Anda di halaman 1dari 42

Analisa Kasus

EPILEPSI
OLEH :
Ripal Alphali Gustion
1410070100017

Preseptor :
Dr. Gustin S, Sp.A (K)
Anatomi Otak

www.themegallery.com 2
Definisi
International League Against Epilepsy (ILAE)
yaitu epilepsi adalah suatu penyakit otak
yang ditandai dengan kondisi/gejala
berikut :
 Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa
provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan
jarak waktu antar bangkitan pertama dan
kedua lebih dari 24 jam.
Epidemiologi
 Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang
serius dan umum terjadi, sekitar lima puluh juta
orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang.
Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar
50/100,000 sementara di negara berkembang
mencapai 100/100,000.
 Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya
tidak mendapatkan pengobatan apapun. Penderita
laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi
terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun
(262/100.000 kasus) dan usia lanjut di atas 65
tahun (81/100.000 kasus).
2.4. ETIOLOGI

 Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak


diketahui, ± 50% penderita mempunyai
predisposisi genetik.
 Epilepsi simptomatik : kelainan/lesi pada
SSP
 Epilepsi kriptogenik : dianggap
simtomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui
Patofisiologi epilepsi
Ketidak seimbangan Neurotransmitter otak

Neurotransmitter eksitasi Neurotransmitter inhibisi

Asetilkolin, Glutamat GABA, Dopamin

Depolarisasi meningkat Hiperpolarisasi

pelepasan impuls secara abnormal di otak

kejang (dasar serangan epilepsi)


Klasifikasi kejang

Klasifikasi (ILAE 1981) berdasarkan tipe bangkitan kejang


I. Kejang Umum: gejala awal kejang dan/ pada EEG
terlibat 2 hemisfer
•Tonik : kontraksi otot yg berlangsung bbrp detik menit
( kaku) EEG: gel epileptiform voltase tinggi dan frek
cepat
•Klonik : ditandai sentakan mioklonik sekelompok otot,
berulang ,teratur dan simetris. EEG: kompleks paku-
ombak lambat dng frekuensi tinggi
•Tonik-Klonik: kombinasi kontraksi tonik dan klonik,
disertai penurunan kesadaran & apnea
•Absans : hilang kesadaran sementara
( EEG: paku ombak dng frek rendah)
•Mioklonik : kontraksi otot
tunggal/multiple yg terjadi secara tiba”,
cepat, unilateral/bilateral
•Atonik : hilangnya tonus otot tanpa
didahukui kejang (miotonik/klonik) yg
berlangsung >1-2 dtk
II. Kejang Parsial/fokal: gejala awal kejang
dan/ pada EEG terlibat 1 hemisfer
•Parsial sederhana : kejang fokal tanpa
gangguan kesadaran
•Parsial kompleks : kejang fokal disertai
hilang / perubahan kesadaran
•Parsial menjadi umum : kejang fokal yg
diikuti kejang umum
PEMERIKSAAN
FISIK

PEMERIKSAAN
ANAMNESIS PENUNJANG

DIAGNOSIS
LABORATORIUM

PEMERIKSAAN
EEG PENUNJANG

PENCITRAAN
Pemeriksaan Penunjang

1.Elektroensefalografi (EEG)
 Membantu menentukan tipe kejang
 Menunjukkan lokalisasi fokus kejang serta
penyebarannya
 Pemantauan keberhasilan terapi
 Membantu menentukan apakah terapi
obat antiepilepsi dapat dihentikan
2. MRI (magnetic resonance imaging)
dan CT Scan
Pilihan terbaik untuk mengetahui kelainan
yg mendasari epileps. Pemeriksaan
tersebut dilakukan bila terdapat indikasi,
seperti kelainan neurologis fokal yang
menetap, misalnya hemiparesis atau
paresis nervus kranialis.
PENATALAKSANAAN
Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:
 OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah
dipastikan, terdapat minimal dua kali bangkitan dalam
setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan
pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.
 Terapi dimulai dengan monoterapi
 Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan
dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau
timbul efek samping
 Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak
dapat mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua.
Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka
OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Terapi anti epilepsi didasarkan pada bentuk
kejang.
Kejang umum :
 Asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2
dosis
 Fenobarbital 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
 Fenitoin 5-7 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis.

