
yang perlu/perubahan pola mengulangi kembali pemahaman klien dan keluarga
hidup. tentang materi yang telah serta menilai keberhasilan dari
diberikan tindakan yang dilakukan
14

DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo W. Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed 5.

Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2009. p.1152-1159, 1379-1389.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. EGC.

Jakarta

Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Ed 3. Jakarta:

Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001. p.

550-552

Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta :

EGC

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.

Jakarta : EGC

Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2009. Asuhan Keperawatan pada

Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika


15

TROMBOSITOPENIA

1. Pengertian
Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi yang
ditandai dengan keadaan berkurangnya jumlah trombosit di bawah nilai normal,
yaitu kurang dari 150x109 /L. Kelainan ini berkaitan dengan peningkatan resiko
perdarahan hebat, bahkan hanya dengan cedera ringan atau perdarahan
spontan kecil (Corwin, ).

2. Etiologi
a. Penurunan produksi trombosit
1) Kongenital bone narrow (misalnya, anemia Fanconi Wiskott-
Aldrich syndrome)
2) Kegagalan sumsum tulang Acquired (misalnya, anemia
aplastik,
myelodysplasia)
3) Paparan kemoterapi, radiasi
4) Neoplastik, infeksi
5) Defisiensi vitamin B12, folat, zat besi
6) Konsumsi alkohol
b. Peningkatan penghancuran trombosit
c. Idiopatik

3. Patofisiologi
Trombosit dapat dihancurkan oleh pembentukan antibodi yang diakibatkan
oleh obat (seperti yang ditemukan pada kinidin dan senyawa emas) atau oleh
autoantibodi (antibodi yang bekerja melawan jaringnnya sendiri). Antibodi
tersebut menyerang trombosit sehingga lama hidup trombosit diperpendek.
Gangguan –gangguan autoimun yang bergantung pada antibodi manusia, palling
sering menyerang unsur-unsur darah, terutama trombosit dan sel darah merah.
Hal ini terkait dengan penyakit trombositopenia, yang memiliki molekul-molekul
IgG reaktif dalam sirkulasi dengan trombosit hospes. Meskipun terikat pada
permuakaan trombosit, antibodi ini tidak menyebabkan lokalisasi protein
komplemen atau lisis trombosit dalam sirkulasi bebas. Namun, trombosit yang
16

mengandung molekul-molekul IgG lebih mudah dihilangkan dan dihancurkan


oleh makrofag yang membawa reseptor membrane untuk IgG dalam limpa dan
hati. Manifestasi utama adalah trombosit kurang dari 30.000/mm3 adalah
tumbuhnya petekie. Petekie ini dapat muncul karena adanya antibodi IgG yang
ditemukan pada membran trombosit yang akan mengakibatkan gangguan
agregasi trombosit dan meningkatkan pembuangan serta penghancuran
trombosit oleh sistem makrofag. Agregaasi trombosit yang terganggu ini akan
menyebabkan penyumbatan kapiler-kapiler darah yang kecil. Pada proses ini
dinding kapiler dirusak sehingga timbul perdarahan dalam jaringan. Bukti yang
mendukung mekanisme trombositopenia ini disimpulkan berdasarkan
pemeriksaan yang menunjukkan kekurangan trombosit berat tetapi singkat,
setelah menerima serum trombositopenia. Trombositopenia sementara, yang
ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan trombositopenia, juga
sesuai dengan kerusakan yang disebabkan oleh IgG, karena masuknya antibodi
melalui plasenta. trombositopenia dapat juga timbul setelah infeksi, khususnya
pada masa kanak-kanak, tetapi sering timbul tanpa peristiwa pendahuluan dan
biasanya mereda setelah beberapa hari atau beberapa minggu.

4. Tanda dan Gejala


a. Akut
1) Hanya 16% yang idiopatik
2) Perdarahan dapat didahului oleh infeksi, pemberian obat – obatan atau
menarche
3) Pada permulaan perdarahan sangat hebat selain terjadi trombositopenia,
rusaknya megakariosit juga terjadi perubahan pembuluh darah
4) Sering terjadi perdarahan GIT, tuba falopi dan peritoneum
5) Kelenjar lymphe, lien dan hepar jarang membesar
b. Menahun
1) biasanya pada dewasa, terjadi beberapa bulan samapai beberapa tahun
kadang menetap
2) permulaan tidak dapat ditentukan ada riwayat perdarahan menahun,
menstruasi lama
3) perdarah relative ringan
4) jumlah trombosit 30.000 – 80.000/mm3
17

5) biasanya tanpa enemi, lekopeni dan splenomegali


6) penghancuran trombosit lebih normal
7) sering terjadi relap dan remisi yang berulang – ulang
c. Recurrent
1) daiantaranya episode perdarahan, perdarahan normal dan tak ada petekie
dan masa hidup trombosit menurun
2) hasil pengobatan dengan kortikosteroid baik
3) kadang tanpa pengobatan dapat sembuh sendiri
4) remisi berkisar beberapa minggu sampai 6 bulan
d. Siklik
1) Menstruasi yang banyak
2) Perdarahan pada mukosa, mulut, hidung, dan gusi
3) Muntah darah dan batuk darah
4) Perdarahan Gastro Intestinal
5) Adanya darah dalam urin dan feses
6) Perdarahan serebral, terjadi 1 – 5 % pada ITP

5. Komplikasi
a. syok hipovolemik
b. penurunan curah jantung
c. splenomegali

6. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah
a. Pada pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan ini ditemukan bahwa
Hb sedikit berkurang, eritrosit normositer, bila anemi berat hypochrome
mycrosyter. Leukosit meninggi pada fase perdarahan dengan dominasi PMN.
Pada fase perdarahan, jumlah trombosit rendah dan bentuknya abnormal.
Lymphositosis dan eosinofilia terutama pada anak
b. Pemeriksaan darah tepi. Hematokrit normal atau sedikit berkurang
c. Aspirasi sumsum tulang Jumlah megakaryosit normal atau bertambah,
kadang mudah sekali morfologi megakaryosit abnormal (ukuran sangat besar,
inti nonboluted, sitoplasma berfakuola dan sedikit atau tanpa granula). Hitung
18

(perkiraan jumlah) trombosit dan evaluasi hapusan darah tepi merupakan


pemeriksaan laboratorium pertama yang terpentong.

7. Penatalaksanaan
a. Ringan: observasi tanpa pengobatan → sembuh spontan.
b. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik,
maka berikan kortikosteroid.
c. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan immunoglobulin
per IV.
d. Bila keadaan gawat, maka berikan transfuse suspensi trombosit. b. ITP
Menahun · Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan. Misal: prednisone 2 – 5
mg/kgBB/hari peroral. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid berikan
immunoglobulin (IV). · Imunosupressan: 6 – merkaptopurin 2,5 – 5
mg/kgBB/hari peroral.
e. Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per oral.
f. Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral. · Splenektomi.

5. CLINICAL PATHWAY (terlampir)

6. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama ,umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,
agama, tanggal MRS, status perkawinan, tanggal pengkajian, sumber
informasi.
b. Riwayat kesehatan
1. Diagnosa medik
Trombositopenia
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang menyebabkan klien dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang dialami sekarang dan apa ada penyakit penyerta.
4. Riwayat kesehatan dahulu
19

Klien pernah mengalami penyakit seperti ini atau tidak, penyakit yang
pernah dialami klien.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Terdapatnya riwayat keluarga yang mengalami DBD atau tidak.
c. Pengkajian keperawatan
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
2. Pola nutrisi/metabolic
3. Pola eliminasi
4. Pola aktivitas dan latihan
5. Pola tidur dan istirahat
6. Pola kognitif dan perseptual
7. Pola persepsi diri
8. Pola seksualitas dan reproduksi
9. Pola peran dan hubungan
10. Pola manajemen koping dan stress
11. System nilai dan keyakinan
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik difokuskan kepada:
1.Kulit dan Membran Mukosa : Purpura,Hemoraghi subkutan,Hematoma dan
Sianosis akral.
2.Sistem GI : Mual,muntah,nyeri pada abdomen, dan peningkatan lingkar
abdomen.
3.Sistem Urinaria : Hematuria.
4.Sistem Pernapasan : Dispnea.Takipnea,sputum mengandung darah.
5.Sistem Kardiovaskular : Hipertensi,Frekuensi Jantung meningkat dan nadi
perifer tak teraba.
6.Sistem Saraf : perubahan tingkat kesadaran,gelisah dan ketidakstabilan
vasomotor.
7.Sistem Muskuloskeletal : Nyeri otot sendi dan punggung.

