Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENYAKIT


AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA
DI RUANG RAJAWALI 3A RSUP DR. KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH :

MAYRA MARLYN
P1337420616031

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2018
I. DEFINISI
Anemia hemolitik autoimun (AIHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah
suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap eritrosit
sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit (Bakta, 2006). Dan
sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia hemolitik autoimun ini merupkan
suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp sel -sel eritrosit sehingga umur
eritrosit memendek (Sudoyo.et all.,2006).
Hemolisis adalah kerusakan sel darah merah pada sirkulasi sebelum 120 hari
(umur eritrosit normal). Hemolisis mungkin asymptomatic, tapi bila ‘eritropoesis’ tidak
dapat mengimbangi kecepatan rusaknya sel darah merah dapat terjadi anemia.
(Gurpreet, 2004)
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu kondisi dimana
imunoglobulin atau komponen dari sistem komplemen terikat pada antigen permukaan
sel darah merah dan menyebabkan pengrusakan sel darah merah melalui Sistem
Retikulo Endotelial (SRE). Antibodi yang khas pada AIHA antara lain IgG, IgM atau
IgA dan bekerja pada suhu yang berbeda-beda. (Lanfredini, 2007)

II. ETIOLOGI
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor
intrinsik & faktor ekstrinsik.
a. Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel
eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1) Gangguan struktur dinding eritrosit
a) Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan
membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan
sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok
daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya.
Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik.
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama
menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan
kolelitiasis.
b) Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong).
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20%
saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel.
Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan
kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi
proses hemolisis dari penyakit ini.
c) A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan
umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit
tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
2) Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya
pada panmielopatia tipe fanconi.
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
a) Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
b) Defisiensi Glutation reduktas
c) Defisiensi Glutation
d) Defisiensi Piruvatkinase
e) Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
f) Defisiensi difosfogliserat mutase
g) Defisiensi Heksokinase
h) Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

3) Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya
(95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan
menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang
normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin
ini, yaitu:
a. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal).
Misal HbS, HbE dan lain-lain
b. Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal
talasemia

b. Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
1) Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat
2) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang
dibentuk oleh tubuh sendiri.
3) Infeksi, plasmodium, boriella

III. MANIFESTASI KLINIS dan KLASIFIKASI


Manifestasi Klinis
Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis
hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:
1) Demam
2) Mengigil
3) Nyeri punggung dan lambung
4) Perasaan melayang
5) Penurunan tekanan darah yang berarti
Berdasarkan Tipenya :
a. Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat:
Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-lahan, ikterik, demam, dan ada yang
disertai nyeri abdomen, limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas
sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman dan juga bisa
dijumpai splenomegali pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Urin
berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri. Pada AHA paling tebanyak terjadi
yakni idiopatik splenomegali tarjadi pada50-60%, iketrik terjadi pada 40%,
hepatomegali 30% pasien san limfadenopati pada 25% pasien. Hanya 25% pasien
tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi.
b. Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin:
Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin.Hemolisis berjalan
kronik. Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering juga terjadi
akrosinosis dan splenomegali. Pada cuaca dingin akan
menimbulkan meningkatnya penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri
sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada
tangan dan lengan.

Anemia Hemolitik dapat diklasifikasikan sebagai berikut


a. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat
Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, di mana autoantibodi bereaksi
secara optimal pada susu 300C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat
disertai penyakit lain.

b. Anemia Hemolitik Imun Tipe Dingin


Terjadinya hemolisis diperantai antibody dingin yaitu agkutinin dingin dan
antibody Donath-landstainer. Kelainana ini secara karekteristik memiliki
agglutinin dingin IgM monoklonal. Pada umumnya agglutinin tipe dingin ini
terdapat pada titer yang sangat rendah, dan titer ini akan meningkat pesat pada
fase penyembuhan infeksi. Aglutinin tipe dingin akan berikatan dengan sel darah
merah dan terjadi lisis langsung dan fagositosis.

