1 konsep anemia
2.3.1 Pengertian
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau
hitung eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi harus di ingat pada keadaan tertentu
dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan masa eritrosit, seperti
pada dehidrasi, pendarahan akut, dan kehamilan. Oleh karena itu dalam
diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai pada label anemia tetapi harus
dapat ditetapkan penyakit dasarnya yang menyebabkan anemia tersebut.
(Sudoyo Aru).
Anemia adalah penurunan dibawah normal dalam jumlah eritrosit
banyaknya hemoglobin atau volume sel darah merah (packed red cell) dalam
darah (Dorland, 1998 : 49)
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah
merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Burnner &
Suddart, 2002 : 395)
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan eritrosit
lebih rendah dari normal. Pada pria, hemoglobin normal adalah 14 - 18 gr %
dan eritrosit 4,5 - 5,5 jt/mm3. Sedangkan pada wanita, hemoglobin normal
adalah 12 – 16 gr % dengan eritrosit 3,5 – 4,5 jt/mm3. Fungsi hemoglobin
dalam darah adalah mengikat oksigen di paru – paru dan melepaskannya ke
seluruh jaringan tubuh yang membutuhkan, kemudian mengikat CO2 dari
jaringan tubuh dan melepaskannya di paru – paru. ( Poltekes Depkes Jakarta,
2010).
2. Mikrosilik
Jika sel darah merah lebih kecil dari normalnya, ini disebut anemia
mikrosilik. Penyebab utama dari jenis ini adalah defisiensi besi (besi tingkat
rendah) dan anemia thalassemia (kelainan bawaan hemoglobin).
3. Normosilik
Jika ukuran sel darah merah normal dalam ukuran (tetapi rendah dalam
jumlah), ini disebut anemia normosilik, seperti anemia yang menyertai
penyakit kronis atau anemia yang berhubungan dengan penyakit ginjal.
Bentuk non-megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodisplastik
2.1.3 Penyebab
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity),
tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease).
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena :
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2. Kehilangan darah keluar tubuh (Perdarahan)
3. Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
Menurut Fatmah (2010), anemia dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi 3
utama tubuh yang menyebabkannya adalah :
1. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan.
2. Kehilangan darah.
3. Penurunan produksi sel darah merah.
Menurut Fatmah (2010), tanda dan gejala anemia biasanya tidak khas
dan sering tidak jelas seperti, pucat, mudah lelah, berdebar, takikardi, dan
sesak napas. Kepucatan bisa diperiksa pda telapak tangan, kuku, dan
konjungtiva palpebra. Tanda yang khas meliputi anemia, angular stomatitis,
glositis (iritasi lidah), disfagia, hipoklorodia, koilonikia (kuku jari tangan
pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok), dan pagofagia. Tanda yang
kurang khas berupa kelelahan, anoreksia, kepekaan terhadap infeksi, kelainan
perilaku tertentu, kinerja intelektual serta kmamouan kerja menyusut.
2.1.5 Penatalaksanaan
Perbaikan pola makan :
1. Makan makanan yang beraneka ragam yang mengandung karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, mineral, dan bahkan serat makanan dalam
jumlah dan porsi yang seimbang.
2. Makan makanan yang mengandung sumber zat besi seperti, sayuran
hijau, kacang-kacangan, hati, telur, dan daging yabg mengandung zat
besi.
3. Biasakan makan pagi
Makan pagi dengan beraneka ragam akan memenuhi kebutuhan gizi
untuk mempertahankan kesegaran tubuh dan meningkatkan aktivitas
(Ristawati, 2008)
Terapi umum
1. Istirahat
2. Diet,disesuaikan dengan penyebabnya bila tidak diketahui diberi saja
makanan bergizi dan mengandung cukup Fe/lek strak hepar.
3. Medika mentosa,obat pertama sesuai penyebabnya Sulfat 3x1
tablet,anemia berat dan akut Hb rendah (< 7 gr%) sebaiknya diberi
tranfusi darah.
4. Anemia aplastik
Penatalaksanaan :
Transplantasi sumsum tulang
Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit
(ATG)
7. Anemia megaloblastik :
Penatalaksanaan :
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin
B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak
tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan
injeksi IM.
Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia
pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan
gangguan absorbsi.
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi anemia meliputi gagal jantung, parestesia dan kejang pada
setiap tingkat anemia pasien dengan penyakit jantung cenderung lebih besar
kemungkinan mengalami angina atau segala gagal jantung kongestif dari pada
seseorang yang tidak mempuyai penyakit jantung ( Brunner & Suddart,
2002:937)
Menurut Price (1995), pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala
saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan deisiensi zat besi
seperti anoreksia, nausea, konstipasi, atau diare, dan stomatitis di lidah dan
mulut.
Menurut reksodipuro(2004), komplikasi dari anemia beraneka ragam,
misalnya : gagal jantung kongesif (karena otot jantung yang kekurangan
oksigen tidak dapat meneyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang
meningkat), parestesia, konfusi kanker, penyakit ginjal, gondok, gangguan
pembentukan heme (pigmen pembentuk warna merah pada darah yang
mengandung zat besi), penyakit infeksi kuman, thalasemia (kurang cepatnya
pembatan satu rantai atau unsur pembentuk hemoglobin), kelainan jantung,
rematoid, kecelakaan hebat, menginitis, gangguan sistem imun.
2.1.8 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat
terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat
hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek
sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik
atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil
samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
(pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan
kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum
tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung