Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FARMAKOTERAPI 2

“DEPRESI ”

DISUSUN OLEH :

NAMA : 1. LIA BETHA WIJAYANTI G 701 17 045


2. FARIDA ABD RASUL G 701 17 090
3. SYAFIRA NUR KHAFIFA G 701 17 150

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Farmakoterapi
2 dengan judul “Makalah Tentang Depresi”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Palu, 2 Februari 2020

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini, yang
mendapatkan perhatian serius. Orang yang mengalami depresi umumnya
mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan
tingkah laku serta kognisi bercirikan ketidakberdayaan yang berlebihan (Kaplan et
al., 1997). Depresi dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua.
Orang yang mengalami depresi akan memunculkan emosi-emosi yang negatif
seperti rasa sedih, benci, iri, putus asa, kecemasan, ketakutan, dendam dan memiliki
rasa bersalah yang dapat disertai dengan berbagai gejala fisik.

WHO (2012) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan keempat penyakit
paling sering di dunia. Depresi sering ditemui dalam kasus gangguan jiwa.
Pravalensi pada wanita diperkirakan 10-25% dan laki-laki 5-12%. Walaupun
depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih sering terjadi pada laki-laki
terutama usia muda dan usia tua (Nurmiati, 2005). Prevalensi gangguan jiwa berat
pada penduduk Indonesia sebesar 1,7 per mil. Penderita gangguan jiwa berat paling
banyak terdapat di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Tengah.
Proporsi rumah tangga yang pernah memasung anggota rumah tangga gangguan
jiwa berat sebesar 14,3% serta pada kelompok penduduk dengan indeks
kepemilikan terbawah sebesar 19,5%. Prevalensi gangguan mental emosional pada
penduduk Indonesia sebesar 6%. Provinsi dengan prevalensi gangguan emosional
paling tinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI
Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur (Depkes RI, 2013).

Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk pengobatan depresi. Kadar


neurotransmiter terutama norepinefrin dan serotonin dalam otak sangat
berpengaruh dalam keadaan depresi dan gangguan Sistem Safar Pusat. Rendahnya
kadar norepinefrin dan serotonin didalam otak yang menyebabkan gangguan
depresi, dan apabila kadarnya terlalu tinggi menyebabkan mania. Oleh karena itu
antidepresan adalah obat yang mampu meningkatkan kadar norepinefrin dan
serotonin di dalam otak.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi serta pathogenesis
dari penyakit depresi
2. Mengetahui factor resiko penyebab timbulnya penyakit depresi
3. Mengetahui klasifikasi dari penyakit depresi
4. Mengetahui apa saja manifestasi klinis dari penyakit depresi
5. Mengetahu prognosis serta hal – hal apa saja yang dimonitoring pada penyakit
depresi
6. Mengetahui tatalaksana untuk penyakit depresi baik terapi farmakologi maupun
non farmakologi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Depresi


Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala
penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan
tidur atau nafsu makan, kehilangan energi dan penurunan konsentrasi (World
Health Organization, 2010). Pernyataan ini dipertegas oleh Nasir dan Muhith
(2011) yang juga mendefinisikan depresi sebagai keadaan emosional yang ditandai
kesedihan yang sangat, perasaan bersalah dan tidak berharga, menarik diri dari
orang lain, kehilangan minat untuk tidur dan melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya, serta kehilangan minat untuk melakukan hal–hal menyenangkan
lainnya.
Gambaran penting pada kelainan depresi mayor adalah keadaan klinis yang
ditandai dengan satu atau lebih episode depresi tanpa riwayat mania, gabungan
depresi mania atau hipomania. Kelainan distimik adalah gangguan suasana hati
(mood) kronis yang melibatkan depresi suasana hati dan sekurangnya dua gejala
yang lain, kelainan ini biasanya lebih ringan dibandingkan kelainan depresi mayor
(Dipiro et al., 2008).

a. Epidemiologi
Gangguan depresi dapat terjadi pada semua umur dengan riwayat keluarga
mengalami gangguan depresi, biasanya dimulai pada usia 15 dan 30 tahun. Usia
paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50 tahun dengan rerata pada usia 30
tahun. Gangguan depresif berat rata-rata dimulai pada usia 40 tahun.
Epidemiologi ini tidak tergantung ras dan tak ada korelasinya dengan
sosioekonomi. Perempuan juga dapat mengalami depresi pasca melahirkan
anak (Prasetyo, 2016)
Beberapa orang mengalami gangguan depresif musiman, di negara barat
biasanya pada musim dingin. Gangguan depresif ada yang merupakan bagian
gangguan bipolar (dua kutub: kutub yang satu gangguan depresif, kutub lainnya
mania). Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan dengan prevalensi
seumur hidup kira-kira 15%, pada perempuan mungkin sampai 25%.
Perempuan mempunyai kecenderungan dua kali lebih besar mengalami
gangguan depresif daripada lakilaki karena masalah hormonal, dampak
melahirkan, stressor dan pola perilaku yang dipelajari. Gangguan depresif
sangat umum terjadi, setiap tahun lebih dari 17 juta orang Amerika
mengalaminya (Depkes, 2007).
b. Etiologi
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya depresi dari segi faktor
biologis terdapat monoamine neurotransmitter yang berperan dalam terjadinya
gangguan depresi seperti norephinefrin yang berperan dalam penurunan
sensitivitas dari reseptor α2 adrenergik dan penurunan respon terhadap
antidepressan, dopamin, serotonin yang ditemukan pada pasien percobaan
bunuh diri mempunyai kadar serotonin dalam cairan cerebrospinal yang rendah
dan konsentrasi rendah dari uptake serotonin pada platelet dan
histamin, gangguan neurotransmitter lainnya yakni pada neuronneuron yang
terdistribusi secara menyebar pada korteks cerebrum terdapat Acethilkholine
(Ach). Neuron-neuron yang bersifat kolinergik terdapat hubungan yang
interaktif terhadap semua sistem yang mengatur monoamine neurotransmitter.
Kadar kolin yang abnormal merupakan perkursor untuk pembentukan Ach
ditemukan abnormal pada penderita yang mengalami gangguan depresi
(Prasetyo, 2016).
Hormon telah diketahui berperan penting dalan gangguan mood, khususnya
gangguan depresi. Sistem neuroendokrin meregulasi hormon penting yang
berperan dalam gangguan mood, yang akan mempengaruhi fungsi dasar,
seperti: gangguan tidur, makan, seksual dan ketidakmampuan dalam
mengungkapkan perasaan senang. Tiga komponen penting dalam sistem
neuroendokrin, yaitu hipotalamus, kelenjar pituitari dan korteks adrenal yang
bekerja sama dalam feedback biologis dan secara penuh berkoneksi dengan
sistem limbik dan korteks serebral (Prasetyo, 2016).

c. Patofisiologi Depresi
menurut Ikawati Z (2016) riset terbaru mengenai reseptor glutamate NMDA
menunjukkan bahwa reseptor NMDA juga terlibat dalam patofisiologi depresi,
di mana sebuah studi postmortem terhadap otak pasien depresi menjumpai
adanya peningkatan ekspresi reseptor NMDA subunit NR2C di bagian locus
coeruleus otak. Hal ini menginspirasi para ahli untuk meneliti penggunaan
antagonis reseptor NMDA ketamine sebagai anti depresan baru. Terbukti dalam
sebuah uji klinik tentang penggunaan ketamine sebagai anti depresan, ketamine
memberikan efek yang positif, bahkan dengan onset yang lebih cepat dari pada
anti depresan golongan lain. Penelitian pada tahun 2012 oleh Duman dan
Aghajanian menunjukkan bahwa ketamine dapat secara tepat menginduksi
synaptogenesis dan memperbaiki kerusakan sinaptik akibat stress kronis.
Seperti yang terjadi pada depresi. Meskipun demikian, ketamine memiliki
beberapa efek samping seperti halusinasi dan gangguan psikotik lain. Karena
itu, kini sedang dikembangkan antagonis NMDA yang lebih selektif sehingga
dapat berefek antidepresan seperti ketamine, tetapi dengan lebih sedikit efek
samping.
2.2 Factor Resiko Depresi
Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor. Adapun faktor biologis,faktor
bawaan atau keturunan, faktor yang berhubungan dengan perkembanganseperti
kehilangan orang tua sejak kecil, faktor psikososial, dan faktor lingkungan,yang
menjadi satu kesatuan mengakibatkan depresi.
1) Faktor biologis
Faktor biologis yang dapat menyebabkan terjadinya depresi dapat dibagi
menjadi dua hal yaitu disregulasi biogenik amin dan disregulasi neuroendokrin.
Abnormalitas metabolit biogenik amin yang sering dijumpai pada depresi yaitu
5 hydroxy indoleacetic acid (5HIAA), homovalinic acid (HVA), 3-methoxy 4-
hydrophenylglycol(MHPG), sebagian besar penelitian melaporkan bahwa
penderita gangguan depresi menunjukkan berbagai macam abnormalitas
metabolik biogenikamin pada darah, urin dan cairan serebrospinal. Keadaan
tersebut endukung hipotesis ganggua depresi berhubungan dengan disregulasi
biogenikamin. Dari biogenik amin, serotonin dan norepinefrin merupakan
neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi depresi. Penurunan
regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik antidepresan mungkin
merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti lain yang
juga melibatkan reseptor beta2-presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan
reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinephrin.

Reseptor beta2-presinaptik juga terletak pada neuron serotonergik danmengatur


jumlah pelepasan serotonin.13Serotonin (5-hydroxytryptamine [5-HT])
neurotransmitter sistem menunjukan keterlibatan dalam patofisiologi gangguan
afektif, dan obat-obatan yang meningkatkan aktifitas serotonergik pada
umumnya memberi efek antidepresan pada pasien . Selain itu , 5 - HT dan / atau
metabolitnya, 5-HIAA, ditemukan rendah pada urin dan cairan serebrospinal
pasien dengan penyakit afektif.14 Hal ini juga dibuktikan terdapat kadar 5-HT
yang rendah pada otak korban bunuh diri dibandingkan dengan kontrol. Selain
itu , ada beberapa bukti bahwa terdapat penurunan metabolit serotonin, 5 –
hydroxyindole acetic acid (5-HIAA) dan peningkatan jumlah reseptor serotnin
postsinaptik 5 hydroxytryptaminetype 2 (5HT2) di korteks prefrontal pada
kelompok bunuh diri. Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi.
Penemuan subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi
regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamin memperkaya antara dopamin
dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentang dopamin dan depresi adalah
jalur dopamin mesolimbic mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan
reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif pada depresi.
2) Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode pertama,
dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yangmengemukakan adanya stres
sebelum episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan
lama. Perubahan inimenyebabkan perubahan berbagai neurotransmiter dan
sistem sinyalintraneuron. Termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan
kontak sinaps. Dampaknya, seorang individu berisiko tinggi mengalami
episode berulang gangguan mood, sekalipun tanpa stressor dari luar. Orang
dengan beberapa gangguan kepribadian seperti, obsesifkompulsif, histeris, dan
yang ada pada garis batasnya, mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
terkena depresi dari pada orang dengan kepribadian antisosial atau paranoid.
Pada pengertian psikodinamik depresi dijelaskan oleh Sigmund Freud dan
dikembangkan oleh Karl Abraham yang diklasifikasikan dalam teori: (1)
gangguan pada hubungan bayi dan ibu selama fase oral (10 - 18 bulan awal
kehidupan) sehinga bisa terjadi depresi; (2) depresi dapat dihubungkan dengan
kehilangan objek secara nyata atau imajinasi; (3) Introjeksi dari kehilangan
objek adalah mekanisme pertahanan dari stress yang berhubungan dengan
kehilangan objek tersebut (4) karena kehilangan objek berkenaan dengan
campuran cinta dan benci, perasaan marah berlangsung didalam hati.
3) Faktor Genetik
Dari faktor bawaan atau keturunan menerangkan apabila salah seorang kembar
menderita depresi, maka kemungkinan saudara kembarnya menderita pula
sebesar 70 %. Kemungkinan menderita depresi sebesar 15 % pada anak, orang
tua, dan kakak-adik dari penderita depresi. Apabila anak yang orangtuanya
pernah menderita depresi, sejak lahir diadopsi oleh keluarga yang tidak pernah
menderita depresi, ternyata kemungkinan untuk menderita depresi 3 kali lebih
besar dibandingkan anak - anak kandung keluarga yang mengadopsi.

2.3 Klasifikasi Depresi


Menurut Lubis N.L (2016) klasifikasi depresi berdasarkan penyakitnya, depresi
dibagi menjadi :
a. mild depression/minor depression dan dysthymic disorder. Pada depresi
ringan, mood rendah yang dating dan pergi dan penyakit dating setelah
kejadian stressful yang spesifik. Mild depression ditandai dengan adanya dua
gejala pada depressive episode namun tidak lebih dari lima gejala depresi
muncul selama dua minggu berturut-turut, dan gejala itu bukan karena
pengaruhobat – obatan maupun penyakit.
b. Moderate depression. Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung
terus dan individu mengalasi sintom fisik yang walaupun berbeda-beda tiap
individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk
mengatasinya.
c. Servere depression/major depression. Depresi berat adalah penyakit yang
tingkat depresinya parah. Individu mengalami gangguan dalam kemampuan
untuk bekerja, tidur, makan dan menikmati hal yang menyenangkan. Major
depression ditandai dengan adanya lima atau lebih sintom yang ditunjukkan
dalam major depressive episode dan berlangsung selama 2 minggu berturut-
turut.
Klasifikasi depresi berdasarkan klasifikasi nosology. Menentukan suatu kasus
depresi pada kategori mosologi yang tepat merupakan hal yang terpenting. Untuk
mencapai hal itu diperlukan penilaian yang menyeluruh dari semua fakta yang
diperoleh dari pemeriksaan fisik, dari riwayat penyakit dan eksplorasi keadaan
psikologisnya. Dan tidak kurang pentingnya adalah yang diesbut milleu situasion
seperti hubungan penderita dengan lingkungan dimana dia tinggal dan berkerja.
Jenis-jenis depresi menurut klasifikasi nosology yaitu :
a. depresi psikogenik. Depresi ini karena pengaruh psikologis individu. Biasanya
terjadi akibat adanya terjadi akibat adanya kejadian yang dapat membuat
seseorang sedih atau stress berat. Berdasarkan gejala dan tanda – tanda terbagi
menjadi : depresi reaktif, exhaustion depression, dan depression neurotic.
b. Depresi endogeni. Depresi diturunkan biasanta timbul tanppa didahului oleh
masalah psokologis atau fisik tertentu, tetapi bisa juga dicetuskan oleh trauma
fisik maupun psikis.
c. Depresi somatogenik. Depresi ini dianggap bahwa factor-faktor jasmani
berperan dalam timbulnya depresi, terbagi dalam beberapa tipe yaitu : depresi
organic,depresi simpatomatik,

2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Lubis N.L (2016) Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan
perasaan yang secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Namun di
ingat, setiap orang mempunyai perbedaan yang mendasar, yang memungkinkan
suatu peristiwa atas perilaku dihadapi secara berbeda dan memunculkan reaksi
yang berbeda antara satu orang dengan yang lain. Gejala – gejala depresi ini bisa
kita dari segi, yaitu gejala dilihat dari segi fisik, psikis dan social.
a. Gejala fisik
Menurut beberapa ahli, gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai rintangan
dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang dialami.
Namun secara garis besar ada beberapa gejala fisik umum yang relative mudah
dideteksi. Gejala itu seperti :
1. Gangguan pola tidur. Misalnya, sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu
sedikit tidur.
2. Menurutnya tingkat aktivitas. Pada umumnya, orang yang mengalami
depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau fikiran pada suatu hal, atau
pekerjaan
3. Menurunnya produktivitas kerja. Orang yang terkena depresi akan
kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi
bisa menikmati dan merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya.
b. Gejala psikis
Perhatikan baik – baik gejala psikis di bawah ini, apakah anda atau rekan anda
ada yang mempunyai tanda – tanda seperti di bawah ini.
1. Kehilangan rasa percaya diri. Penyebabnya, orang yang mengalami depresi
cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negative, termasuk menilai
diri sendiri.
2. Sensitive. Orang yang mengalami depresi senang sekali mengaitkan segala
sesuattu dengan dirinya. Perasaannya sensitive sekali, sehingga sering
peristiwa yang netral jadi di pandang dari sudut pandang yang berbeda oleh
mereka, bahkan disalah artikan.
3. Merasa diri tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul karena
mereka menjadi orang yang gagal terutama dibidang atau lingkungan yang
harusnya mereka kuasai.
4. Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran
orang yang mengalami depresi.
5. Perasaan terbebani. Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas
kesusahaan yang dialaminya. Mereka merasa terbeban berat karena merasa
terlalu dibebani oleh tanggung jawab yang berat.
c. Gejala social
Problem social yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan
rekan kerja , atasan atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik,
namun masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada
di kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal.
2.5 Prognosis Dan Monitoring Penyakit Depresi
Beberapa pasien, MDD dapat menjadi kronis, penyakit yang berulang. Relaps
terjadi pada enam bulan pertama dari masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien,
58% akan relaps setelah lima tahun, dan 85% akan relaps setelah 15 tahun setelah
penyembuhan yang terdahulu (Halverson J, 2016). Individu yang mengalami dua
episode depresi terdahulu memiliki 70% kemungkinan untuk menjadi ke tiga
kalinya, dan yang sudah mengalami episode ke tiga memiliki kemungkinan 90%
untuk relaps. Berdasarkan prodres dari penyakitnya, interval antara episode
depresi menjadi lebih pendek dan lebih berat untuk setiap episodenya menjadi
lebih luas. Lebih dari 20 tahun, kekambuhan terjadi sekitar lima sampai enam kali
(Lam W dan Mok H, 2009).
Proporsi yang signifikan dari individu dengan depresi kronis meunjukkan gejala
yang bervariasi. Sekitar dua per tiga dari pasien dengan episode depresi mayor
akan sembuh dengan sempurna, dimana satu per tiga pasien dengan depresi hanya
sembuh sementara atau menjadi kronis (Lam W dan Mok H, 2009).
Pada penelitian, pasien dengan satu tahun terdiagnosis post MDD, 40% mengalami
penyembuhan tanpa ada gejala depresi, 20% mengalami gejala berulang tetapi
tidak memenuhi kriteria MDD, dan 40% tetap menjadi menalami episode depresi
mayor. Individu dengan gejala depresi residual yang menetap memiliki resiko
tinggi untuk kambuh, bunuh diri, fungsi psikososial yang buruk, dan tingkat
mortalitas yang tinggi dari kondisi medis lainnya. Sebagai tambahan, 5-10%
individu depresi yang memiliki pengalaman dari episode depresi mayor akan
sangat memungkinkan terjadinya manic atau episode campuran yang
mengindikasikan kepada gangguan bipolar(Halverson J, 2016). Beberapa
penemuan sudah difokuskan kepada indicator prognosis yang dapat
memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan dalam
tingkat kekambuhan pada individu dengan depresi (Halverson J, 2016).
1. Pencegahan
Walaupun depresi merupakan kondisi yang dapat ditangani, namun beberapa
bentuk depresi tidak dapat dilakukan pencegahan. Hal tersebut dikarenakan
depresi yang dipicu oleh adanya gangguan di koneksi dari sel saraf di dalam