c. Paroxysmal Cold Hemoglobinuri


Ini adalah bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi secara
massif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit ini sering
ditemukan, karena berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada kondisi ekstrim
autoantibody Donath-Landsteiner dan protein komplemen berikatan pada sel
darah merah. Pada saat suhu kembali 370C. terjadilah lisis karena propagasi pada
protein-protein komplemen yang lain.
Patofisiologi anemia hemolitik autoimun ini terjadi melalui aktifasi sistem komplemen,
aktifasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.6

1. Aktifasi sistem komplemen


Sistem komplemen diaktifkan melalui 2 jalur, yaitu jalur klasik dan jalur alternatif .
secara keseluruhan aktifasi sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya membran
sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intraveskuler. Hal ini ditandai dengan
hemoglobinemia dan hemoglobinuria.
Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM,
IgG1,IgG2, IgG3. IgM disebut sebagai aglutinin tipe dingin oleh karena berikatan
dengan antigen polisakarida pada permukaan sel eritrosit pada suhu dibawah suhu
tubuh, sedangkan IgG disebut aglutinin hangat oleh karena bereaksi dengan antigen
permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.

a. Aktifasi komponen jalur klasik


Reaksi diawali dengan aktifasi C1 (suatu protein yang dikenal sebagai recognition
unit). C1 berikatan dengan kompleks imun antigen antibodi dan menjadi aktif serta
mampu mengkatalisis reaksi –reaksi pada jalur klasik. C1 akan mengaktifkan C4
dan C2 menjadi kompleks C4b,2b (C3-convertase). C4b,2b akan memecah C3
menjadi fragmen C3b dan C3a. C3b mengalami perubaha konformational sehingga
mampu berikatan secara kovalen dengan partikel yang mengaktifkan komplemen
(sel darah merah berlabel antibodi). C3 juga akan membelah menjadi C3d,g dan
C3c. C3d dan C3g akan tetap berikatan pada membran sel darah merah dan
merupakan produk final aktifasi C3. C3b akan membentuk kompleks dengan C4b2b
menjadi C4b2b3b (C5 convertase). C5 convertase akan memecah C5 menjadi C5a
(anafilatoksin) dan C5b yang berperan dalam kompleks penghancur membran.
Kompleks penghancur membran terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8, dan beberapa
C9. Kompleks ini akan menyisip ke dalam membran sel sebagai suatu aluran
transmembran sehingga permeabilitas membran normal akan terganggu,
menyebabkan air dan ion masuk kedalam sel sehingga sel membengkak dan ruptur.

b. Aktifasi komplemen jalur alternatif


Aktifator jalur alternatif akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terjadi akan
berikatan dengan membran sel darah merah. Faktor B kemudian akan melekat pada
C3b, dan oleh D faktor B akan dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu
protease serin, dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBb lalu akan memecah
molekul C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan C3b dan oleh Bb
dipecah menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5 akan berperan dalam penghancuran
membran.
2. Aktifasi mekanisme seluler
Jika sel darah disensitasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau
berikatan dengan komponen komplemen namun tidak tejadi aktifasi komplemen lebih
lanjut, maka sel darah tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses
immune adherence ini sangat penting bagi perusakan sel eritrosit yang diperantarai oleh
sel. Immunoadherence¸terutama yang diperantarai oleh IgG-FcR akan menyebabkan
fagositosis.

