Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut International

Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan

emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan

jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya

kerusakan. Respons terhadap nyeri dapat sangat bervariasi di antara individu yang

berbeda serta pada orang yang sama pada waktu yang berbeda. (sumber buku

besar)

Lebih dari 80 % pasien yang menjalani prosedur operasi mengalami

pengalaman nyeri akut pasca operasi dan sekitar 75 % dari itu dilaporkan tingkat

keparahannya sebagai moderat, berat/parah, atau ekstrim. Bukti menunjukkan

bahwa kurang dari setengah dari pasien yang menjalani operasi melaporkan nyeri

yang edekuat pasca operasi. Pengontrolan nyeri yang tidak adekuat memberi efek

negative terhadap kualitas hidup, fungsi, dan pemulihan secara fungsional, risiko

komplikasi pasca pembedahan, dan risiko nyeri persisten pasca operasi.2

1
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Nyeri

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah

sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait

dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi

terjadinya kerusakan. Respons terhadap nyeri dapat sangat bervariasi di antara

individu yang berbeda serta pada orang yang sama pada waktu yang berbeda.

Shweder and Sullivan mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman persepsi

kompleks yang dapat dipengaruhi oleh faktor situasi, dan oleh proses fisiologis

termasuk emosi, kognitif dan motivasi, dimana semua hal tersebut bergantung

kepada pengaruh budaya, etnis dan bahasa.3

2.2 Fisiologi Nyeri

Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,

sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,

reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan

dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi,

transmisi, modulasi, dan persepsi.

2
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen

menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif.

Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-

delta, dan C. Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non

noksius dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut

ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi,

merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal

tanpa adanya mediator inflamasi.

Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu

dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak.

Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik

dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya

berhubungan dengan banyak neuron spinal.

Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related

neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan

mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu,

kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga

mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area

otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju

medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau

bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.

3
Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi

merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek

psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh

yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan

sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya

terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut

juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin

dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen. (fkumm)

2.3 Jalur nyeri di system saraf pusat

Jalur asenden

Serabut saraf C dan A delta halus, yang masing-masing membawa nyeri akut

tajam dan kronik lambat, bersinap disubstansia gelatinosa kornu dorsalis,

memotong medula spinalis dan naik ke otak di cabang neospinotalamikus atau

cabang paleospinotalamikus traktus spino talamikus anterolateralis. Traktus

neospinotalamikus yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer A delta, bersinap

di nukleus ventropostero lateralis (VPN) talamus dan melanjutkan diri secara

langsung ke kortek somato sensorik girus pasca sentralis, tempat nyeri

dipersepsikan sebagai sensasi yang tajam dan berbatas tegas. Cabang

paleospinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer serabt saraf C

adalah suatu jalur difus yang mengirim kolateral-kolateral ke formatio retikularis

4
batang otak dan struktur lain. Serat-serat ini mempengaruhi hipotalamus dan

sistem limbik serta kortek serebri

Jalur desenden

Salah satu jalur desenden yang telah di identifikasi adalah mencakup 3

komponen yaitu :

a. Bagian pertama adalah substansia grisea periaquaductus (PAG) dan

substansia grisea periventrikel mesenssefalon dan pons bagian atas yang

mengelilingi aquaductus Sylvius.

b. Neuron-neuron di daerah satu mengirim impuls ke nukleus ravemaknus

(NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medula oblongata bagian atas dan

nukleus retikularis paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.

c. Impuls ditransmisikan ke bawah menuju kolumna dorsalis medula spinalis

ke suatu komplek inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini

5
Gambar 1. Proses terjadinya stimulus rangsangan nyeri.

2.4 Klasifikasi Nyeri

1. Menurut onset dan stimulus penyebabnya, terbagi menjadi: (buku besar)

a. Nyeri akut

Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan ini menghilang seiring dengan

penyembuhan jaringan. Nyeri akut hilang setelah beberapa jam hingga

beberapa hari (7 hari). Nyeri akut sendiri dibagi menjadi 2 yaitu nyeri

somatic dan nyeri visceral.

