Anda di halaman 1dari 23

GANGGUAN PANIK DAN PENANGANANNYA

I. PENDAHULUAN
Istilah panik berasal dari kata Pan, dewa Yunani yang setengah hantu, tinggal di pegunungan dan hutan, dan perilakunya sangat sulit diduga. Di tahun 1895 deskripsi gangguan panik pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam kasus agorafobia. Serangan panik merupakan ketakutan akan timbulnya serangan serta diyakini akan segera terjadi. Individu yangmengalami serangan panik berusaha untuk melarikan diri dari keadaan yang tidak pernah diprediksi. (1) Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relative singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Frekuensi pasien dengan gangguan panik mengalami serangan panik adalah bervariasi dari serangan multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama setahun. Di Amerika Serikat, sebagian besar peneliti dibidang gangguan panik percaya bahwa agoraphobia hampir selalu berkembang sebagai suatu komplikasi pada pasien yangmemiliki gangguan panik. (1) Beberapa pencetus terjadinya panik adalah cedera (kecelakaan atau operasi), penyakit, konflik, stimulan (kafein, kokain), tempat tertentu (terutama pada pasien agorafobia)dan sertralin (dapat menginduksi panik pada pasien asimtomatik).(1)

II.

EPIDEMIOLOGI
Di antara beberapa gangguan cemas yang dikenal, gangguan panik merupakan

gangguan yang lebih sering dijumpai akhir-akhir ini. Dari penelitian diketahui bahwa di negara-negara Barat, gangguan panik dialami oleh lebih kurang 1.7% dari populasi orang dewasa. Angka kejadian sepanjang hidup gangguan panik dilaporkan 1.5% sampai 5%, sedangkan serangan panik sebanyak 3% sampai 5.6%. Di Indonesia belum dilakukan studi epidemiologi yang dapat menggambarkan berapa jumlah individu yang mengalami gangguan panik, namun para professional merasakan adanya peningkatan jumlah kasus yang datang minta pertolongan.(2)

Prevalensi sepanjang hidup gangguan panik dilaporkan 1.5% sampai 5%, sedangkan serangan panik sebanyak 3% sampai 5.6%. Suatu penelitian di Texas terhadap lebih dari 1600 sampel yang diseleksi secara acak, didapatkan prevalensi sepanjang hidup 3.8% untuk gangguan panik, 5.6% untuk serangan panik, serta 2.2% mengalami serangan panik dengan gejala yang terbatas dan tidak memenuhi kriteria diagnostik. Gangguan panik lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Panik dapat terjadi pada umur berapapun, tetapi biasanya berkembang antara usia 1845 tahun. Onset usia rata-rata seperti kebanyakan gangguan cemas adalah pada dekade ketiga.(1, 2) Sembilan puluh satu persen pasien dengan gangguan panik dan 84% yang dengan agorafobia mengalami setidaknya satu gangguan psikiatrik lainnya. Sepuluh hingga 15% pasien dengan gangguan panik juga mengalami gangguan depresi berat. Sepertiga diantaranya mengalami depresi sebelum awitan gangguan panik, serta sisanya mengalami serangan panik selama atau sesudah awitan gangguan depresi berat.(2) Anxietas juga sering terdapat pada gangguan panik dengan agorafobia. Lima belas sampai 30% mengalami fobia sosial, 2-20% terdapat fobia spesifik dan 15-30% mengalami gangguan kecemasan hingga 30% mengalami gangguan obsesif-kompulsif.(2)

III.

ETIOLOGI

Terdiri atas faktor biologic, genetik dan psikososial: Faktor Biologik: Beberapa peneliti menemukan bahwa gangguan panik berhubungan dengan abnormalitas struktur dan fungsi otak. Dari penelitian juga diperoleh data bahwa pada otak pasien dengan gangguan panik beberapa neurotransmitter mengalami gangguan fungsi, yaitu serotonin, GABA (Gamma Amino Butyric Acid) dan norepinefrin. Hal ini didukung oleh fakta bahwa Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) efektif pada terapi pasien-pasien dengan gangguan cemas, termasuk gangguan panik.(2) Berdasarkan hipotesis patofisiologi, terjadi disregulasi baik pada sistem perifer maupun sistem saraf pusat. Pada beberapa kasus ditemukan peningkatan tonus simpatetik dalam sistem otonomik. Penelitian pada status neuroendokrin juga menemukan beberapa abnormalitas, namun hasilnya belum konsisten.(2)

Serangan panik merupakan respon terhadap rasa takut yang terkondisi yang ditampilkan oleh fear network yang terlalu sensitif, yaitu amigdala, korteks prefrontal dan hipokampus, yang berperan terhadap timbulnya panik. Dalam model ini, seseorang dengan gangguan panik menjadi takut akan terjadinya serangan panik.(2) Faktor biologik lain yang berhubungan dengan terjadinya serangan panik adalah adanya zat panikogen yang digunakan terbatas pada penelitian, serta tampilan pencitraan dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging) menunjukkan ukuran lobus temporalis lebih kecil, walaupun ukuran hipokampus normal.(1, 2) Zat Penyebab panik neurokimiawi yang bekerja melalui neurotransmitter spesifik adalah yohimbin (Yocon), suatu antagonis reseptor adrenergik alfa2; fenfluramine (pondimin), suatu obat pelepas serotonin; m-chorophenylpiperazine (mCPP), suatu obat dengan efek serotogenik multiple; obat beta-carboline; agonis pembalik reseptor GABA; flumazenil, suatu antagonis reseptor GABAB, kolesistokinin; dan kafein.(6) Zat penyebab panik neurokimiawi diperkirakan memiliki efek primernya secara langsung pada reseptor noradrenergic, serotonergik, dan GABA pada sistem saraf pusat.(6) Faktor Genetik: Pada keturunan pertama penderita gangguan panik dengan agorafobia mempunyai resiko 4 sampai 8 kali mendapatkan serangan yang sama.(2) Penelitian terhadap anak kembar yang telah dilakukan sampai sekarang biasanya melaporkan bahwa kembar monozigotik adalah lebih berkemungkinan sesuai untuk gangguan panik dibandingkan dengan kembar dizigotik.(6) Faktor Psikososial: Analisis penelitian mendapatkan bahwa terdapat pola ansietas akan sosialisasi saat masa kanak, hubungan dengan orangtua yang tidak mendukung serta perasaan terperangkap atau terjebak. Pada kebanyakan pasien, rasa marah dan agresivitas sulit dikendalikan. Pada pasien-pasien dengan gangguan panik, terdapat kesulitan dalam mengendalikan rasa marah dan fantasi-fantasi nirsadar yang terkait. Misalnya pasien mempunyai harapan dapat melakukan balas dendam terhadap orang tertentu. Harapan ini merupakan suatu ancaman terhadap figur yang melekat.(2)

Menurut teori kelekatan, pasien-pasien dengan gangguan panik memiliki gaya kelekatan yang bermasalah, antara lain dalam bentuk preokupasi terhadap kelekatannya itu. Mereka sering berpandangan bahwa perpisahan dan kelekatan sebagai sesuatu yang mutually exclusive; hal ini karena sensitivitas yang tinggi baik akan kehilangan kebebasan maupun kehilangan akan rasa aman dan perlindungan. Kesulitan ini tampak dalam keseharian pasien yang cenderung menghindari perpisahan yang terlalu menakutkan dan pada saat yang sama secara simultan juga menghindari kelekatan yang terlalu intens; sering hal ini tampak dalam gaya interaksi pasien yang terlalu mengontrol orang lain.(2) Banyak pasien menggambarkan serangan panic berasal dari kesedihan, seakan-akan tidak ada faktor psikologis yang terlibat , tetapi penggalian psikodinamika sering kali

mengungkapkan suatu pemicu psikologis yang jelas untuk serangan panik. Pasien dengan gangguan panik memiliki insidensi lebih tinggi peristiwa kehidupan yang penuh ketegangan, khususnya kehilangan, dibandingkan dengan control dalam beberapa bulan sebelum onset gangguan panik.(6)

IV.

PERJALANAN PENYAKIT
Gangguan ini biasa dimulai pada akhir masa remaja, awal masa dewasa atau pada usia

pertengahan. Pada umumnya tidak ditemukan stresor saat serangan, walaupun sering pula dihubungkan dengan adanya stresor psikososial.(2) Gangguan panik biasanya berlangsung kronis, sangat bervariasi pada tiap pasien. Dalam jangka panjang, 30-40% pasien tidak lagi mengalami serangan panik, 50% mengalami gejala ringan sehingga tidak memengaruhi kehidupannya. Sisanya masih mengalami gejala yang bermakna.(2) Pada saat serangan pertama atau kedua, pasien sering mengabaikannya dan baru menyadari setelah frekuensi dan intensitas bertambah. Hal ini juga dapat dipacu oleh konsumsi kafein dan nikotin yang berlebihan.(2) Depresi sering menyertai, yaitu pada 40-80% kasus. Walaupun jarang terungkap ide bunuh diri, namun resiko tersebut meningkat dan 20-40% diantara pasien juga mengkonsumsi alcohol atau zat lainnya. Sering terjadi perubahan perilaku, interaksi dalam keluarga dan hasil akademis dan pekerjaan mungkin dapat memburuk.(2) Agorafobia yang terjadi pada gangguan panik akan reda bila gangguan paniknya mendapat terapi.(2) 4

V.

TANDA DAN GEJALA

Gejala-gejala serangan panik biasa berlangsung sekitar 10 menit, antara lain:(2, 3) Kesulitan bernafas Jantung berdebar atau nyeri dada Perasaan takut yang berlebihan Merasa tercekik Pusing atau merasa mau pingsan Gemetaran Berkeringat Mual atau nyeri perut Kaku pada jari tangan dan kaki Takut kehilangan kendali atau bahkan rasa hampir mati Kondisi ini dapat berulang hingga membuat individu yang mengalaminya menjadi sangat khawatir bahwa ia akan mengalami lagi keadaan tersebut (disebut anticipatory anxiety). Hal itu membuatnya berulang kali berusaha mencari pertolongan dengan pergi ke rumah-rumah sakit terdekat.(2, 3,10) Sistem pernafasan merupakan topik yang penting dalam investigasi pasien dengan gangguan panik, karena pernafasan yang cepat dan pendek merupakan gejala yang sangat jelas dirasakan pasien. Disamping itu, menurut Donald D. Klein, gejala tersebut merupakan suffocation false alarm. Berbeda dengan abnormalitas kardiovaskuler, pernafasan yang tidak stabil adalah spesifik pada gangguan panik, termasuk sindrom hiperventilasi dan peningkatan variasi pernafasan. Penting diketahui bahwa peningkatan denyut nadi dan pernafasan yang tidak stabil bisa timbul tanpa terjadi serangan panik. Sebaliknya, serangan panik tidak selalu disertai pengukuran objektif dari hiperventilasi atau disfungsi kardiovaskuler.(2) Gejala mental yang dirasakan pada gangguan panik adalah rasa takut yang hebat dan ancaman kematian atau bencana. Pasien bisa merasa bingung dan sulit berkonsentrasi. Tanda fisik yang menyertai adalah takikardia, palpitasi, dispne dan berkeringat. Penderita akan segera berusaha keluar dari situasi tersebut dan mencari pertolongan. Serangan dapat berlangsung selama 20-30 menit, jarang sampai lebih dari satu jam.(2) Pada pemeriksaan status mental saat serangan dijumpai ruminasi, kesulitan bicara seperti gagap dan gangguan memori. Depresi, derealisasi dan depersonalisasi bisa dialami saat