IV. PEMERIKSAAN DIADNOSTIK


a. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
1) Bilirubin serum meningkat
2) Urin meningkat, urin kuning pekat
3) Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
b. Gambaran peningkatan produksi eritrosit
1) Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
2) hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
c. Gambaran rusaknya eritrosit:
1) Morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer,
target cell, sickle cell, sferosit.
2) Fragilitas osmosis, otohemolisis
3) Umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom.
persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit.
semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek umur eritrosit
d. Gambaran darah tepi menunjukkan adanya proses hemolitik berupa sferositosis,
polikromasi maupun poikilositosis, sel eritrosit berinti, retikulositopeni pada awal
anemia.
e. Kadar hemoglobin 3-9 g/dL, jumlah leukosit bervariasi disertai gambaran sel
muda (metamielosit, mielosit dan promielosit), kadang disertai trombositopeni.
f. Gambaran sumsum tulang menunjukkan hiperplasi sel eritropoitik normoblastik.
g. Kadar bilirubin indirek meningkat.
h. Pemeriksaan Direct Antiglobulin Test (DAT) atau lebih dikenal dengan Direct
Coomb’s test menunjukkan adanya antibodi permukaan / komplemen permukaan
sel eritrosit. Pada pemeriksaan ini terjadi reaksi aglutinasi sel eritrosit pasien
dengan reagen anti IgG menunjukkan permukaan sel eritrosit mengandung IgG
(DAT positif).

Direct Coombs' Test.

Pemeriksaan Penunjang
a. Penurunan kadar HB<1g/dl dalam satu minggu tanpa diimbangi dengan proses
eritropoesis yang normal
b. Penurunan masa hidup eritrosit <120 hari. Pemeriksaan terbaik dengan labeling
crom. Persentasi aktivitas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit.
Semakin cepat penurunan aktivitas crom maka semakin pendek umur eritrosit
c. Hemoglobinuria (urin berwarna merah kecoklatan atau merah kehitaman)
d. Hemosiderinuria diketahui dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia pada air
seni
e. Hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang
f. Peningkatan katabolisme heme, biasanya terlihat dari peningkatan bilirubin serum
g. Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital (menghitung sel darah merah
muda)
h. Sterkobilinogen feses meningkat, pigmen feses berwarna kehitaman
i. Terjadi hiperplasia eritropoesis sumsum tulang

Untuk menyingkirkan kemungkinan lain dan untuk memastikan diagnosis yang tepat dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang. Tentu saja untuk memastikan bahwa pasien benar-benar
anemia pemeriksaan sederhana untuk mengetauinya yaitu cek darah rutin atau cek darah
lengkap. Dimana dari pemeriksaan darah itu didapatkan parameter anemia yaitu keadaan
hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit. Tetapi pemeriksaan darah hanya sejauh mengenai
anemia, belum kepada penyebab yang mendasari terjadinya anemia. Maka dari itu dapat
dilakukan pemeriksaan yang lebih spesifik. Pemeriksaan ini terdiri dari : pemeriksaan
penyaring (screening test), pemeriksaan darah seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang, dan
pemeriksaan khusus.
 Pemeriksaan penyaring : pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan
darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologi anemia
tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.
 Pemeriksaan darah seri anemia : meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit
dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer
yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.
 Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitive
pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tualng mutlak diperlukan untuk
diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologic yang
dapat mensupresi system eritroid.
 Pemeriksaan khusus hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada anemia
defisiensi besi yang diperiksa seperti serum iron (SI), total iron binding capacity
(TIBC), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum. Anemia megaloblastik
yang diperiksa seperti folat serum, vit B12 serum, tes supresi deoksiuridin dann tes
Schiling. Anemia hemolitik yang diperiksa seperti bilirubin serum, tes Coomb,
elektroforesis hemoglobin.
 Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti permeriksaan faal hati,
faal ginjal atau faal tiroid. Karena kasus pasien lebih mengarah pada anemia hemolitik
autoimun maka pemeriksaan yang dapat meyakinkan ke arah tersebut adalah tes
Coomb (Direct antiglobulin test). Tes Coombs bertujuan untuk mendeteksi adanya
antibody tidak lengkap atau komplemen yang terdapat pada permukaan sel darah
merah. Bila sel yang telah diliputi zat anti tidak lengkap (mengalami sensitisasi)
ditambahkan serum Coombs (serum antiglobulin) maka akan terjadi aglutinasi. Hasil
tes Coombs direk positif dijumpai pada Hemolitik Disease of the Newborn (HDN),
anemia hemolitik autoimun, anemia hemolitik imun karena obat dan reaksi hemolitik
pada transfuse darah. Sedangkan uji antiglobulin indirect digunakan sebagai bagian dari
penapisan antibody rutin pada serum resipien sebelum transfusi dan untuk mendeteksi
antibody golongan darah pada wanita hamil.