Pada kejang tipe absans pilihan utama terapi


adalah asam valproat
Kejang fokal :

 Asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis


 Fenobarbital 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
 Fenitoin 5-7 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
 karbamazepin 10-30 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis
Penghentian pemberian OAE

Syarat umum menghentikan OAE adalah


sebagai berikut:
 Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan
pasien atau keluarganya setelah minimal 2
tahun bebas bangkitan
 Harus dilakukan secara bertahap, pada
umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6 bulan
 Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka
penghentian dimulai dari satu OAE yang
bukan utama
Prognosis
Remisi jangka panjang
 60-70% anak dengan epilepsi bebas
kejang setelah 1-2 th  bebas OAE
 Beberapa jenis epilepsi memiliki prognosis
baik, menghilang seiring bertambahnya
usia
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
 Nama : An. C
 Umur : 22 bulan
 Jenis kelamin : Perempuan
 Alamat : Halaban
 No. RM : 171953
 Tanggal Masuk : 12 Juli 2019
Keluhan Utama
Kejang 1 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
 Pasien mengeluhkan kejang 1 jam yg lalu
sebelum masuk rumah sakit. Kejang
berlangsung selama 3 menit. Ketika kejang,
mata pasien melirik ke atas. Kejang
dirasakan seluruh tubuh. Frekuensi kejang
2 kali sehari. Setelah kejang pasien sadar
kembali. Sebelum kejang tidak terdapat
keluhan demam dan anak sedang bermain
seperti biasa.
 Mencret sejak 3 hari yang lalu, frekuensi > 5 kali
dalam sehari. BAB konsistensi cair dan masih ada
ampas. BAB tidak berlendir dan tidak berdarah.
 Muntah sejak 3 hari yang lalu, frrekuensi > 3 kali
dalam sehari. Muntah berisi apa yang dimakan dan di
minum oleh pasien. Muntah tidak menyemprot.
 Demam (-)
 Sesak Nafas (-)
 Batuk (-)
• Pasien pernah kejang 1 tahun yang lalu, berobat ke RSUD M.Natsir dan
mendapatkan obat penitoin

Riwayat Penyakit
Dahulu

• Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama


Riwayat Penyakit
Keluarga

• Ada sesuai usia dan lengkap.


Riwayat
Imunisasi
• Pasien lahir pada usia kehamilan 38-39 minggu
secara partus normal dengan bidan dengan berat
badan lahir 3100 g, panjang badan (ibu pasien
Riwayat lupa) dan langsung menangis. Komplikasi pasca
persalinan tidak ada.

Persalinan

• Pasien pernah melakukan pengobatan dengan


penyakit yang sama 1 tahun yang lalu, minum
obat selama 1 tahun ini.
Riwayat
Pengobatan
PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS STATUS GIZI


• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang • Berat Badan : 11 kg
• Kesadaran : Compos menti • Tinggi badan : 86 cm
• Nadi : 112 x/ menit reguler • Status gizi : Gizi baik, perawakan normal
dan kuat angkat
• Nafas : 36 x/menit
• Suhu : 36,8 C
• Sianosis : Tidak ada
• Edema: Tidak ada
• Ikterik : Tidak ada
Kepala : Normochepal, rambut hitam tidak mudah dicabut, LK 48 cm,
UUB datar
Mata : Pupil isokor, refleks cahaya (+/+) , konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-),
Telinga : Tidak terdapat kelainan
Hidung : Tdak ada kelainan
Mulut : Mukosa bibir lembab.
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tyroid (-)

Thoraks :
COR
I : Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis tidak teraba
P: jantung dalam batas normal
A: Irama reguler, murmur (-), gallop (-)
 Pulmo
◦ I: bentuk dan pergerakan dinding dada simetris kiri
dan kanan
◦ P: Fremitus taktil sama kiri dan kanan
◦ P: sonor kiri dan kanan
◦ A : vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
 Abdomen
◦ Inspeksi : Distensi (-), sikatrik (-), venektasi (-)
◦ Auskultasi : bising usus (+) Normal
◦ Palpasi : supel, nyeri tekan (-) nyeri lepas (-)
hepatomegali (-) splenomegali (-)
◦ Perkusi : timpani
 Ekstremitas superior
Inspeksi : edema (-)
Palpasi : arteri radialis sama kiri dan kanan.
CRT<2

 Ekstremitas inferior
Inspeksi : edema (-)
Palpasi : arteri poplitea dan dorsalis pedis sama
kiri dan kanan, akral hangat, CRT <2detik
Pemeriksaan neurologis
◦ Tanda rangsang meningeal: (-)
 Kaku kuduk : (-)
 Brudzinski I : (-)
 Brudzinski 2 : (-)
Pemeriksaan Saraf kranial
I Tidak dilakukan
II Visus: tidak diperiksa
Lapang pandang: Normal
Warna: tidak diperiksa
III, IV,VI Pupil: refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung
+/+,nistagmus tidak ada
Gerak bola mata: baik ke segala arah
V Motorik: baik
Sensorik:V-1, V-2, V-3: +/+
Refleks kornea: +/+
VII Angkat alis, kerut dahi: tidak dilakukan
Tutup mata : baik, simetris
Kembung pipi: tidak dilakukan
Menyeringai: baik
Rasa 2/3 anterior lidah: tidak dilakukan
VIII Suara bisikan: tidak dilakukan
Gesekan jari:tidak dilakukan
Rinne, Webber, Schwabach: tidak dilakukan
Nistagmus: tidak ada
Berdiri dengan mata terbuka: tidakdilakukan
Berdiri dengan mata tertutup: tidak dilakukan
IX, X Arkus faring: simetris
Uvula: terletak di tengah. Simetris
Disfonia: tidak ada
Disfagia: tidak ada
XI Menoleh kanan-kiri: dapat melawan tahanan
Angkat bahu: dapat melawan tahanan
XII Lidah di dalam mulut: tidak ada deviasi, fasikulasi, atrofi, maupun
tremor
Menjulurkan lidah: tidak dilakukan
Reflek fisiologis Reflek patologis

 Bisep : +/+  Babinski : -/-


 Trisep : +/+  Chaddok : -/-
 Brachioradialis : +/+  Oppenheim : -/-
 Patella : +/+  Gordon : -/-
 Achilles : +/+  Schaffer : -/-
 Hoffman trommer :
-/-
Darah Rutin  EEG
Hemoglobin : 12,3 g/l  CT Scan atau MRI
Leukosit : 6800 mm3
Hematokrit :43,7 %
Trombosit : 297.000 mm3

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosa kerja

• Epilepsi
TATALAKSANA
 IVFD KAEN 3B
Jumlah kebutuhan cairan bedasarkan rumus holiday
= (10 x 100) + (1 x 50)
= 1000+50 = 1050 cc
Jumlah tetesan infus per menit = jumlah kebutuhan
cairan x 20 tetes : waktu ( jam ) x 60 menit
(1050 cc x 20 tetes) : (24 jam x 60 menit ) = 15
tpm
 Zink 1 x 20 mg (po)
 Fenitoin loading 110 mg dalam Nacl 50 cc
habis dalam 30 menit
 Fenitoin 2 x 25 mg (IV)
Analisa Kasus
 Telah dilaporkan seorang pasien anak
perempuan umur 22 bulan dengan diagnosis
kerja epilepsi. Diagnosis kerja ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan hasil laboratorium.
 Data yang diperoleh dari anamnesa yaitu
kejang sejak 1 jam SMRS, kejang digambarkan
pada seluruh tubuh dengan durasi 3 menit,
Saat kejang ibu pasien langsung mengukur
suhu pasien dengan hasil 36,5 0C
 Pasien memiliki riwayat kejang yang sama 1
tahun yang lalu, dirawat di RSUD M.Natisr dan
mendapatkan obat penitoin. Sehabis kejang
pasien sadar. Riwayat keluarga tidak ada riwayat
kejang. Pasien tidak memiliki riwayat trauma
kepala. Dari anamnesis dapat disimpulkan kejang
pertama bukan status epilepticus.
 Dari pemeriksaan fisik di ruang rawat didapatkan
kesadaran somnolen, suhu afebris, tidak
ditemukan parese nervus facialis, saraf motoric
maupun sensorik, thoraks dan abdomen dalam
batas normal, ekstremitas normal, selama di
ruangan tidak ada kejang.
 Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ini
Diagnosa akhir menjadi epilepsy umum karena
pada saat timbul bangkitan suhu pasien afebris
dan bangkitan terjadi secara umum.
 Terapi awal di IGD diberikan Fenitoin loading
110 mg dalam Nacl 50 cc habis dalam 30 menit
dirasakan sudah tepat. Di ruangan terapi
dilanjutkan dgn dosis mentance Fenitoin 2 x 25
mg (IV) dan pemberian zink untuk mengatasi
diare pada anak.
 Pasien dipulangkan pada hari ke-4 perawatan
dengan kriteria telah bebas kejang 24 jam tanpa
obat antipiretik , tampak perbaikan klinis,
diagnosa akhir adalah Epilepsi umum. Pasien
dipulangkan dengan rencana kontrol rutin ke
dokter spesialis anak, rencana pemeriksaan EEG
dan CT Scan. EEG dan CT Scan kepala tidak
dilakukan karena keterbatasan alat di RSUD
M.Natsir. Rencana penghentian obat anti epilepsy
jika pasien 2 tahun bebas kejang dengan prinsip
tapering off.

Anda mungkin juga menyukai