Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH

ORAL PATOLOGI

DI SUSUN OLEH

Nama :Nurfadilah
Stambuk :16120210097

BLOK ORAL PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGi

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah Pleno dengan baik tanpa adanya halangan yang berarti.
Tidak lupa juga shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita
nantikan kelak.

Penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan maksimal berkat kerja sama dan bantuan
banyak pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak
yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini. Kami berharap
makalah berdasarkan tutorial tersebut dapat menjadi referensi bagi pembaca. Selain itu, kami
juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis sebagai menyadari bahwa makalah ini masih memerlukan penyempurnaan. Kami
menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Makassar, 1 Agustus 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB 1.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................................4

BAB II.......................................................................................................................................6

PEMBAHASAN.......................................................................................................................6

A. Gangguan Peredaran Caitan Tubuk, Elektrolit Dan Darah....................................6

1) Peredaran Caritan Tubuh dan elektrolit...............................................................6

2) Elektrolit...................................................................................................................24

3. Peredaran darah......................................................................................................29

B. Radang, Peradangan (imflamasi).................................................................................36

C. Pemulihan/Perbaikan Jaringan....................................................................................41

BAB III....................................................................................................................................50

KESIMPULAN.......................................................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................52
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian yang padat dan
bagianyang cair. Bagian padat terdiri dari tulang, kuku, otot, dan jaringan yang lain.
Sedangkan bagian yang cair berupa cairan intraselular dan ekstraselular. Cairan
ekstraseluler dibagi menjadi plasma darah sebanyak 5% dan cairan interstitial
sebanyak 15%. Cairan antarsel khusus disebut cairan transeluler, seperti cairan
serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum, dan lain-lainnya. Dalam cairan
ekstraseluler dan intraseluler, terdapat elektrolit-elektrolit utama yang berbeda.
Elektrolit utama dalam cairan ekstraseluler adalah natrium dan klorida, sedangkan
elektrolit utama dalam cairan intraseluler adalah kalium, magnesium, kalsium, dan
fosfat. Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan oleh sel-sel dalam tubuh agar dapat
menjaga dan mempertahankan fungsinya, sehingga tercipta kondisi yang sehat pada
tubuh manusia. [1]
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap
stressor fisiologis dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi
kesehatan. Dengan kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh
mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang
terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi
dinamis. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini
dinamakan “homeostasis”. [2]
Radang atau inflamasi adalah respon perlindungan setempat yang ditimbulkan
oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk mengurangi,
menghancurkan atau melokalisasi agen pencedera maupun jaringan yang tercedera
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai
kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkisanambungan. Penggabungan respons
vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di
daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka.
Besarnya perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme penyembuhan luka dan
aplikasi klinik saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahaman dan penelitian yang
berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan pemakaian bahan pengobatan
yang telah berhasil memberikan kesembuhan. Luka adalah rusaknya
kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang
rusak atau hilang. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan
mengembalikan komponenkomponen jaringan yang rusak tersebut dengan
membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya. Proses
penyembuhan tidak hanya 2 terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi
juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi,
pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik). [3]

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimakasud dan apa saja gangguan peredaran caitan tubuk, elektrolit dan
darah ?
2. Apa yang dimaksud dengan Radang ?
3. Apa yang dimaksud dengan Pemulihan / Perbaikan Jaringan ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui apa itu gangguan peredaran cairan tubuh, elektrolit dan darah
2. Untuk Mengetahui tentang Radang
3. Untuk Mengetahui tentang Pemulihan/Perbaikan jaringan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gangguan Peredaran Caitan Tubuk, Elektrolit Dan Darah

1) Peredaran Caritan Tubuh dan elektrolit

Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut) sedangkan elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkanpartikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit
masuk ke dalam tubuh melalui makanan,minuman,dan cairan intravena (IV) dan
di distribusi ke seluruh bagian tubuh.Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti
adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh
bagian tubuh. Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh sudah diatur
sedemikian rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan.Untuk
mempertahankan keseimbangannya, diperlukan masukan, pendistribusian, dan
keluaran yang memadai, yang diatur melalui mekanisme tersendiri namun
berkaitan satu sama lain. [4]

1. Distribusi dan Komposisi Cairan dan eletrolit :


Air merupakan komponen terbesar dari tubuh manusia. Persentase cairan tubuh
tergantung pada usia, jenis kelamin, dan derajat status gizi seseorang. Seiring
dengan pertumbuhan seseorang, persentase jumlah cairan terhadap berat badan
menurun.

Distribusi cairan Laki-laki Dewasa Perempuan Dewasa Bayi

Total air tubuh (%) 60 50 75

Intraseluler 40 30 40

Ekstraseluler 20 20 35

plasma 5 5 5

intersisial 15 15 30
Tabel 1 : Distribusi Cairan Tubuh

Seluruh cairan tubuh tersebut secara garis besar terbagi ke dalam 2 kompartemen, yaitu
intraselular dan ekstraselular.

a. Cairan intraselular
Pada orang dewasa, sekitar 2/3 dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular.
Sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan
intraselular.
b. Cairan ekstraselular Jumlah relatif cairan ekstraselular menurun seiring dengan
bertambahnya usia, yaitu sampai sekitar sepertiga dari volume total pada
dewasa.Cairan ekstraselular terbagi menjadi cairan interstitial dan cairan
intravaskular. Cairan interstitial adalah cairan yang mengelilingi sel dan termasuk
cairan yang terkandung diantara rongga tubuh(transseluler)seperti serebrospinal,
perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan.
Sementara, cairan intravaskular merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh
darah, dalam hal ini plasma darah [5].

Terdapat dua jenis bahan yang terkandung di dalam cairan tubuh, yaitu elektrolit dan non-
elektrolit.

a. Elektrolit

Adalah zat yang terdisosiasi dalam cairan, dibedakan menjadi ion positif (kation) dan
ion negatif (anion). Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+ ),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potasium (K+ ). Anion
utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3- ),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43- ).
Kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial kurang lebih sama, sehingga
nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler.

Kation mEq/L Anion mEq/L


Na + 142 HCO3- 24
K+ 5 cl- 105
Ca+ 5 HPO4 = 2
Mg + 1 SO4= 1
Asam Org 6
Protein 16
Total 154 Total 154

Tabel : Komposisi elektrolit ekstraseluler

Kation mEq/L Anion mEq/L


Na + 15 HCO3- 10
K+ 150 cl- 1
Ca+ 2 HPO4 = 100
Mg + 27 SO4= 20
Protein 63
Total 194 Total 194

Tabel : Komposisi elektrolit ekstraseluler

b. Non elektrolit

Zat-zat yang termasuk ke dalam nonelektrolit adalah glukosa, urea, kreatinin, dan
bilirubin yang tidak terdisosiasi dalam cairan.[5]

2. Fungsi Cairan

Komponen yang paling besar dalam tubuh manusia adalah air yang
mempunyai fungsi yang sangat besar.
Fungsi cairan antara lain:
a. Transportasi: nutrien, partikel kimiawi, partikel darah, energi, dan lain-
lain.
b. Pengatur suhu tubuh.
c. Pembentuk struktur tubuh.
Kekurangan cairan tubuh dapat menyebabkan kematian sel. Sementara unit
dasar fungsional tubuh adalah sel. Sel-sel inilah yang membentuk struktur
tubuh. Dengan demikian, keberlangsungan proses pembentukan atau
perbaikan jaringan tubuh tidak terlepas dari peranan cairan tubuh.
d. Memfasilitasi reaksi kimia dalam tubuh, misalnya metabolisme tubuh.

3. Distribusi Pemasukan dan Pengeluaran Cairan Tubuh

Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang


masuk dan keluar. Melalui mekanisme keseimbangan, tubuh berusaha agar
cairan didalam tubuh setiap waktu selalu berada dalam jumlah yang kosntan.
Dalam keadaan normal, masukan cairan akan dipenuhi melalui minum atau
makanan yang masuk ke dalam tubuh secara peroral, serta air yang diperoleh
sebagai hasil metabolisme. Air yang keluar dari tubuh, termasuk yang
dikeluarkan sebagai urin, air didalam feses, isensibel dan air yang dikeluarkan
melalui kulit dan paru-paru6 . Gambaran keseimbangan masukan dan keluaran
cairan dapat dilihat pada tabel berikut.

Kebutuhan air setiap hari dapat ditentukan dengan dua cara, ditentukan
berdasarkan umur dan berat badan. Jika berdasarkan umur ditentukan dari
umur 0-1 tahun memerlukan air sekitar 120 ml/kg BB, 1-3 tahun memerlukan
air sekitar 100 ml/kg BB, 3-6 tahun memerlukan air sekitar 90 ml/kg BB, 7
tahun memerlukan air sekitar 70 ml/kg BB, dan dewasa memerlukan sekitar
40-50 ml/kg BB. Sedangkan berdasarkan berat badan ditentukan mulai dari 0-
10 kg kebutuhan cairannya 100 ml/kg BB, 10-20 kg kebutuhan cairannya 1000
ml ditambah dengan 50 ml/kg BB (jika diatas 10 kg), dan jika diatas 20kg
kebutuhan cairannya sekitar 1500ml ditambah 20 ml/kg BB (jika diatas 20
kg), dan jika dewasa memerlukan cairan 40-50 ml/kg BB4 .
4. Jenis Cairan Dan Indikasinya

Secara garis besar, cairan intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan kristaloid dan
koloid.

a. Cairan Kristaloid
Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida). Kristaloid
tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas dalam ruang
intravascular dengan waktu paruh kristaloid di intravascular adalah 20-30 menit.
Beberapa peneliti merekomendasikan untuk setiap 1 liter darah, diberikan 3 liter
kristaloid isotonik. Kristaloid murah, mudah dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi
imun. Larutan kristaloid adalah larutan primer yang digunakan untuk terapi
intravena prehospital. Tonisitas kristaloid menggambarkan konsentrasi elektrolit
yang dilarutkan dalam air, dibandingkan dengan yang dari plasma tubuh. Ada 3
jenis tonisitas kritaloid, diantaranya:

- Isotonis.
Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah elektrolit plasma, ia memiliki
konsentrasi yang sama dan disebut sebagai “isotonik” (iso, sama; tonik,
konsentrasi). Ketika memberikan kristaloid isotonis, tidak terjadi perpindahan
yang signifikan antara cairan di dalam intravascular dan sel. Dengan demikian,
hampir tidak ada atau minimal osmosis. Keuntungan dari cairan kristaloid adalah
murah, mudah didapat, mudah penyimpanannya, bebas reaksi, dapat segera
dipakai untuk mengatasi defisit volume sirkulasi, menurunkan viskositas darah,
dan dapat digunakan sebagai fluid challenge test. Efek samping yang perlu
diperhatikan adalah terjadinya edema perifer dan edema paru pada jumlah
pemberian yang besarContoh larutan kristaloid isotonis: Ringer Laktat, Normal
Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% in ¼ NS.
- Hipertonis
Jika kristaloid berisi lebih elektrolit dari plasma tubuh, itu lebih terkonsentrasi dan
disebut sebagai “hipertonik” (hiper, tinggi, tonik, konsentrasi). Administrasi dari
kristaloid hipertonik menyebabkan cairan tersebut akan menarik cairan dari sel ke
ruang intravascular. Efek larutan garam hipertonik lain adalah meningkatkan
curah jantung bukan hanya karena perbaikan preload, tetapi peningkatan curah
jantung tersebut mungkin sekunder karena efek inotropik positif pada miokard dan
penurunan afterload sekunder akibat efek vasodilatasi kapiler viseral. Kedua
keadaan ini dapat memperbaiki aliran darah ke organ-organ vital. Efek samping
dari pemberian larutan garam hipertonik adalah hipernatremia dan hiperkloremia.
Contoh larutan kristaloid hipertonis: Dextrose 5% dalam ½ Normal Saline,
Dextrose 5% dalam Normal Saline, Saline 3%, Saline 5%, dan Dextrose 5%
dalam RL.
- Hipotonis
Ketika kristaloid mengandung elektrolit lebih sedikit dari plasma dan kurang
terkonsentrasi, disebut sebagai “hipotonik” (hipo, rendah; tonik, konsentrasi).
Ketika cairan hipotonis diberikan, cairan dengan cepat akan berpindah dari
intravascular ke sel. Contoh larutan kristaloid hipotonis: Dextrose 5% dalam air,
½ Normal Saline. [3]

b. Cairan Koloid
Cairan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
dalam ruang intravaskuler. Koloid digunakan untuk resusitasi cairan pada pasien
dengan defisit cairan berat seperti pada syok hipovolemik/hermorhagik sebelum
diberikan transfusi darah, pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein jumlah besar (misalnya pada luka bakar). Cairan koloid
merupakan turunan dari plasma protein dan sintetik yang dimana koloid memiliki
sifat yaitu plasma expander yang merupakan suatu sediaam larutan steril yang
digunakan untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka
baker, operasi, Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu harganya yang mahal
dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan
gangguan pada cross match. Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid
terdiri dari:

1. Koloid
Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5% dan 25%).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma 60°C selama 10 jam untuk
membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Selain albumin, aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor fragments) terdapat
dalam fraksi protein plasma dan sering menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
2. Koloid Sintetik

• Dextran
Koloid ini berasal dari molekul polimer glukosa dengan jumlah yang besar.
Dextrans diproduksi untuk mengganti cairan karena peningkatan berat
molekulnya, sehingga memiliki durasi tindakan yang lebih lama di dalam
ruang intravaskular. Namun, obat ini jarang digunakan karena efek samping
terkait yang meliputi gagal ginjal sekunder akibat pengendapan di dalam
tubulus ginjal, gangguan fungsi platelet, koagulopati dan gangguan pada
cross-matching darah. Tersedia dalam bentuk Dextran 40 (Rheomacrodex)
dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat
molekul 60.000-70.000. [6]
• Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)
Cairan koloid sintetik yang sering digunakan saat ini. Pemberian 500 ml
larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2
hari dan sisanya, yaitu starch yang bermolekul besar, sebesar 64% dalam
waktu 8 hari. Hetastarch nonantigenik dan jarang dilaporkan adanya reaksi
anafilaktoid. Low molecular weight Hydroxylethyl starch (PentaStarch) mirip
Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume
yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai
plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak
mengganggu koagulasi maka Pentastarch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan jumlah besar.[7]
• Gelatin
Merupakan bagian dari koloid sintesis yang terbuat dari gelatin, biasanya
berasal dari collagen bovine serta dapat memberikan reaksi. Larutan gelatin
adalah urea atau modifikasi succinylated cross-linked dari kolagen sapi. Berat
molekul gelatin relatif rendah, 30,35 kDa, jika dibandingkan dengan koloid
lain. Pengangkut berisi NaCl 110 mmol/l. Efek ekspansi plasma segera dari
gelatin adalah 80-100% dari volume yang dimasukkan dibawah kondisi
hemodilusi normovolemik. Efek ekspansi plasma akan bertahan 1-2 jam.
Tidak ada batasan dosis maksimum untuk gelatin. Gelatin dapat memicu
reaksi hipersensitivitas, lebih sering daripada larutan HES. Meskipun produk
mentahnya bersumer dari sapi, gelatin dipercaya bebas dari resiko penyebaran
infeksi. Kebanyakan gelatin dieskskresi melalui ginjal, dan tidak ada
akumulasi jaringan..[8]

5. Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh


Bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau kekurangan
cairan yang mengakibatkan perubahan volume.
1. Overhidrasi
Kelebihan atau intoksikasi cairan dalam tubuh, sering terjadi akibat
adanya kekeliruan dalam tindakan terapi cairan. Kejadian tersebut
seharusnya tidak perlu sampai terjadi. Penyebab overhidrasi meliputi,
adanya gangguan ekskresi air lewat ginjal (gagal ginjal akut), masukan air
yang berlebihan pada terapi cairan, masuknya cairan irigator pada tindakan
reseksi prostat transuretra, dan korban tenggelam. Gejala overhidrasi
meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena jugular, edema
paru akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai hiponatremi
dalam plasma. Terapi terdiri dari pemberian diuretik(bila fungsi ginjal
baik), ultrafiltrasi atau dialisis (fungsi ginjal menurun), dan flebotomi pada
kondisi yang darurat .
2. Dehidrasi
Merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan yang
kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari 3
bentuk, yaitu: isotonik (bila air hilang bersama garam, contoh: GE akut,
overdosis diuretik), hipotonik (Secara garis besar terjadi kehilangan
natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar
natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke
ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular),
hipertonik (Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak
dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di
kompartemen ekstravaskular berpindah ke kompartemen intravaskular,
sehingga penurunan volume intravaskular minimal).

Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipernatremia dan


peningkatan hematokrit.

Derjat %kehilangan air Gejala


Ringan 2-4% dari BB Rasa haus, mukosa
kulit kering, mata
cowong
Sedang 4-8% dari BB Sda, disertai delirium,
oligo uri, suhu tubuh
meningkat
Berat 8-14% dari BB Sda, disertai koma,
hipernatremi,
viskositas plasma
meningkat

Terapi dehidrasi adalah mengembalikan kondisi air dan garam yang


hilang. Jumlah dan jenis cairan yang diberikan tergantung pada derajat dan
jenis dehidrasi dan elektrolit yang hilang. Pilihan cairan untuk koreksi
dehidrasi adalah cairan jenis kristaloid RL atau NaCl. [4]

Transpor Cairan dalam Tubuh


Secara umum, proses perpindahan (transpor) cairan dari satu kompar-
temen ke kompartemen lainnya dilakukan dalam empat cara, yaitu proses
difusi, filtrasi, osmosis, dan transpor aktif.

Difusi
Difusi adalah pergerakan molekul melintasi membran semipermeabel dari
kompartemen berkonsentrasi tinggi menuju kompartemen ber- konsentrasi
rendah. Di dalam tubuh manusia, difusi cairan, elektrolit, dan substansi
lainnya berlangsung melalui pori-pori tipis membran kapiler. Laju difusi
suatu substansi dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu ukuran molekul,
konsentrasi larutan, dan temperatur larutan.

Filtrasi
Filtrasi adalah proses perpindahan cairan dan solut melintasi membran
bersama-sama dari kompartemen bertekanan tinggi menuju kompar temen
bertekanan rendah. Contoh filtrasi adalah pergerakan cairan dan nutrien
dari arteri kapiler menuju cairan interstisial di sekitar sel. Tekanan yang
menyebabkan filtrasi disebut juga dengan tekanan fil- trasi (filtration
pressure).

Osmosis
Osmosis adalah pergerakan cari solven (pelarut) murni (mis., air) melintasi
membran sel dari larutan berkonsentrasi rendah (encer) menuju larutan
berkonsentrasi tinggi (pekat). Solut adalah substansi yang terlarut dalam
cairan. Solut yang terlarut dalam cairan mungkin berupa kristaloid (garam-
garaman) atau koloid (substansi seperti pro- tein yang belum tercampur
dengan baik dengan cairan). Osmosis penting untuk mempertahankan
keseimbangan volume intravaskular dan ekstravaskular. Jumlah partikel
dalam air menentukan konsentrasi suatu larutan. Besarnya konsentrasi
larutan dikenal dengan istilah os- molalitas atau osmolaritas.

Transpor Aktif
Substansi dapat bergerak melintasi membran impermeabel dari larutan
berkonsentrasi rendah menuju larutan berkonsentrasi tinggi melalui proses
transpor aktif. Berbeda dengan difusi dan osmosis, proses trans- por aktif
memerlukan energi metabolik. Dalam transpor aktif, zat ber- gabung
dengan pembawa (carrier) di luar permukaan membran sel dan bergerak
menembus permukaan membran sel. Setelah masuk, zat terlepas dari
pembawa (carrier) dan masuk ke dalam sel. Setiap zat me- miliki pembawa
yang spesifik, dan proses ini memerlukan enzim serta energi.

6. Peredaran Cairan Tubuh Sistem Limfatik


Sistem limfatik adalah jalur tambahan yang berfungsi mengalirkan
cairan dari ruang intertitial ke dalam darah. Sistem limfatik mengangkut
protein dan zat partikel besar keluar jaringan dan tidak dapat berpindah
melalui absorbsi langsung ke dalam kapiler darah Sistem limfatik
berhubungan erat dengan sirkulasi darah karena mengandung cairan yang
berasal dari darah dan mempunyai jaringan pembuluh limfe.
Sistem limfatik berperan penting dalam proses pembuangan cairan
yang berlebih. Cairan darah sekitar 21 liter membawa zat terlarut dan protein
plasma yang keluar dari ujung kapiler dan. kemudian masuk ke dalam
jaringan. Lalu cairan kembali secara langsung ke aliran darah melalui kapiler
pada ujung venanya. Namun +- 4 liter cairan mengalir melalui pembuluh limfe
sehingga cairan pada jaringan tetap terkontrol.
Sistem limfatik juga berperan dalam proses absorbsí di usus halus.
Lemak dan zat yang terlarut pada lemak diabsorbsi ke dalam lakteal sentral.
Selain itu, sistem limfatik juga mempertahankan tubuh dari penyakit karena
organ limfatik membantu proses maturasi limfosit yang bertugas dalam proses
imunitas.
Pada prinsipnya, sistem limfatik manusia terdiri atas (Gambar 5.1)
pembuluh limfe, nodus limfe, organ limfe misalnya limpa dan timus serta
jaringan limfoid difus seperti tonsil dan sumsum tulang.
1. Pembuluh Limfe

Kapiler Limfatik
Kapiler limfatik adalah saluran yang ujungnya tertutup dan terletak
pada ruang antarsel. Kapiler limfatik ditemukan hampir di seluruh tubuh
kecuali jaringan yang tidak memiliki pembuluh seperti system saraf pusat,
tulang dan sebagian besar lapisan superfisial kulit. Struktur kapiler limfatik
sangat unik karena cairan intertitial dapat masuk ke dalam pembuluh kapiler
limfatik namun tidak dapat keluar.
Pembuluh Limfe Besar
Beberapa kapiler limfatik akan membentuk pembuluh yang lebih besar
yang disebut pembuluh limfe. Pembuluh limfe (gambar 5.2) adalah saluran
yang membawa cairan yang berwarna putih yang komposisinya sama dengan
cairan intertisial yang biasa disebut getah bening, Cairan getah bening ini
berdifusi masuk kedalam pembuluh kapiler limfe kecil yang terjalin diantara
kapiler sistem kardiovaskuler. Selain itu, getah bening juga berfungsi
membawa partikel bakteri yang kemudian difiltrasi dan dihancurkan oleh
nodus limfe.
Pembuluh limfe memiliki serat pada lapisan luar, adanya jaringan otot
polos dan elastic pada lapisan tengah, dan lapisan endothelium pada lapisan
dalam. Pembuluh limfe memiliki katup dengan bentuk cangkir agar cairan
limfe mengalir ke satu arah yaitu menuju toraks. Lapisan otot pada dinding
pembuluh limfe berfungsi sebagai pompa limfatik. Cairan akan mengalir
melalui pembuluh limfe menuju dua saluran utama yaitu:

a. Duktus Torasik (Limfatikus Sinistra)


Dukktus sinistra memiliki panjang sekitar 40 cm yang berawal dari kili
sisterna (kantong limfatik) yang terletak pada sebelah anterior L2 dan sebelah
posterolateral dari aorta abdominalis. Aliran ductus ini mengalir kaki, pelvis
dan abdomen lalu ke toraks sebelah kiri,kepala, leher dan lengan kiri.

b. Duktus Limfak Kanan


Duktus limfatik kanan memiliki panjang sekitar 1 cm, mulai dari dasar
leher dan bersambung ke pembuluh vena subklavia kanan. Aliran ductus ini
mengalir dari sebelah kanan toraks, kepala, leher dan lengan kanan.

2. Nodus Limfatik
Nodus (kelenjar) memiliki bentuk seperti kacang atau oval yang
berkelompok dan terletak di sepanjang pembuluh limfe. Nodus memiliki
berbagai ukuran mulai dari ukuran kecil yang nampak seperti peniti dan
ukuran besar seperti almond (Gambar 5.3).

Nodus limfatik terbungkus oleh kapsul jaringan fibrosa yang


membentuk partisi atau trabekula pada bagian luarnya sedangkan pada bagian
utama terdiri atas jaringan retikular dan limfatik yang memiliki banyak
limfosit dan makrofag.
Nodus limfe memiliki fungsi yang penting dalam mekanisme
pertahanan tubuh.
Filtrasi dan fagositosis
Materi organik akan dihancurkan di nodus limfe oleh makrofag dan
antibodi sedangkan sebagian partikel anorganik yang diinhalasi tidak dapat
dihancurkan di nodus limfe oleh fagositosis. Partikel ini tetap didalam
makrofag namun tidak menyebabkan sel terbunuh atau rusak.
Proliferasi limfosit
Limfosit T dan B yang terdapat pada nodus limfe akan teraktivasi
memperbanyak diri. Antibodi yang diproduksi oleh limfosit B tersensitisasi
masuk ke limfe dan darah lalu mengaliri nodus.

3. Limpa
Limpa merupakan organ limfe terbesar dan mengandung jaringan
retikular dan limpatik. Limpa berada pada abdomen di hipokondria kiri antara
fundus lambung dan diafragma. Limpa berukuran panjang sekitar 12 cm, lebar
7 cm, tebal 2,5 cm dengan berat sekitar 200g dan berwarna keunguan (gambar
8.4).

Limpa berbentuk sedikit oval dengan hilum ditepi tengahnya. Pada


bagian permukaan depan ditutupi oleh peritoneum. Peritoneum menyelubungi
kapsul fibroelastik yang melekat pada organ dan membentuk trabecular.
Diantara trabecular terdapat pulpa splenik yang terdiri atas limfosit dan
makrofag, Limpa memiliki beberapa fungsi penting yang berfokus pada sistem
pertahanan. Adapun fungsi limpa sebagai berikut:

Fagositosis
Limpa melakukan fagositosis terhadap materi selular lainnya misalnya
leukosit,trombosit dan mikroba.

Cadangan darah
Limpa memiliki volume darah sekitar 350 ml yang berespon terhadap
stimulus simpatis sehingga volume darah ini dapat dengan cepat dikembalikan
ke sirkulasi misalnya saat perdarahan.

Respons imun
Limpa mengandung limfosit B dan limfosit T yang diaktivasi oleh
antigen. Proliferasi limfosit saat infeksi dapat menyebabkan terjadinya
pembesaran limpa.
Eritropoiesis
Limpa berperan dalam pembentukan sel darah janin. Selain itu, limpa
juga dapat memenuhi fungsinya dalam pembentukan sel darah pada orang
dewasa jika dibutuhkan.

4. Kelenjar Timus

Kelenjar tins memiliki berat sekitar 10-15 g yang terus bertumbuh


hingga mencapai usia pubertas dan kemudian akan mulai mengalami atrofi.
Letak kelenjar timus pada (gambar 5.5) bagian atas mediastinum, belakang
sternum dan memanjang ke atas hingga dasar leher.

5. Tonsil

Tonsil (gambar 5.6) adalah organ yang ukurannya kecil terletak pada
bagian belakang tenggorokan yang berfungsi membantu menyaring bakteri
dan kuman sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi.
Tonsil terbagi menjadi 3 jenis yaitu tonsila faringal (adenoid), tonsila
palatina dan tonsila lingual yang ketiganya membentuk lingkaran yang disebut
cincin Waldeyer (gambar 5.7)

Dalam kondisi normal, tonsil membantu mencegah terjadinya infeksi,


dengan cara melakukan filter terhadap bakteri dan virus yang masuk ke dalam
tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga berfungsi merangsang sistem imun
untuk memproduksi antibodi yang bertanggung jawab dalam melawan infeksi.
[9]

Fungsi Sistem Limfatik

Sistem limfatik pada manusia memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Mengembalikan kelebihan cairan interstitial & protein plasma dari


jaringan ke dalam sirkulasi darah;
2. Mengendalikan kualitas aliran cairan jaringan dengan cara
menyaringnya melalui kelenjar-kelenjar limfa sebelum dikembalikan ke
sistem sirkulasi;
3. Mengangkut limfosit dari kelenjar limfa ke sirkulasi darah;
4. Membawa lemak yang sudah terbentuk emulsi dan vitamin yang larut
dalam lipid dari usus ke sistem peredaran darah;
5. Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk menghindarkan
penyebaran organisme itu dari tempat masuknya ke dalam jaringan, ke
bagian lain tubuh;
6. Menghasilkan zat antibodi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi;
7. Mengeluarkan zat-zat toksin dan debris sel (sel rusak) dari jaringan
setelah terjadi infeksi atau kerusakan jaringan. [10]

8. Gangguan Sistem Limfatik

LIMFEDEMA

Limfedema adalah terjadinya pengumpulan cairan limfa pada jaringan


interstisial yang menyebabkan bengkak, sebagian besar terjadi pada lengan atau
tungkai, dan terkadang pada bagian tubuh lainnya. Limfedema timbul ketika
pembuluh limfa tidak berfungsi (primer), atau terjadi kerusakan pada pembuluh limfa
atau pembuluh limfa telah diangkat (sekunder). Limfedema jangan dianggap sebagai
edema yang disebabkan oleh insufisiensi vena, yang bukan merupakan edema limfa.
Ketika kerusakan menjadi luka dan cairan limfa melebihi kapasitas
transportasi, sejumlah abnormal cairan tinggi protein terkumpul pada jaringan di
sekitar limfa. Jika tidak ditangani, cairan ini tidak hanya meningkatkan ukuran dan
jumlah jaringan ikat, tetapi juga menurunkan kemampuan sistem transportasi oksigen,
menghambat penyembuhan luka, dan dapat menjadi media kultur bakteri yang
menyebabkan limfangitis (infeksi).
Limfedema sekunder terjadi karena kerusakan atau obstruksi sistem limfa
yang disebabkan oleh penyakit atau prosedur lainnya, seperti trauma, kanker (primer
atau metastasis), filariasis, radang, eksisi bedah, atau dosis radiasi yang tinggi.
Limfedema pascaoperasi biasanya terjadi setelah tindakan bedah eksisi pembuluh
limfa pada area sekitar aksila, inguinal atau iliaka. Pembedahan ini biasanya
dilakukan sebagai tindakan pencegahan atau terapi terapeutik pada kasus tumor
metastasis. Misalnya, limfedema pada lengan terjadi setelah mastektomi dilakukan
(Gambar 4-14, A). Radiasi dengan dosis sedang tidak menyebabkan kerusakan
pembuluh limfa. Namun, radiasi berat terutama pada tumor resisten biasanya
menyebabkan penyempitan pembuluh limfa.

Filariasis, yang disebabkan oleh nematoda filarial Wuchereria bancrofti (dan


lainnya), merupakan salah satu penyakit terbanyak di negara tidak maju; penyakit ini
ditransmisikan oleh nyamuk dari orang ke orang. Embrio yang hidup (mikrofiliaria)
pada cacing dewasa ditemukan di pembuluh darah. Larva migrasi ke pembuluh limfa
ketika fase matang hingga cacing dewasa. Cacing dewasa pada pembuluh limfa
menyebabkan penyempitan, limfedema, dan elefantiasis.
Limfedema sekunder terhadap kanker pada pembuluh limfa umumnya terjadi.
Penyakit keganasan dapat bersifat primer (limfoma atau penyakit Hodgkin's) atau
metastasis dari tempat lain.

2) Elektrolit

Cairan tubuh adalah cairan yang terdiri dari air dan zat terlarut. Kemudian
elektrolit itu sendiri adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. [11]
A. Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Elektrolit Cairan Tubuh
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit antara lain:
a. Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini, usia berpengaruh
terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh, kebutuhan metabolik, serta berat
badan. Bayi dan anak di masa pertumbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang
lebih besar dibandingkan orang dewasa.Karenanya, jumlah cairan yang diperlukan
dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar dibandingkan orang dewasa.
Besarnya kebutuhan cairan pada bayi dan anak-anak juga dipengaruhi oleh laju
metabolik yang tinggi serta kondisi ginjal mereka yang belum atur dibandingkan
ginjal orang dewasa. Kehilangan cairan dapat terjadi akibat pengeluaran cairan yang
besar dari kulit dan pernapasan. Pada individu lansia, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit sering disebabkan oleh masalah jantung atau gangguan ginjal
b. Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan dan
elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam tubuh. Hal
ini mengakibatkan penigkatan haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian,
jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu, kehilangan cairan yang
tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami peningkatan laju pernapasan dan
aktivasi kelenjar keringat.
c. Iklim
Normalnya, individu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak terlalu panas
tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem melalui kulit dan pernapasan.
Dalam situasi ini, cairan yang keluar umumnya tidak dapat disadari (insensible water
loss, IWL). Besarnya IWL pada tiap individu bervariasi, dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, tingkat metabolisme,dan usia. Individu yang tinggal di lingkungan yang
bertsuhu tinggi atau di dearah deangan kelembapan yang rendah akan lebih sering
mengalami kehilangan cairandan elektrolit. Demikian pula pada orang yang bekerja
berat di lingkungan yang bersuhu tinggi,mereka dapat kehilangan cairan sebanyak
lima litet sehaei melalui keringat. Umumnya, orang yang biasa berada di lingkungan
panas akan kehilangan cairan sebanyak 700 ml per jam saat berada ditempat yang
panas, sedangkan orang yang tidak biasa berada di lingkungan panas dapat
kehilangan cairan hingga dua liter per jam.

d. Diet
Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asupan cairan dan elektrolit. Jika asupan
makanan tidak seimbang, tubuh berusaha memcah simpanan protein dengan terlebih
dahulu memecah simpanan lemak dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan penurunan
kadar albumin.

e. Stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Saat stress,
tubuh mengalami peningkatan metabolism seluler, peningkatan konsentrasi glukosa
darah, dan glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan
natrium.Disamping itu, stress juga menyebabkan peningkatan produksi hormone anti
deuritik yang dapat mengurangi produksi urine.
f. Penyakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh Misalnya : Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air
melalui IWL,penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses
regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh

g. Tindakan Medis
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap kebutuhan cairan dan

elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan lambung dapat menyebabkan penurunan

kadar kalsium dan kalium.

h. Pengobatan
Penggunaan beberapa obat seperti Diuretik maupun laksatif secara berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam tubuh.Akibatnya, terjadi defist
cairan tubuh. Selain itu, penggunan diuretic menyebabkan kehilangan natrium
sehingga kadar kalium akan meningkat. Penggunaan kortikostreroid dapat pula
menyebabkan retensi natrium dan air dalam tubuh.

i. Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami ketidakseimbangan
cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah selama perode operasi,
sedangkan beberapa klien lainya justru mengalami kelebihan beban cairan akibat
asupan cairan berlebih melalui intravena selama pembedahan atau sekresi hormon
ADH selama masa stress akibat obat- obat anastesia.

B. Gangguan keseimbangan elektrolit meliputi :

a. Hiponatremia dan hipernatremia.


Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium di cairan ekstrasel yang
menyebabkan perubahan tekanan osmotic. Perubahan ini mengakibatkan pindahnya
cairan dari ruang ekstrasel ke intrasel sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia
umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit Addison, kehilangan natrium
melalui pencernaan, pengeluaran keringat berlebih, dieresis, serta asidosis metabolic.
Penyebab lain yang berkaitan dengan kelebihan cairan adalah sindrom ketidaktepatan
hormon antidiuretik (syndrome of inappropriate antidiuretic hormon [SIADH]),
peningkatan asupan cairan, hiperaldosteronisme, ketoasidosis diabetes, oliguria, dan
polidipsia psikogenik. Tanda dan gejala hiponatremia meliputi cemas, hipotensi
postural, postural dizziness, mual, muntah, diare, takikardi, kejang dan koma. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini adalah kadar natrium serum <136 mEq/l dan berat
jenis urine <1,010. Hipernatremia adalah kelabihan kadar natrium di cairan ekstrasel
yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotic ekstrasel. Kondisi ini
mengakibatkan berpindahnya cairan intrasel keluar sel. Penyebab hipernatremia
meliputi asupan natrium yang berlebihan, kerusakan sensasi haus, disfagia, diare,
kehilangan cairan berlebih dari paru-paru, poliuria karena diabetes insipidus. Tanda
dan gejalanya meliputi kulit kering, mukosa bibir kering, pireksia, agitasi, kejang,
oliguria, atau anuria. Temuan laboratorium untuk kondisi ini kadar natrium serum
>144 Meq/l, berat jenis urine >11,30.

b. Hipokalemia dan hiperkalemia.


Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium di cairan ekstrasel yang
menyebabkan pindahnya kalium keluar sel. Akibatnya, ion hydrogen dan kalium
tertahan di dalam sel dan menyebabkan gangguan atau perubahan pH plasma. Gejala
defisiensi kalium pertama kali terlihat pada otot, distensi usus, penurunan bising usus,
serta denyut nadi yang tidak teratur. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai
kalium serum <3,0 mEq/l. hiperkalemia adalah kelebihan kadar kalium di cairan
ekstrasel. Kasus ini jarang sekali terjadi, kalaupun ada, tentu akan sangat
membahayakan kehidupan sebab akan menghambat trasmisi impuls jantung dan
menyebabkan serangan jantung. Saat terjadi hiperkalemia, salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah memberikan insulin sebab insulin dapat membantu
mendorong kalium masuk ke dalam sel. Tanda dan gejala hiperkalemia sendiri
meliputi cemas, iritabilitas, irama jantung ireguler, hipotensi, parastesia, dan
kelemahan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai kalium serum >5 mEq/l,
sedangkan pada pemeriksaan EKG didapat gelombang T memuncak, QRS melebar,
dan PR memanjang.

c. Hipokalsemia dan hiperkalsemia.


Hipokalsemia adalah kekurangan kadar kalsium di cairan ekstrasel. Bila
berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan osteomalasia sebab tubuh akan
berusaha memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengambilnya dari tulang. Tanda dan
gejala hipokalsemia meliputi spasme dan tetani, peningkatan motilitas
gastrointestinal, gangguan kardiovaskuler, dan osteoporosis. Temuan laboratorium
untuk kondisi ini meliputi kadar kalsium serum <4,5 mEq/l atau 10 mg/100 ml serta
memanjangnya interval Q-T. Selain itu, hipokalsemia juga dapat dikaji dari tanda
Trosseau dan Chvostek positif. Hiperkalsemia adalah kelebihan kadar kalsium pada
cairan ekstrasel. Kondisi ini menyebabkan penurunan eksitabilitas otot dan saraf yang
pada akhirnya menimbulkan flaksiditas. Tanda dan gejala hiperkalsemia meliputi
penurunan kemampuan otot, anoreksia, mual, muntah, kelemahan dan letargi, nyeri
punggung, dan serangan jantung. Temuan laboratorium meliputi kadar kalsium serum
>5,8 mEq/l atau 10 mg/100 ml dan peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hasil
rontgen menunjukkan osteoporosis generalisata serta pembentukan kavitas tulang
yang menyebar.

d. Hipomagnesemia dan hipermagnesemia.


Hipomagnesemia terjadi apabila kadar magnesium serum urang dari 1,5
mEq/l. Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh konsumsi alohol yang berlebih,
malnutrisi, diabetes mellitus, gagal hati, absorpsi usus yang buruk. Tanda dan
gejalanya meliputi tremor, refleks tendon profunda yang hiperaktif, konfusi,
disorientasi, halusinasi, kejang, takikardi, dan hipertensi. Temuan laboratorium untuk
kondisi ini meliputi kadar magnesium serum <1,4 mEq/l. Hipermagnesemia adalah
kondisi meningkatnya kadar magnesium di dalam serum. Meski jarang ditemui,
namun kondisi ini dapat menimpa penderita gagal ginjal., terutama yang
mengkonsumsi antasida yang mengandung magnesium. Tanda dan gejala
hipermagnesemia meliputi aritmia jantung, depresi refleks tendon profunda, depresi
pernapasan. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium serum
>3,4 mEq/l.

e. Hipokloremia dan hiperkloremia.


Hipokloremia adalah penurunan kadar ion klorida dalam serum. Secara
khusus, kondisi ini disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal yang
berlebihan, seperti muntah, diare, dieresis, serta pengisapan nasogastrik. Tanda dan
gejala yang muncul menyerupai alkalosis metabolic, yaitu apatis, kelemahan,
kekacauan mental, kram, dan pusing. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah
nilai ion klorida >95 mEq/l. Hiperkloremia adalah peningkatan kadar ion klorida
serum. Kondisi ini kerap dikaitkan dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat
dehidrasi dan masalah ginjal. Kondisi hiperkloremia menyebabkan penurunan
bikarbonat sehingga menimbulkan ketidakseimbangan asam-basa. Lebih lanjut,
kondisi ini bisa menyebabkan kelemahan, letargi, dan pernapasan Kussmaul. Temuan
laboratoriumnya adalah nilai ion klorida >105 mEq/l.

f. Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia.


Hipofosfatemia adalah penurunan kadar fosfat di dalam serum. Kondisi ini
dapat muncul akibat penurunan absorpsi fosfat di usus, peningkatan ekskresi fosfat,
dan peningkatan ambilan fosfat untuk tulang. Hipofosfatemia dapat terjadi akibat
alkoholisme, malnutrisi, ketoasidosis diabetes, dan hipertiroidisme. Tanda dan
gejalanya meliputi anoreksia, pusing, parestesia, kelemahan otot, serta gejala
neurologis yang tersamar. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion
fosfat <2,8 mEq/dl. Hiperfosfatemia adalah peningkatan kadar ion fosfat dalam
serum. Kondisi ini dapat muncul pada kasus gagal ginjal atau saat kadar hormon
paratiroid menurun. Selain itu, hiperfosfatemia juga bisa terjadi akibat asupan fosfat
berlebih atau penyalahgunaan laksatif yang mengandung fosfat. Karena kadar kalsium
berbanding terbalik dengan fosfat, maka tanda dan gejala hiperfosfatemia hampir
sama dengan hipokalsemia yaitu peningkatan eksibilitas sistem saraf pusat, spasme
otot, konvulsi dan tetani, peningkatan motilitas usus, masalah kardiovaskular seperti
penurunan kontraktilitas jantung/gejala gagal jantung, dan osteoporosis. Temuan
laboratoriumnya adalah nilai ion fosfat >4,4 mg/dl atau 3,0 mEq/l. [12]

3. Peredaran darah

Sistem peredaran darah manusia adalah sistem peredaran darah tertutup dan ganda.
Disebut sistem peredaran darah tertutup, karena darah selalu melalui pembuluh darah.
Disebut sistem peredaran darah ganda, karena darah masuk ke jantung sebanyak dua kali
dalam satu kali peredaran darah. Peredaran darah ganda terdiri dari peredaran darah kecil
dan peredaran darah besar.

Darah

Darah adalah jenis jaringan ikat, terdiri atas sel-sel (eritrosit, leukosit, dan trombosit) yang
terendam pada cairan kompleks plasma.

Fungsi Darah

Fungsi darah masuk ke dalam tiga kategori, yaitu transportasi, pertahanan, dan regulasi,
yang akan dibahas berikut ini.

1) Darah adalah media transportasi utama yang mengangkut gas, nutrisi dan produk
limbah.
2) Darah berperan dalam menjaga pertahanan tubuh dari invasi patogen dan menjaga dari
kehilangan darah. Sel darah putih tertentu mampu menghancurkan patogen dengan
cara fagositosis. Sel darah putih lainnya memproduksi dan mengeluarkan antibodi.
Antibodi adalah protein yang akan bergabung dengan patogen tertentu untuk
dinonaktifkan.
3) Darah memiliki fungsi regulasi dan memainkan peran penting dalam homeostasis.
Darah membantu mengatur suhu tubuh dengan mengambil panas, sebagian besar dari
otot yang aktif, dan dibawa seluruh tubuh.

Komposisi Darah
Darah adalah jaringan, dan, seperti jaringan apapun, mengandung sel dan fragmen sel.
Secara kolektif, sel-sel dan fragmen sel disebut elemen padat. Sel dan fragmen sel
tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma. Oleh karena itu, darah diklasifikasikan
sebagai jaringan ikat cair

1. SEL DARAH MERAH (ERITROSIT)


Eritrosit memiliki dua fungsi utama, yaitu mengangkut oksigen dari paru-paru dan
mengendarkannya ke jaringan yang lain. Eritrosit juga mengangkt karbondioksida
dari jaringan untuk dibawa ke paru-paru. Pengangkutan gas dalam eritrosit
dilakukan oleh haemoglobin

Kelainan Eritrosit

Jumlah eritrosit normal harus berada pada kisaran 4 – 6 juta sel/m3 darah.
Berbagai penyakit dapat mempengaruhi jumlah eritrosit. Berikut ini beberapa
kelainan atau gangguan yang terjadi pada eritrosit.

a. Polisitemia adalah gangguan yang ditandai oleh jumlah eritrosit terlalu


berlebihan (banyak). Hal ini dapat disebabkan oleh cacat produksi sel induk,
penurunan volume plasma akibat dehidrasi, atau pengaruh ketinggian.
Akibatnya berkurangnya aliran darah, penyumbatan kapiler, dan peningkatan
ketebalan darah. Kondisi ini dapat menyebabkan hipertensi atau tekanan darah
tinggi.
b. Anemia Dalam kondisi normal, tingkat hemoglobin darah adalah 12-17 gram
per 100 mililiter. Pada penderita anemia, jumlah eritrosit sedikit, dan/atau sel-
sel eritrosit tidak memiliki cukup hemoglobin. Anemia dapat diklasifikasikan
dalam salah satu dari beberapa kategori yang akan diuraikan berikut ini.

1. Anemia gizi Anemia yang penyebab utamanya adalah kekurangan zat nutrisi
terutama zat besi. Zat besi bisa terdapat pada bahan makan hewani, yakni
daging dan hati. Gejala-gejala umum dari anemia adalah tampak pucat, lemas
dan lesu. Suplemen zat besi dalam makanan dapat membantu mencegah
anemia jenis ini.
2. Anemia pernisiosa Anemia pernisiosa adalah bentuk lain dari anemia gizi.
Saluran pencernaan tidak mampu menyerap cukup vitamin B12, yang penting
untuk perkembangan sel darah merah. Tanpa vitamin B12, sel darah merah
yang belum matang cenderung menumpuk di dalam sumsum tulang. Suplemen
vitamin, dan/atau suntikan vitamin B12 adalah pengobatan yang efektif.

3. Anemia Aplastik Adanya kelainan atau kerusakan pada “pabrik” pembuat


sel darah merah sehingga tidak dapat memproduksi ke tiga komponen darah
dengan baik, sehingga, bagi penderita anemia aplastik harus selalu
memperoleh suplai darah melalui transfusi. Transplantasi sumsum tulang
adalah salah satu pilihan untuk mengobati kondisi ini.

4. Anemia Hemolitik Anemia Hemolitik terjadi karena laju kerusakan eritrosit


meningkat (hemolisis adalah pecahnya sel darah merah). Penyakit ini
umumnya menyebabkan eritrosit mudah pecah oleh berbagai sebab, dapat akut
atau kronik. Anemia hemolotik akut umumnya disebabkan oleh gigitan
binatang, seperti ular atau sengatan lebah. Anemia hemolitik dapat disebabkan
kekurangan enzim untuk membentuk eritrosit, seperti kekurangan enzim G-
6PD, atau adanya kelainan membran atau dinding eritrosit. Penyakit-penyakit
ini umumnya diturunkan dari orang tua.

5. Anemia sel sabit (sickle cell anemia) Anemia sel sabit merupakan penyakit
keturunan. Penderita anemia sel sabit eritrositnya memiliki bentuk abnormal,
yaitu bentuk sabit dengan hemoglobin abnormal dan tidak dapat membawa
oksigen yang cukup.

6. Talasemia Talasemia adalah penyakit keturunan banyak ditemukan pada


orang Afrika, Mediterania, dan Asia, termasuk Indonesia. Angka pembawa
sifat penyakit ini di Indonesia berkisar 3 – 10%, artinya 10 dari 100 orang
Indonesia adalah pembawa sifat penyakit ini. Pembawa sifat disebut talasemia
minor. Mereka tidak pernah memperlihatkan gejala yang berarti, hanya saja
saat diperiksa Hb-nya umumnya di bawah nilai normal. Jika diperiksa lebih
dalam lagi, ukuran sel darah merahnya lebih kecil dari normal. Penderita
talasemia produksi hemoglobinnya sedikit dan kematian dapat terjadi pada usia
20an. Kasus ringan menghasilkan anemia ringan. Anak penderita talasemia
membutuhkan transfusi seumur hidup dengan segala resiko transfusi.
2. Sel Dara Puti (Leukoit)

Leukosit memiliki fungsi menahan invasi oleh pathogen melalui proses


fagositosis; mengidentifikasi dan menghancurkan sel kanker yang muncul di
dalam tubuh; Membersihkan sampah tubuh yang berasal dari sel yang mati atau
cedera.

Kelainan atau gangguan yang melibatkan leukosit

a. severe combined immunodefi ciency disease (SCID) Defisiensi imun kadang-


kadang diwariskan. Anak-anak yang memiliki penyakit defisiensi imun gabungan
yang parah (SCID) terjadi ketika sel-sel induk dari leukosit kekurangan enzim
yang disebut adenosine deaminase. Tanpa enzim ini, limfosit B dan T tidak
berkembang dan tubuh tidak dapat melawan infeksi. Sekitar 100 anak-anak yang
lahir dengan penyakit ini setiap tahunnya. Memberikan suntikan enzim adenosine
deaminase dapat diberikan dua kali seminggu, tetapi transplantasi sumsum tulang
dari donor yang kompatibel adalah cara terbaik untuk menyembuhkan penyakit.

b. Leukimia Leukemia, yang berarti "darah putih," mengacu kepada sekelompok


kanker yang melibatkan proliferasi leukosit yang tidak terkendali. Sebagian besar
leukosit ini abnormal atau belum matang. Oleh karena itu, mereka tidak mampu
melakukan fungsi yang norma dalaml pertahanan. Setiap jenis leukemia diberi
nama sesuai dengan jenis sel yang bereproduksi tidak terkendali, misalnya,
leukemia limfositik melibatkan proliferasi limfosit yang abnormal.

c. Infeksi Mononukleous Infeksi limfosit olel Virus Epstein-Barr (EBV) adalah


penyebab infeksi mononucleosis, dinamakan demikian karena sifat limfosit yang
mononuklear. EBV (keluarga virus herpes), adalah salah satu virus manusia yang
paling umum. Gejala mononukleosis infeksiosa adalah demam, sakit
tenggorokan, dan kelenjar getah bening. Meskipun gejala biasanya hilang dalam
satu atau dua bulan tanpa obat, EBV tetap aktif dan tersembunyi di beberapa sel
di tenggorokan dan darah selama sisa hidup seseorang. Stres dapat mengaktifkan
virus. Reaktivasi berarti bahwa air liur seseorang dapat menularkan infeksi
kepada orang lain, seperti dengan ciuman mesra. Inilah sebabnya mengapa
mononukleosis disebut "penyakit berciuman."

3. Keping Darah (Trombosit)

Trombosit memainkan peran penting dalam mencegah kehilangan darah dengan


cara:
(1) membentuk keping/butiran, yang menutup lubang kecil di pembuluh darah dan
(2) merangsang dibentuknya kontruksi bekuan yang membantu menutup luka besar
di pembuluh darah.

Kelainan dan Gangguan terkait Trombosit

a. Trombositopenia
Terbatasnya jumlah trombosit disebut trombositopenia. Trombositopenia
terjadi karena produksi trombosit yang rendah dalam sumsum tulang atau
meningkat kerusakan trombosit di luar sumsum. Sejumlah kondisi, termasuk
leukemia, dapat menyebabkan trombositopenia. Hal ini juga dapat disebabkan
obat. Gejalanya penyakit ini adalah memar, ruam, dan mimisan atau
pendarahan di mulut. Perdarahan gastrointestinal atau perdarahan di otak yang
dapat menyebabkan komplikasi.
b. Trombosis
Jauh lebih banyak orang meninggal karena pembekuan darah yang tidak
diinginkan dari pada kegagalan pembekuan. Kebanyakan stroke dan serangan
jantung adalah karena trombosis, yaitu terbentuknya bekuan darah (trombus)
abnormal di pembuluh darah. Sebuah trombus (bekuan) dapat tumbuh cukup
besar dan menghalangi aliran darah di pembuluh darah kecil, atau potongan
bekuan darah ini dapat mengalir di dalam aliran darah sebagai embolus. Jika
pembentukan bekuan ini tidak diatasi aliran darah bisa terhenti, dan jika
pembuluh darah yang tersumbat berada di organ vital seperti jantung, otak,
paru-paru, atau ginjal, dapat menyebabkan infark (kematian jaringan). Ratusan
ribu orang meninggal tromboemboli (trombus yang mengalir dalam aliran
darah). Sebagai contoh sekitar 650.000 orang Amerika meninggal setiap tahun
karena tromboemboli.
c. Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit kelainan genetik yang disebabkan oleh kekurangan
faktor pembekuan darah sehingga darah sukar membeku. Terdapat banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan pembekuan darah. Hemofilia A
(hemofilia klasik) disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan VIII. lebih
mungkin terjadi pada anak lakilaki dari pada anak perempuan. Hemofilia A
disebabkan oleh salinan abnormal dari gen produksi faktor VIII, ditemukan
pada kromosom X. Hemofilia ini muncul ketika anak lakilaki memiliki gen
abnormal pada kromosom X. Kasus hemofilia A terjadi 1 dari 5.000 lakilaki di
seluruh dunia. Kekurangan faktor IX menyebabkan hemofilia B (Christmas
disease), menyumbang 15% dari seluruh kasus dan terjadi pada sekitar 1 dari
30.000 laki-laki. Bentuk yang jarang disebut hemofilia C (defisiensi faktor XI)
adalah autosomal dan tidak terkait seks, sehingga terjadi sama pada kedua
jenis kelamin. Pada hemofilia, benjolan sedikit dapat menyebabkan perdarahan
ke dalam sendi, yang diikuti degenerasi tulang rawan pada sendi. Penyebab
paling sering dan mengakibatkan kematian adalah pendarahan ke otak disertai
kerusakan saraf. Suntikan reguler faktor VIII berhasil dapat mengobati
penyakit. [13]

Peredaran Darah
Sistem peredaran darah kecil:
Jantung (bilik kanan) -> pembuluh nadi paru-paru -> paru-paru -> Pembulu darah balik
-> Jantung (serambi kiri)
Secara singkat: jantung Jantung (serambi kiri) -> paru-paru -> Jantung

Sistem peredaran darah besar:


Jantung (bilik kari) -> aorta -> pembuluh nadi -> pembuluh kepiler -> pembuluh balik
atas dan pembuluh balik bawah-> Jantung (serambi kanan)
Secara singkat: Jantung -> seluruh tubuh -> Jantung. [14]

Berikut ini beberapa faktor gangguan peredaran darah karena faktor keturunan di
antaranya sebagai berikut.
1. Hemofilia. Gangguan ini disebabkan adanya kelainan yang menyebabkan darah sulit
membeku jika terjadi luka.
2. Thalassemia. Pada gangguan ini, bentuk sel darah merahnya tidak beraturan. Hal ini
menyebabkan daya ikat sel darah merah terhadap oksigen dan karbon dioksida menjadi
berkurang.
Usaha-usaha pencegahan terhadap gangguan alat peredaran darah ialah dengan
melakukan pola hidup sehat. Pola hidup sehat itu di antaranya sebagai berikut.
1. Makan makanan yang bergizi.
2. Olahraga yang teratur.
3. Tidur dan istirahat yang cukup

B. Radang, Peradangan (imflamasi)

Inflamasi adalah reaksi dari jaringan hidup terhadap trauma atau infeksi, baik dalam
kondisi akut maupun kondisi kronik. Inflamasi akut biasanya dikuti dengan pemulihan
segera, namun jika stimulus atau agen penyebab menetap maka infalamasi tersebut dapat
berkembang menjadi kronik. Secara klinik inflamasi akut dicirikan dengan hangat/panas,
kemerahan, bengkak, nyeri, dan berkurang atau gangguan fungsi.

Respons inflamasi terdiri dari sistem bawaan, respons seluler dan humoral setelah
cedera (seperti setelah terpapar panas atau dingin, iskemia/reperfusi, trauma tumpul, dan lain-
lain), Di mana tubuh berusaha mengembalikan jaringan ke keadaan preinjurynya. Dalam
respon inflamasi akut, ada orkestrasi kompleks dari peristiwa yang melibatkan kebocoran air,
garam, dan protein dari kompartemen vaskular; aktivasi sel endotel; interaksi perekat antara
leukosit dan endotel pembuluh darah; rekrutmen leukosit; aktivasi makrofag jaringan;
aktivasi trombosit dan agregasi mereka; aktivasi komplemen; sistem pembekuan dan
fibrinolitik; dan pelepasan protease dan oksidan dari sel fagosit, yang semuanya dapat
membantu mengatasi keadaan cedera.

Inflamasi (peradangan) berasal dari kata inflammation (latin) adalah Peradangan (dari
bahasa Latin: peradangan) adalah bagian dari respons biologis kompleks dari jaringan tubuh
terhadap rangsangan berbahaya, seperti patogen, sel yang rusak, atau iritan, dan merupakan
respons perlindungan yang melibatkan sel-sel kekebalan, pembuluh darah, dan mediator
molekuler.
Manfaat reaksi Inflammasi antara lain: (i) melarutkan dan mengeluarkan toksin; (ii)
Menghambat penyebaran bakteri; (iii) Memfasilitasi masuknya neutrophils, complement,
opsonins dan antibodies; (iv) Menyediakan persediaan mediator inflamasi; (v) Menjamin
peningkatan persediaan nutrisi sel; (vi) Meningkatkan inisiasi respon imune dan (vii)
Menginisiasi proses penyembuhan.

Fungsi inflamasi antara lain:

1. Mengirimkan molekul dan sel-sel efektor ke lokasi infeksi

2. Membentuk barier fisik terhadap perluasan infeksi atau kerusakan jaringan

3. Pemulihan luka dan perbaikan jaringan

Reaksi pada Respons Inflamasi

1. Jenis reaksi inflamasi


Jenis reaksi inflamasi ada 3 macam. Tiga jenis reaksi inflamasi adalah inflamasi
akut, inflamasi kronik dan inflamasi granulomatosa atau kerusakan jaringan
(jaringan parut atau granulomatosa).
Inflamasi akut. Adanya trauma, infeksi, toksin atau allergen akan segera diikuti
dengan reaksi inflamasi akut. Inflamasi akut meningkatkan presentasi antigen
kepada system imun, menyelenggarakan respon imun terhadap organisma
penginfeksi. APC termasuk sel dendritik dan makrofag yang terdapat di jaringan
inflamasi kontak dengan antigen dan kemudian teraktifasi. Pada reaksi inflamasi
akut biasanya akan terjadi hemostasis dengan terbentuknya jaringan thrombus
penutup luka oleh trombosit untuk menghentikan perdarahan diikuti dengan
infiltrasi netrofil dan penghancuran mikroba atau pathogen oleh netrofil infiltrate.
Terjadi aktifasi makrofag dan kemudian diikuti dengan hadirnya limfosit di lokasi
inflamasi, terjadi hipervaskularisasi sehingga meningkatkan suplai protein plasma
protektif di lokasi infeksi. Apabila reaksi inflamasi akut berhasil menghilangkan
pathogen maka reaksi inflamasi segera berhenti, tetapi tidak berhasil maka akan
berkembang menjadi inflamasi kronik.
Inflamasi kronik. Patogen penginfeksi yang menetap dalam jaringan akan
merangsang reaksi inflamasi kronik. Inflamasi kronik dicirikan adanya
pembentukan jaringan parut dari kolagen yang dihasilkan fibroblast. Pada reaksi
inflamasi kronik, jaringan inflamasi terinfiltrasi oleh sel limfosit dan fagosit
mononuclear, monosit dan makrofag. Berbeda dengan reaksi inflamasi akut yang
didominasi oleh fagosit polimorfonuklear atau netrofil. Pada penyakit autoimun,
reaksi inflamasi kronik tidak didahului adanya reaksi inflamasi akut. Pada reaksi
inflamasi kronik diikuti dengan gangguan fungsi dan adanya bekas yang disebut
“scar” akibat reaksi inflamasi apabila dapat dihentikan. Reaksi inflamasi kronik
yang gagal dihentikan akan bersifat progresif dan menimbulkan pembentukan
fibrosis progresif yang bersifat destruktif sehingga fungsi organ terganggu atau
hilang. Contoh reaksi inflamasi kronik adalah asma persisten yang dicirikan
dengan perubahan struktur bronkhiolus, sistik fibrosis dengan cirri utama
bergantinya jaringan normal pada berbagai organ dalam dengan jaringan fibrotic
dan rematoid arthritis dengan deformasi pada persendian.
Inflamasi granulomatosa merupakan bentuk khusus reaksi inflamasi kronis.
Inflamasi granulomatous adalah bentuk khusus inflammation kronik yang
dikaitkan dengan tingginya aktivitas makrofag, yang dikendalikan oleh IFNγ yang
diproduksi oleh sel Th. Macrophages berdiferensiasi menjadi sel epithelioid
dengan dominasi fungsi sekretorik dan penurunan kapasitas fagositosis. Pada
inflamasi granulomatosa makrofag berfusi menjadi sel raksasa bernukleas ganda.
Bangunan yang tersusu atas kumpulan atau gabungan sel epiteloid, sel raksasa dan
limfosit pada jaringan inflamasi disebut dengan granuloma. Inflamasi
granulomatosa berhubungan dengan infeksi oleh Mycobacteria, Treponema
pallidum (penyebab sifilis) dan jamur. Inflamasi granulomatous juga terbentuk di
sekeliling korpal atau benda asing dalam jaringan, kelainan autoimun dan kondisi
idiopati seperti sarkoidosis.
Jenis reaksi pada respon inflamasi ada beberapa tahapan antara lain :

1. Reaksi inisiasi pada respons inflamasi


Secara umum reaksi pada respon inflamasi ada 3 tahap yaitu tahap inisiasi,
tahap reaksi utama dan tahap reaksi resolusi atau finalisasi.
Reaksi pada tahap inisiasi inflamasi diawali dari adanya trauma (injuri),
infeksi atau allergen atau toksin yang menghasilkan mediator inflamasi.
Inflammasi merupakan akibat dari berbagai kondisi antara lain infeksi, trauma
fisik atau injuri (termasuk luka bakar), keracunan (toksin, termasuk
endotoksin), alergi dan hipersensitifitas, serta penyakit autoimun yang
berujung dengan dikeluarkannya mediator proinflamasi. Sifat alami mediator
proinflamasi adalah menimbulkan serangkaian reaksi yang disebut dengan
respon inflamasi. Gambaran tahap insiasi respon inflamasi disahikan pada
Gambar. Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi yang melibatkan mediator-
mediator kimiawi.
Peristiwa yang terjadi pada tahap inisiasi ini adalah:
(i). Aktifasi system komplemen oleh adanya mediator inflamasi. System
komplemen yang berperan pada inisiasi resksi inflamasi adalah komponen
C3a dan C5a yang disebut sebagai kemoatraktan atau anafilatoksin.
Komponen komplemen 3a dan 5a apabila aktif dapat menjadi daya tarik bagi
komponen seluler dalam darah, terutama netrofil dan monosit sehingga
mendorong netrofil melakukan kemotaksis menuju lokasi dimana terdapat C3a
atau C5a.
(ii). Perubahan fisiologis pembuluh darah dan daya permeabilitas pembuluh
darah sehingga terjadi migrasi komponen seluler darah dan ekstravasasi cairan
tubuh. Mediator inflamasi maupun komponen 3a 5a komplemen menyebabkan
perubahan fungsi dan struktur vaskuler. Pembuluh darah mengalami
perubahan fungsi akibat adanya paparan mediator inflamasi, dimana endotel
darah menjadi lebih aktif yang ditandai dengan dihasilkannya mediator
inflamasi berupa NO.

Gambaran aktivitas pada respon inflamasi akut 3 hari pertama adalah:


(i) ekstravasasi cairan tubuh, dimana cairan tubuh mengalami
perpindahan dari intravasa ke jaringan yang mengalami trauma atau
infeksi, sehingga jaringan yang mengalami radang tampak mengalami
pembengkakan (udema).
(ii) migrasi komponen seluler darah yaitu sel polimorfonuklear dari dalam
pembuluh darh menuju ke lokasi yang mengalami trauma.
(iii) migrasi komponen seluler darah monosit

2. Fase aktif respon inflames


Fase aktif respon inflamasi Ada 2 jenis reaksi eksekusi pada respon inflamasi
yaitu respon inflamasi akut dan respon inflamasi kronik.
Tujuan akhir dari respon inflamasi baik respon inflamasi akut maupun kronik
adalah untuk (i) menghilangkan penyebab awal kerusakan sel, (ii)
menghilangkan sel dan jaringan yang rusak dan (iii) menginisiasi perbaikan
sel.

1. inflamasi dan eliminasi agen penginisiasi kerusakan sel/ jaringan


Fagosit berperan penting pada proses eliminasi patogen perusak atau
penyebab injuri/trauma. Beberapa fagosit utama yang berperan pada
proses eliminasi pathogen antara lain makrofag, netrofil, monost dan sel
natural killer. Pada fase inisiasi disamping terjadi proses perubahan pada
vaskuler dan migrasi sel darah juga terjadi proses aktifasi fagosit, terutama
netrofil, sehingga ketika netrofil bertemu dengan pathogen siap untuk
melakukan fagositosis. Boleh jadi ketika netrofil melakukan kemotaksis
juga mengalami proses aktifasi sehingga ketika sampai dilokasi infeksi dan
berinteraksi dengan pathogen langsung mampu melakukan proses
eliminasi.
2. Inflamasi dan reparasi sel/jaringan rusak Proses penyembuhan setelah
cedera jaringan dapat secara luas dibagi menjadi regenerasi dan perbaikan.
Regenerasi mengacu pada proliferasi sel dan jaringan untuk menggantikan
struktur yang rusak dan hilang. Melalui regenerasi total, jaringan yang
hilang atau rusak sepenuhnya dibangun kembali. Sebaliknya, perbaikan
dapat mengembalikan beberapa struktur asli, tetapi pemulihan tidak
lengkap, dan perbaikan dapat menyebabkan kekacauan struktural.
Perbaikan paling sering terdiri dari kombinasi regenerasi dan pembentukan
bekas luka.
3. Inflamasi dan pembersihan dari sel rusak (apoptosis) serta menggantinya
dengan yang baru Proses pembersihan sel yang mengalami apoptosis pada
inflamasi melibatkan system komplemen, yaitu komponen collectin family
member (C1q).
Urutan kejadian setelah cedera adalah secara substansial serupa di semua
jaringan, meskipun ada perbedaan dalam sel yang membentuk jaringan.
Jika kita mempertimbangkan penyembuhan luka kulit dalam model cedera
yang khas, proses ini memerlukan tiga tahap yang tumpang tindih tetapi
berbeda: (i) peradangan, (ii) proliferasi sel dan pembentukan jaringan baru
dan (iii) renovasi dan pematangan.
3. Reaksi pengakhiran atau resolusi pada respon inflamasi
Normalnya reaksi pada respon inflamasi adalah terkontrol dan self
limited (dapat pulih secara mandiri). Namun juga tidak sedikit reaksi pada
respon imun inflamasi yang tidak berujung pada fase reaksi
resolusi/pengakhiran. Respon imun inflmasi yang tidak memasuki reaksi fase
akhir biasanya terjadi pada respon inflamasi yang berlebihan dan diluar
kendali, terutama terjadi pada autoimunitas.
Pada fase resolusi respon inflamasi terjadi beberapa aktivitas, yaitu (i)
pembesihan rangsang perusak; (ii) pembersihan mediator dan sel inflamasi
akut; (iii) pemindahan sel yang rusak dan normalisasi fungsi. Pada fase
resolusi mediator lipid, derifat asam arakhidonat memegang peran penting.
Fase terakhir, renovasi dan pematangan, dimulai 2-3 minggu setelah cedera
dan dapat berlangsung selama bertahun-tahun jika jaringan parut tetap karena
regenerasi jaringan yang tidak lengkap. [15]

Skema Peradangan

Untuk dapat menyebabkan penyakit semua bakteri harus melalui beberapa


tahap, yaitu (1) kontak dengan host, (2) masuk ke dalam host, (3) berkembang
biak dan menyebar dari tempat masuknya, dan (4) menyebabkan kerusakan
jaringan host, baik secara langsung (misalnya sitotoksin) atau secara tak
langsung (respons inflamasi).
Skema peradangan patogenasis infeksi saluran kemih

Keterangan:

1. Peranan faktor-faktor mikroorganisme dan host yang menyebabkan infeksidan


resolusinya.

2. Angka melingkar menunjukkan tempat di mana respons host dapat memotong


atau memodifikasi patogenesis penyakit." [17]

C. Pemulihan/Perbaikan Jaringan

Perbaikan dan penyembuhan adalah proses penggantian sel-sel mati dengan


sel-sel yang berbeda dari sel asalnya. Sel-sel baru membentuk jaringan granulasi,
yang nanti- nya menjadi jaringan parut fibrosa. Penyembuhan luka dimulai
dengan proses pera- dangan. Kemudian terjadi pembersihan daerah itu dari debris
sel, organisme dan jaring- an mati, dan bekuan darah oleh makrofag dan sedikit
oleh neutrofil. Kemudian terben- tuk jaringan granulasi (organisasi). Jaringan
granulasi muda berwarna merah, halus dan mudah berdarah. Secara berangsur
diletakkan kolagen dalam jaringan ini, sehingga berangsur menjadi jaringan
fibrosa. Nantinya kolagen ini berkerut dan jaringan ini men- jadi jaringan parut
(sikatriks).

Gambaran Pemulihan Jaringan

Untuk kelangsungan hidupnya, penting bagi suatu organisme memiliki


kemampuan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan gangguan toksik dan
inflamasi. Faktanya, respons inflamasi terhadap mikrob dan jaringan rusak tidak
hanya berfungsi untuk mengeliminasi bahaya-bahaya tetapi juga untuk memulai
proses perbaikan.

Pemulihan jaringan rusak terjadi melalui dua jenis reaksi: regenerasi dengan
proliferasi sel yang tersisa (yang tidak mengalami jejas) serta maturasi sel púnca
jaringan dan endapan jaringan ikat untuk membentuk parut.
• Regenerasi. Beberapa jaringan mampu menggantikan bagian yang rusak dan
sejatinya dapat kembali ke kondisi normal; proses ini disebut regenerasi.
Regenerasi terjadi melalui proliferasi sel yang selamat dari kerusakan dan
mempertahankan kemampuan untuk proliferasi, contohnya pada sel epitel kulit
dan usus yang cepat membelah, serta pada beberapa organ parenkim terutama
hati. Pada kasus lain, jaringan sel punca dapat berkontribusi pada restorasi
jaringan rusak. Namun, tidak seperti pada hewan rendah seperti kadal dan ikan
yang dapat melakukan regenerasi seluruh tungkai dan organ, mamalia memiliki
kapasitas terbatas untuk meregenerasi jaringan dan organ rusak, dan juga hanya
beberapa bagian dari kebanyakan jaringan yang mampu meregenerasi dirinya
secara sempurna.

• Deposit jaringan ikat (pembentukan parut). Jika jaringan yang rusak tidak mampu
menggantikan. secara sempurna, atau jika struktur pendukung dari jaringan telah
rusak parah, perbaikan terjadi dengan membentuk jaringan ikat (fibrosa), sebuah
proses yang dapat mengakibatkan terbentuknya parut. Walau parut fibrosa tidak
normal, ini memberikan stabilitas struktur yang cukup agar jaringan yang rusak
dapat berfungsi. Istilah fibrosis sering digunakan untuk mendeskripsikan
penumpukan luas kolagen yang terjadi di paru-paru, hati, ginjal, dan organ lain
sebagai akibat inflamasi kronis, atau di miokardium setelah nekrosis iskemik Juas
(infark). Jika fibrosis terbentuk pada ruang jaringan tempat eksudat inflamasi
berada maka disebut organisasi (seperti organisasi/penyusunan ulang pneumonia
yang memengaruhi paru-paru).

Setelah banyak jenis kerusakan, baik regenerasi maupun pembentukan parut


berkontribusi dalam berbagai tingkatan terhadap hasil akhir perbaikan. Kedua
proses ini melibatkan proliferasi beragam sel dan interaksi erat antara sel dan
matriks ekstraseluler. Pertama, kita akan membahas mekanisme umum dari
proliferasi sel dan regenerasi, kemudian ciri bawaan dari regenerasi dan
penyembuhan melalui pembentukan parut, dan merangkumnya dengan deskripsi
penyembuhan luka kulit dan fibrosis (parut) di organ parenkim sebagai ilustrasi
dari proses perbaikan.

Regenerasi Sel dan Jaringan


Regenerasi sel dan jaringan yang rusak melibatkan proliferasi sel yang didorong
oleh faktor pertumbuhan dan bergantung secara kritis pada keutuhan matriks
ekstraseluler serta perkembangan sel matur dari sel punca. Sebelum
mendeskripsikan contoh perbaikan dengan regenerasi, kita membahas kontrol
proliferasi sel dalam proses ini.

Proliferasi Sel: Sinyal dan Mekanisme Kontrol


Beberapa jenis sel berproliferasi selama perbaikan jaringan. Ini termasuk sisa
jaringan rusak (yang berupaya untuk merestorasi struktur normal), sel endotel
vaskular (untuk menciptakan pembuluh darah yang memberikan nutrisi yang
diperlukan untuk proses perbaikan), dan fibroblas (sumber jaringan fibrosa yang
membentuk parut untuk menutup defek yang tidak dapat dikoreksi dengan
regenerasi).
Kemampuan jaringan memperbaiki dirinya telah ditentukan, sebagian, oleh
kapasitas proliferatif intrinsik. Pada beberapa jaringan (yang kadang disebut
jaringan labil), sel selalu hilang dan terus digantikan dengan sel- sel baru yang
berasal dari jaringan sel punca dan progenitor imatur yang berproliferasi cepat.
Jaringan jenis ini contohnya sel hematopoietik di sumsum tulang dan banyak
epitel permukaan, seperti lapisan basal dari epitel skuamosa di kulit, rongga
mulut, vagina, dan serviks; epitel kuboid dari duktus yang yang mengosongkan
organ eksokrin (contoh: kelenjar ludah, pankreas, traktus bilier); epitel silinder
dari traktus gastrointestinal, uterus, dan tuba Fallopii; dan epitel transisional dari
traktus urinarius. Jaringan-jaringan dapat dengan mudah beregenerasi setelah
kerusakan selama kelompok sel punca dipertahankan.
Jaringan lain (disebut sebagai jaringan stabil) terdiri dari sel-sel yang secara
normal berada pada tahap Go di siklus sel dan dengan demikian tidak
berproliferasi, tetapi mereka mampu membelah sebagai respons kerusakan atau
kehilangan massa jaringan. Jaringan ini juga termasuk parenkim dari kebanyakan
organ seperti hati, ginjal, dan pankreas. Sel endotel, fibroblas, dan sel otot polos
juga secara normal diam tetapi dapat berproliferasi sebagai respons terhadap
faktor pertumbuhan, sebuah reaksi yang penting terutama pada penyembuhan
luka.

Mekanisme Regenerasi

Jaringan Peran regenerasi dalam penggantian jaringan yang rusak bervariasi pada
setiap jaringan dan sesuai tingkat keparahan kerusakan yang terjadi.
• Pada epitel traktus intestinal dan kulit, sel yang rusak dengan cepat digantikan
melalui proliferasi sel sisa dan diferensiasi sel dari jaringan sel punca jika
membran basalnya masih utuh. Sel epitel sisa memproduksi faktor pertumbuhan
yang terlibat dalam proses ini. Sel baru dihasilkan bermigrasi untuk mengisi
defek yang diakibatkan oleh kerusakan kemudian mengembalikan integritas
jaringan.
• Regenerasi jaringan dapat terjadi pada organ parenkim yang selnya mampu
berproliferasi dengan pengecualian pada hati, yang hanya terbatas prosesnya.
Pankreas, adrenal, tiroid, dan paru-paru memiliki sedikit kapasitas regeneratif.
Operasi pengambilan ginjal mengakibatkan ginjal yang tersisa melakukan
respons kompensasi yang terdiri dari baik hipertorfi dan hiperplasia dari sel
duktus proksimal. Mekanisme yang mendasari respons ini masih belum dipahami,
tetapi dapat melibatkan produksi lokal faktor pertumbuhan dan interaksi sel
dengan matriks ekstraseluler. Kapasitas luar biasa dari hati untuk beregenerasi
telah membuatnya menjadi contoh penting untuk mempelajari proses ini seperti
yang akan dijelaskan berikut.
Regenerasi Hati

Hati manusia memiliki kapasitas yang luar biasa dalam hal regenerasi
sebagaimana ditunjukkan dalam pertumbuhan hati setelah hepatektomi
parsial, yang dapat dilakukan untuk reseksi tumor atau untuk transplantasi donor
hati hidup. Gambaran mitos regenerasi hati adalah pertumbuhan ulang dari hati
Prometheus, yang dimakan setiap hari oleh elang yang dikirimkan oleh Zeus
sebagai hukuman karena mencuri rahasia api namun hati tersebut tumbuh
kembali setiap malam. Nyatanya, walau tidak sedramatis cerita tersebut,
kemampuan regenerasi hati masih cukup mengesankan.
Regenerasi hati terjadi melalui dua mekanisme utama: proliferasi hepatosit
yang tersisa dan repopulasi dari sel progenitor. Mekanisme yang dominan
tergantung dari sifat kerusakan.
• Proliferasi hepatosit setelah hepatektomi parsial. Pada manusia, reseksi hati
hingga 90% dapat dikoreksi dengan proliferasi dari hepatosit sisa. Proses ini
didorong oleh sitokin seperti 11-6 yang dihasilkan oleh sel Kupffer dan oleh
faktor pertumbuhan seperti hepatocyte growth factor (HGF) yang dihasilkan oleh
banyak jenis sel.
• Regenerasi hati dari sel progenitor. Pada kondisi ketika kapasitas proliferasi
hepatost terganggu seperti setelah kerusakan hati kronis atau inflamasi, sel
progeniter di habi berkontribusi dalam melakukan repopulasi. Pada hewan
pengerat, sel progenitor ini telah disebut sel d karena hentuk nukleusnya.
Beberapa sel progenitor in tinggal di me khusus yang disebut kanal Herring
tempat kanalikuli empedu terhubung dengan duktus empedu yang lebih besar
Sinval yang mendorong, proliferasi sel progenitor dan diferensianya menjadi sel
hepatosit matur masih diteliti.

Faktor yang Mengganggu Pemulihan Jaringan

Pemulihan jaringan dapat terganggu oleh beragam faktor yang menurunkan


kualitas atau kelayakan proses tersebut. Faktor yang menganggu penyembuhan
dapat ekstrinsik (contoh: infeksi) atau intrinsik pada jaringan yang rusak, dan
sistemik atau lokal.
• Infeksi adalah salah satu penyebab terpenting dari keterlambatan penyembuhan;
infeksi memperpanjang inflamasi dan berpotensi meningkatkan jejas jaringan
lokal.
• Diabetes adalah penyakit metabolik yang membahayakan pemulihan jaringan
(Bab 24) dan penyebab sistemik penting yang menyebabkan penyembuhan luka
abnormal.
• Status gizi memiliki dampak besar pada pemulihan; malnutrisi protein dan
defisiensi, vitamin C, contohnya, menghambat sintesis kolagen dan
memperlambat penyembuhan.
• Glukokortikoid (steroid) telah didokumentasikan memiliki efek antiinflamasi dan
pemberian steroid dapat menyebabkan jaringan parut yang lemah karena
menghambat produksi TGF-B dan menghilangkan fibrosis. Namun, pada
beberapa kejadian, efek anti inflamasi glukokortikoid justru diharapkan.
Contohnya pada infeksi kornea mungkin diresepkan glukokortikoid (bersama
dengan antibiotik) untuk mengurangi Kemungkinan kekeruhan akibat
penumpukan kolagen.
• Faktor mekanis seperti tekanan lokal yang meningkat atau torsio dapat
menyebabkan tepi luka menjauh (menganga).
• Perfusi buruk, terjadi akibat arteriosklerosis dan diabetes atau akibat
pengosongan vena yang tersumbat (contoh: vena varikosa), dan juga menganggu
penyembuhan.
• Benda asing seperti bagian besi, kaca, atau bahkan tulang dapat mengganggu
penyembuhan.
• Jenis dan keparahan kerusakan jaringan memengaruhi pemulihan. Pemulihan
sempurna terjadi hanya pada jaringan yang tersusun oleh sel yang mampu
berproliferasi; namun demikian, jejas yang sangat berat mungkin berakibat pada
regenerasi jaringan yang tidak sempurna dan setidaknya kehilangan sebagian
fungsi. Jejas pada jaringan yang tersusun oleh sel yang tidak membelah akan
berakhir dengan jaringan parut; seperti pada kasus penyembuhan infark
miokardium.
• Lokasi kerusakan dan sifat jaringan tempat terjadi kerusakan juga penting.
Contohnya, pada inflamasi yang muncul di rongga jaringan (contoh pleura,
peritoneum, rongga sinovium), eksudat dalam jumlah sedikit mungkin diserap
dan diolah oleh enzim proteolitik dari leukosit dan mengakibatkan inflamasi
mereda dan restorasi struktur jaringan normal. Namun, ketika eksudat terlalu
banyak untuk dapat diserap sempurna, maka jaringan tersebut mengalami
penyusunan ulang suatu proses ketika jaringan granulasi tumbuh ke dalam
eksudat dan akhirnya membentuk jaringan parut fibrosis.