V. PENATALAKSANAAN MEDIS
Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan
khusus. Penderita dengan anemia hemolitik autoimun IgG atau IgM ringan kadang
tidak memerlukan pengobatan spesifik, tetapi kondisi lain di mana terdapat ancaman
jiwa akibat hemolitik yang berat memerlukan pengobatan yang intensif.
Tujuan pengobatan adalah mengembalikan nilai-nilai hematologis normal, mengurangi
proses hemolitik dan menghilangkan gejala dengan efek samping minimal.

a. Terapi transfusi
1) Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin
penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.
2) Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres
jantung.
3) Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya,
talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan
sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan
lisan dan chelator deferiprone parenteral tradisional agen, deferoxamine.

b. Menghentikan obat
1) Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan
hemolisis kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa
2) Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut
(lihat Referensi untuk daftar lebih lengkap) :
a) Penisilin
b) Sefalotin
c) Ampicillin
d) Methicillin
e) Kina
f) Quinidine
3) Kortikosteroid
Penderita dengan anemia hemolitik autoimun karena IgG mempunyai
respon yang baik terhadap pemberian steroid dengan dosis 2-
10mg/kgBB/hari. Bila proses hemolitik menurun dengan disertai
peningkatan kadar Hb (monitor kadar Hb dan retikulosit), maka dosis
kortikosteroid diturunkan secara bertahap.
Pemberian kortikosteroid jangak panjang perlu mendapat pengawasan
terhadap efek samping, dengan monitor kadar elektrolit, peningkatan nafsu
makan, kenaikan berat badan, gangguan tumbuh kembang, serta risiko
terhadap infeksi.

c. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis


anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun. Diimunisasi terhadap
infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin.
1) Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-
langkah lain telah gagal.
2) Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti
anemia hemolitik agglutinin dingin.
3) Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti
Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum
prosedur mungkin.
d. Gammaglobulin intravena
Pemberian gammaglobulin intravena dengan dosis 2g/kgBB pada penderita
anemia hemolitik autoimun dapat diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.
e. Plasmafaresis untuk pengobatan anemia hemolitik autoimun yang disebabkan
oleh IgG kurang efektif bila dibandingkan dengan hemolitik yang disebabkan
oleh IgM meskipun sifatnya hanya sementara
f. Penanganan gawat darurat:
Atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi
ginjal. Jika terjadi penurunan hemoglobin berat perlu diberi diberi transfusi
namun dengan pengawasan ketat. Transfusi yang diberikan berupa washed red
cell untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral
dosis tinggi atau hiperimun untuk menekan aktivitas makrofag.
g. Terapi suportif-simptomatik:
Bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama dilimfa dengan jalan
splenektomi (operasi pengangkatan limfa). Selain itu perlu juga diberi asam folat
0,15-0,3mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
h. Terapi kausal:
Mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik (tidak
diketahui penyebabnya) dan herediter (bawaan) sehingga sulit untuk ditangani.
Pada thalasemia, transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan

a. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen
2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun, mual
3) Konstipasi b.d penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek
samping terapi obat.
4) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman)
dan kebutuhan, kelemahan fisik.
5) Kurang pengetahuan, b/d kurang mengingat, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Perubahan perfusi Setelah di lakukan asuhan a. Awasi tanda vital kaji a. Memberikan informasi tentang
jaringan b/d penurunan keperawatan selama 3 X pengisian kapiler, warna derajat/keadekuatan perfusi
komponen seluler yang 24 dapat memenuhi kulit/membrane mukosa, jaringan dan membantu
diperlukan untuk kebutuhan oksigen dengan dasar kuku. menetukan kebutuhan intervensi.
pengiriman oksigen. Kriteria hasil: b. Tinggikan kepala tempat b. Meningkatkan ekspansi paru dan
DS : pusing, lemas, tidur sesuai toleransi. memaksimalkan oksigenasi untuk
menggigil, nyeri punggung kebutuhan seluler. Catatan :
dan lambung, serta sesak kontraindikasi bila ada hipotensi.
nafas dan mudah lelah saat c. Kolaborasi pengawasan c. Mengidentifikasi defisiensi dan
beraktivitas. hasil pemeriksaan kebutuhan pengobatan /respons
DO : - laboraturium. terhadap terapi.
Keadaan umum d. Berikan oksigen d. Memaksimalkan transport
TD : 120/80 mmHg tambahan sesuai oksigen ke jaringan.
Suhu 36,50 C – 370 C indikasi.
Jumlah Eritrosit 5000 - e. Berikan transufi darah e. Meningkatkan jumlah sel darah
9000 sel/mm3 sesuai indikasi merah
2. Gangguan nutrisi kurang Setelah di lakukan asuhan a. Kaji riwayat nutrisi, a. Mengidentifikasi defisiensi,
dari kebutuhan tubuh b/d keperawatan selama 3 X 24 termasuk makan yang memudahkan intervensi
nafsu makan menurun, jam dapat memenuhi disukai b. Mengawasi masukkan kalori atau
mual. kebutuhan nutrisi sesuai b. Observasi dan catat kualitas kekurangan konsumsi
dengan kebutuhan tubuh masukkan makanan pasien makanan
dengan Kriteria hasil: c. Timbang berat badan c. Mengawasi penurunan berat
setiap hari badan atau efektivitas intervensi
DS : mengatakan tidak ada nutrisi
nafsu makan, mual, dan d. Berikan makan sedikit d. Menurunkan kelemahan,
muntah dengan frekuensi sering meningkatkan pemasukkan dan
DO : - dan atau makan diantara mencegah distensi gaster
Keadaan umum membaik waktu makan
dapat menghabiskan porsi e. Observasi dan catat e. Gejala GI dapat menunjukkan
makan yang diberikan kejadian mual/muntah, efek anemia (hipoksia) pada
Mengalami peningkatan flatus dan dan gejala lain organ.
BB yang berhubungan
f. Kolaborasi pada ahli gizi f. Membantu dalam rencana diet
untuk rencana diet. untuk memenuhi kebutuhan
individual
3. Konstipasi b.d Setelah di lakukan tindakan a. Observasi warna feses, a. Membantu mengidentifikasi
penurunan masukan diet; asuhan kep selama 3 X 24 konsistensi, frekuensi dan penyebab /factor pemberat dan
perubahan proses jam, membuat/kembali pola jumlah intervensi yang tepat.
pencernaan; efek normal dari fungsi usus b. Awasi intake dan output b. Dapat mengidentifikasi dehidrasi,
samping terapi obat. dengan Kriteria hasil : (makanan dan cairan). kehilangan berlebihan atau alat
dalam mengidentifikasi defisiensi
DS : lambung nya nyeri diet
DO : Urine pekat dan feses c. Dorong masukkan cairan c. Membantu dalam memperbaiki
hitam,Auskultasi terdengar 2500-3000 ml/hari dalam konsistensi feses bila konstipasi.
bunyi usus menurun. toleransi jantung Akan membantu memperthankan
mengatakan lambungnya status hidrasi pada diare
tidak nyeri lagi d. Kolaborasi ahli gizi untuk d. Serat menahan enzim pencernaan
Warna urine normal, dan diet seimbang dengan dan mengabsorpsi air dalam
warna feses normal serta tinggi serat dan bulk. alirannya sepanjang traktus
konsistensi yang normal intestinal dan dengan demikian
Bunyi usus normal. menghasilkan bulk, yang bekerja
sebagai perangsang untuk
defekasi.
e. Berikan pelembek feses, e. Mempermudah defekasi bila
laksatif sesuai indikasi. konstipasi terjadi.
Pantau keefektifan.
(kolaborasi).

