PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia adalah salah satu penyakit yang sering diderita masyarakat, baik
anak-anak, remaja usia subur, ibu hamil ataupun orang tua. Penyebabnya
sangat beragam, dari yang karena perdarahan, kekurangan zat besi, asam folat,
vitamin B12, sampai kelainan hemolitik.
Anemia adalah kondisi berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam
sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi
fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan (Wasdinar, 2007).
Anemia pada kehamilan yaitu kondisi wanita hamil bila kadar hemoglobin
(Hb) kurang dari 10gr%yang normalnya 12-15 gr% (Fatmawati, 2011).
Sedangkan menurut Atikah (2011), anemia pada ibu hamil adalah kekurangan
zat besi dalam tubuh.
Kejadian anemia bervariasi tetapi diperkirakan sekitar 30% penduduk
dunia menderita anemia, dimana prevalensi tertinggi berada di negara-negara
sedang berkembang. Prevalensi anemia adalah sekitar8-44%, dengan
prevalensi tertinggi pada laki-laki usia 85 tahun atau lebih. Dari beberapa hasil
studi lainya dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada laki-laki adalah 27-40%
dan wanita adalah 16-21%. Sebagai penyebab tersering anemia adalah anemia
kronik dengan prevalensinya sekitar 35%, diikuti oleh anemia defisiensi besi
sekitar 15%. Penyebab lainya yaitu defisiensi viamin B12, defisiensi asam
folat, perdarahan saluran cerna dan sindroma mielodisplastik. Pada lansia
penderita anemia berbagai penyakit lebih mudah timbul dan penyembuhannya
akan semakin lama (WHO, 2015).
Anemia dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik maupun dengan
pemeriksaan laboratorium. Secara fisik penderita tampak pucat, lemah, dan
secara laboratorik didapatkan penurunan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah
dari harga normal.
1
Berbagai sebab penyakit anemia antara lain adalah factor kekurangan
nutrisi, kegagalan sumsum tulang, perdarahan hemolisis dan kehilangan sel
darah merah. Apabila pajanan dilanjutkan setelah tanda gejala muncul, maka
depresi sumsum tulang akan berkembang sampai titik dimana terjadi kegagalan
sempurna dan irreversibel. Oleh karena itu perawat sangat penting dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien anemia, serta diharapkan tidak
hanya terhadap keadaan fisiknya saja tetapi juga psikologis penderita.
(Kiswari, 2014)
B. Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini, tim penyusun mempunyai beberapa tujuan
diantaranya adalah :
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan anemia
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
a. Mengetahui pengertian anemia.
b. Mejabarkan klasifikasi anemia
c. Menyebutkan etiologi anemia.
d. Menjelaskan patofisiologi anemia
e. Memahami tanda dan gejala anemia
f. Mengetahui komplikasi dari anemia
g. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan medis anemia
h. Memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan anemia
2
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Adapun berbagai definisi anemia menurut para ahli sebagai berikut :
1. Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah (SDM) dalam
sirkulasi, penurunan jumlah hemoglobin didalam SDM, atau kombinasi
keduanya. Sehingga, mengakibatkan berkurangnya kapasitas pembawa
oksigen dalam darah (Maakaron, 2011 dalam Doenges, 2018).
2. Anemia adalah keadaan dimana jumlah peredaran sel darah merah
(SDM) rendah atau abnormal, konsentrasi hemoglobin rendah, atau
keduanya. Penurunan jumlah SDM yang beredar adalah penyebb
anemia yang lazim (LeMone dkk, 2016).
3. Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorium, anemia
dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin, hasil hitung eritrosit,
dan hematokrit berada dibawah normal (Handayani dan Andi, 2008).