Secara umum, fisiologi penyembuhan luka dapat dibagi menjadi 3 tahapan utam4 yaitu:

Tahap Inflammasi dan Regenerasi

1. Reaksi inflamasi
Definisi radang ialah reaksi pertahanan jaringan hidup terhadap semua bentuk luka
dengan melibatkan frrngsi darah dan pembuluh darah, saraf, limfa, cairan serta sel-sel
di sekitar luka Proses ini akan memusnahkan, melarutkan atau membatasi agen-agen
penyebab infeksi sekaligus merintis jalan untuk proses perbaikan atau pemulihan
terhadap jaringan yang rusak. Infeksi ialah masuknya sejumlah mikroorganisme
patogen pada daerah luka terutama pada luka yang terbuka sehingga menimbulkan
akibat yang lebih buruk. Pada radang akut, respon relatifsingkat, berlangsung hanya
beberapa jam atau hari setelah terjadinya luka. Reaksi radang biasanya diikuti dengan
dengan rasa nyeri, panas, merah, bengkak dan gangguan firngsi pada daerah sekitar
luka kadang-kadang disertai juga dengan demam. Hal tersebut diakibatkan oleh 3
komponen radang yaitu :
(1) perubahan penampqng pembuluh darah (vasodilatasi) yang mengakibatkan
peningkatan aliran darah di sekitar luka,
(2) perubahan struhural pada kapiler yang mernungkinkan protein plosma serta
leukosit keluar dari pembuluh darah (diapedesis) dan
(3) terjadinya agregasi'leukosit di daerah luka. Cairar. yang kaya protein serta leukosit
yang tertimbun di ruang ekstravaskuler di daerah luka sebagai akibat reaksi radang
disebut eksudat.

Kemal (1988, 155) dm Robbins (1992, 3l - 37) menjelaskan tahapan reaksi radang
sebagai berikut: 1. Infeksi, merupakan proses masuknya sejumlah mikroorganisme
patogen ke daerah luka dengan demikian keadaan luka menjadi aseptis. Sejumlah
mikroorganisma patogen tersebut akan memasuki jaringan melalui daerah yang
terbuka akibat luka.
2. Reaksi Sistem Komplemen, Glikoprotein permukaan sel mikroorganisme yang masuk
ke daerah luka akan mengaktifkan serangkaian sistem komplemen yang berakibat:
- Diproduksinya opsonin yang akan melekatkan mikroorganisme dengan leukosit
sehingga mempermudah proses fagositosis.
- Dilepaskan histamin oleh mastosit (mast sel) yang menyebabkan vasodilatasi
kapiler serta meningkatkan permeabilitas membran kapiler tehadap protein, akibatrya
sejumlah protein plasma dan leukosit akan keluar dari kapiler darah.
- Diproduksinya chemotmin yang akan menarik leukosit menuju daerah infeksi.
- Dihasilkannya kinin yang memiliki fungsi seperti histamin namun mampu
meftmgsang ujung-ujung reseptor saraf- (reseptor rasil sakit dan gatal).
- Mengaktifkan suatu reaksi tertentu yang akan menimbulkan lubang-lubang pada
kemoktasis naetrofil.

b.) Tahap ploriferasi


Tahap ploriferasi ini segera berlangsung hampir bersamaan dengan proses hemostatis
regenerasi sel syaraf sehingga sebenarnya sangat sulit urtuk memisahkan kedua
tahapan ini karena berlangsung hampir bersamaan tetapi untuk mempermudah
pembahasan maka keduanya dipisahkan. Sel-sel epitel kulit bagran basal akan
bermitosis dan seJanjutnya sel-sel anak akan bermigrasi menyebrangi daerah luka
untuk menyambungkan permukaan luka. Hal tersebut berlangsung antara 24 sampai
dengan 48 jam setelah terjadi luka dan sangat tergantung dari luas permukaan luka.
Proses migrasi sel-sel epitel kulit tersebut juga ditingkatkan oleh aktifitas
hiperplastik dari sum-sum tulang.
Selanjutnya jaringan fibroblast akan bermitosis dan membentuk kerangka
atau kisi-kisi dari imigrasi sel. Sel-sel epitel akan membentuk tunas di ujung-ujung
luka yang akan berkembang menjadi kapiler untuk mendistribusikan sumber-sumber
makanan bagi jaringan-jaringan baru yang berbentuk granul.
Fibroblast akan memulai sintesis kolagen . yang akan menggantikan jaringan
ikat di daerah luka. Selain itu, fibroblast juga akan membentuk mukoppolisakarida.
Setelah 2 sampai 4 minggu rantai- rantai asam amino tertentu disintesis membentuk
serrat-serat yang memiliki panjang dan diameter tertentu dan membentuk bundle-
bundel yang memiliki pola-pola yang tetap. sintesis kolagen ini akan menurunkan
jumlah kapiler makanan.
Akhirnya sistesis kolagen akan menurun sehingga jumlah kolagen yang
dibentuk akan sebanding dengan jumlah kolagen yang dihancurkan sehingga setelah
2 minggu diameter luka akan mengecil sebanyak 3 - 5 %dari lebar luka semula dan
pada akhir bulan pertama lebar luka akan direduksi 35 sampai 60 % tetapi tidak
pernah lebih dari 80 % dari lebar luka semula. Proses ini melibatkan sejumiah
vitamin dan sedikit vitamin C.

c.) tahap maturasi


setelah 3 minggu dari terjadinya luka, fibroblast yang telah menjadi kolagen
akan mulai terlepas meainggalkan luka. Bekas luka akan terlihat masih besar sampai
benang-benang kolagen membentuk posisi yang lebih ketat yang akan mereduksi
bekas luka tetapi memperkuat penutupan lukam itu sendiri.
Kekuatan maksimum yang dibentuk kolagen akan terjadi setelah l0 sampai
12 minggu tetapi tidak pernah mencapai kekuatan jaringan semula sebelum
terjadinya luka. Selain itu akibat hadirnya serat-serat kolagen pengganti jaringan yang
rusak di daerah luka, maka penampilan daerah tersebut juga tidak akan bisa seperti
semula sebab arah dan susunan serat kolagen tidak sama dengan jaringan semula- Hal
tersebut akan meninggalkan bekas luka yang dikenal dengan jaringan parut.
Penggantian jaringan yang rusak bukan hanya terjadi pada kulit tetapi juga
terjadi pada jaringan otot yang ikut robek, dengan demikian pada bagian tersebut akan
terdapat sejumlah jaringan parut yang menggantikan posisi sebagian jaringan otot, hal
tersebut tentu saja akan menurunkan kemampuan fungsi dari jaringan otot itu sendiri.
Contoh paling menarik ialah timbulnya jaringan parut pada bagian tertentu dari
jantung akibat operasi yang akan menurunkan kemampuan kontraksi bagian otot
jantung tersebut.
[16]
BAB III

KESIMPULAN

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena


metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap
stressor fisiologis dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi
kesehatan. Dengan kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh
mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang
terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi
dinamis. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini
dinamakan “homeostasis”.
Sistem peredaran darah manusia adalah sistem peredaran darah tertutup dan
ganda. Disebut sistem peredaran darah tertutup, karena darah selalu melalui pembuluh
darah. Disebut sistem peredaran darah ganda, karena darah masuk ke jantung
sebanyak dua kali dalam satu kali peredaran darah. Peredaran darah ganda terdiri dari
peredaran darah kecil dan peredaran darah besar.
Radang atau inflamasi adalah respon perlindungan setempat yang ditimbulkan
oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk mengurangi,
menghancurkan atau melokalisasi agen pencedera maupun jaringan yang tercedera
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai
kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkisanambungan. Penggabungan respons
vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di
daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka.
Besarnya perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme penyembuhan luka dan
aplikasi klinik saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahaman dan penelitian yang
berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan pemakaian bahan pengobatan
yang telah berhasil memberikan kesembuhan. Luka adalah rusaknya
kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang
rusak atau hilang. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan
mengembalikan komponenkomponen jaringan yang rusak tersebut dengan
membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya. Proses
penyembuhan tidak hanya 2 terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi
juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi,
pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik).
DAFTAR PUSTAKA

1. Hall, J. E., 2006. Guyton's Textbook of Medical Physiology. 11 ed. Philadelpia:


Elsevier. Chow JL, B. K. a. B. L., 2004. Critical Care Handbook of the Massachusetts
General Hospital. 3rd ed. US: Lippincott Williams & Wilkins
2. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and
Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th ed.
New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40
3. Santosa W dan Riyono. Perbandingan efektifitas pemberian kompres madu dan
kompres gula Kristal terhadap penyembuhan luka pada tikus putih. Srada Jurnal
Ilmiah Kesehatan 2018. 7(1): 28-35.
4. Waterhouse BR, Famery AD. The Organization and Composition of Body Fluids.
Anaesthesia & Intensive Care Medicine. 2012
5. Hines RL, Marschall KE. Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders. Dalam
Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th ed. Philadelphia:
Elsevier Inc.
6. Tehnik Proseural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Selamba Medika. 2008 hal, 51
7. Miller RD. 2015. Miller’s Anesthesia. 8th Edition. Philadelphia, PA: Elsevier
Saunders.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reaminasi Indonesia. 2010.
Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif. PP IDSAI, 108-142.
9. Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the Perioperative
Setting. Cambridge: Cambridge University Press. 2012; 1 : h. 1 – 10.
10. Niemi TT, Miyasitha R, Yamakage M. Colloid solutions: a clinical update. Japanese
Society of Anesthesiologist. 2010.
11. Black M.J.Hawks MJ.Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Kardiovaskular.
Edisi Indonesia 9. Elsevier.singapoer.2023. hal;95-96.
12. Kaye AD. Fluid Management. Dalam Basics of Anesthesia 6th ed. Philadelphia:
Elsevier Inc. 2011; 23: h. 364 – 71.
13. Ginting s.d. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. Pt Global Ekekutif Teknologi.2023.
hal; 64-70
14. Mukrajuddin.Saktiyono.Lutfi. Ipa Terpadu SMP dan MTS Untuk Kelas VIII Semester
1 2A. Erlangga. 2006. Hal; 134
15. Hidayati t.a. Imunofarmakologi Radang. Askiya.2021. hal;11-24
16. Robbins. Buku Ajar Patlogi Dasar.Edisi ke-10. Elsevier. 2020. Hal; 87
17. Soegijanto S. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis Dan Infeksi di Indonesia.Jiid 3.
AU Press. 2016.; 107

Anda mungkin juga menyukai