4. Intoleransi aktifitas b.d Setelah di lakukan tindakan a. Kaji kemampuan ADL a. Mempengaruhi pilihan
ketidakseimbangan asuhan kep selama 3 X 24 pasien. intervensi/bantuan
antara suplai oksigen jam, diharapkan pasien tidak b. Observasi tanda-tanda b. Manifestasi kardiopulmonal dari
(pengiriman) dan lagi mengalami kelemahan vital sebelum dan sesudah upaya jantung dan paru untuk
kebutuhan, kelemahan dengan Kriteria hasil : aktivitas. membawa jumlah oksigen
fisik. DS : mengeluhkan pusing, adekuat ke jaringan
lemas, serta sesak nafas dan c. Rencanakan kemajuan c. Meningkatkan aktivitas secara
mudah lelah saat aktivitas dengan pasien, bertahap sampai normal dan
beraktivitas. termasuk aktivitas yang memperbaiki tonus otot/stamina
DO : -: pasien pandang perlu. tanpa kelemahan. Meingkatkan
dapat beraktivitas dengan Tingkatkan tingkat harga diri dan rasa terkontrol.
normal. aktivitas sesuai toleransi.
TD : 120/80 mmHg d. Gunakan teknik d. Mendorong pasien melakukan
menghemat energi, banyak aktivitas dengan
membatasi penyimpangan energi
dan mencegah kelemahan.

5. Kurang pengetahuan b/d Setelah di lakukan tindakan a. Berikan informasi tentang a. Memberikan dasar pengetahuan
kurang mengingat, salah asuhan kep selama 3 X 24 anemia spesifik. sehingga pasien dapat membuat
interpretasi jam, diharapkan pasien tidak Diskusikan kenyataan pilihan yang tepat. Menurunkan
informasi, tidak lagi mengalami kelemahan bahwa terapi tergantung ansietas dan dapat meningkatkan
mengenal sumber dengan Kriteria hasil : pada tipe dan beratnya kerjasama dalam program terapi
informasi. DS : mengatakan bahwa anemia.
awalnya dia mengira kalau b. Tinjau tujuan dan b. Ansietas / ketakutan tentang
dia hanya kelelahan bekerja persiapan untuk ketidaktahuan meningkatkan
dan jadwal makan tidak pemeriksaan diagnostic stress, selanjutnya meningkatkan
teratur, tapi lama kelamaan beban jantung. Pengetahuan
penyakitnya bertamabah menurunkan ansietas.
parah. c. Kaji tingkat pengetahuan c. Megetahui seberapa jauh
DO : - klien dan keluarga pengalaman dan pengetahuan
Pasien menyatakan tentang penyakitn klien dan keluarga tentang
pemahamannya proses penyakitnya
penyakit dan d. Berikan penjelasan pada d. Dengan mengetahui penyakit dan
penatalaksanaan penyakit. klien tentang penyakitnya kondisinya sekarang, klien akan
Mengidentifikasi factor dan kondisinya sekarang. tenang dan mengurangi rasa
penyebab. cemas
Melakukan tiindakan e. Minta klien dan keluarga e. Mengetahui seberapa jauh
yang perlu/perubahan pola mengulangi kembali pemahaman klien dan keluarga
hidup. tentang materi yang telah serta menilai keberhasilan dari
diberikan tindakan yang dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Ed 3. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001. p.
550-552
Moss PAH, Pettit JE, Hoffbrand AV. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta
:EGC; 2005.h.51-63
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta
: EGC
Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta : Biro Publikasi FK UKRIDA; 2009
Sudoyo W. Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed 5. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009. p.1152-1159, 1379-1389.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. EGC. Jakarta
Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford pemeriksaan fisik & keterampilan
praktis. Jakarta: EGC; 2012

Anda mungkin juga menyukai