Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HEMATOLOGI II

ANEMIA

Disusun Oleh:
1. Dinda Aulia Hakim
2. Karmila
3. Khansa Yumna Ridhotillah
4. Syifah Firda Nabila
5. Sola Gracia Roseline Habeahan
6. Tesalonica Febeony Guntari
7. Tiara Kusumaningtiyas
8. Tiara Rahmayanti

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLTEKKES KEMENKES BANTEN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkah rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Hematologi II yang
berjudul anemia.
Tiada karya manusia yang sempurna, begitupun dalam makalah ini yang mungkin
masih banyak kesalahan serta kekurangan, maka dari itu kami berharap kepada pembaca
sekalian agar dapat memberikan kritik atau saran yang bersifat membangun, demi
kesempurnaan makalah ini di masa mendatang. Semoga bermanfaat.

Tangerang, 03 Maret 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3 Tujuan................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Anemia Hemolitik............................................................................. 3
2.2 Anemia Megaloblastik...................................................................... 5
2.3 Penyebab Anemia............................................................................. 5
2.4 Jenis Anemia..................................................................................... 6
2.5 Gambaran sel pada kondisi anemia di SADT................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih
rendah dari normal. Hemoglobin adalah salahsatu komponen dalam sel darah merah/eritrosit
yang berfungsi untuk mengikat oksigen dan menghantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh
Secara fisiologi, harga normal hemoglobin bervariasi tergantung umur, jenis kelamin,
kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu, perlu ditentukan batasan kadar
hemoglobin pada anemia.
Tabel 2. Batasan kadar hemoglobin anemia berdasarkan usia1
KELOMPOK UMUR HEMOGLOBIN
( gr/dl)
Anak 6 bulan – 6 tahun <11
6 tahun – 14 tahun <12

Dewasa Wanita dewasa <12


Laki-laki dewasa <13
Ibu hamil <11

Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :


1. Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi
tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino,
serta gangguan pada sumsum tulang.
2. Perdarahan
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah
merah dalam sirkulasi.

3. Hemolisis

1
Sumber:WHO, 2001

1
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme terjadinya anemia anemia hemolitik?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya anemia megaloblastik?
3. Bagaimana mekanisme terjadinya gambaran sel pada anemia?
1.3 Tujuan
1. memahami dan mengetahui mekanisme terjadinya anemia anemia hemolitik
2. memahami dan mengetahui mekanisme terjadinya anemia megaloblastik
3. memahami dan mengetahui mekanisme terjadinya gambaran sel pada anemia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anemia hemolitik

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis,yaitu


pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya(wiwik handayani,2008 ).Pada
anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek , normal umur eritrosit 100 -120 hari.
Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah
merah baik di dalam pembuluh darah( hemolisis intraaskular) atau di tempat lain dalam tubuh
(ekstravaskular)
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik &
faktor ekstrinsik.
a. Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel eritrosit.
Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 bagian antara lain:
1) Gangguan struktur dinding eritrosit
 Sferositosis 
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran
eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada
anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada
orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan
krisis aplastik
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita
kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.
 Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam
keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini
diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat
sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi
biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.

3
 A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur
eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan
oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.

2) Gangguan pembentukan nukleotida


Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi.
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
• Defisiensi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
• Defisiensi Glutation reduktase
• Defisiensi Glutation
• Defisiensi Piruvatkinase
• Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
• Defisiensi difosfogliserat mutase
• Defisiensi Heksokinase
• Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

3) Hemoglobinopatia 
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%),
kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada
umur satu tahun telah mencapai keadaan yang normal Sebenarnya terdapat 2 golongan
besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
a) Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS,
HbE dan lain-lain 
b) Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia 
b. Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
 Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat
 Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh
tubuh sendiri.
 Infeksi, plasmodium, boriella

