Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. W DENGAN DIAGNOSA AIHA (Autoimune Hemolitic Anemia)

Disusun Untuk Memenuhi Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan


Departemen Keperawatan Medikal Bedah
di Ruang 28 RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :
Yenne Purnamaning Tyas
P17212195047

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AJARAN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah


suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap
eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit (Bakta, 2006).
Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia hemolitik autoimun ini
merupkan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp sel -sel eritrosit sehingga
umur eritrosit memendek (Sudoyo.et all.,2006).
Hemolisis adalah kerusakan sel darah merah pada sirkulasi sebelum 120 hari
(umur eritrosit normal). Hemolisis mungkin asymptomatic, tapi bila ‘eritropoesis’
tidak dapat mengimbangi kecepatan rusaknya sel darah merah dapat terjadi anemia.
(Gurpreet, 2009)
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu kondisi dimana
imunoglobulin atau komponen dari sistem komplemen terikat pada antigen
permukaan sel darah merah dan menyebabkan pengrusakan sel darah merah melalui
Sistem Retikulo Endotelial (SRE). Antibodi yang khas pada AIHA antara lain IgG,
IgM atau IgA dan bekerja pada suhu yang berbeda-beda. (Lanfredini, 2007)

I. ETIOLOGI
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor
intrinsik & faktor ekstrinsik.
a. Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel
eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1) Gangguan struktur dinding eritrosit
a) Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan
membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan
sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok
daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya.
Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis
aplastik. Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang
telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis
ditemukan kolelitiasis.
b) Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong).
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20%
saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel.
Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang
ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat
mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
c) A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan
umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk
eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada
dinding sel.
2) Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya
pada panmielopatia tipe fanconi.
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
a) Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
b) Defisiensi Glutation reduktas
c) Defisiensi Glutation
d) Defisiensi Piruvatkinase
e) Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
f) Defisiensi difosfogliserat mutase
g) Defisiensi Heksokinase
h) Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
3) Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya
(95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan
menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang
normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin
ini, yaitu:
a. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain
b. Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal
talasemia
b. Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
1) Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat
2) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang
dibentuk oleh tubuh sendiri.
3) Infeksi, plasmodium, boriella

B. MANIFESTASI KLINIS dan KLASIFIKASI


Manifestasi Klinis
Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan
krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:
1) Demam
2) Mengigil
3) Nyeri punggung dan lambung
4) Perasaan melayang
5) Penurunan tekanan darah yang berarti
Berdasarkan Tipenya :
a. Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat:
Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-lahan, ikterik, demam, dan ada yang
disertai nyeri abdomen, limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas
sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman dan juga bisa
dijumpai splenomegali pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Urin
berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri. Pada AHA paling tebanyak terjadi
yakni idiopatik splenomegali tarjadi pada50-60%, iketrik terjadi pada 40%,
hepatomegali 30% pasien san limfadenopati pada 25% pasien. Hanya 25% pasien
tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi.
b. Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin:
Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin.Hemolisis berjalan
kronik. Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering juga terjadi
akrosinosis dan splenomegali.
Pada cuaca dingin akan menimbulkan meningkatnya penghancuran sel darah
merah, memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis
(tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.
Anemia Hemolitik dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Tabel 1):

Tabel 1. Klasifikasi Anemia Hemolitik Imun


Anemia Hemolitik Auto Omun (AIHA)
A. AIHA tipe hangat
1. Idiopatik
2. Sekunder (karena cll, limfoma, SLE)
B. AIHA tipe dingin
1. Idiopatik
2. Sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus,
keganasan limforetikuler)
C. Paroxysmal Cold hemoglobinuri
1. Idiopatik
2. Sekunder (viral dan sifilis)
D. AIHA Atipik
1. AIHA tes antiglobulin negatif
2. AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin

a. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat


Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, di mana autoantibodi bereaksi
secara optimal pada susu 300C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat
disertai penyakit lain.
b. Anemia Hemolitik Imun Tipe Dingin
Terjadinya hemolisis diperantai antibody dingin yaitu agkutinin dingin dan
antibody Donath-landstainer. Kelainana ini secara karekteristik memiliki
agglutinin dingin IgM monoklonal. Pada umumnya agglutinin tipe dingin ini
terdapat pada titer yang sangat rendah, dan titer ini akan meningkat pesat pada
fase penyembuhan infeksi. Aglutinin tipe dingin akan berikatan dengan sel
darah merah dan terjadi lisis langsung dan fagositosis.
c. Paroxysmal Cold Hemoglobinuri
Ini adalah bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi
secara massif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit ini
sering ditemukan, karena berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada kondisi ekstrim
autoantibody Donath-Landsteiner dan protein komplemen berikatan pada sel
darah merah. Pada saat suhu kembali 370C. terjadilah lisis karena propagasi
pada protein-protein komplemen yang lain.

C. PATOFISIOLOGI
Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-
temurun dan gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam
dan dapat disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal
hemoglobin, eritrosit enzimatik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis
cedera, dan hypersplenism. Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan
asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung dan
urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan.
Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat
hemoglobin normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan eritrosit.
Atau, pasien dengan hemolisis ringan mungkin mengalami anemia ditandai jika
sumsum tulang mereka produksi eritrosit transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus
B19) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran yang tidak dikompensasi eritrosit
(aplastic krisis hemolitik, di mana penurunan eritrosit terjadi di pasien dengan
hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan
ditandai kenaikan hematopoiesis, perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan
anak usia dini seperti anemia sel sabit atau talasemia.
1. .Mekanisme pemecahan eritrosit ektravaskular
Terjadi dalam sel makrofag dan sistem retikuloendotelial terutama di
organ hati, limpa/pankreas dan sumsum tulang. Pemecahan eritrosit terjadi di
dalam sel organ-organ tersebut karena organ-organ tersebut mengandung
enzim heme oxygenase yang berfungsi sebagai enzim pemecah.
Eritrosit yang lisis akibat kerusakan membran, gangguan pembentukan
hemoglobin dan gangguan metabolisme ini, akan dipecah menjadi globin dan
heme. Globin akan disimpan sebagai cadangan, sedang heme akan dipecah
lagi menjadi besi dan protoforfirin. Besi disimpan sebagai cadangan.
Protoforpirin akan terurai menjadi gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah
berikatan dengan albumin akan membentuk bilirubin indirect (bilirubin I).
Bilirubin indirect yang terkonjugasi di organ hati menjadi bilirubin direct
(bilirubin II). Bilirubin direct diekresikan (disalurkan) ke empedu sehingga
meningkatkan sterkobilinogen (mempengaruhi warna feses) dan urobilinogen
(mempengaruhi warna urin/air seni).
2. Mekanisme pemecahan eritrosit intravascular
Terjadi dalam sirkulasi darah. Eritrosit yang lisis melepaskan HB
bebas ke dalam plasma. Haptoglobin dan hemopektin mengikat HB bebas
tersebut ke sistem retikuloendotelial untuk dibersihkan. Dalam kondisi
hemolisis berat, jumlah haptoglobin dan hemopektin mengalami penurunan,
akibatnya Hemoglobin bebas beredar dalam darah (hemoglobinemia).
Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan ke
dalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak terakomodasi seluruhnya oleh
sistem keseimbangan darah itulah yang menyebabkan hemoglobinemia.
Hemoglobin juga dapat melewati glomelurus ginjal sehingga terjadi
hemoglobinuria. Hemoglobin yang terdapat di tubulus ginjal akan diserap oleh
sel-sel epitel, sedang kandungan besi yang terdapat di dalamnya akan
disimpan dalam bentuk hemosiderin. Jika epitel ini mengalami deskuamasi
akan terjadi hemosiderinuria (hemosiderin hanyut bersama air seni).
Hemosiderinuria merupakan tanda hemolisis intravaskular kronis.
Berkurangnya jumlah eritrosit diperifer juga memicu ginjal mengeluarkan
eritropoetin untuk merangsang eritropoesis di sumsum tulang. Hal ini
menyebabkan terjadinya peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda di paksa
matang) sehingga mengakibatkan polikromasia.