 Nyeri somatic dibagi lagi menjadi 2 yaitu nyeri somatic superfisial

dan nyeri somatic deep. Nyeri somatic superfisial adalah nyeri

yang disebabkan adanya rangsangan pada nosiseptif di kulit,

jaringan subkutan dan mukosa membrane. Sedangkan nyeri

6
somatic deep adalah rangsangan nosiseptif dari otot, tendon, sendi

dan tulang.

 Nyeri visceral disebabkan oleh proses penyakit atau fungsi

abnormal yang melibatkan organ internal atau penutupnya

(pleura parietal, peritoneum atau pericardium). Nyeri visceral

dibagi menjadi 4 subtipe yaitu True localized visceral pain,

reffered visceral pain, localized parietal pain, reffered parietal

pain. Untuk true visceral pain ditandai dengan nyeri tumpul, dan

biasanya terjadi di tengah. sering dikaitkan dengan simpatik

abnormal atau aktivitas parasimpatis yang menyebabkan mual,

muntah, berkeringat dan perubahan tekanan darah dan detak

jantung.

 Nyeri parietal biasanya tajam dan sering digambarkan sebagai

sensasi penusukan di daerah sekitar organ.

b. Nyeri kronik

Bila nyeri menetap selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-

tahun, walaupun kerusakan jaringan telah sembuh. Nyeri kronik sendiri

bisa terjadi karena nosiseptif, neuropatik maupun kombinasi.

2. Menurut mekanisme terjadinya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nosiseptif

dan nyeri non nosiseptif. Buku besar

7
a. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang ditimbulkan oleh rangsangan

disebabkan kerusakan jaringan dan reaksi inflamasi. Tergantung lokasinya

nyeri dapat digolongkan nyeri somatic dan nyeri visera.

b. Nyeri non nosiseptif (nyeri neuropatik) yaitu nyeri yang disebabkan

kerusakan jaringan saraf sentral maupun perifer. Kerusakan saraf dapat

disebabkan oleh infeksi /inflamasi, proses metabolic(diabetes mellitus),

trauma pembedahan maupun infiltrasi atau tekanan tumor.

 Nyeri pada kerusakan saraf sentral yaitu kerusakan pada tingkat

corda spinalis atau thalamus misalnya differentiation pain atau

central pain.

 Nyeri pada kerusakan saraf perifer / regional misalnya nyeri pada

polineuropati dan causalgia ( sympathetic dystrophy pain)

3. Menurut berat ringannya nyeri dikategorikan sebagai nyeri ringan, sedang,

berat. Tingkatan ini ditetapkan berdasarkan beberapa parameter yang

dijelaskan pada penilaian skala nyeri.

2.5 Penilaian Skala Nyeri

Ada empat skala yang digunakan untuk menentukan derajat intesitas nyeri.4,9

1. Eskpresi wajah. Skala ini digunakan untuk pasien yang mengalami

komunikasi. Misalnya anak-anak, orang tua, pasien jiwa, pasien ganguan

mental atau pasien yeng tidak dapat berbicara dengan bahasa setempat.

8
2. Verbal Rating Scale (VRS). Dimana pasien ditanya tentang derajat nyeri.

Yaitu nyeri ringan, sedang, hebat dan sangat hebat

3. Numerical Rating Scale (NRS) terdiri daripada angka 0-5 atau 0-10 dimana

pasien ditanya tentang intensitas nyerinya dalam bentuk angka.

4. Visual Analog Scale (VAS). Terdiri dari pada garis lurus sepanjang 100 mm

dimana pasien membuat tanda silang pada garis yang mengambarkan itensitas

nyerinya

Gambar 2. Pilihan Pengunaan Skala Penilaian nyeri

9
2.6 Manajemen Nyeri Pasca Bedah

1. Manajemen Farmakologis
World Federation of Societies of Anaesthesiologists (WFSA) Analgesic
Ladder telah dikembangkan untuk mengobati nyeri akut. Pada awalnya, nyeri dapat
dianggap sebagai keadaan yang berat sehingga perlu dikendalikan dengan analgesik
yang kuat. Biasanya, nyeri pascaoperasi akan berkurang seiring berjalannya waktu
dan kebutuhan akan obat yang diberikan melalui suntikan dapat dihentikan. Anak
tangga kedua pada WFSA Analgesic Ladder adalah pemulihan penggunaan rute oral
untuk memberikan analgesia. Opioid kuat tidak lagi diperlukan dan analgesia yang
memadai dapat diperoleh dengan menggunakan kombinasi dari obat-obat yang
berkerja di perifer dan opioid lemah. Langkah terakhir adalah ketika rasa sakit dapat
dikontrol hanya dengan menggunakan obat-obatan yang bekerja di perifer.

Gambar 3. WFSA Analgesic Ladder

10
Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti WHO Three-step Analgesic
Ladder. Tiga langkah tangga analgesik menurut WHO untuk pengobatan nyeri itu
terdiri dari :

1. Langkah pertama menggunakan obat analgesik non opiat.


2. Apabila masih tetap nyeri naik ke tangga kedua, yaitu ditambahkan obat
opioid lemah.
3. Apabila ternyata masih belum reda atau menetap maka, sebagai langkah
ketiga, disarankan untuk menggunakan opioid keras yaitu morfin.

Pada dasarnya prinsip Three Step Analgesic Ladder dapat diterapkan untuk
nyeri kronik maupun nyeri akut, yaitu :

1. Pada nyeri kronik mengikuti langkah tangga ke atas 1-2-3


2. Pada nyeri akut, sebaliknya, mengikuti langkah tangga ke bawah 3-2-1

Pilihan obat-obatan untuk manajemen nyeri seperti pada tabel dibawah ini.

11
Tabel 2 : Pilihan Obat-Obatan untuk Manajemen Nyeri
Pilihan pengobatan dalam hubungannya dengan besarnya ekspektasi nyeri pasca
operasi dengan macam-macam operasinya seperti pada tabel berikut ini.

12
Gambar 4. Pilihan pengobatan dalam hubungannya dengan besarnya ekspektasi
nyeri pasca operasi dengan macam-macam operasinya.

A. Analgesik Non-Opioid

Obat-obatan analgesik non-opioid yang paling umum digunakan diseluruh dunia

adalah aspirin, paracetamol, dan OAINS, yang merupakan obat-obatan utama untuk

nyeri ringan sampai sedang.9,10

Aspirin adalah analgesik yang efektif dan tersedia secara luas di seluruh

dunia. Obat ini dikonsumsi per oral dan bekerja cepat karena segera dimetabolisme

menjadi asam salisilat yang memiliki sifat analgesik dan, mungkin, anti-inflamasi.

Dalam dosis terapeutik, asam salisilat memiliki waktu paruh hingga 4 jam.

Eksresinya tergantung oleh dosis, sehingga dosis tinggi akan mengakibatkan obat

diekskresi lebih lambat. Durasi kerja aspirin dapat berkurang apabila diberika

bersama-sama dengan antasida. Dosis berkisar dari minimal 500mg, per oral, setiap 4

jam hingga maksimum 4 g, per oral per hari. Aspirin memiliki efek samping yang

cukup besar pada saluran pencernaan, menyebabkan mual, gangguan dan

perdarahan gastrointestinal akibat efek antiplateletnya yang irreversibel. Karena

alasan ini, penggunaan aspirin untuk pain relief pascaoperasi harus dihindari apabila

masih tersedia obat-obatan alternatif lainnya.9,10

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) memiliki dua efek, analgesik

dan antiinflamasi. Mekanisme kerjanya didominasi oleh inhibisi sintesis

prostaglandin oleh enzim cyclo-oxygenase yang mengkatalisa konversi asam

13
arakidonat menjadi prostaglandin yang merupakan mediator utama peradangan.

Semua OAINS bekerja dengan cara yang sama dan karenanya tidak ada gunanya

memberi lebih dari satu OAINS pada satu waktu. OAINS pada umumnya, lebih

berguna bagi rasa sakit yang timbul dari permukaan kulit, mukosa buccal, dan

permukaan sendi tulang.9,10

Pilihan OAINS harus dibuat berdasarkan ketersediaan, biaya dan lamanya

tindakan. Jika rasa sakit tampaknya akan terus-menerus selama jangka waktu yang

panjang maka dipilih obat dengan waktu paruh yang panjang dan efek klinis yang

lama. Namun, obat-obatan kelompok ini memiliki insiden tinggi untuk efek samping

penggunaan jangka panjang dan harus digunakan dengan hati-hati. Semua OAINS

mempunyai aktivitas antiplatelet sehingga mengakibatkan pemanjangan waktu

perdarahan. Obat-obatan ini juga menghambat sintesis prostaglandin dalam mukosa

lambung dan dengan demikian menghasilkan pendarahan lambung sebagai efek

samping. 9,10

Kontraindikasi relatif untuk penggunaan OAINS antara lain adalah : setiap

riwayat ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal; operasi yang berhubungan

dengan kehilangan darah yang banyak, asma, gangguan ginjal sedang hingga berat ,

dehidrasi dan setiap riwayat hipersensitif untuk OAINS atau aspirin. Ibuprofen

merupakan obat pilihan jika rute oral tersedia. Obat ini secara klinis efektif, murah

dan memiliki profil efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan OAINS

dan asam mefenamat. Apabila rute oral tidak tersedia obat dapat diberikan dengan

14
rute lain seperti supositoria, injeksi atau topikal. Aspirin dan sebagian besar OAINS

tersedia sebagai supositoria dan diserap dengan baik.9,10

Drug name Forms available Daily dose Half life (h)


range
Ibuprofen Tablet, syrup 600- 1200mg 1-2
Diclofenac Tablet, suppository, injection, 75- 150mg 1-2
cream
Naproxen Tablet, suspension, suppository 500- 1000mg 14
Piroxicam Capsule, suppository, cream, 10- 30mg 35+
injection
Ketorolac Tablet, injection 10- 30mg 4
Indomethaci Capsule, suspension, suppository 50- 200mg 4
n
Mefenamic Tablet, capsule 1500mg 4
acid
Tabel 4: contoh obat NSAIDs

B. Analgetik opioid

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat


seperti opium atau morfin. Opioid saat ini adalah analgesik paling kuat yang
tesedia dan digunakan dalam penatalaksanaan nyeri sedang-berat, efektif dalam
penanganan nyeri nosiseptif maupun neuropatif. Obat ini merupakan patokan
dalam pengobatan nyeri post operatif dan nyeri terkait kanker. Morfin adalah salah
satu obat yang paling luas digunakan untuk mengobati nyeri berat dan menjadi
standar pembanding untuk menilai obat analgesik lain. Dalam klinik opioid
digolongkan menjadi golongan opioid lemah (misalnya kodein) dan kuat (morfin),
tetapi penggolongan ini kurang populer. Obat-obat golongan opioid memiliki pola

15
efek samping yang sangat mirip, termasuk depresi pernafasan, mual, muntah,
sedasi dan konstipasi. Selain itu, semua opioid menimbulkan toleransi,
ketergantungan dan ketagihan (adiksi).

Contoh analgetik opioid adalah

 Tramadol

Tramadol (tramal) adalah analgesik sentral dengan afinitas rendah pada

reseptor mu dan kelemahan analgesiknya 10-20 % dari morfin. Tramal dapat

diberikan secara oral dan dapat diulang setiap 4-6 jam dengan dosis maksimal

400 mg per hari.9,10

 Opioid Kuat

Nyeri hebat yang berasal dari organ dalam dan struktur viseral membutuhkan

opioid kuat sebagai analgesianya. Rute oral mungkin tersedia pada pasien yang telah

sembuh dari pembedahan mayor sehingga opioid kuat seperti morfin dapat digunakan

karena morfin sangat efektif per oral. Bila pasien tidak dapat mengkonsumsi obat

melalui rute oral cara pemberian lain harus dilakukan.9,10

Drug name Route of Dose Length of


delivery (mg) Action (h)
Morphine Intramuscular 10-15 2-4
/
subcutaneous
Methadone Intramuscular 7.5-10 4-6
Pethidine/Meperidine Intramuscular 100-150 1-2
Buprenorphine Sublingual 0.2-0.4 6-8
Tabel 5.Opioid kuat

16
 Morfin

Morfin paling larut dalamair dibandingkan golongan opioid lainnya dan kerja

analgesinya cukup panjang (long acting). Morfin memiliki dua sifat yang

mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yaitu depresi (analgesi, sedasi,

perubahan emosi dan hipoventilasi alveolar) dan stimulasi (stimulasi

parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif refleks spinal, konvulsi dan

sekresi hormon anti diuretik / ADH). Morfin juga menyebabkan hipotensi

ortostatik. Kontra indikasi pemakaian morfin pada kasus asma dan bronkitis

kronis karena efek bronko kontriksinya. Efek sampingnya juga menyebabkan

pruritus, konstipasi dan retensio urin. Morfin dapat diberikan secara sub

kutan, intra muskular, intra vena, epidural dan intra tekal. Dosis anjuran untuk

mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/kgBB secara sub kutan, intra

muskular dan dapat diulang tiap 4 jam. Untuk nyeri hebat dewasa dapat

diberikan 1-2 mg intra vena dan diulang sesuai kebutuhan. Untuk megurangi

nyeri dewasa paska bedah dan nyeri persalinan digunakan dosis 2-4 mg

epidural atau 0,05-0,2 mg intra tekal, dan ini dapat diulang antara 6-12 jam.9

 Petidin

Petidin (meperidin, Demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat

berbeda dengan morfin, tetapi memiliki efek klinik dan efek samping yang

mendekati asma. Perbedaan dengan morfin adalah sebagai berikut:

17
 Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang

lebih larut dalam air.

 Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin,

asam meperidinat dan asam normeperidinat.

 Petidin bersifat seperti atropin menyebabkan kekeringan mulut,

kekaburan pandangan, dan takikardi.

 Seperti morfin, dapat menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap

sfingter Oddi lebih ringan.

 Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetar pasca bedah yang

tidak ada hubungan dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg iv pada

dewasa. Sedangkan morfin tidak.

 Lama kerja petidin lebih pendek daripada morfin.9

 Fentanil

Fentanil adalah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100 kali morfin,

lebih larut dalam lemak dan menembus sawar jaringan dengan mudah. Efek

depresi nafas lebih lama dibandingkan dengan efek analgesiknya. Dosis 1-3

µg/kgBB analgesiknya berlangsung kira-kira 30 menit, karena itu hanya

digunakan untuk anestesi pembedahan dan tidak untuk pasca bedah.9

Terapi adjuvan
1. Anti kejang
Anti kejang seperti karbamazepin atau fenitoin terbukti efektif untuk
mengatasi nyeri yang berkaitan dengan kerusakan saraf.

18
2. Antidepresan trisiklik
Amiptriptilin atau imipramin adalah analgesik yang efektif untuk nyeri
neuropati.
C. Anestesi Lokal

Ada beberapa teknik anestesi lokal sederhana yang dapat dilanjutkan ke periode

pasca-operasi untuk memberikan pain relief yang efektif.9,10

Infiltrasi luka dengan obat anestesi lokal berdurasi panjang seperti Bupivacaine

dapat memberikan analgesia yang efektif selama beberapa jam. Apabila nyeri

berlanjut, dapat diberikan suntikan ulang atau dengan menggunakan infus. Blokade

pleksus atau saraf perifer akan memberikan analgesia selektif di bagian-bagian tubuh

yang terkait oleh pleksus atau saraf tersebut.9, 10

Agent % solution Duratio Max. single % Comments


for n dose mg/kg. solution
analgesic (hours) (Total mg in for
blocks adults* see infusion
footnote)
Lignocaine
Infiltration 0.5-1 1-2 7 - Rapid onset.
Epidural 1-2 1-2 (500) 0.3-0.7 Dense motor block.
Plexus or 0.75-1.5 1-3   0.5-1.0
nerve
Mepivacaine
Infiltration 0.5-1 1.5-3 7 - Rapid onset.
Epidural 1-2 1.5-3 (500) 0.3-0.7 Dense motor block.
Plexus or 0.75-1.5 2-4   0.5-1.0 Longer action than
nerve lignocaine.
Prilocaine
Infiltration 0.5-1 1-2 8.5 - Rapid onset.
Epidural 2-3 1-3 (600) 0.5-1 Dense motor block.
Plexus or 1.5-2 1.5-3   0.75-1.25 Least toxic amide
nerve agent. Methaema-