4
2.2 Megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya perubahan
abnormal dalam pembentukan sel darah, sebagai akibat adanya ketidaksesuaian antara
pematangan inti dan sitoplasma pada seluruh sel seri myeloid dan eritorid. Anemia
megaloblastik merupakan manifestasi yang paling khas untuk defisiensi folat.
Mekanisme biokimiawi yang mendasari terjadinya perubahan megaloblastik adalah
terganggunya konversi dump menjadi dTMP. Dalam keadaan normal dump dikonversi
menjadi dTMP dengan adanya enzim timidilat sintetase yang membutuhkan koenzim folat.
Pada defisiensi folat dump diubah menjadi dUTP melebihi kapasitas kerja enzim dUTP
dalam sel melalui konversi kembali menjadi dump, akibatnya terjadi penumpukan dUTP di
dalam sel, sehingga terjadi kelambatan dalam sintesis DNA.
2.3 Penyebab Anemia
1. Defisiensi zat gizi
 Rendahnya asupan zat gizi baik hewani dan nabati yang merupakan pangan sumber
zat besi yang berperan penting untuk pembuatan hemoglobin sebagai komponen dari
sel darah merah/eritrosit. Zat gizi lain yang berperan penting dalam pembuatan
hemoglobin antara lain asam folat dan vitamin B12.
 Pada penderita penyakit infeksi kronis seperti TBC, HIV/AIDS, dan keganasan
seringkali disertai anemia, karena kekurangan asupan zat gizi atau akibat dari infeksi
itu sendiri.
2. Perdarahan (Loss of blood volume)
 Perdarahan karena kecacingan dan trauma atau luka yang mengakibatkan kadar Hb
menurun.
 Perdarahan karena menstruasi yang lama dan berlebihan
3. Hemolitik
 Perdarahan pada penderita malaria kronis perlu diwaspadai karena terjadi hemolitik
yang mengakibatkan penumpukan zat besi (hemosiderosis) di organ tubuh, seperti
hati dan limpa.
 Pada penderita Thalasemia, kelainan darah terjadi secara genetikyang menyebabkan
anemia karena sel darah merah/eritrosit cepat pecah, sehingga mengakibatkan
akumulasi zat besi dalam tubuh.

5
2.4 Jenis Anemia
Jenis-jenis anemia diantaranya sebagai berikut :
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi merupakan suatu penyebab utama anemia di dunia dan
terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur, disebabkan oleh kehilangan
darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan.
Menurut Almatsier anemia defisiensi besi atau anemia zat besi adalah anemia yang
disebabkan oleh kekurangan zat besi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin,
baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorpsi.
b. Anemia Defisiensi Vitamin C
Anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin C yang berat dalam jangka
waktu lama. Penyebab kekurangan vitamin C adalah kurangnya asupan vitamin C
dalam makanan sehari-hari. Vitamin C banyak ditemukan pada cabai hijau, jeruk,
lemon, strawberry, tomat, brokoli, lobak hijau, dan sayuran hijau lainnya, serta
semangka. Salah satu fungsi vitamin C adalah membantu penyerapan zat besi,
sehingga jika terjadi kekurangan vitamin C, maka jumlah zat besi yang diserap akan
berkurang dan bisa terjadi anemia.
c. Anemia Makrositik
Anemiainidisebabkan karena kekurangan vitamin B12 atau asam folat yang
diperlukan dalam proses pembentukan dan pematangan sel darah merah, granulosit,
dan platelet. Kekurangan vitamin B12 dapat terjadi karena berbagai hal, salah
satunya adalah karena kegagalan usus untuk menyerap vitamin B12 dengan optimal.
d. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik terjadi apabila sel darah merah dihancurkan lebih cepat dari
normal. Penyebabnya kemungkinan karena keturunan atau karena salah satu dari
beberapa penyakit, termasuk leukemia dan kanker lainnya, fungsi limpa yang tidak
normal, gangguan kekebalan, dan hipertensi berat.

6
e. Anemia Aplastik
Anemia aplastik merupakan suatu gangguan yang mengancam jiwa pada sel induk
di sumsum tulang, yang sel-sel darahnya diproduksi dalam jumlah yang tidak
mencukupi. Anemia aplastik dapat kongenital, idiopatik (penyebabnya tidak
diketahui), atau sekunder akibat penyebab-penyebab industri atau virus.

2.5 Gambaran sel pada kondisi anemia di SADT


Pemeriksaan sediaan apus darah tepi merupakan bagian yang penting dari rangkaian
pemeriksaan hematologi. Tujuan Pemeriksaan sediaan apus darah tepi adalah untuk menilai
berbagai unsur sel darah seperti eritrosit, leukosit, serta trombosit dan mencari adanya
parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain sebagainya. Apusan darah tepi memberikan
banyak informasi, bukan saja berkaitan dengan morfologi sel darah tetapi juga memberikan
petunjuk keadaan hemologik yang semula tidak diduga (Kiswari R, 2014).
Adapun ciri sediaan apus yang baik adalah sebagai berikut :
a. Ketebalan gradual, paling tebal di daerah kepala, makin menipis ke arah ekor
b. Apusan tidak melampaui atau menyentuh pinggir kaca obyek
c. Tidak bergelombang dan tidak putus-putus
d. Tidak berlubang-lubang
e. Bagian ekor tidak membentuk bendera robek
f. Panjang apusan kira-kira 2/3 dari panjang kaca obyek
Preparat darah apus yang baik memiliki tiga bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Apabila diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran rendah (lensa obyektif 10X) terdapat pembagian menjadi
enam zona berdasarkan distribusi eritrosit yaitu :
a. Zona I (irregular zone) yaitu zona dimanadistribusi eritrosit tidak teratur, ada yang
bergerombol sedikit atau banyak (tidak selalu sama masing-masing preparat).
b. Zona II (Thin zone), yaitu zona dimana distribusi eritrosit tidak teratur, saling
bertumpukan atau berdesakan.
c. Zona III ( Thick zone), yaitu zona dimana distribusi eritrosit saling bergerombol lebih
rapat dibandingkan zona II, bertumpukan dan berdesakan yang merupakan daerah paling
luas.
d. Zona IV (Thin zone), pada zona ini keadaan sama dengan zona II. Distribusi eritrosit
tidak teratur, saling bertumpukan dan berdesakan.

7
e. Zona V (Even zone/regular zone), pada zona ini distribusi eritrosit tersebar merata
tidak saling bertumpukan dan berdesakan sehingga masih utuh.
f. Zona VI (Very thin zone), ini merupakan daerah yang terletak di ujung preparat
bersebelahan dengan daerah ekor. Distribusi eritrosit agak longgar dibandingkan
populasi pada zona II dan IV.
Sel darah merah (red blood cell) atau eritrosit adalah sel darah tanpa nukleus yang
berbentuk bikonkaf disc shaped cell. Sel ini berwarna merah karena mengandung
hemoglobin. Fungsi utama eritrosit adalah untuk pertukaran gas. Eritrosit membawa oksigen
dari paru menuju ke jaringan tubuh dan membawa karbondioksida (CO₂) dari jaringan tubuh
ke paru-paru. Eritrosit tidak memiliki inti sel tetapi mengandung beberapa organel dalam
sitoplasmanya. Sebagian besar sitoplasmanya berisi hemoglobin yang mengndung zat besi
(Fe) sehingga dapat mengikat oksigen. Eritrosit berbentuk bikonkaf berdiameter 6-8μ.
Bentuk bikonkaf tersebut memungkinkan eritrosit bersifat fleksibel sehingga dapat melewati
lumen pembuluh darah yang sangat kecil. Bila dilihat dengan mikroskop, eritrosit tampak
bulat berwarna merah dan di bagian tengahnya tampak lebih pucat. Daerah pucat tersebut
disebut central pallor yang diameternya kira-kira sepertiga dari keseluruhan diameter
eritrosit (Kiswari R, 2014).
Morfologi normal dan abnormal dari sel darah merah seorang pasien sangat membantu
para dokter dalam mendeteksi suatu penyakit. Saat ini, analitis tentang morfologi sel darah
merah yang dilakukan oleh para dokter dan pihak laboratorium masih dengan cara
konvensional, sehingga tidak selalu sama antara dokter yang satu dengan yang lainnya.
Kondisi fisik, pengetahuan, ketelitian dan konsentrasi dokter sangat menentukan hasil
analisis, karena dilakukan dengan pengamatan langsung (Warni E, 2009).
Morfologi eritrosit adalah bagian yang paling penting dalam evaluasi apus darah.
Instrumen hematologi otomatis mampu menghitung secara akurat dan teliti jumlah sel darah
merah termasuk indeksnya, selain itu informasi mengenai populasi distribusi sel darah
merah, ukuran serta kadar hemoglobin dapat dihasilkan dalam waktu kurang dari satu menit
setelah sampel diaspirasi. Apabila ditemukan abnormalitas sel darah merah satu atau lebih
umumnya instrumen akan memberikan sinyal (flagging) sehingga dapat dilanjutkan
konfirmasi dengan mikroskop.

8
Morfologi sel darah merah terdiri dari bentuk, warna dan ukuran yang dapat diamati
menggunakan mikroskop dengan pewarnaan giemsa, wright, atau lainnya. Bentuk, warna,
dan ukuran sel darah merah pada keadaan tertentu dalam mengalami abnormaliltas. Variasi
bentuk sel darah merah disebut poikilositosis.
Setiap sel yang berbentuk tidak normal disebut poikilosit. Dapat ditemukan beberapa
bentuk yang bervariasi pada beberapa kasus dengan kelainan antara lain:
1. Eliptosis
Ini merupakan kondisi dominan yang berhubungan dengan anemia hemolitik. Sel ini
berbentuk seperti elips atau oval, juga disebut ovalosit. Eliptosis dapat terlihat pada
darah orang normal namun kurang dari 10% dari jumlah total sel.

2. Sel target / leptosit


Sel target adalah eritrosit yang lebih tipis dari pada normal dan saat diwarnai
menujukkan lingkaran Hb dipinggir dengan area mengandung Hb dipusat yang
berwarna gelap. Hal ini bisa terjadi pada kasus jaundice obstruktif, thalasemia, dan
HbC.

3. Skistosit / sel fragmen


Merupakan hasil fragmentasi eritrosit, bisa berbentuk segitiga, elips, atau sebagai sel
dengan permukaan tidak rata. Biasanya ditemukan pada kasus anemia megaloblastik,
luka bakar berat, atau anemia hemolitik.

9
4. Sel burr
Sel ini menunjukkan tonjolan-tonjolan misalnya terjadi pada uremia dan carcinomatosis

5. Akantosit
Ditandai dengan adanya proyeksi halus dipermukaan eritrosit, menyerupai duri (kata
Yunani : acantha : duri). Kelainan bawaan yang jarang : acanthtocytosis, bisa mencapai
lebih dari 50 %. Ada hubungan dengan metabolisme fosfolipid.

6. Sel Krenasi
Merupakan sel terkontraksi secara irregular yang umumnya sebagai artefak dalam
persiapan preparat atau disebabkan oleh hiperosmolaritas. Secara in-vivo dapat
berhubungan dengan ATP eritrosit karena berbagai sebab.

10
7. Stomatosit
Sel ini berbentuk seperti mangkok, bisa didapat ataupun konginental.

8. Sferosit
Sel ini berbentuk seperti bola. Sferosit terjadi akibat kelainan atau kerusakan membran
eritrosit baik konginental maupun di dapat.

9. Tear Drop Cell


Eritosit yang berbentuk seperti buah pear atau tetesan air mata. Diduga berhubungan
dengan eritrosit yang mengandung benda inklusi, dimana disaat benda inklusi
dikeluarkan dari sel terjadi perubahan bentuk.
Selain bisa mengalami variasi bentuk, eritrosit juga bisa mengalami variasi warna.
Kedalaman pewarnaan memberikan petunjuk kasar mengenai jumlah Hb dalam eritrosit.
Istilah normokromik, hipokromik dan hiperkromik digunakan untuk menggambarkan
karakteristik dari eritrosit. Normokromik mengacu pada intensitas pewarnaan yanng
normal. Bila kandungan Hb berkurang daerah sentral pallor menjadi lebih besar dan lebih
pucat. Hal ini dikenal sebagai hipokromia. Sedangkan hiperkromik adalah kondisi dimana
eritrosit lebih besar dan lebih tebal dengan central pallor lebih sedikit.
Eritosit secara tidak normal dapat berukuran kecil atau mikrositik atau dapat pula
berukuran besar atau makrositik. Variasi ukuran apada eritrosit ini disebut anisositosis.

11
Sel mikrositik mempunyai diameter kurang dari 7μ, biasanya disertai dengan warna pucat
atau hipokrom. Sedangkan makrositik mempunyai diameter lebih dari 8μ.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis,yaitu
pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (wiwik
handayani,2008 ).Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek , normal umur
eritrosit 100 -120 hari. Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu
faktor intrinsik & faktor ekstrinsik.
Anemia megaloblastik adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya perubahan
abnormal dalam pembentukan sel darah, sebagai akibat adanya ketidaksesuaian antara
pematangan inti dan sitoplasma pada seluruh sel seri myeloid dan eritorid. Anemia
megaloblastik merupakan manifestasi yang paling khas untuk defisiensi folat. Mekanisme
biokimiawi yang mendasari terjadinya perubahan megaloblastik adalah terganggunya
konversi dump menjadi dTMP.
Pemeriksaan sediaan apus darah tepi merupakan bagian yang penting dari rangkaian
pemeriksaan hematologi. Tujuan Pemeriksaan sediaan apus darah tepi adalah untuk menilai
berbagai unsur sel darah seperti eritrosit, leukosit, serta trombosit dan mencari adanya
parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain sebagainya.

13
DAFTAR PUSTAKA
 http://scholar.unand.ac.id/23476/2/BAB%201%20-%20pendahuluan.pdf
 https://repository.maranatha.edu/12224/9/1010109_Journal.pdf
 http://eprints.undip.ac.id/43853/3/Elsa_G2A009017_BAB_2.pdf
 https://repository.unimus.ac.id

14

Anda mungkin juga menyukai