3
ikat
4. Keganasan
5. Gagal ginjal
Anemia Makrositik Ukuran eritrosit lebih 1. Defisiensi vitamin
besar dari normal B12 atau folat
2. Pemberian obat
sitotoksik
3. Miclosdisplasia
4. Hipotiroidisme
5. Penyakit hati dan
penyalahgunaan
alkohol disertai
perdarahan atau
defisiensi hematin
Anemia Ukuran eritrosit lebih 1. Diet tidak
Mikrositik/hipokromik kecil dari normal mencukupi
dengan kadar 2. Defisiensi Fe
hemoglobin lebih 3. Penyakit talasemia
rendah dari normal
Pasca perdarahan; Normositik, Hilangnya darah berakibat
perdarahan akut normokrom, naiknya hemodilusi dari cairan
retikulosit dalam interstisial dalam 48-72 jam
Tabel 1.1 Klasifikasi dan etiologi anemia
C. PATOFISIOLOGI
Menurut Bachrudin, (2016) patofisologi anemia ialah salah satu adanya
kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau
keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
terpaparnya bahan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis.
Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagostik atau dalam sistem retikulo
endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari
proses tersebut, billirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran
darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
4
maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi
dalam glumerulus ginjal dan ke dalam urine.Pada dasarnya gejala anemia
timbul karena dua hal berikut :
1. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah ke jaringan.
2. Mekanisme kompensasi terhadap anemia.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5
Menurut Doengoes (2000) pemeriksaan diagnostic untuk diagosa anemia
antara lain:
1. Jumlah darah lengkap (JDL) : Hemaglobin dan Hematokrit menurun
2. Jumlah Eritrosit : Menurun (A/aplastic), menurun berat
MCV (Mean Corpuskuler Volum) dan MCH (Mean Corpuskuler
Hemaglobin)
3. Jumlah Retikulosit : Bervariasi missal menurun (AP) meningkat (respon
sumsum tulang belakang kehilangan darah (hemolisis)
4. Pewarnaan SDM : Mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengidentifikasikan tipe khusus anemia)
5. LED : Peningkatan kerusakan SDM atau penyakit malignasi
6. Masa hidup SDM : Berguna dalam membedakan diagnona anemia, missal:
pada tipe anemia tertentu, SDM mempunyai waktu lebih pendek
7. Tes perapuhan eritrosit : Menurun (DB)
8. SDP : Jumlah sel total sama dengan SDM (diferesial) mungkin meningkat
(hemolitik) atau menurun (aplastic)
9. Jumlah trombosit : Menurun (aplastic), meningkat (DB) normal atau tinggi
(hemolitik)
10. Haemoglobin elektroforesis : Mengidentifikasi tipe struktur Hb.
11. Bilirubin serum (tak terkonjugasi) : Meningkat (AP Hemolitik)
12. Folat serum dan vitamin B12 : Membantu mendiagnosa anemia
sehubungan dengan diferensi masukan/absorbs.
13. Besi serum : Taka da (DB), tinggi (hemolitik)
14. TIBC serum : Meningkat (DB)
15. Feritin serum : Menurun (DB)
16. Masa pendarahan : Memanjang (aplastic)
17. LDH serum : Mungkin meningkat (AP)
18. Tes schilling : Penurunan ekskresi vitamin B12 urine (AP)
19. Gualak : Mungkin positif darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukan perdarahan akut/kronis (DB).
20. Analisa gaster : Penurunan sekresi dengan peningkatan Ph dan tak adaya
asam hidroklorik bebas (AP).
6
21. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan biopsy : Sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah ukuran dan bentuk membentuk membedakan tipe
anemia, misalnya : peningkatan megaloblast (AP) lemak sumsum dengan
penurunan sel darah (aplastic).
22. Peningkatan Endoskopi dan Radiografik : Memeriksa sisi pendarahan
(pendarahan GI)
A. Anemia aplastic :
Pemeriksaan laboratorium :
1) Sel darah merah
2) Laju endapan darah
3) Sumsum tulang
B. Anemia hemolitik :
Pemeriksaan laboratorium :
1) Peningkatan jumlah retikulasi
2) Peningkatan kerapuhan sel darah merah
3) Pemendekanmasa hidup eritrosit
4) Penigkatan bilirubin
C. Anemia megaloblastic :
1) Anemia absorbsi vitamin B12
2) Endoscopi
D. Anemia defisiensi zat besi
1) Morfologi sel darah merah
2) Jumlah besi dalam serum dan ferritin dalam serum berkurang
E. KOMPLIKASI
7
Jika dibiarkan tanpa penanganan, anemia berisiko menyebabkan beberapa
komplikasi serius, seperti:
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang. Pentalaksanan anemia berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Anemia Aplastik
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif
dengan antithimocyte globulin (ATG) yang diperlukan melalui jalur
sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum
tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan tranfusi RBC
rendah leukosit dan platelet.
2. Anemia pada penyakit ginjal
8
Pada pasien dialysis harus ditangani dengan pemberian besi dan
asam folat. Kalau tersedia, dapat diberikan eritropoetin rekombinan.
9
d. Anemia defisiensi asam folat pada pasien dengan gangguan
absorbs, penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat
1 mg/hari secara IM.
6. Anemia pasca perdarahan
Dengan memberikan tranfusi darah dan plasma. Dalam keadaan
darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang
tersedia.
7. Anemia hemolitik
Dengan pemberian tranfusi darah mengantikan darah yang hemolysis.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ANEMIA
10
A. Pengkajian Pada Pasien Anemia
2. Keluhan utama
Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluahan pucat,
kelelahan, kelemahan, pusing (Wijaya, 2013).
a. Riwayat kehamilan dan persalinan
1) Prenatal: ibu selama hamil pernah menderita penyakit berat,
pemeriksaan kehamilan berapa kali, kebiasaan pemakaian obat-
obatan dalam jangka waktu lama.
2) Intranasil: usia kehamilan cukup proses persalinan dan berapa
panjang dan berat badan waktu lahir.
3) Postnatal: keadaan bayi setelah masa neonatorum,ada trauma post
parturn akibat tindakan misalnya forcep, vakum dan pemberian ASI
(Wijaya, 2013).
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Adanya penderita anemia sebelumnya, riwayat imunisasi.
2) Adanya riwayat trauma, pendarahan.
3) Adanya riwayat demam tinggi (Wijaya, 2013).
11
Pasien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah,
diaforesis tachikardia, dan penurunan kesadaran.
d. Riwayat keluarga
Riwayat penyakit-penyakit seperti: kanker, jantung hepatitis, DM,
asthma, penyakit-penyakit infeksi saluran pernafasan (Wiyaja, 2013).
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:keadaan tampak lemah sampai sakit berat.
b. Kesadaran: compos mentis kooperatif sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran apatis, somnolen, sopor, koma.
c. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah: Tekanan darah menurun
Nadi : Frekuensi nadi meningkat, kuat sampai lemah
(N=60-100 kali/menit).
Suhu : Bisa meningkat atau menurun (N= 36,5-37,2C).
Pernapasan : Meningkat (anak N= 20-30 kali/ menit).
d. Sistem penapasan
Keluhan : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda
sesak napas (Bararah, 2013, hal. 205-206).
Inspeksi : Pemeriksaan dilakukan dari bentuk dada yang
simetris, napas pendek.
Palpasi : Pemeriksaan dilakukan dengan cara meraba
dengan nyeri tekan.
Pekusi : Jika hanya ada kelainan jantung maka bunyi
normal.
Auskultasi : Mengkaji rongga pleura.
e. Sistem Kardiovaskuler
Keluhan : Riwayat penyakit kronis misalnya menstruasi
berat, kerja jantung berlebih. Riwayat endokarditis
infeksi kronis. Tanda peningkatan sistol dengan
12
diastol, tekanan nadi melebar, pucat pada kulit
(Bararah, 2013, hal. 205-206).
Inspeksi : Dilihat dari bentuk dada dan denyut jantung.
Palpasi : Pemeriksaan dilakukan dengan cara meraba
mengetahui dengan mengenal denyut jantung
karena kurangnya oksigen.
Perkusi : Untuk menentukan batas jantung kanan kiri.
Adanya sonor, timpani, redup.
Aukultasi : Pemeriksaan menggunkan stetoskop. Mengetahui
bunyi jantung, bunyi bising jantung yang
disebabkan oleh pembukaan dan penutupan katup
jantung yang tidak sempurna. Kenyaringan (keras-
lemah) (Bararah T. , 2013).
f. Sistem Persyarafan
Keluhan : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, penurunan
penglihatan dan bayangan mata, kelemahan, keseimbangan buruk
(Bararah, 2013).
Inspeksi : Melihat dari kondisi pasien.
g. Sistem Perkemihan
Keluhan : Riwayat piclonefritis gagal ginjal, hematemasis, feses
dengan darah segar, diare atau konstipasi (Bararah, 2013).
Inspeksi : Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen
sebelah atas.
h. Sistem Pencernaan
Keluhan : Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah atau masukan produk sereal tinggi, nyeri mulut atau
lidah, kesulitan menelan, mual muntah, penurunan berat
badan (Bararah, 2013).
Inspeksi : Pemeriksaan bentuk abdomen.
13
Palpasi : Pemeriksaan dilakukan dengan meraba daerah abdomen
ada keluhan sakit atau tidak.
Perkusi : Melakukan ketukan pada daerah abdomen.
Auskultasi : Pemeriksaan dengan menggunkan stetoskop ada bunyi
bising atau tidak.
i. Sistem Integrument
Keluhan : Teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat
pendarahan dibawah kulit (Wijaya, 2013).
Inspeksi : Melihat warna kulit pucat dan bentuk kulit kering atau
tidak.
Palpasi : Meraba kulit kering atau tidak, bersih.
j. Sistem Reproduksi
Keluhan :Perubahan aliran menstruasi. Tanda serviks dan dinding
vagina pucat (Bararah, 2013).
Inspeksi : Melihat kondisi pasien pucat.
k. Sistem Endokrin
Keluhan : Haus atau dehidrasi, lapar berlebihan (Bararah, 2013).
Inspeksi : Melihat mukosa bibir pasien.
l. Sitem pengindraan
Keluhan : kelainan bentuk tidak ada, kkonjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, terdapat pendarahan sub konjungtiva
keadaan pupil, pelpebra, refleks cahaya biasanya tidak ada
kelainan (Wijaya, 2013).
Inspeksi : Pemeriksaan dilihat dari bentuk mata sama atau tidak,
warna mata.
Palpasi : Pemeriksaan dengan meraba ada benjolan atu tidak
(Bararah T. , 2013).
m. Sistem muskuluskletal
14
Keluhan : terjadi kelemahan umum, nyeri ekstermitas, tonus otot
kurang, akral dingin (Wijaya, 2013).
Inspeksi : melihat kondisi pasien dalam melakukan aktivitas
(Handayani, 2008).
n. Sistem Imunitas
Keluhan : Pecahnya pembuluh darah dan penurunan eritrosit pada
pasien kecelakaan.
Inspeksi : melihat kondisi pasien, pucat melihat luka yang atau
menstruasi.
o. Kulit
Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat
pendarahan dibawah kulit (Wijaya, 2013).
p. Kepala
Biasanya bentuk dalam batas normal (Wijaya, 2013).
q. Mata
Kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
terdapat pendarahan sub congjungtiva, keadaan pupil, palpebra, refleks
cahaya biasanya tidak ada kelainan.
r. Hidung
Keadaan/bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung, fungsi
penciuman biasanya tidak ada kelainan.
s. Telinga
Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan (Wiyaja, 2013).
