Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di
klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama
masyarakat terutama dinegara berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab
debilitas kronik yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial
dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh karena frekuensinya yang demikian
sering, anemia seringkali tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh para
dokter di praktek klinik.
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel
darah merah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis anemia
ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung
eritrosit.
Anemia bukanlah merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh
dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui
anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
Sehubungan dengan uraian diatas, maka dalam makalah ini kami akan
membahas mengenai anemia beserta asuhan keperawatan yang bisa dilakukan
berdasarkan klasifikasinya.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan anemia?
b. Bagaimana mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia?
c. Ada berapa klasifikasi anemia?
d. Bagaimana asuhan keperawatan terhadap pasien dengan masalah anemia?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai definisi anemia,
gejala, klasifikasi serta asuhan keperawatan yang bisa dilakukan
terhadap pasien dengan masalah anemia.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami apa yang dimaksud dengan anemia.
b. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana mekanisme kompensasi
tubuh terhadap anemia.
c. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi anemia.
d. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan apa saja yang
bisa dilakukan terhadap pasien dengan masalah anemia.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Anemia
2.1.1 Definisi
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti
kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya
nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang
mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah
(Doenges, 1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan
sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah
normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel
darah merah, kualitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah
(hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
Dengan demikian anemia bukanlah suatu penyakit tersendiri,
tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar. Oleh
karena itu, diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada
label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang
menyebabkan anemia tersebut.
2.1.2 Prevalensi Anemia
Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik
diklinik maupun dilapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk
dunia atau 1.500 juta orang menderita anemia dengan sebagian besar
tinggal di daerah tropik. De Maeyer memberikan gambaran
prevalensi anemia di dunia untuk tahun 1985 seperti terlihat pada
tabel dibawah ini :
Gambaran Prevalensi Anemia Di Dunia
Anak Anak Laki Wanita Wanita
Lokasi
0-4 th 5-12 th dewasa 15-49 th hamil
Negara maju 12 % 7% 3% 14% 11%
Negara
51% 46% 26% 59% 47%
berkembang
Dunia 43% 37% 18% 51% 35%

3
2.1.3 Manifestasi Klinis
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala yaitu :
a. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia,
timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme
kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala
ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan
hemoglobin sampai kadar tertentu (hb<7 g/dl). Sindrom anemia
terdiri dari : rasa lemah, letih, lesu, telingan mendenging, mata
berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, dan dispepsia.
Pada pemeriksaan pasien tampak pucat pada konjungtiva, mukosa
mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku.
b. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia
seperti :
1) Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, dan kuku sendok.
2) Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada
defisiensi vitamin B 12.
3) Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali, dan hepatomegali.
4) Anemia aplastik : Pendarahan, dan tanda-tanda infeksi.
c. Gejala penyakit dasar.
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang
menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab
anemia tersebut.
2.1.4 Mekanisme Kompensasi Tubuh Terhadap Anemia
Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia bekerja melalui :
a. Peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena hal tersebut
dapat menambah pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan oleh
sel darah merah.
b. Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin.

4
c. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari
sela-sela jaringan.
d. Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978).
2.1.5 Klasifikasi Anemia
Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah
merah dan indeks-indeksnya atau menurut etiologinya.
a. Klasifikasi Morfologi
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro
menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kronik
menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar, yaitu
:
1) Anemia normostik normokrom, dimana ukuran dan bentuk sel-
sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang normal (MCV dan MCHC normal atau normal
rendah) tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia
jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit
kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal,
kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif
metastatik pada sumsum tulang.
2) Anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-
sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom
karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan
oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA
seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam
folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab
agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
3) Anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil,
hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang
kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan
insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi
besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau

5
gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit
hemoglobin abnormal kongenital).
b. Klasifikasi Etiologi
Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya
Penyebab utama yang dipikirkan adalah :
1) Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum
tulang, seperti :
a) Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit. Bisa terjadi
pada :
(1) Anemia defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul
akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis,
karena cadangan besi kosong maka pembentukan
hemoglobin akan berkurang. ADB ditandai oleh anemia
hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium
menunjukkan cadangan besi kosong.
(a) Metabolisme besi
Besi merupakan trace element vital yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan
hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Besi
terdapat dalam berbagai jaringan tubuh berupa
senyawa fungsional (besi yang membentuk senyawa
yang dibutuhkan dalam tubuh), besi cadangan
(senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi
berkurang), dan besi transport (besi yang berikatan
dengan protein tertentu).
Dalam keadaan normal seorang laki-laki dewasa
mempunyai kandungan besi 50 mg/kgBB,
sedangkan perempuan dewasa adalah 35 mg/kgBB.
(b) Absorpsi besi
Tubuh mendapatkan masukan besi berasal dari
makanan, untuk memasukkan besi dari usus kedalam

6
tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi
paling banyak terjadi pada bagian proksimal
duodenum disebabkan oleh pH asam lambung dan
kepadatan protein tertentu yang diperlukan dalam
absorpsi besi pada epitel usus. Proses absorpsi besi
dibagi menjadi 3 fase yaitu :
i. Fase Luminal : besi dalam makanan diolah dalam
lambung kemudian siap diserap di duodenum.
ii. Fase Mukosal : proses penyerapan dalam mukosa
usus yang merupakan suatu proses aktif.
iii. Fase Korpoleal : meliputi proses transpportasi
besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel
yang memerlukan, dan penyimpanan besi oleh
tubuh.
(2) Anemia defisiensi asam folat dan vitamin B12.
Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang
berhubungan dengan unsur makanan yang sangat penting
bagi tubuh. Peran utama asam folat dan vitamin B12
adalah dalam metabolisme intraselular. Adanya
defisiensi kedua zat tersebut akan menghasilkan tidak
sempurnanya sintesis DNA pada tiap sel, dimana
pembelahan kromosom sedang terjadi.
Defisiensi folat merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada penyakit usus halus karena penyakit tersebut
dapat mengganggu absorpsi folat dari makanan dan
resirkulasi folat lewat siklus enterohepatik. Pada
alkoholisme atau kronik, asupan harian folat lewat
makanan akan terhambat, dan siklus enterohepatik akan
terganggu oleh efek toksk dari alkohol pada sel-sel
parenkim hati, hal ini yang menjadi penyebab utama dari
defisiensi folat yang menyebabkan eritropoesis
megaloblastik.

7
b) Gangguan penggunaan (utilisasi) besi. Bisa terjadi pada :
(1) Anemia akibat penyakit kronik
Anemia pada penyakit kronis ditandai dengan:
(a) Pemendekan masa hidup eritrosit.
Diduga mekanisme anemia merupakan bagian dari
sindrom stres hematologik, dimana terjadi produksi
sitokin yang berlebihan karena kerusakan jaringan
akibat infeksi, inflamasi atau kanker. Sitokin
tersebut dapat menyebabkan sekuestrasi makrofag
sehingga mengikat lebih banyak zat besi,
meningkatkan destruksi eritrosit dilimpa, dan
menekan produksi eritropoetin oleh ginjal, serta
menyebabkan perangsangan yang inadekuat pada
eritropoesis di sumsum tulang.
(b) Gangguan metabolisme besi.
Terdapatnya kadar besi yang rendah meskipun
cadangan besi cukup, menunjukkan adanya
gangguan metabolisme zat besi pada penyakit
kronis. Hal ini memberikan konsep bahwa
anemianya disebabkan karena penurunan Fe dalam
sintesis hemoglobin.
(c) Gangguan produksi eritrosit akibat tidak efektifnya
rangsangan eritropoetin.
c) Kerusakan sumsum tulang. Bisa terjadi pada :
(1) Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan kegagalan hemopoesis
yang relatif jarang ditemukan namun berpotensi
mengancam jiwa. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia
(yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit) dan aplasia sumsum tulang.
Anemia aplastik dapat diwariskan atau didapat,
perbedaan antara keduanya bukan pada usia pasien,

8
melainkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
laboratorium.
(2) Anemia pada gagal ginjal kronik
Anemia sering dijumpai pada sebagian besar
pasien gagal ginjal kronik (CKD), biasanya mulai terjadi
bila LFG (laju filtrasi glomerulus) turun sampai
35ml/menit. Penyebab anemia pada CKD terjadi karena
defisiensi eritropoietin (EPO).
2) Anemia akibat pendarahan.
a) Anemia pasca pendarahan akut.
b) Anemia pasca pendarahan kronik, karena polip pada kolon,
penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi.
3) Anemia hemolitik
a) Anemia hemolitik intrakorpuskular, bisa terjadi akibat :
1) Gangguan membran eritrosit (membranopati).
2) Gangguan enzim eritrosit (enzimopati). Seperti pada
anemia akibat defisiensi G6PD.
Defisiensi enzim ini paling sering mengakibatkan
hemolisis. Enzim ini dikode oleh gen yang terletak di
kromosom X sehingga defisiensi G6PD lebih sering
mengenai laki-laki. Pada perempuan biasanya carier dan
asimtomatik. G6PD normal disebut tipe B, diantara varian
G6PD yang bermakna secara klinik adalah tipe A-.
Aktivitas G6PD yang normal menurun sampai 50%
pada waktu umur eritrosit mencapai 120 hari. Pada tipe
A- penurunan ini terjadi lebih cepat dan lebih cepat lagi
pada varian mediteranian. Meskipun umur eritrosit pada
tipe A- lebih pendek namun tidak menimbulkan anemia
kecuali bila terpajan dengan infeksi virus dan bakteri
disamping obat-obatan atau toksin yang dapat berperan
sebagai oksidan yang mengakibatkan hemolisis.
3) Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati). Seperti pada :

9
(a) Thalasemia
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang
ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak
atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari).
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan
sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan
untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana
mestinya.
(b) Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah sejenis anemia
kongenital dimana sel darah merah berbentuk
menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin
abnormal. (Noer Sjaifullah H.M, 1999).
Sel darah merah normal berbentuk donat tanpa
lubang (lingkaran, pipih di bagian tengahnya),
sehingga memungkinkan mereka melewati pembuluh
darah dengan mudah dan memasok oksigen bagi
seluruh bagian tubuh. Sulit bagi sel darah merah
berbentuk bulan sabit untuk melewati pembuluh darah
terutama di bagian pembuluh darah yang menyempit,
karena sel darah merah ini akan tersangkut dan akan
menimbulkan rasa sakit, infeksi serius, dan kerusakan
organ tubuh.
b) Anemia hemolitik ekstrakorpuskular. Bisa terjadi pada
anemia hemolitik autoimun. Anemia hemolitik autoimun
(AIHA) merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibodi
terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.

10
2.1.6 WOC Anemia

Gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum

Pendarahan Eritrosit Hemolisis

O2 kejaringan

Hipoksia

Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia

Frekuensi Frekuensi Perfusi jaringan Perfusi ke


pernapasan jantung saluran cerna

Aliran darah Aliran darah Anoreksia BB


Resti pola nafas Beban kerja
sistemik ke otak menurun
tak efektif jantung

Kelemahan Sakit Nutrisi kurang


Hipertropi
fisik kepala dari
ventrikel
kebutuhan
Gangguan
Cardiac output
rasa
nyaman/
Intoleransi nyeri
aktivitas

11
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari
pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan
darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis
morfologik anemia tersebut, yang berguna untuk dignosis
berikutnya.
b. Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit,
trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah.
c. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi
mengenai sistem hematopoesis.
d. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya
pada :
1) Anemia defisiensi besi : serum ion, saturasi transferin,
feritinin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi pada
sumsum tulang.
2) Anemia megaloblastik : vitamin B 12 serum, folat serum dan
lain-lain.
3) Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes coomb.
4) Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang.

2.2 Asuhan Keperawatan Masalah Anemia


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses
keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994). Pengkajian
pasien dengan masalah anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
a) Adanya takikardia/ takipnea, dispnea pada waktu bekerja
atau istirahat.

12
b) Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada
sekitarnya.
c) Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
d) Ataksia, tubuh tidak tegak.
e) Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-
tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
a) TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan
tekanan nadi melebar, hipotensi postural.
b) Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan
pendataran atau depresi gelombang T: takikardia.
c) Bunyi jantung : murmur sistolik (DB).
d) Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membran
mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku,
kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon
terang (PA).
e) Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB).
f) Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke
kapiler dan vasokontriksi kompensasi)
g) Kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia)
(DB).
h) Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban
secara prematur (AP).
3) Integritas ego
a) Depresi.
4) Eliminasi
a) Distensi abdomen.
5) Makanan / cairan
a) Lidah tampak merah daging/halus (AP: defisiensi asam
folat dan vitamin B12).
b) Membran mukosa kering, pucat.

13
c) Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas
(DB).
d) Stomatitis dan glositis (status defisiensi).
e) Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut
pecah. (DB).
6) Neurosensori
a) Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, dan apatis.
b) Mental : tidak mampu berespons lambat dan dangkal.
c) Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP).
d) Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik).
e) Gangguan koordinasi, ataksia : penurunan rasa getar, dan
posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7) Nyeri / kenyamanan
8) Pernapasan
a) Takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
a) Demam rendah, menggigil, berkeringat malam.
b) Limfadenopati umum.
c) Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10) Seksualiatas
a) Serviks dan dinding vagina pucat.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah
pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah
dikumpulkan (Boedihartono, 1994). Diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien dengan masalah anemia (Doenges, 1999)
meliputi :
1) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kegagalan
untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan

14
/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.
3) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
4) Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan
sekunder.
5) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan perubahan sirkulasi dan neurologis.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai
dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994). Intervensi
keperawatan pasien dengan masalah anemia (Doenges, 1999)
adalah :
1) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen.
Tujuan : Perfusi jaringan baik.
Kriteria hasil : Menunjukkan adanya perbaikan perfusi jaringan.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Awasi TTV, kaji pengisian Memberikan informasi
kapiler, warna kulit/ membran tentang derajat/ keadekuatan
mukosa, dasar kuku. perfusi jaringan dan
membantu menetukan
kebutuhan intervensi.
Tinggikan kepala tempat tidur Memaksimalkan oksigenasi
sesuai toleransi. dan meningkatkan ekspansi
paru.
Selidiki keluhan nyeri dada, Iskemia seluler berpotensi
palpitasi. menimbulkan infark.
Kaji untuk respon verbal. Mudah Dapat mengindikasikan
terangsang, agitasi, gangguan gangguan fungsi serebral
memori, bingung. karena hipoksia atau
defisiensi vit. B12.
Awasi hasil pemeriksaan Mengidentifikasi defisiensi
laboratorium. dan kebutuhan pengobatan.
Berikan oksigen tambahan Memaksimalkan transpor
sesuai indikasi. oksigen ke jaringan.
Berikan SDM lengkap/packed, Meningkatkan jumlah sel

15
produk darah sesuai indikasi. pembawa oksigen.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kegagalan


untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.
Tujuan : Nutrisi adekuat.
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB
stabil.
Tidak mengalami tanda malnutrisi.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Kaji riwayat nutrisi. Membantu dalam
melakukan intervensi.
Observasi dan catat masukan Mengawasi masukan kalori
makanan pasien. atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
Berikan makanan sedikit dengan Makan sedikit dapat
frekuensi sering. menurunkan kelemahan dan
meningkatkan pemasukan.
Observasi dan catat kejadian Gejala GI dapat
mual/muntah, flatus, dan gejala menunjukkan efek anemia
lain yang berhubungan. pada organ.
Kolaborasi :
Konsul pada ahli gizi. Membantu dalam membuat
rencana diet.
Pantau hasil pemeriksaan Meningkatkan efektivitas
laboratorium. program pengobatan.

3) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai


oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Kriteria hasil : Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Kaji kemampuan pasien untuk Membantu menentukan
melakukan aktifitas. intervensi.
Kaji kehilangan/gangguan Menunjukkan perubahan
keseimbangan gaya jalan, neurologi karena defisiensi
kelemahan otot. vitamin B12.
Batasi aktifitas pasien. Menurunkan kebutuhan
oksigen tubuh.

16
Ubah posisi pasien dengan Hipotensi postural atau
perlahan dan pantau terhadap hipoksia serebral dapat
pusing. menyebabkan pusing, dan
berdenyut.

4) Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan


sekunder.
Kriteria hasil : Mengidentifikasi perilaku untuk
mencegah/menurunkan resiko infeksi.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Tingkatkan cuci tangan yang Mencegah kontaminasi
baik oleh pemberi perawatan silang/kolonisasi bakterial.
dan pasien.
Berikan perawatan kulit, Menurunkan resiko
perianal, dan oral dengan kerusakan kulit/jaringan dan
cermat. infeksi.
Pantau/batasi pengunjung. Membatasi pemajanan pada
bakteri/ infeksi.
Pantau suhu. Mengidentifikasi adanya
inflamasi.

5) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan


dengan perubahan sirkulasi dan neurologis.
Kriteria hasil : Mempertahankan integritas kulit.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Kaji integritas kulit, catat Kondisi kulit dipengaruhi
perubahan pada turgor, oleh sirkulasi, nuutrisi, dan
gangguan warna, dan lain-lain. imobilisasi.
Ubah posisi secara periodik dan Meningkatkan sirkulasi ke
pijat permukaan tulang bila semua area kulit, membatasi
pasien tidak bergerak/ ditempat iskemia jaringan.
tidur.
Anjurkan permukaan kulit Area lembab, terkombinasi
kering dan bersih. memberikan media yang
sangat baik bagi
pertumbuhan organisme
patogenik.

17
2.2.4 Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan
pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall
Capenito, 1999:28) Evaluasi pada pasien dengan masalah anemia
adalah :
1) Peningkatan perfusi jaringan.
2) Mempertahankan nutrisi adekuat.
3) Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi mandiri atau dengan
bantuan orang lain.
4) Komplikasi tercegah/minimal.

18
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah
merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer,
2002 : 935). Selain itu, anemia merupakan masalah medik yang paling
sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah
kesehatan utama masyarakat terutama dinegara berkembang.
Anemia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : akibat cacat sel
darah merah (SDM), akibat kekurangan zat gizi, akibat pendarahan, dan
akibat autoimun.
Klasifikasi Anemia
Anemia

Morfologi Etiologi

normostik makrositik mikrositik Gangguan Pendarahan hemolisis


normokrom normokrom hipokrom pembentuka
n eritrosit
dan sumsum
tulang

3.2 Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan
kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-
harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ
yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa
berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta
aktifitas seseorang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, Aru.W. Setyohadi, Bambang. Alwi, Idrus (Ed). 2006. Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Vol.2.
Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilynn.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi. 3 Jakarta :
EGC.
2009. Anemia Sel sabit. (online). http://kupukupu danpelangi.blogspot.
com/2009/06/ waspadai- polisitemia-vera-darah-memadat.html, diakses
tanggal 20 Oktober 2011 pukul 10.00
2009. Penatalaksanaan Anemia Pada Gagal Ginjal Kronk. (online).
http://sehatyuuks.blogspot.com/2009/05/penatalaksanaan-anemia-pada-
gagal.html, diakses tanggal 20 oktober 2011 pukul 10.00

20

Anda mungkin juga menyukai