D. PEMERIKSAAN DIANOSTIK
a. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
1) Bilirubin serum meningkat
2) Urin meningkat, urin kuning pekat
3) Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
b. Gambaran peningkatan produksi eritrosit
1) Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
2) hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
c. Gambaran rusaknya eritrosit:
1) Morfologi: mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom
mikrositer, target cell, sickle cell, sferosit.
2) Fragilitas osmosis, otohemolisis
3) Umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom.
persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit.
semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek umur eritrosit
d. Gambaran darah tepi menunjukkan adanya proses hemolitik berupa sferositosis,
polikromasi maupun poikilositosis, sel eritrosit berinti, retikulositopeni pada
awal anemia.
e. Kadar hemoglobin 3-9 g/dL, jumlah leukosit bervariasi disertai gambaran sel
muda (metamielosit, mielosit dan promielosit), kadang disertai trombositopeni.
f. Gambaran sumsum tulang menunjukkan hiperplasi sel eritropoitik normoblastik.
g. Kadar bilirubin indirek meningkat.
h. Pemeriksaan Direct Antiglobulin Test (DAT) atau lebih dikenal dengan Direct
Coomb’s test menunjukkan adanya antibodi permukaan / komplemen
permukaan sel eritrosit. Pada pemeriksaan ini terjadi reaksi aglutinasi sel
eritrosit pasien dengan reagen anti IgG menunjukkan permukaan sel eritrosit
mengandung IgG (DAT positif).
i.

Direct Coombs' Test.


Pemeriksaan Penunjang
a. Penurunan kadar HB<1g/dl dalam satu minggu tanpa diimbangi dengan proses
eritropoesis yang normal
b. Penurunan masa hidup eritrosit <120 hari. Pemeriksaan terbaik dengan labeling
crom. Persentasi aktivitas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit.
Semakin cepat penurunan aktivitas crom maka semakin pendek umur eritrosit
c. Hemoglobinuria (urin berwarna merah kecoklatan atau merah kehitaman)
d. Hemosiderinuria diketahui dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia pada air
seni
e. Hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang
f. Peningkatan katabolisme heme, biasanya terlihat dari peningkatan bilirubin serum
g. Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital (menghitung sel darah merah
muda)
h. Sterkobilinogen feses meningkat, pigmen feses berwarna kehitaman
i. Terjadi hiperplasia eritropoesis sumsum tulang

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan
khusus. Penderita dengan anemia hemolitik autoimun IgG atau IgM ringan kadang
tidak memerlukan pengobatan spesifik, tetapi kondisi lain di mana terdapat ancaman
jiwa akibat hemolitik yang berat memerlukan pengobatan yang intensif.
Tujuan pengobatan adalah mengembalikan nilai-nilai hematologis normal,
mengurangi proses hemolitik dan menghilangkan gejala dengan efek samping
minimal.
a. Terapi transfusi
1) Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin
penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.
2) Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres
jantung.
3) Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya,
talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi.
Tinjauan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator
deferasirox dengan lisan dan chelator deferiprone parenteral tradisional agen,
deferoxamine.
b. Menghentikan obat
1) Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan
hemolisis kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa
2) Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai
berikut (lihat Referensi untuk daftar lebih lengkap) :
a) Penisilin
b) Sefalotin
c) Ampicillin
d) Methicillin
e) Kina
f) Quinidine
3) Kortikosteroid
Penderita dengan anemia hemolitik autoimun karena IgG mempunyai
respon yang baik terhadap pemberian steroid dengan dosis 2-
10mg/kgBB/hari. Bila proses hemolitik menurun dengan disertai
peningkatan kadar Hb (monitor kadar Hb dan retikulosit), maka dosis
kortikosteroid diturunkan secara bertahap.
Pemberian kortikosteroid jangak panjang perlu mendapat pengawasan
terhadap efek samping, dengan monitor kadar elektrolit, peningkatan
nafsu makan, kenaikan berat badan, gangguan tumbuh kembang, serta
risiko terhadap infeksi.

c. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis


anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun. Diimunisasi terhadap
infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin.
1) Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-
langkah lain telah gagal.
2) Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti
anemia hemolitik agglutinin dingin.
3) Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti
Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum
prosedur mungkin.
d. Gammaglobulin intravena
Pemberian gammaglobulin intravena dengan dosis 2g/kgBB pada penderita
anemia hemolitik autoimun dapat diberikan bersama-sama dengan
kortikosteroid.
e. Plasmafaresis untuk pengobatan anemia hemolitik autoimun yang disebabkan
oleh IgG kurang efektif bila dibandingkan dengan hemolitik yang disebabkan
oleh IgM meskipun sifatnya hanya sementara
f. Penanganan gawat darurat:
Atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi
ginjal. Jika terjadi penurunan hemoglobin berat perlu diberi diberi transfusi
namun dengan pengawasan ketat. Transfusi yang diberikan berupa washed red
cell untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral
dosis tinggi atau hiperimun untuk menekan aktivitas makrofag.
g. Terapi suportif-simptomatik:
Bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama dilimfa dengan jalan
splenektomi (operasi pengangkatan limfa). Selain itu perlu juga diberi asam
folat 0,15-0,3mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
h. Terapi kausal:
Mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik
(tidak diketahui penyebabnya) dan herediter (bawaan) sehingga sulit untuk
ditangani. Pada thalasemia, transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
1) Biodata :
a) Nama :-
b) Umur : wanita usia 12-35 th)
c) Jenis kelamin : (sering terjadi pada perempuan)
d) Alamat :_
e) Pendidikan : (pengetahuan tentang nutrisi)
f) Nomor reg :
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
- Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat kimia atau mendapatkan
pengobatan seperti anti kanker,analgetik dll
- Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan kadar
ionisasi yang besar
- Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung as. Folat,Fe dan Vit12.
- Kemungkinan klien pernah menderita penyakit-penyakit infeksi
- Kemungkinan klien pernah mengalami perdarahan hebat
b) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang
berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit
c) Riwayat kesehatan sekarang
- Klien terlihat keletihan dan lemah
- Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
- Mengeluh nyeri mulut dan lidah
3) Kebutuhan dasar
a) Pola aktivitas sehari-hari
- Keletihan,malaise,kelemahan
- Kehilangan produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja
b) Sirkulasi
- Palpitasi,takikardia,mur mur sistolik,kulit dan membran mukosa (
konjungtiva,mulut,farink dan bibir) pucat
- Sklera : biru atau putih seperti mutiara
- Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan
vasokonstriksi (kompensasi)
- Kuku : mudah patah,berbentuk seperti sendok
- Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara prematur
c) Eliminasi
Diare dan penurunan haluaran urin
d) Integritas ego
Depresi,ansietas,takut dan mudah tersinggung
e) Makanan dan cairan
- Penurunan nafsu makan
- Mual dan muntah
- Penurunan BB
- Distensi abdomen dan penurunan bising usus
- Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan
f) Higiene
Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi
g) Neurosensori
- Sakit kepala,pusing,vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi
- Penurunan penglihatan
- Gelisah dan kelemahan
h) Nyeri atau kenyamanan
Nyeri abdomen samar dan sakit kepala
i) Pernafasan
Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas (takipnea,ortopnea, dan dispnea)
j) Keamanan
Gangguan penglihatan,jatuh,demam dan infeksi
k) Seksualitas
- Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore)
- Hilang libido
- Impoten
4) Pemeriksaan diagnostik
a) Jumlah darah lengakap (JDL) : Hb dan Ht menurun
b) Jumlah eritrosit menurun
c) Bilirubin serum ( tak tergonjugasi) : meningkat
d) Tes schilling : penurunan ekskresi Vit12 di urin
e) Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urin dan feses

b. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen
2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun,
mual
3) Konstipasi b.d penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek
samping terapi obat.
4) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman)
dan kebutuhan, kelemahan fisik.
5) Kurang pengetahuan, b/d kurang mengingat, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Perubahan perfusi Setelah di lakukan asuhan a. Awasi tanda vital kaji a. Memberikan informasi tentang
jaringan b/d penurunan keperawatan selama 3 X pengisian kapiler, warna derajat/keadekuatan perfusi
komponen seluler yang 24 dapat memenuhi kulit/membrane mukosa, jaringan dan membantu
diperlukan untuk kebutuhan oksigen dengan dasar kuku. menetukan kebutuhan intervensi.
pengiriman oksigen. Kriteria hasil: b. Tinggikan kepala tempat b. Meningkatkan ekspansi paru dan
DS : pusing, lemas, tidur sesuai toleransi. memaksimalkan oksigenasi untuk
menggigil, nyeri punggung kebutuhan seluler. Catatan :
dan lambung, serta sesak kontraindikasi bila ada hipotensi.
nafas dan mudah lelah saat c. Kolaborasi pengawasan c. Mengidentifikasi defisiensi dan
beraktivitas. hasil pemeriksaan kebutuhan pengobatan /respons
DO : - laboraturium. terhadap terapi.
 Keadaan umum d. Berikan oksigen d. Memaksimalkan transport
 TD : 120/80 mmHg tambahan sesuai oksigen ke jaringan.
 Suhu 36,50 C – indikasi.
370 C e. Berikan transufi darah e. Meningkatkan jumlah sel darah