t. Mulut
15
Bentuk, mukosa kering, pendarahan gusi, lidah kering, bibir pecah-
pecah atau pendarahan (Wiyaja, 2013).
u. Leher
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tiroid tidah membesar,
tidak ada distensi vena yugularis (Wiyaja, 2013).
v. Thoraks
Pergerakan dada biasanya penafasan cepat irama tidak teratur. Fremitus
yang meninggi, perusi sonor, suara nafas bisa vesikular atau ronchi,
wheezing. Frekuensi nafas neonatus 40-60 kali/ menit anak 20-30 kali/
menit irama jantung tidak teratur, frekuensi pada anak 60-100
kali/menit (Wiyaja, 2013, hal. 137-140).
w. Abdomen
Cekung, pembesaran hati, nyeri, bising usu normal, dan bisa juga
dibawah normal dan bisa juga meningkat.
x. Genetalia
Laki-laki : testis sudah turun ke dalam skroturn.
Perempuan : labia minora tertutup labia mayora.
y. Ekstermitas
Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstermitas, tonus otot kurang, akral
dingin.
z. Neurologis
Refleks fasiologis (+) seperti refleks patella, refleks patologi (-) seperti
babinski, tanda kerniq (-) dan bruzinki I-II= (-).
16
1. Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk menelan atau ketidakmampuan untuk
mencerna makanan atau mengabsorpsi nutrisi.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen (anemia).
3. Konstipasi/Diare berhubungan dengan kebiasaan makan yang buruk,
perubahan motilitas gastrointestinal.
4. Resiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
primer-kerusakan kulit, cairan tubuh stasis, prosedur invasif, penyakit
kronis, malnutrisi.
5. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
interprestasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk
mencari informasi, tidak menegtahui sumber-sumber informasi.
17
C. Pencanaan Pada Pasien Anemia
18
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang Hasil yang diharapkan/Kriteria Terapi Nutrisi (NIC)
Evaluasi-Klien akan Status 1. Kaji ulang riwayat nutrisi, termasuk pilihan
dari kebutuhan tubuh berhubungan
Nutrisi (NOC) makanan.
dengan kegagalan untuk menelan atau Menunjukkan pertambahan berat
2. Observasi dan catat asupan makanan klien.
ketidakmampuan untuk mencerna badan yang progtresif atau berat
3. Timbang berat badan secara periodic secara
makanan atau mengabsorpsi nutrisi. badan yang stabil, dengan nilai
tepat, seperti setiap minggu.
Batasan Karakteristik: laboratorium yang normal.
4. Rekomendasikan makanan porsi kecil dan
- Laporan adanya asupan makanan Tidak mengalami tanda sering serta makanan ringan di antara waktu
yang kurang dari rekomendasi malnutrisi. makan.
asupan harian Menunjukkan perubahan perilaku 5. Sarankan diet yang hambar, rendah serat,
- Penurunanberat badan atau berat atau gaya hidup untuk hindari makanan yang pedas, berempah, atau
badan di bawah kisaran ideal memperoleh kembali dan sangat asam, sesuai indikasi.
- Membrane mukosa pucat mempertahankan berat badan 6. Minta klien untuk membuat catatan dan
- Hasil pemeriksaan laboratorium yang sesuai. melaporkan terjadinya mual atau muntah,
flatus, dan gejala terkait lainnya, separti
yang abnormal
iritabilitas atau gangguan memori.
7. Motivasi atau bantu hygiene oral yang baik
sebelum dan setelah makan; gunakan sikat
gigi berbulu halus untuk menggosok gigi
secara lembut. Gunakan obat kumur yang
encer dan bebas alcohol jika pada mukosa
oral mengalami ulserasi.
Kolaborasi
8. Konsultasikan dengan ahli gizi.
9. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium,
seperti Hb/Ht, nitrogen urea darah (blood
urea nitrogen, BUN), prealbumin dan