serangan panik. Fokus perhatian somatik pasien adalah perasaan takut mati karena masalah jantung atau pernafasan. Sering pasien merasa seperti akan menjadi gila.(2) Agorafobia yang dialami oleh pasien dengan gangguan panik menyebabkan penderita menolak untuk meninggalkan rumah ketempat yang sulit mendapatkan pertolongan. Gejala penyerta lainnya adalah depresi, obsesif kompulsif, dan pemeriksa harus waspada terhadap tendensi bunuh diri.(2) Problem dalam rumah tangga, kehilangan pekerjaan, kesulitan finansial bisa merupakan konsekuensi dari gangguan panik, demikian juga penggunaan alkohol dan zat lainnya.(2) Gejala penyerta berupa gejala depresif sering kali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, dan pada beberapa pasien suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama dengan ganguan panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.(6) Disamping agorafobia, fobia lain dan gangguan obsesif konvulsif dapat terjadi bersama-sama dengan ganguan panik. Akibat psikologis dari gangguan panik dan agorafobia, dapat berupa waktu terbuang di tempat kerja, kesulitan finansial yang berhubungan dengan hilangnya pekerjaan, dan penyalahgunaan alcohol dan zat lain.(6) Agorafobia berkembang saat pasien semakin membatasi aktifitas normalnya karena ketakutan akan berada di dalam situasi dari mana meloloskan diri mungkin sulit atau memalukan atau dimana bantuan mungkin tidak tersedia dalam peristiwa serangan panik.(6)

VI.

DIAGNOSIS DAN KRITERIA DIAGNOSIS


Kriteria diagnostik untuk serangan panik berdasarkan DSM-IV (Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4):(9) (1) Palpitasi, jantung berdebar kuat, atau kecepatan jantung bertambah cepat. (2) Berkeringat. (3) Gemetar atau berguncang (4) Rasa nafas sesak atau tertahan (5) Perasaan tercekik (6) Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman 6

(7) Mual atau gangguan perut (8) Perasaan pusing, bergoyang, melayang, atau pingsang. (9) Derealisasi (perasaan tidak realitas) atau depersonalisasi (bukan merasa diri sendiri). (10) Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila (11) Rasa takut mati. (12) Parestesia (mati rasa atau sensasi geli) (13) Menggigil atau perasaan panas Defenisi serangan panik yaitu suatu periode tertentu adanya rasa takut yang hebat atau perasaan tidak nyaman, dimana empat atau lebih gejala diatas terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam 10 menit. (6) Gangguan panik (F41.0) baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya gangguan ansietas fobik (F40.-)(4) Gambaran yang esensial adalah adanya serangan anxietas berat (panik) yang berulang, yang tidak terbatas pada adanya situasi tertentu ataupun suatu rangkaian kejadian, dan karena itu tidak terduga. Seperti pada gangguan anxietas lainnya, gejala yang dominan bervariasi pada masing-masing orang, tetapi onset mendadak dalam bentuk palpitasi, nyeri dada, perasaan tercekik, pusing kepala, dan perasaan yang tidak riil (depersonalisasi atau derealisasi), merupakan gejala yang lazim. Juga hampir selalu secara sekunder timbul rasa takut mati, kehilangan kendali atau menjadi gila. (8,10) Setiap serangan biasanya berlangsung hanya beberapa menit, meskipun kadangkadang bisa lebih lama. Seorang individu yang sedang mengalami serangan panik sering kali merasakan ketakutan yang semakin meningkat dengan disertai gejala otonomik yang mengakibatkan yang bersangkutan, biasanya dengan terburu-buru meninggalkan tempat dimana ia sedang berada. Serangan panik sering kali diikuti dengan ketakutan yang menetap akan kemungkinan mengalami serangan lagi. (8) Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa serangan berat anxietas otonomik, yang terjadi dalam periode kira-kira satu bulan:(2, 4) a. Pada keadaan-keadaan yang sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya; b. Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable situations); 7

c. Adanya keadaan relatif bebas gejala ansietas dalam periode antara serangan-serangan panik (meskipun lazim terjadi juga ansietas antisipatorik).

VII.

PENATALAKSANAAN
Serangan panik merupakan salah satu jenis kegawatdaruratan psikiatri.

Penatalaksanaan Ketika Serangan Panik Terjadi

Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi pasien serangan panik yang datang dengan keluhan nyeri dada, sesak napas, palpitasi, atau nyaris pingsan antara lain: (1) 1. Terapi oksigen

2. Membaringkan pasien dalam posisi fowler 3. Memonitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan EKG 4. Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang dialami pasien seperti kelainan kardiopulmoner dan memastikan kalau pasien sedang mengalami serangan panik. 5. Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien kalau semua keluhan yang dialaminya dapat berkurang jika dia menenangkan diri. Komponen utama dari terapi pasien serangan panik adalah menjelaskan pada pasien kalau kondisi yang dialaminua bukanlah disebabkan oleh kondisi medis yang serius dan bukan pula dikarenkan oleh gangguan mental yang parah, tapi lebih diakibatkan oleh ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh karena respon sistem simpatik atau flight response. 6. Memberikan injeksi lorazepam 0,5mg IV untuk menenangkan dan mengurangi impuls tak terkontrol pasien. Bila keadaan pasien membaik, lorazepam injeksi dapat diganti dengan lorazepam oral atau golongan benzodaizepin lain. Tetapi ini tidak boleh lebih dari 1 minggu untuk mencegah ketergantungan. Benzodiazepine digunakan hanya untuk meningkatkan kepercayaan diri pasien. Setelah serangan panik berlalu, pasien harus dijelaskan mengenai pentingnya terapi jangka panjang seperti CBT dan penggunaan obat jenis SSRI. Penatalaksanaan Gangguan panik ketika tidak ada serangan. Mengingat gangguan panik merupakan suatu penyakit yang bersifat kronik, sering berulang, serta dapat menyertai berbagai gangguan mental dan somatik lain, maka penatalaksanaan yang tepat serta hemat biaya sangat dibutuhkan oleh pasien

untuk mengurangi beban ekonomi yang bisa ikut menjadi pemicu gangguan mental yang lain lagi pada pasien. (1) RANZCP (Royal Australian andNewZealandCollege of Psychiatrist) menyatakan bahwa penatalaksanaan yang direkomendasikan untuk menangani gangguan panik adalah mengedukasi pasien dan keluarga agar dapat mendukung pasien dalam mengatasikepanikannya.Terapi medikasi hanya dianjurkan untuk penggunaan jangka pendek. (7) Saat ini CBT(Cognitive-behaviour therapy) merupakan terapi yang dianggap lebih efektif dan murah dalam mengatasi gangguan panik jika dibandingkan dengan terapi medikasi. Untuk terapi medikasi, obat-obatan golongan tricyclic dan SSRI dianggap memiliki efikasi yang setara serta lebih dipilih sebagai medikasi pilihan dibanding golongan benzodiazepin yang sering disalahgunakan serta dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada pasien yang mengalami ketergantungan alkohol.(6,7) 1. Cognitive-Behavioral theraphy (CBT) CBT dengan atau tanpa farmakoterapi, merupakan terapi pilihan untuk

gangguan panik, dan terapi ini harus diberikan pada semua pasien. CBT memiliki efikasi yang lebihtinggi dalam mengatasi gangguan panik dan biayanya lebih murah. Selain itu tingkat drop out dan relaps juga lebih rendah jika dibandingkan dengan terapi farmakologi. Meskipun begitu,hasil yang lebih superior dapat dihasilkan dari kombinasi CBT dan famakoterapi. (1,3,7)

Beberapa metode CBT : Terdapat beberapa metode CBT. beberapa diantaranya yakni metode

restrukturisasi,terapi relaksasi, terapi bernapas, dan terapi interocepative. Inti dari terapi CBT adalahmembantu pasien dalam memahami cara kerja pemikiran otomatis dan keyakinan yang salahdapat menimbulkan respon emosional yang berlebihan, seperti pada gangguan panik.(1,6) Terapi restrukturisasi, melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi isi pikirannya dengancara mengganti semua pikiran pikiran negatif yang dapat mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan yang dapat memicu serangan panik dengan pemikiran-pemikiran positif. Terapi relaksasi dan bernapas dapat digunakan untuk membantu pasien mengontrol kadar kecemasan dan mencegah hypocania ketika serangan panik terjadi.Semua jenis CBT sepertidi atas dapat dilakukan pasien dengan atau tanpa melibatkan dokter.(1,6) Namun salah satu metode CBT seperti Interoceptive therapy yang terbukti berhasil pada 87% pasien harus dilakukan dengan bantuan dokter di suatu lingkungan yang terkontrol.Karena terapi ini dilakukan dengan memberikan paparan yang dapat menstimulus

serangan panik pasien

dengan

cara meningkatkannya sedikit demi sedikit

hingga pasien

mengalamidesensitasi terhadap stimulus tersebut. Adapun beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mendesensitasi gangguan panik antara lain: (1) Hiperventilasi disengaja, ini dapat mengakibatkan kepala pusing, derealisasi, dan pandangan menjadi kabur Melakukan putaran pada kursi ergonomis, ini dapat mengakibatkan rasa pusing dan disorientasi Bernapas melalui pipet, ini dapat mengakibatkan sesak napas dan konstriksi saluran napas. Menahan napas, ini dapat menciptakan sensasi seperti pengalaman menjelang ajal Menegangkan badan, untuk menciptakan perasaan tegang dan waspada Semua tindakan di atas dilakukan tidak boleh lebih dari 1 menit. Kuncinya dariteknik di atas adalah menciptakan sejumlah stimulus yang menyerupai serangan panik. Latihanlatihan tersebut diulangi 3-5 kali sehari hingga pasien tidak lagi merasakankepanikan terhadap stimulus seperti itu. Biasanya butuh waktu hingga beberapa mingguuntuk dapat mencapai hal itu.(1) Pemaparan terhadap stimulus tersebut dilakukan agar pasien dapat belajar melalui pengalaman bahwa semua sensasi internal yang dia rasakan seperti sesak napas, pusing dan pandangan yang kabur bukanlah hal yang harus ditakuti. Ketika pasien mulai menyadari haltersebut maka secara otomatis, hippocampus dan amygdala, yang merupakan pusat emosi,akan ikut mempelajarinya sebagai hal yang tidak perlu ditakuti, sehingga respon sistemsimpatik akan ikut berkurang.(1)

2. Terapi Medikasi Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi gangguan panik,yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI (Monoamine oxidase inhibitor).Sedangkan golongan benzodiazepin hingga saat ini masih dianggap kontoversial dalam terapi gangguan panik.(1,3,7)

2.a. Golongan SSRI Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai dalam rentang2 minggu sejak serangan panik terjadi karena SSRI dapat memicu serangan panik pada pemberian awal. Oleh karena itu dosis SSRI dimulai dari yang terkecil lalu ditingkatkansecara perlahan di setiap kesempatan follow up berikutnya.

10

Mekanisme kerja SSRI SSRI dipercaya dapat meningkatkan kadar serotonin di ekstraselular dengan caramenghambat pengambilan kembali serotonin ke dalam sel presinaptik sehingga ada lebih banyak serotonin di celah sinaptik yang dapat berikatan dengan reseptor sel postsinaptik. SSRI memiliki tingkat selektivitas yang cukup baik terhadap transporter monoamin yang lain,seperti pada transporter noradrenaline dan dopamine, SSRI memiliki afinitas yang lemah terhadap kedua reseptor tersebut sehingga efek sampingnya lebih sedikit.SSRI merupakan obat psikotropik pertama yang dianggap memiliki desain obatrasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik pada suatu target biologi tertentu dan memberikan efek berdasarkan target tersebut. Oleh karena itu SSRI digunakan secara luas dihampir semua negara sebagai lini pertama pengobatan antipanik. (1) SSRI dapat diberikan selama 2-4 minggu, dan dosisnya dapat ditingkatkan secara bertahap tergantung pada kebutuhan. Semua jenis SSRI yang dikenal saat ini memilikiefektifitas yang baik dalam menangani gangguan panik. Salah satunya, Fluoxetine dalamsalut memiliki masa paruh waktu yang panjang sehingga cocok digunakan untuk pasien yangkurang patuh minum obat. Selain itu waktu paruh yang panjang dapat meminimalisir efek withdrawl yang dapat terjadi ketika pasien lelah atau tiba-tiba menghentikan penggunaan SSRI. (1)

Contoh Obat Golongan SSRI Fluoxetine (Prozac) Fluoxetine secara selektif menghambat reuptake seotonin presinaptik, dengan efek minimal atau tanpa efek sama sekali terhadap reuptake norepinephrine atau dopamine.

Paroxetine (Paxil, Paxil CR) Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi karena cara kerjanya berupakan inhibitor selektif yang poten terhadap serotonin neuronal dan memiliki efek yang lemah terhadap reuptake norepinephrine dan dopamine. Sertraline (Zoloft) Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang lemah pada reuptake norephinephrine dan dopamine neuronal. Fluvoxamine (Luvox, Luvox CR)

11

Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada reuptake serotonin neuronal serta secara signifikan tidak berikatan pada alfa-adrenergik, histamine atau reseptor kolinergik sehingga efek sampingnya lebih sedikit dibanding obat-obatan jeis trisiklik. Citalopram (Celexa) Citalopram meningkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi selektif reuptake serotonin pada membran neuronal. Efek samping antikolinergik obat ini lebih sedikit. Escitalopram (Lexapro) Escitalopram merupakan enantiomer citalopram. Mekanisme kerjanya mirip dengan citalopram.

Efek samping SSRI

Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika tubuh mulaimencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping seksual yang timbul pada fase akhir pengobatan). Biasanya penggunaan SSRI mencapai 6-8 minggu ketika obat mulai mendekat potensi terapi yang menyeluruh. Adapun beberapa efek samping SSRI antara lain: anhedonia,insomnia, nyeri kepala, tinitus, apati, retensi urin, perubahan pada perilaku seksual, penurunan berat badan, mual, muntah dan yang ditakutkan adalah efek sampinng keinginan bunuh diri dan meningkatkan perasaan depresi pada awal pengobatan. (1)

2.b. Golongan Tricyclic/Trisiklik Golongan trisiklik zat kimia heterosiklik yang awalnya digunakan untuk mengatasi depersi. Pada awal penemuannya, golongan trisiklik merupakan pilihan pertama untuk terapi depresi. Meskipun masih dianggap memiliki efektifitas yang tinggi, namun saat ini penggunaannya mulai digantikan oleh golongan SSRI dan antidepresan lain yang terbaru.(1,7) Golongan trisiklik beberapa memiliki kelebihan di antaranya, dosisnya cukup 1x/hari, rendah resiko ketergantungan, dan tidak perlu ada pantangan makanan. TCAs have the advantages of once-daily dosing, low risk of dependence, and no dietary restrictions. Namun 35% penggunanya langsung menghentikan pengobatan karena efek samping yang tidak menyenangkan. Golongan trisiklik harus dimulai dengan dosis kecil untuk menghindari amphetamine like stimulation. Biasanya pengobatan dengan menggunakan trisiklik membtuhkan waktu sekitar 8-12 minggu untuk mencapai respon terapi.

Trisiklik masih tetap digunakan dalam terapi terutama untuk depresi atau panik yang resisten 12

terhadap obat antipanik terbaru. Selain itu golongan trisiklik tidak menyebabkan ketergantungan sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Hanya saja kelemahan golongan ini adalah, efek sampingnya biasanya mendahului efek terapi sehingga banyak pasien yang justru segera menghentikan pengobatan meskipun efek terapinya belum tercapai. (1)

Mekanisme Kerja Trisiklik Mekanisme kerja kebanyakan trisiklik menyerupai cara kerja SNRI (serotoninnorepinephrine reuptake inhibitor) dengan cara memblok transporter serotonin dan norepinephrine, sehingga terjadi peningkatan neurotransmiter ekstraseluler yang dapat bereaksi dalam proses neurotransmisi. TCA sama sekali tidak bereaksi terhadap transporter dopamin sehingga efek samping akibat peningkatan dopamin seperti halusinasi dapat berkurang.(1) Selain bereaksi pada reseptor norepinephrine dan serotonin, trisiklik juga bereaksi sebagai antagonis pada neurotransmiter 5-HT2 (5-HT2A and 5-HT2C), 5-HT6, 5-HT7, 1-adrenergic, and NMDA receptors, dan sebagai agonists pada sigma receptors (1 and 2), yang memberikan kontribusi pada efek terapi dan efek sampingnya. Trisiklik juga dikenal sebagai antihistamin dan antikolinergik kuat karena dapat bereaksi dengan reseptor histamine dan asetilkolin muskarinik.(1) Kebanyak trisiklik juga dapat menghambat kanal natrium dan kalsium, sehingga dapat bekerja seperti obat-obatan natrium channel blocker dan calcium channel blocker. Karena itu penggunanaan berlebih trisiklik dapat menyebabkan kardiotoksik. (1) Contoh Obat Trisiklik Imipramine (Tofranil, Tofranil-PM) Imipramine menghambat reuptake norepinephrine dan serotonin pada neuron presinaptikin. Desipramine (Norpramin) Desipramine dapat meningkatkan konsentrasi norepinephrine pada celah sinaptik SSP dengan cara menghambat reuptakenya di membran presinaptik. Hal ini dapat menyebabkan efek desensitasi pada adenyl cyclase, menurunkan regulasi reseptor beta-adrenergik, dan regulasi reseptor serotonin. Clomipramine (Anafranil) Obat ini berefek langsung pada uptake serotonin sedangakan pada efeknya uptake norepinephrine terjadi ketika obat ini diubah menjadi metabolitnya, desmethylclomipramine.

13

Efek Samping Trisiklik Ada banyak efek samping yang dapat disebabkan oleh trisiklik yang berkaitan dengan antimuskarinik-nya. Beberapa di antaranya adalah mulut kering, hidung kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, gangguan memori dan peningkatan temperatur tubuh. Efek samping lainnya adalah pusing, cemas, anhedonia, bingung, sulit tidur, akathisia, hipersensitivitas, hipotensi, aritmia serta kadang-kadang rhabdomiolisis. (1)

2.c.

MAO Inhibitor Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) merupakan salah satu jenis antidepresi yang

dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik. Pada masa lalu golongan ini digunakan untuk mengatasi gangguan panik dan depresi yang sudah resisten terhadap golongan trisiklik. MAO paling efektif digunakan pada gangguan panik yang disertai agoraphobia. Selain itu MAO juga dapat digunakan untuk mengatasi migraine dan penyakit parkinson karena target dari obat ini adalah MAO-B yang berperan dalam timbulnya nyeri kepala dan gejala parkinson. (1) Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap obat ini rendah dan efek antikolinergiknya lebih sedikit dibanding obat golongan trisiklik.

Cara Kerja MAOI MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas monoamine oxidase, sehingga ini dapat mencegah pemecahan monoamine neurotransmitters dan meningkatkan avaibilitasnya. Terdapat 2 jenis monoamine oxidase, MAO-A dan MAO-B. MAO-A berkaitan dengan deaminasi serotonin, melatonin, epinephrine and norepinephrine. Sedangkan MAO-B mendeaminasi phenylethylamine and trace amines. Dopamine dideaminasi oleh keduanya.

Contoh Obat MAOI Phenelzine (Nardil) Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering digunakan dalam mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan merlalui superioritas yang jelas terhadap placebo dalam percobaan double-blind untuk mengatas gangguan panik. Obat ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak respon terhadap obat golongan trisiklik atau obat antidepresi golongan kedua.

Tranylcypromine (Parnate)

14

Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena berikatan secara ireversibel pada MAO sehingga dapat mengurangi pemecahan monoamin dan meningkatkan avaibilitas sinaptik.

Efek Samping MAOI Ketika dikonsumsi peroral, MAOI menghambat katabolisme amine. Sehingga ketika makanan yang mengandung tiramin dikonsumsi, seseorang dapat menderita krisis hipertensi. Jika makanan yang mengandung tiptofan dimakan juga, maka hal ini dapat menyebabkan hiperserotonemia. Jumlah makanan yang dibutuhkan hingga menimbulkan reaksi berbedabeda pada tiap individu. Mekanisme pasti mengapa konsumsi tiramin dapat menyebabkan krisis hipertensi pada pengguna obat MAOI belum diketahui, tapi diperkirakan tiramin menggantikan norepinefrin pada penyimpanannya di vesikel, dalam hal ini norepinefrin terdepak oleh tiramin. Hal ini dapat memicu aliran pengeluaran norepinefrin sehingga dapat menyebabkan krisis hipertensi. Teori lain menyatakan bahwa proliferasi dan akumulasi katekolamin yang menyebabkan krisis hipertensi. (1) Beberapa makanan yang mengandung tiramin antara lain hati, makanan yang difermentasi dan zat-zat lain yang mengandung levodopa seperti kacang-kacangan. Makananmakanan itu harus dihindarkan dari pengguna MAOI. (1)

2.d.

Golongan Benzodiazepin Golongan benzodiazepin merupakan salah satu obat piliahnyang digunakan untuk

mengatasi serangan panik akut.

Cara Kerja Benzodiazepin Benzodiazepin bekerja dengan cara meningkatkan efek neurotransmiter GABA (gamma-butyric acid), yang berakibat pada inhibisi fungsi eksitasi sehingga dapat menimbulkan kantuk, menekan kecemasan, anti-kejang, melemaskan otot dan dapat mengakibatkan amnesia. Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting, intermediate acting dan long acting. Benzodiazepin short- dan intermediate acting digunakan untuk mengatasi insomnia sedangkan yang golongan long-acting digunakan untuk mengatasi gangguan panik.(1)

Contoh Obat Benzodiazepin Lorazepam (Ativan)

15

Lorazepam merupakan suatu hipnotik-sedatif yang memiliki efek onset singkat dan paruh waktunya tergolong intermediate. Dengan meningkatkan aksi GABA, yang merupakan inhibitor utama di otak, lorazepam dapat menekan semua kerja SSP, termasuk sistem limbik dan formasi retikuler.

Clonazepam (Klonopin) Clonazepam menfasilitasi inhibisi GABA dan transmiter inhibitorik lainnya. Selain itu, obat ini memiliki waktu paru yang relatif panjang sekitar 36 jam.

Alprazolam (Xanax, Xanax XR) Alprazolam merupakan terapi pilihan untuk manajemen serangan panik. Obat ini dapat terikat pada reseptor-reseptor pada beberapa bagian otak, termauk sistem limbik dan RES. Meskipun begitu banyak ahli yang tidak menyarankan penggunaan alprazolam dalam waktu lama karena tingkat ketergantungannya sangat tinggi.

Diazepam (Valium, Diastat, Diazepam Intensol) Diazepam meruapakan salah satu jenis benzodiazepin yang potensinya rendah. Namun dapat digunakan untuk mengatasi serangan panik.

Efek Samping Benzodiazepin Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin biasanya berkaitan dengan efek sedasi dan relaksan ototnya. Beberapa di antaranya adalah mengantuk, pusing, dan penurunan konsentrasi dan kewaspadaan. Kurangnya koordinasi bisa mengakibatkan jatuh dan kecelakaan, terutama pada orang tua. Akibat lain dari benzodiazepin adalah penurunan kemampuan menyetir sehingga dapat berakibat pada tingginya angka kecelakaan. Efek samping lainnya adalah hipotensi dan penekanan pusat pernapasan terutama pada penggunaan intravena. Beberapa efek samping lain yang dapat timbul pada penggunaan benzodiazepin adalah mual, muntah, perubahan selera makan, pandangan kabur, bingung, euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk. Beberapa kasus juga menunjukkan bahwa benzodiazepin bersifat liver toksik. (1)

2.e.

Serotonin Reuptake Inhibitor/Antagonist

16

Mekanisme kerja obat ini belum terlalu dipahami. Namun diketahui obat ini dapat mengatasi gangguan panik dengan cara kerja yang berbeda dari MAOI, serta tidak seperti obat jenis amphetamine, obat ini tidak menstimulasi CNS. (1) Contoh Obat Trazodone Trazodone sangat berguna dalam terapi gangguan panik yang disertai agorafobia. Pada hewan, obat ini secara selektif mampu menghambat uptake serotonin melalui sinaptosom otak dan mepotensiasi perubahan perilaku melalui induksi prekursor serotonin, 5-hidroksitriptofan.

2.f. Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors Ini merupakan salah golongan antipanik terbaru. Cara kerja obat ini adalah mencegah reuptake inhibitor serotonin-norepinefrin sehingga dapat mengatasi kepanikan. Contoh Obat Venlafaxine (Effexor, Effexor XR) Venlafaxine merupakan salah satu contoh obat inhibitor reuptake serotonin/norepinephrine selain itu cara kerja obat ini adalah menurunkan regulasi reseptor beta.(1)

3.

Interaksi Obat

Adapun beberapa interaksi obat yang harus diperhatikan pada penggunaan terapi medikasi gangguan panik antara lain: (5) Obat anti-panik trisiklik (Imipramine/Clomipramine) + Haloperidol(Phenothiazine) = mengurangi kecepatan ekskresi dari trisiklik sehingga kadar dalam plasma meningkat, sebagai akibatnya dapat terjadi potensiasi efek samping antikolinergik seperti ileus paralitik, disuria, gangguan absorbsi dan lain-lain. Obat trisiklik/SSRI + CNS Depressant (alkohol, opioid, benzodiazepine, dll) menyebabkan

potensiasi efek sedasi dan penelanan terhadap pusat pernapasan bahkan dapat terjadi gagal napas. Obat trisklik/SSRI + Obat simpatomimetik (derivat amfetamin) = dapat membahayakan

kondisi jantung. Obat trisiklik/SSRI + MAOI tidak boleh diberikan bersamaan karena dapat terjadi

Serotonin Malignant Syndrome. Perubahan penggunaan trisiklik/SSRI menjadi MAOI atau sebaliknya harus menunggu waktu sekitar 2-4 minggu untuk wash out period. Obat trisiklik + SSRI, dapat meningkatkan toksisitas obat trisiklik.

17

4. Pemilihan Obat dan Pengaturan Dosis Semua jenis obat anti-panik hampir sama efektifnya dalam menanggulangi sindrom panik

pada taraf sedang dan pada stadium awal dari gangguan panik. Bila pasien peka terhadap efek samping obat, maka golongan obat yang dianjurkan adalah

SSRI atau RIMA yang lebih sedikit efek sampingnya. Alprazolam menjadi pilihan untuk menangani pasien yang terkena serangan panik akut. Obat anti-panik harus dimulai dengan dosis kecil lalu ditingkatkan secara perlahan hingga

tercapai dosis maintenance. Dan harus diingatkan pada pasien bahwa efek obat anti-panik bekerja dalam jangka waktu 2-4 minggu sehingga meyakinkan pasien agar tetap patuh minum obat sangatlah penting. Lamanya pemberian obat anti-panik bisa mencapai 6-12 bulan dan bila sudah tidak

terdapat lagi gejala, dosisnya dapat diturunkan selama 3 bulan hingga pasien tidak tergantung lagi pada obat. Namun apabila terdapt lagi serangan, pasien harus memulai lagi pengobatan dari awal. (5)

5. Pemilihan Obat dan Pengaturan Dosis Semua pasien yang baru saja memakan obat anti-panik tidak dianjurkan membawa

kendaraan atau menjalankan mesin karena pasien dapat tertidur saat melakukan aktivitas. Semua ibu hamil tidak dianjurkan memakan obat anti-panik.

Pada manula dan yang menderita gangguan hati serta ginjal, maka dosis obat anti-panik

harus diberikan seminimal mungkin.(5)

VIII.

PROGNOSIS
Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun penderita dengan

fungsi premorbid yang baik serta durasi serangan yang singkat bertendensi untuk prognosis yang lebih baik.(2)

IX.

PREVENSI
Pencegahan primer (yaitu bagi yang belum pernah mengalami gangguan panik), maka

harus waspada bila dalam keluarganya ada yang mengalami. Juga, menurut penelitian, bila seseorang pernah mengalami cemas perpisahan (separation anxiety) ketika pertama kali masuk sekolah, maka bisa jadi ketika dewasa mungkin akan mengalami gangguan panik.(2)

18

Pencegahan sekunder (bila individu pernah mengalami serangan panik satu kali) dan telah berobat ke dokter, maka pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi kekambuhan adalah dengan melakukan latihan relaksasi secara teratur dan terus menerus, datang konsultasi sampai dinyatakan sembuh oleh dokter.(2)

19

KESIMPULAN
Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak diperkirakan. Etiologi gangguan panik terdiri atas faktor organobiologik, psikoedukatif (termasuk psikodinamik), sosiokultural. Defenisi serangan panik yaitu suatu periode tertentu adanya rasa takut yang hebat atau perasaan tidak nyaman, dimana empat atau lebih gejala serangan panik terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam 10 menit. Gejala-gejala serangan panik antara lain: (1) Palpitasi, jantung berdebar kuat, atau kecepatan jantung bertambah cepat. (2) Berkeringat. (3) Gemetar atau berguncang (4) Rasa nafas sesak atau tertahan (5) Perasaan tercekik (6) Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman (7) Mual atau gangguan perut (8) Perasaan pusing, bergoyang, melayang, atau pingsang. (9) Derealisasi (perasaan tidak realitas) atau depersonalisasi (bukan merasa diri sendiri). (10) Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila (11) Rasa takut mati. (12) Parestesia (mati rasa atau sensasi geli) (13) Menggigil atau perasaan panas Kondisi ini dapat berulang hingga membuat individu yang mengalaminya menjadi sangat khawatir bahwa ia akan mengalami lagi keadaan tersebut (disebut anticipatory anxiety). Hal itu membuatnya berulang kali berusaha mencari pertolongan dengan pergi ke rumah-rumah sakit terdekat. Gejala mental yang dirasakan pada gangguan panik adalah rasa takut yang hebat dan ancaman kematian atau bencana. Pasien bisa merasa bingung dan sulit berkonsentrasi. Tanda fisik yang menyertai adalah takikardia, palpitasi, dispne dan berkeringat. Penderita akan segera berusaha keluar dari situasi tersebut dan mencari pertolongan. Pada pemeriksaan status mental saat serangan dijumpai ruminasi, kesulitan bicara seperti gagap dan gangguan memori.

20

Depresi, derealisasi dan depersonalisasi bisa dialami saat serangan panik. Fokus perhatian somatik pasien adalah perasaan takut mati karena masalah jantung atau pernafasan. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi pasien serangan panik yang datang dengan keluhan nyeri dada, sesak napas, palpitasi, atau nyaris pingsan antara lain: 1. Terapi oksigen

2. Membaringkan pasien dalam posisi fowler 3. Memonitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan EKG 4. Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang dialami pasien seperti kelainan kardiopulmoner dan memastikan kalau pasien sedang mengalami serangan panik. 5. Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien kalau semua keluhan yang dialaminya dapat berkurang jika dia menenangkan diri. Memberikan injeksi lorazepam 0,5mg IV untuk menenangkan dan mengurangi impuls tak terkontrol pasien. Sedangkan untuk penatalaksanaan pasien gangguan panik ketika tidak ada serangan antara lain dengan CBT (Cognitive-behaviour therapy) yaitu terapi yang dianggap lebih efektif dan murah dalam mengatasi gangguan panik jika dibandingkan dengan terapi medikasi. terapi medikasi SSRI dan trisiklik sebagai terapi lini pertama dan golongan benzodiazepin potensi tinggi, MAOI dan obat anti-panik jenis lain menjadi terapi lini kedua. CBT saja mungkin efektif digunakan untuk terapi jangka panjang, namun efikasi terapi dapat bertambah serta tingkat relaps dapat berkurang jika CBT dikombinasikan dengan terapi medikasi. Pencegahan untuk pasien gangguan panik juga sangat penting. Terbagi menjadi pencegahan primer yaitu harus waspada bila dalam keluarga ada yang mengalami gangguan panic, dan pencegahan sekunder yaitu pencegahan yang dilakukan agar tidak terjadi kekambuhan dengan melakukan latihan relaksasi secara teratur dan terus menerus, datang konsultasi sampai dinyatakan sembuh oleh dokter.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Memon MA. Panic Disorder. Medscape Reference; 2011 [updated 29/03/2011; cited on January 2012]; Available from: http://emedicine.medscape.com. 2. Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan Panik. In: Elvira SD, Hadisukanto G, editors. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010. p. 235-41. 3. Chakraburtty A. Panic Disorder. WebMD; 2009 [updated 09/02/2009; cited on January 2012]; Available from: http://www.webmd.com. 4. Maslim R, editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya; 2001. 5. Maslim R, editor. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. 3rd ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya; 2007. 6 Saddock BJ, Saddock VA. Gangguan Panik dan Agorafobia. Dalam: Kaplan HI, Sadock BJ. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku dan Psikiatri Klinis jilid II. hal.32-46 7 Cloos JM. Treatment of panic disorder. Updated on January 2005. [Cited on January 2012]. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/497207_1 8 Departeman Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, cetakan pertama. Hal. 178-9 9 American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV, 4th ed. Washington; DC: p.209-16. 10 Cameron, N. Personal Development and Psychopathology, A dynamic Approach. p.257-8.

22

DAFTAR ISI

I. II.

PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1 EPIDEMIOLOGI ....................................................................................................................... 1

III. ETIOLOGI ................................................................................................................................ 2 IV. PERJALANAN PENYAKIT ....................................................................................................... 4 V. TANDA DAN GEJALA ............................................................................................................. 5

VI. DIAGNOSIS DAN KRITERIA DIAGNOSIS............................................................................. 6 VII. PENATALAKSANAAN ............................................................................................................ 8 VIII. PROGNOSIS ..........................................................................................................................118 IX. PREVENSI ..............................................................................................................................118 KESIMPULAN..20 DAFTAR PUSTAKA.22

23

Anda mungkin juga menyukai