19
globinaemia >600mg
Bupivacaine
Infiltration 0.125-0.25 1.5-6 3.5 - Avoid 0.75% in
Epidural 0.25-0.75 1.5-5 (225) 0.0625- obstetrics. Mainly
0.125 sensory block at low
Plexus or 0.25-0.5 8-24+ 0.125- 0.25   concen- trations.
nerve Cardiotoxic after
rapid IV injection.
Chloroprocaine
Infiltration 1 0.5-1 14 - Lowest systemic
toxicity of all agents.
Motor / sensory
deficits may follow
intrathecal injection.
Table 6: Anastesi lokal yang digunakan untuk nyeri akut

2. Manajemen Non Farmakologis

Dianggap bahwa terapi ini membantu pengobatan farmakologis standar dalam

manejemen nyeri. Sementara obat-obatan medis digunakan untuk mengobati

somatik (fisiologis dan emosional) terapi non-farmakologis nyeri bertujuan untuk

mengobati nyeri afektif, kognitif, perilaku dan sosial budaya (Yavuz 2006).

Berikut ini merupakan tabel yang menyajikan terapi non farmakologis yang

sering dipakai.

Contoh metode non farmakologi pada penanganan nyeri


Dingin Air es digunakan pada operasi ortepedi setelah
operasi kaki. Air es dapat digunakan di rumah
sakit maupun dirumah. Ada system komersial
yang mudah digunakan. Penggunaan air es
dalam jenis lain dari operasi perlu adanya
investigasi lebih lanjut.
Akupuntur Tidak ada efek yang didokumentasikan pada
akupuntur dalam manajemen nyeri pasca
operasi. Dimana, mungkin ada efek dalam

20
mengurnagi mual dan muntah.
Terapi relaksasi dan gangguan, Ini mungkin memiliki efek positif pada kasus
seprti music, citra/imajinasi, perorangan. Ada CD musik yang tersedia untuk
atau hypnosis relaksasi.
Tabel 7. Metode Non Farmakologi (Dikutip dari kepustakaan 5)
Tindakan non farmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa

tindakan penanganan berdasarkan.

a. Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi:

 Stimulasi kulit

Stimulasi kulit yang memberikan analgesia didefinisikan sebagai merangsang

kulit pasien dengan cara yang tidak berbahaya untuk mengobati rasa sakit. Upaya

stimulasi kulit (fisik terapi) dapat diklasifikasikan sebagai perawatan panas-dingin,

olahraga, posisi, gerakan pembatasan-istirahat, akupunktur, hidroterapi, TENS,

pijat dan sentuhan terapeutik. Jika digunakan dengan cara yang tepat metode ini

efektif pada patologi sekunder seperti peradangan, edema, kerusakan jaringan

progresif, kejang otot dan kehilangan fungsi yang mengambil bagian dalam rasa

sakit akut.

 Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS telah didefinisikan oleh American Physical Therapy Association

sebagai stimulasi ke kulit untuk mengelola rasa sakit. TENS adalah metode

elektro-analgesia yang artinya, saraf transmisi dirangsang secara artifisal

dengan TENS dan transmisi nyeri dicoba dihentikan atau dikurangi. TENS,

21
yang berfungsi dengan cara tersebut, memiliki efek untuk mengurangi

penggunaan obat narkotika dan tingkat rasa sakit.

 Akupuntur

Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan untuk

mengobati nyeri. Jarum – jarum kecil yang dimasukkan pada kulit,

bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang

dapat memblok transmisi nyeri ke otak.

 Terapi panas dan dingin

Perawatan panas menggerakkan busur refleks yang menghambat rasa sakit

dengan mempengaruhi reseptor panas dan mengurangi rasa sakit oleh efek

vasodilatation. Terapi ini murah dan mudah digunakan dan memiliki

minimum efek samping saat digunakan secara teratur. Ini dapat diterapkan

secara mendalam atau pada permukaan. Aplikasi ke permukaan termasuk

kompres panas, mandi air hangat, dan penggunaan paraphine. Aplikasi

untuk bagian dalam seperti ultrasound dapat meningkatkan suhu jaringan

yang dalam sedalam 3 hingga 5 cm. Di sisi lain, perawatan dingin terdiri

dari menerapkan bahan pendingin atau perangkat pada bagian tubuh. Gel

dingin atau es yang biasa digunakan dalam aplikasi harus digunakan

dengan handuk/ kain kasa antara kulit dan paket untuk dapat menahan rasa

dingin yang ekstrim selama kontak pertama. Perawatan dingin dapat

22
dilakukan rata-rata selama 15-30 menit sampai efek anestesi dirasakan

pada area aplikasi. Es dingin harus diterapkan setidaknya 20 menit.

Faktanya, pengaruh pengobatan dingin pada kulit manusia terdiri dari 4

tahap. Pasien akan merasakan dingin dalam 1 hingga 3 menit setelah

aplikasi, kemudian merasa sensasi terbakar dalam 2 hingga 7 menit dan

nyeri akan berkurang dalam 5 hingga 12 menit. Peningkatan metabolisme

akan terjadi dalam 12 hingga 15 menit setelah perawatan dingin dan reflek

vasodilatasi akan terjadi pada Jaringan. Dengan demikian, edema dan rasa

sakit akan berkurang.

b. Intervensi perilaku kognitif

Terapi perilaku kognitif adalah bagian dari pendekatan multimodal dalam manajemen

rasa sakit.Upaya ini tidak hanya mempengaruhi tingkat rasa sakit tetapi juga

membantu pasien untuk perasaan manajemen diri mereka sendiri saat berurusan

dengan rasa sakit dan mengembangkan manajemen perilaku dan peningkatan harga

diri. Terapi perilaku kognitif meliputi:

 Relaksasi

Teknik relaksasi menyebabkan peningkatan gelombang otak


lambat di EEG dengan mengurangi oksigen konsumsi, tekanan
darah, jumlah pernapasan dan jumlah denyut nadi. Oleh karena itu,
menyatakan bahwa sensitivitas yang dikembangkan terhadap rasa
sakit harus dicegah dengan cara ini.

23
 Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri
ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau
pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi
sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual
(merangkai puzzle, main catur), nafas lambat, berirama.

24
BAB III

KESIMPULAN

Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang

didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau

menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri dapat diklasifikasikan

menjadi : menurut onset dan stimulus penyebabnya yakni akut, kronik, dan

menurut mekanisme terjadinya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nosiseptif

dan nyeri non nosiseptif

Ada beberapa skala yang digunakan untuk menilai nyeri pada pasien yaitu :

Wong-Baker Faces Pain Rating Scale, Verbal Rating Scale, Numerical Rating

Scale, dan Visual Analogue Scale.

Manajemen nyeri pada pasien dengan pasca operasi terdiri atas terapi

farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologi yang dapat diberikan

adalah obat analgesik yang dapat dibagi menjadi 3 kelompok : analgetik

nonopioid, opioid dan adjuvant. Terapi non farmakologis yang dapat diberikan

yaitu penanganan fisik dan intervensi perilaku kognitif.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Andres, Jose, Fischer, J, Ivani, Girgio, et.all. Postoperative Pain Management


Good Clinical Pratice. Of European Society of Regional Anasthesia.2005.
Available from URL: http
http://polanest.webd.pl/pliki/varia/books/PostoperativePainManagement.pdf
2. Chou R, et all. Guidelines on the management of postoperative pain. 2016.
American Pain Society. Available from URL: http://www.jpain.org/article/S1526-
5900(15)00995-5/abstract
3. Suza DE., 2007, Pain Experiences and Pain Management of Postoperative
Patients, Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 1 Maret 2007.
Available from URL: http.//www.httplibrary.usu.co.id

4. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR., 2001, Petunjuk Praktis Anestesiologi,
Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
5. Ramsay MA., 2000, Acut Postoperative Pain Manajement. Available from URL:
http.//www.bumc.com

6. Cole, BE. Pain management : Classifying, understanding, and treating pain .


Available from URL : http://www.turner-white.com/pdf/hp_jun02_pain.pdf
7. Demir Y. Non Pharmacological therapies in pain management. Available from
URL: http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/26152.pdf
8. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. CLINICAL ANESTHESIOLOGY.
9. Patel, NB. Physiologi of Pain. 2010. Available from URL: https://www.iasp-
pain.org/files/Content/ContentFolders/Publications2/FreeBooks/
Guide_to_Pain_Management_in_Low-Resource_Settings.pdf
10. Charlton ED. Postoperative Pain Management. World Federation of Societies of
Anaesthesiologist. Available from URL :
http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u07/u07_009.htm

26

Anda mungkin juga menyukai