2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul diantaranya:
a. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi nutrient
20

b. Nyeri akut berhubungan dengan splenomegali


c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan transport oksigen
menurun
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
oksigen
e. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
21

3. Perencanaan (tujuan, riteria hasil, intervensi, rasional)


No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Ketidakseimban Setelah a. Tidak ada tanda 1. Motivasi klien untuk 1. Motivasi sangat penting bagi
gan nutrisi: dilakukan mal nutrisi makan makanan dan penderita anoreksia dan gangguan
kurang dari tindakan b. Tidak terjadi suplemen makanan. gastrointestinal.
kebutuhan keperawatan penurunan berat 2. Tawarkan makan 2. Makanan dengan porsi kecil dan
tubuh 3x24 jam klien badan yang berarti makanan dengan porsi sering lebih ditolerir
berhubungan dapat c. Berat badan sesuai sedikit tapi sering. 3. Meningkatkan selera makan dan
dengan memenuhi dengan tinggi 3. Hidangkan makanan yang rasa sehat.
ketidakmampua kebutuhan badan menimbulkan selera dan 4. Mengurangi citarasa yang tidak
n untuk nutrisi menarik dalam enak dan merangsang selera
mengabsorbsi seimbang penyajiannya. makan.
nutrient 4. Pelihara higiene oral 5. Dapat mengurangi frekuensi mual.
sebelum makan. 6. Mengurangi gejala gastrointestinal
5. Pasang ice collar untuk dan perasaan tidak enak pada
mengatasi mual. perut yang mengurangi selera
6. Berikan obat yang makan dan keinginan terhadap
diresepkan untuk makanan.
mengatasi mual, muntah, 7. Meningkatkan pola defekasi yang
diare atau konstipasi. normal dan mengurangi rasa tidak
7. Motivasi peningkatan enak serta distensi pada abdomen.
asupan cairan dan latihan
jika klien melaporkan
konstipasi.
2. Intoleransi Setelah Self care- Activities of 1. Bantu klien 1. Melakukan klasifikasi dan memilih
aktifitas dilakukan daily living mengidentifikasi aktivitas aktivitas yang dapat dilakukan klien
berhubungan tindakan Indikator: yang mampu dilakukan di RS
dengan keperawatan a. Berpartisipasi dalam 2. Motivasi klien untuk 2. Menghemat tenaga klien sambil
keidakseimbang 3x24 jam klien aktifitas fisik tanpa melakukan latihan yang mendorong klien untuk melakukan
an antara suplai dapat disertai peningkatan diselingi istirahat latihan dalam batas toleransi klien
22

dan kebutuhan menoleransi TD, nadi, dan RR 3. Motivasi dan bantu klien 3. Memperbaiki perasaan sehat
oksigen aktivitas dan b. Mampu melakukan untuk melakukan latihan secara umum dan percaya diri
melakukan aktivitas sehari-hari dengan periode waktu 4. Memberi kalori bagi tenaga dan
perawatan secara mandiri yang ditingkatkan secara protein bagi proses penyembuhan
diri:ADL’s Mampu berpindah bertahap Menentukan terapi yang tepat
atau tanpa dengan atau tanpa 4. Berikan diet tinggi kalori untuk mempercepat proses
bantuan alat bantuan alat dan tinggi protein penyembuhan klien
5. Kolaborasi dengan
tenaga rehabilitasi medik
dalam merencanakan
program terapi yang tepat
2. Kekurangan Setelah Nutritional status: food 1. Kaji intake cairan dan 1. Perawat harus mengetahui sumber
volume cairan dilakukan and fluid kebiasaan eliminasi klien asupan cairan klien untuk
berhubungan tindakan Indikator: 2. Tentukan kebutuhan 2. Agar cairan yang akan diberikan
dengan keperawatan a. Turgor kulit < 2 detik cairan klien kepada klien sesuai kebutuhan
keluarnya 1x24 jam intake 3. Pantau intake dan output 3. Jumlah cairan yang masuk harus
volume plasma dan output cairan klien sama dengan yang keluar untuk
ke ekstrasel cairan 4. Anjurkan klien untuk menghindari dehidrasi
seimbang menambah cairan lewat 4. Agar klien tidak mengalami
oral dehidrasi
5. Monitor berat badan klien 5. Mengetahui sejauh mana klien
6. Pantau turgor kulit klien kehilangan cairan
7. Berikan intake cairan 6. Mengetahui bahwa kebutuhan
lewat IV cairan dalam sel terpenuhi
7. Menambah kebutuhan cairan
pasien
23

DAFTAR PUSTAKA
Dengue Hemorrhagic Fever. In:Diagnosis Treatment, Prevention and Control. 2nd ed.
Geneva , WHO;1997.
Hadinegoro SRH, Safari HI, editor. Demam Berdarah dengue : Naskah lengkap pelatih
dokter spesialis anak dan dokter penyakit dalam, dalam tatalaksana DBD.Jakarta :Balai
Penerbit FK UI;1999.
Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Suryadi S. Tatalaksana Demam Dengue/Demam
Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman; 2004.
NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell.

Anda mungkin juga menyukai