 Jumlah Eritrosit sesuai indikasi merah

5000 - 9000
sel/mm3
2. Gangguan nutrisi kurang Setelah di lakukan asuhan a. Kaji riwayat nutrisi, a. Mengidentifikasi defisiensi,
dari kebutuhan tubuh b/d keperawatan selama 3 X 24 termasuk makan yang memudahkan intervensi
nafsu makan menurun, jam dapat memenuhi disukai b. Mengawasi masukkan kalori atau
mual. kebutuhan nutrisi sesuai b. Observasi dan catat kualitas kekurangan konsumsi
dengan kebutuhan tubuh masukkan makanan pasien makanan
dengan Kriteria hasil: c. Timbang berat badan c. Mengawasi penurunan berat
setiap hari badan atau efektivitas intervensi
DS : mengatakan tidak ada nutrisi
nafsu makan, mual, dan d. Berikan makan sedikit d. Menurunkan kelemahan,
muntah dengan frekuensi sering meningkatkan pemasukkan dan
DO : - dan atau makan diantara mencegah distensi gaster
 Keadaan umum waktu makan
membaik e. Observasi dan catat e. Gejala GI dapat menunjukkan
 dapat menghabiskan kejadian mual/muntah, efek anemia (hipoksia) pada
porsi makan yang flatus dan dan gejala lain organ.
diberikan yang berhubungan
 Mengalami f. Kolaborasi pada ahli gizi f. Membantu dalam rencana diet
peningkatan BB untuk rencana diet. untuk memenuhi kebutuhan
individual
3. Konstipasi b.d Setelah di lakukan tindakan a. Observasi warna feses, a. Membantu mengidentifikasi
penurunan masukan diet; asuhan kep selama 3 X 24 konsistensi, frekuensi dan penyebab /factor pemberat dan
perubahan proses jam, membuat/kembali pola jumlah intervensi yang tepat.
pencernaan; efek normal dari fungsi usus b. Awasi intake dan output b. Dapat mengidentifikasi dehidrasi,
samping terapi obat. dengan Kriteria hasil : (makanan dan cairan). kehilangan berlebihan atau alat
dalam mengidentifikasi defisiensi
DS : lambung nya nyeri diet
DO : Urine pekat dan feses c. Dorong masukkan cairan c. Membantu dalam memperbaiki
hitam,Auskultasi terdengar 2500-3000 ml/hari dalam konsistensi feses bila konstipasi.
bunyi usus menurun. toleransi jantung Akan membantu memperthankan
 mengatakan status hidrasi pada diare
lambungnya tidak nyeri d. Kolaborasi ahli gizi untuk d. Serat menahan enzim pencernaan
lagi diet seimbang dengan dan mengabsorpsi air dalam
 Warna urine normal, tinggi serat dan bulk. alirannya sepanjang traktus
dan warna feses normal intestinal dan dengan demikian
serta konsistensi yang menghasilkan bulk, yang bekerja
normal sebagai perangsang untuk
 Bunyi usus normal. e. Berikan pelembek feses, defekasi.
laksatif sesuai indikasi. e. Mempermudah defekasi bila
Pantau keefektifan. konstipasi terjadi.
(kolaborasi).
4. Intoleransi aktifitas b.d Setelah di lakukan tindakan a. Kaji kemampuan ADL a. Mempengaruhi pilihan
ketidakseimbangan asuhan kep selama 3 X 24 pasien. intervensi/bantuan
antara suplai oksigen jam, diharapkan pasien tidak b. Observasi tanda-tanda b. Manifestasi kardiopulmonal dari
(pengiriman) dan lagi mengalami kelemahan vital sebelum dan sesudah upaya jantung dan paru untuk
kebutuhan, kelemahan dengan Kriteria hasil : aktivitas. membawa jumlah oksigen
fisik. DS : mengeluhkan pusing, adekuat ke jaringan
lemas, serta sesak nafas dan c. Rencanakan kemajuan c. Meningkatkan aktivitas secara
mudah lelah saat aktivitas dengan pasien, bertahap sampai normal dan
beraktivitas. termasuk aktivitas yang memperbaiki tonus otot/stamina
DO : -: pasien pandang perlu. tanpa kelemahan. Meingkatkan
 dapat beraktivitas Tingkatkan tingkat harga diri dan rasa terkontrol.
dengan normal. aktivitas sesuai toleransi.
 TD : 120/80 mmHg d. Gunakan teknik d. Mendorong pasien melakukan
menghemat energi, banyak aktivitas dengan
membatasi penyimpangan energi
dan mencegah kelemahan.
5. Kurang pengetahuan b/d Setelah di lakukan tindakan a. Berikan informasi tentang a. Memberikan dasar pengetahuan
kurang mengingat, salah asuhan kep selama 3 X 24 anemia spesifik. sehingga pasien dapat membuat
interpretasi jam, diharapkan pasien tidak Diskusikan kenyataan pilihan yang tepat. Menurunkan
informasi, tidak lagi mengalami kelemahan bahwa terapi tergantung ansietas dan dapat meningkatkan
mengenal sumber dengan Kriteria hasil : pada tipe dan beratnya kerjasama dalam program terapi
informasi. DS : mengatakan bahwa anemia.
awalnya dia mengira kalau b. Tinjau tujuan dan b. Ansietas / ketakutan tentang
dia hanya kelelahan bekerja persiapan untuk ketidaktahuan meningkatkan
dan jadwal makan tidak pemeriksaan diagnostic stress, selanjutnya meningkatkan
teratur, tapi lama kelamaan beban jantung. Pengetahuan
penyakitnya bertamabah menurunkan ansietas.
parah. c. Kaji tingkat pengetahuan c. Megetahui seberapa jauh
DO : - klien dan keluarga pengalaman dan pengetahuan
 Pasien menyatakan tentang penyakitn klien dan keluarga tentang
pemahamannya proses penyakitnya
penyakit dan d. Berikan penjelasan pada d. Dengan mengetahui penyakit dan
penatalaksanaan klien tentang penyakitnya kondisinya sekarang, klien akan
penyakit. dan kondisinya sekarang. tenang dan mengurangi rasa
 Mengidentifikasi cemas
factor penyebab. e. Minta klien dan keluarga e. Mengetahui seberapa jauh
 Melakukan tiindakan mengulangi kembali pemahaman klien dan keluarga
yang perlu/perubahan tentang materi yang telah serta menilai keberhasilan dari
pola hidup. diberikan tindakan yang dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo W. Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed 5. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.

p.1152-1159, 1379-1389.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. EGC. Jakarta

Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Ed 3. Jakarta: Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008. p. 550-552

Price, Sylvia. 2010. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai