Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sepsis dan sepsis berat merupakan penyebab utama kematian pada pasien

kritis yang dirawat di ruang perawatan intensif (intensive care units/ICU) di

Amerika Serikat.1 Penelitian metaanalisis oleh Jawad et al.2 mendapatkan bahwa

insidens sepsis dalam populasi berkisar 22-240 kasus per 100.000 orang, sepsis

berat 13-300 kasus per 100.000 orang, dan syok septik 11 kasus per 100.000

orang, dengan angka kematian mencapai 30% untuk sepsis, 50% untuk sepsis

berat, dan 80% untuk syok septik. (1)

Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau

toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses

infeksi dan inflamasi. Sejak tahun 2016 definisi sepsis mengalami perubahan

menjadi disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh kelainan

regulasi respon host terhadap infeksi. Dulu Sepsis dibagi dalam derajat Systemic

Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, dan syok septik,

sekarang Sepsis hanya dibagi dalam derajat Sepsis dan Syok septik. Disfungsi

organ dinyatakan sebagai perubahan akut pada total skor Sequential Organ

Failure Assessment (SOFA) >2 poin sebagai konsekuensi dari infeksi. Nilai

SOFA dapat dianggap nol pada pasien yang tidak diketahui memiliki disfungsi

organ. Sementara skor SOFA >2 dihubungkan dengan risiko kematian kurang

1
lebih 10% pada populasi di rumah sakit umum dengan kecurigaan adanya infeksi.
(2)

Bila SIRS/sepsis tidak segera diberikan terapi maka penderita dapat jatuh ke

dalam syok septik, yang memiliki angka mortalitas tinggi. Penyebab kematian

biasanya oleh karena kegagalan fungsi organ multipel (multiple organ

disfunction/failure syndrome). . Sepsis dan syok septik merupakan dua keadaan

klinik penyakit infeksi yang memerlukan tindakan segera. Angka morbiditas dan

mortalitasnya masih tetap tinggi. Pada pasien dijumpai perubahan hemodinamik

akibat pengaruh mikroorganisme penyebab ataupun produknya terhadap

pembuluh darah perifer maupun jantung. (3)

Berdasarkan perubahan inilah penting untuk kita dapat memahami mengenai

Sepsis mulai dari definisi terbaru, derajat sepsis, penyebab hingga

penatalaksanaannya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi

Dahulu Beberapa konferensi besar telah men-definisikan sepsis, sepsis

berat, dan syok septik. Pertama, pada tahun 1991 the American College of

Chest Physicians and Society of Critical Care Medicine (ACCP/ SCCM)

mengajukan konsep SIRS, sepsis, sepsis berat, dan syok septik. Kriteria SIRS

meliputi: 1) suhu tubuh >38◦C atau <36◦C per oral; 2) frekuensi nadi >90

kali/menit; 3) frekuensi napas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg; 4)

jumlah leukosit >12.000/μL atau <4.000/ μL atau >10% bentuk imatur

(batang). (1)

Berdasarkan Third International Consensus Definitions for Sepsis and

Septic Shock (Sepsis-3) tahun 2016, definisi sepsis dan derajat sepsis

mengalami perubahan. Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang

mengancam jiwa yang disebabkan oleh kelainan regulasi respon host terhadap

infeksi. Disfungsi organ dinyatakan sebagai perubahan akut pada total skor

Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) ≥2 poin sebagai konsekuensi

dari infeksi. Nilai SOFA dapat dianggap nol pada pasien yang tidak diketahui

memiliki disfungsi organ. Sementara skor SOFA ≥2 dihubungkan dengan

risiko kematian kurang lebih 10% pada populasi di rumah sakit umum dengan

kecurigaan adanya infeksi. (4)

3
Derajat Sepsis lama dikategorikan sebagai berikut.

1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Respon tubuh

terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan sebagai

berikut: (4)

a) Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)

b) Takipnea (resp >20/menit)

c) Tachycardia (nadi >100/menit)

d) Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm

2. Sepsis: Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS.

3. Sepsis Berat: Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi

atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria, dan penurunan kesadaran.

4. Syok septik

Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara

adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan

darah dan perfusi organ.

SIRS yang terdapat dalam definisi sepsis terdahulu dianggap tidak bisa

dijadikan dasar diagnosis karena respon inflamasi tersebut bisa hanya

menggambarkan respon host yang normal dan adaptif. Bahkan pasien dengan

disfungsi organ ringan kondisinya dapat memburuk lebih jauh, menandakan

bahwa sepsis merupakan suatu kondisi yang serius dan membutuhkan

intervensi yang cepat dan tepat. Dalam definisi terbaru ini, istilah “sepsis

4
berat” telah dihilangkan, hal ini bertujuan agar sepsis tidak dianggap ringan

dan bisa diberi penanganan yang tepat sesegera mungkin. (2)

Selain dengan menggunakan skor SOFA, pasien dengan curiga adanya

infeksi yang diprediksi menjalani perawatan di ICU dalam jangka waktu lama

atau diprediksi meninggal di rumah sakit dapat secara cepat diidentifikasi

dengan quick SOFA (qSOFA), yang terdiri dari: (2)

 Terganggunya status kesadaran (GCS <15)

 Tekanan darah sistolik <100 mmHg

 Laju pernafasan >22 x/menit

Syok sepsis didefinisikan sebagai kondisi lanjut dari sepsis dimana

abnormalitas metabolisme seluler dan sirkulatorik yang menyertai pasien

cukup berat sehingga dapat meningkatkan mortalitas. Pasien dengan syok

sepsis dapat diidentifikasi berdasarkan adanya sepsis yang disertai hipotensi

persisten yang membutuhkan vasopresor untuk menjaga agar MAP >65

mmHg dan kadar laktat serum >2 mmol/L (18 mg/dL) walaupun telah diberi

resusitasi yang adekuat. (2)

2. 2 Epidemiologi

Study epidemiologi pada tujuh negara bagian (24% populasi total) di

Amerika Serikat, ditunjukkan angka kejadian sepsis berat 0,56 kasus per-1000

populasi pertahun.4 Insiden tertinggi ditemukan pada kelompok usia bayi

5
(5,16 kasus per-1000 populasi) dan menurun dengan tajam pada kelompok

usia 10-14 tahun (0,2 kasus per-1000 populasi). Studi tersebut juga

menemukan lebih dari 4383 kematian per tahun, atau 10,3% dari total

kematian pada anak yang disebabkan oleh sepsis. Penelusuran rekam medik

internal Divisi Pediatrik Gawat Darurat (PGD) Departemen Ilmu Kesehatan

Anak (IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2009

menemukan persentase kejadian sepsis 19,3% dari 502 pasien anak dirawat di

Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSCM dengan angka mortalitas 10%.(6)

Di Amerika Serikat, insidensi sepsis berat diestimasi mencapai 300

kasus per 100.000 populasi. Kira – kira setengah dari kasus tersebut terjadi di

luar ICU. Seperempat dari total pasien yang mengalami sepsis berat akan

meninggal selama perawatan. Sedangkan syok septik dihubungkan dengan

angka kematian yang tinggi, mencapai 50%. (5)

2. 3 Etiologi

Masuknya mikroba ke aliran darah bukan merupakan sesuatu yang

mendasar terhadap timbulnya sepsis berat, karena infeksi lokal dengan

penyebab bakteri yang menghasilkan produk patogen seperti ekso-toksin,

dapat juga memicu respon inflamasi sistemik sehingga menimbulkan

disfungsi organ di tempat lain dan hipotensi. Kultur darah yang positif hanya

ditemukan pada sekitar 20-40% kasus sepsis berat dan persentasenya

meningkat seiring tingkat keparahan dari sepsis, yaitu mencapai 40-70% pada

6
pasien dengan syok septik. Bakteri Gram negatif atau positif mencakup sekitar

70% isolat, dan sisanya ialah jamur atau campuran mikroorganisme. Pada

pasien dengan kultur darah negatif, agen penyebab sering ditegakkan

berdasarkan kultur atau pemeriksaan mikroskopik dari bahan yang berasal

dari fokus infeksi. (1)

Sepsis berat terjadi sebagai akibat dari infeksi yang didapat dari

komunitas dan nosokomial. Pneumonia ialah penyebab paling umum,

mencapai setengah dari semua kasus, diikuti oleh infeksi intra-abdominal dan

infeksi saluran kemih. Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae

ialah bakteri Gram positif paling sering, sedangkan Escherichia coli

Klebsiella spp, dan Pseudomonas aerugi-nosa predominan di antara bakteri

Gram negative. (1)

2. 4 Patofisiologi

Sepsis timbul akibat respon host terhadap infeksi, yang diarahkan

untuk mengeliminasi patogen. Patogen memiliki mekanisme atau faktor

virulensi yang bervariasi sehingga memungkinkan pato-gen untuk bertahan

dalam tubuh pejamu dan menyebabkan penyakit. Faktor viru-lensi

menyebabkan patogen mampu meng-hambat fagositosis, memfasilitasi adhesi

ke sel atau jaringan pejamu, meningkatkan survival intrasel setelah difagosit,

dan merusak jaringan melalui produksi toksin dan enzim ekstrasel. (1)

7
Respon host dideskripsikan terdiri dari tiga faktor yaitu reaksi

humoral, selular, dan neuroendokrin. Sel – sel inflamatorik seperti neutrofil,

monosit, makrofag, basofil, dan trombosit berinteraksi dengan sel endotel via

mediator sel yang kemudian akan memperkuat respon inflamasi. (4)

Aliran darah mikrovaskuler dapat juga dipengaruhi oleh aktivasi dari

sistem koagulasi dan komplemen, sehingga menimbulkan iskemia lokal, yang

dapat mengganggu respirasi selular. Hasil akhirnya adalah berupa hipoksia

jaringan global dimana terjadi insufisiensi transpor oksigen sistemik sehingga

tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Hal ini memicu terjadinya

penurunan kontraktilitas miokardium, penurunan resistensi vaskuler sistemik,

hipotensi, asidosis metabolik, dan akhirnya sindroma disfungsi multi organ

serta kematian. (4)

2. 5 Kriteria Klinis dan Diagnosis

Tanda-tanda klinis yang dapat menyebabkan dokter untuk

mempertimbangkan sepsis dalam diagnosis diferensial, yaitu demam atau

hipotermia, takikardi yang tidak jelas, takipnea yang tidak jelas, tanda-tanda

vasodilatasi perifer, syok dan perubahan status mental yang tidak dapat

dijelaskan. Pengukuran hemodinamik yang menunjukkan syok septik, yaitu

curah jantung meningkat, dengan resistensi vaskuler sistemik yang rendah.

Abnormalitas hitung darah lengkap, hasil uji laboratorium, faktor pembekuan,

dan reaktan fase akut mungkin mengindikasikan sepsis.

8
Anamnesa yang dapat ditemukan pada pasien sepsis yaitu di

temukannya adanya gejala gejala yang mengarah ke sepsis, seperti adanya

demam yang tidak turun turun, adanya riwayat penyakit berat sebelumnya

yang dicuriga akan adanya infeksi. Dalam pemeriksaan fisik dapat ditemukan

adanya Suhu yang meningkat (hipertermi) 38C atau bahkan dapat ditemukan

hipotermi 35.6C, takikardi > 90x/m, takipneu (respirasi 20x/m), dan tensi

yang menurun sampai 40 MmHG dari baseline dalam 1 jam sebelumnya.

Gambar 1.

9
Berikut indikator pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk

membantu diagnosis sepsis.

Table 1

Tes laboratorium Temuan Keterangan

Hitung sel darah Leukositosis atau Endotoksemia dapat

putih leukopenia menyebabkan early

leukopenia

Hitung platelet Trombositosis atau Nilai tinggi awal

trombositopenia dapat dilihat sebagai

respon fase akut,

jumlah trombosit

yang rendah terlihat

pada DIC

Coagulation cascade Defisiensi Protein C; Kelainan dapat

defisiensi diamati sebelum

antitrombin; level D- timbulnya kegagalan

dimer meningkat; PT organ dan tanpa

(Prothrombin Time) perdarahan yang

dan PTT (Partial jelas.

Thromboplastin

Time) memanjang

10
Level kreatinin Meningkat Doubling-

menandakan cedera

ginjal akut

Level asam laktat Lactic acid > 4 Mengindikasikan

mmol/L (36 mg/dL) hipoksia jaringan

Level enzim hepar Level alkaline Mengindikasikan

phosphatase, AST, cedera hepatoseluler

ALT, bilirubin akut yang disebabkan

meningkat hipoperfusi

Level serum fosfat Hipofosfatemia Berkorelasi terbalik

dengan tingkat

sitokin proinflamasi

Level C-reactive Meningkat Respons fase akut

protein (CRP)

Level prokalsitonin Meningkat Membedakan SIRS

yang infeksius dari

SIRS yang non-

Tabel 1. Indikator laboratorium untuk sepsis

Berdasarkan definisi sepsis terbaru yaitu disfungsi organ yang

mengancam jiwa yang disebabkan oleh kelainan regulasi respon host terhadap

infeksi, maka diperlukan sistem skoring Sequential Organ Failure Assessment

11
(SOFA) untuk mengetahui kegagalan fungsi organ sebagain akibat dari

konsekuensi infeksi. Nilai SOFA dapat dianggap nol pada pasien yang tidak

diketahui memiliki disfungsi organ. Sementara skor SOFA ≥2 dihubungkan

dengan risiko kematian kurang lebih 10% pada populasi di rumah sakit umum

dengan kecurigaan adanya infeksi. Berikut sistem skoring SOFA.

Tabel 2. Sistem skoring Sequential Organ Failure Assessment

(SOFA)

Skor qSOFA ditujukan untuk mengidentifikasi pasien dewasa dengan

curiga infeksi yang memiliki kecenderungan memperoleh outcome yang

buruk. Parameter ini berguna bagi klinisi untuk secara cepat mengidentifikasi

12
disfungsi organ serta memberikan terapi yang tepat dan sesegera mungkin.

Pada pasien yang dicurigai mengalami infeksi dan dirawat di ICU skor

qSOFA tidak terlalu signifikan dalam memprediksi kematian dalam rumah

sakit jika dibandingkan dengan skor SOFA, hal ini mungkin dipengaruhi oleh

faktor perancu salah satunya yaitu penggunaan peralatan untuk menyokong

organ (misal ventilasi mekanik, vasopresor). Namun, pada pasien dengan

curiga infeksi yang dirawat di luar ICU, validitas skor qSOFA untuk

memprediksi kematian di rumah sakit lebih tinggi daripada skor SOFA.

Berikut adalah skor qSOFA.

 Terganggunya status kesadaran

 Tekanan darah sistolik <100 mmHg

 Laju pernafasan >22 x/menit

Skor qSOFA menjadi 2 kelompok yaitu kelompok skor qSOFA >2 dan

<2. Pembagian ini didasarkan pada pustaka yang menyatakan bahwa skor

qSOFA >2 merupakan salah satu dasar untuk mendiagnosis apakah pasien

dengan kecurigaan infeksi mengalami sepsis atau tidak sehingga diperkirakan

skor tersebut dapat menjadi prediktor mortalitas pada sepsis dan syok sepsis.

2. 6 Penatalaksanaan

13
Tata cara pengelolaan pasien secara terstruktur menurut Surviving

Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis

and Septic Shock 2012: (7)

Terapi yang diarahkan oleh tujuan secara dini (Early goal directed

therapy)

Early goal directed therapy berfokus pada optimalisasi pengiriman

oksigen jaringan yang diukur dengan saturasi oksigen vena, pH, atau kadar

laktat arteri. Pendekatan ini telah menunjukkan peningkatan kelangsungan

hidup dibandingkan dengan resusitasi cairan dan pemeliharaan tekanan darah

yang standar. Tujuan fisiologis selama 6 jam pertama resusitasi sebagai

berikut: (7)

1. Tekanan vena sentral (CVP) 8-12mmHg

2. Tekanan arterial rata-rata (MAP) ≥65mmHg

3. Saturasi oksigen vena sentral (SavO2) ≥70%

4. Urine output ≥0,5ml/kg/jam.

Tiga kategori untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis

1. Terapi cairan

Karena syok septik disertai demam, vasodilatasi, dan diffuse capillary

leakage, preload menjadi inadekuat sehingga terapi cairan merupakn

tindakan utama. (7)

14
2. Terapi vasopressor

Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan

organ perfusion adekuat). Vasopressor potensial: nor epinephrine,

dopamine, epinephrine, phenylephrine. (7)

3. Terapi inotropic

Bila resusitasi cairan adekuat, kebanyakan pasien syok septik

mengalami hiperdinamik, tetapi kontraktilitas miokardium yang dinilai

dari ejection fraction mengalami gangguan. Kebanyakan pasien

mengalami penurunan cardiac output, sehingga diperlukan inotropic:

dobutamine, dopamine, dan epinephrine. (7)

4. Terapi Antibiotik

Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan

sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam

pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi

inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan

patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga

sumber sepsis. (2)

Sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan

antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti

karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana

terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin,

15
misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ. Pemberian

antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data

mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak

ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik dari pada monoterapi. (2)

5. Corticosteroid

Disarankan untuk tidak menggunakan hidrokortison intravena

sebagai pengobatan pasien syok septik dewasa, jika adekuat resusitasi

cairan dan terapi vasopressor dapat membantu memulihkan stabilitas

hemodinamik (lihat tujuan untuk Awal Resusitasi). Jika ini tidak dapat

dicapai, kami sarankan hidrokortison intravena saja dengan dosis 200

mg per hari. (7)

16
BAB III

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa

yang disebabkan oleh kelainan regulasi respon host terhadap infeksi.

Disfungsi organ dinyatakan sebagai perubahan akut pada total skor Sequential

Organ Failure Assessment (SOFA) ≥2 poin sebagai konsekuensi dari infeksi.

Berdasarkan Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic

Shock (Sepsis-3) tahun 2016 derajat sepsis SIRS dan sepsis berat telah

dihilangkan sehingga hanya terdiri atas Sepsis dan syok sepsis.

Penatalaksanaan sepsis menurut Surviving Sepsis Campaign:

International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock

2012 yaitu insial resustasi, Early goal directed therapy, terapi cairan,

vasopressor, inotropic dan pemberian antibiotic sesuai hasil kultur sesegera

mungkin.

4.2 Saran

17
Mengetahui dan memahami definisi sepsis terbaru sangat penting

untuk kelanjutan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat, sehingga pasien

dengan sepsis dapat segera terdeteksi sebelum berlanjut ke syok sepsis, dan

dapat mengurangi angka kematian akibat syok sepsis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Diana S, dkk dalam jurnal biomedik : mekanisme komplek sepsis dan syok

sepsis. 2018

2. Plevin, Rebecca. 2017. Update in sepsis guidelines: what is really new?. BMJ

Journals.

3. Ahmad C, dalam Jurnal THT-KL.Vol.2, Sirs/Sepsis Dan Syok Septik Pada

Penderita Tumor Ganas Kepala Dan Leher, 2009.

4. The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock

(Sepsis-3). JAMA.

5. Mayr, Florian B. 2014. Epidemiology of severe sepsis. NCBI Journal.

6. Saraswati D, dkk. Dalam jurnal “Faktor Risiko yang Berperan pada

Mortalitas Sepsis” 2014.

7. Surviving Sepsis Campaign. 2012. Society of Critical Care Medicine.

18
19

Anda mungkin juga menyukai