otak. Akan tetapi studi terakhir menyatakan bahwa depresi dapat diringankan
dan terkadang dapat dicegah dengan kebiasan hidup sehat. Makan makanan
yang sehat, rutin melakukan olahraga, dan relaksasi serta membuka diri. Hal
tersebut dapat mencegah depresi mood (Halverson J, 2016).
2. Monitoring
Strategi monitiring real-time yang paling banyak digunakan untuk mempelajari
depresi adalah assevsment sesaat ekologis aktif (EMA), juga dikenal sebagai
experience sampling [100J. Pengumpulan data aktif melalui EMA dapat
melibatkan respons terhadap respons terhadap pertanyaan terstruktur atau
setengah terstruktur, atau memasukkan data ke perangkat seluler (mis., Tablet,
ponsel cerdas) di lingkungan alami seseorang, di berbagai titik secara real time
siang hari atau kurang sering Interval (misalnya harian). Metode-metode ini
memiliki potensi besar untuk meningkatkan pemahaman kita tentang MDD
dan, khususnya, pertanyaan yang belum kita jawab. seperti apa kombinasi
faktor-faktor momen-ke-saat, hari-hari yang memprediksikan respons dan
kekambuhan dan individu-individu yang depresi memiliki risiko tertinggi untuk
bunuh diri dan kapan. EMA juga dapat digunakan untuk memantau hasil secara
ketat selama pengobatan untuk depresi, karena data yang dikumpulkan melalui
metode ini dapat memberikan gambaran yang lebih halus, lebih peka dari
keparahan gejala dan fungsi daripada penilaian tradisional, dengan demikian
menginformasikan pengambilan keputusan klinis secara berkelanjutan.
Teknologi baru juga telah dikembangkan untuk pemantauan fenomena real-
time pasif terkait depresi. Berbeda dengan EMA aktif, pemantauan real-time
pasif mengacu pada pengumpulan data secara diam-diam menggunakan
smartphone dan ompts, memulai perangkat digital lainnya (mis., sensor yang
dapat dipakai). Karena metode ini tidak mengharuskan individu untuk
memasukkan data apa pun secara langsung, maka metode tersebut dikaitkan
dengan beban peserta yang lebih sedikit dan lebih banyak reseptansi ohjektif
dibandingkan EMA aktif. Smartphone dan sensor yang dapat dipakai dapat
digunakan untuk menangkap, misalnya, pola aktivitas dan pergerakan vis GPS
dan akselerometer, durasi dan kualitas tidur, pola bicara dan suara melalui
rekaman suara, dan rangsangan emosional melalui spidol biologi seperti detak
jantung dan konduktansi kulit ( 102. 103]. Kita sekarang juga dapat mencari
indikator dari interaksi sosial melalui paten penggunaan smartphone (mis.
Waktu layar, jumlah pesan teks yang dipertukarkan. Dan durasi panggilan
telepon yang dilakukan) dan aktivitas media sosial 199. 103), yang mungkin
sangat relevan dengan pengembangan dan / atau pemeliharaan gejala depresi
{i04). Data dinamis yang dikumpulkan melalui pemantauan real-time pasif
memiliki potensi untuk digunakan sendiri dan / atau dikombinasikan dengan
penilaian molekuler, dan pencitraan) untuk menciptakan "gejala digital" dari
depresi dan kondisi kejiwaan lainnya [1021.
Tujuan akhir dari badan penelitian yang sedang berkembang ini adalah depresi
dan mekanisme, serta mendeteksi apakah individu berisiko mengalami gejala
yang memburuk, kambuh depresi, atau bunuh diri. teknolgi adalah
mengembangkan intervensi yang dapat menurunkan teknologi dalam intervensi
waktu nyata - juga dikenal intervensi intervensi "just-in-time-adaptif" (3ITAI)
[106 - memiliki potensi untuk menjangkau banyak individu yang membutuhkan
perawatan. biaya, stigma. daftar tunggu yang panjang. dll secara keseluruhan.
bukti pendahuluan menunjukkan bahwa intervensi nyata efektif mengurangi
gejala depresi (105, 1071 Meskipun opsi real untuk semua individu dengan
MDD, alat-alat ini mungkin membimbing pelatihan atau instruksi strategi (mis.,
memiliki "ahli strategi"). saku Anda "), apakah mereka berpotensi paling
dibutuhkan lingkungan dunia nyata seseorang. Intervensi waktunyata
Misalnya, algoritme yang berasal dari data kerangka yang dikumpulkan melalui
konselor online, hotline bunuh diri, atau rujukan. Strategi ini juga dapat
mengatasi masalah Atrisi berat psesent dengan cCBT. Data diperoleh dengan
metode lain (misalnya EMA akustik, laporan diri dan tindakan dokter, dan
bahkan genetik, untuk menggunakan fenotipe yang dihasilkan untuk
mengkarakterisasi subtipe yang lebih baik. "Langkah selanjutnya" yang logis
dalam pemantauan waktu nyata kepada orang-orang yang berisiko di
lingkungan kerja nyata mereka, berpotensi ketika hal itu paling diperhatikan
(991. Intervemng melalui tions kesehatan mobile, ecologicul aIentary
interventiesis (EMI) [105], i dan depresi yang tidak mampu menindak berhenti
karena lokasi. intervensi waktu mungkin bukan pengobatan mandiri yang
cukup - secara efektif menambah.

2.6 Tatalaksana Terapi Farmakologi Dan Non Farmakologi


Tujuan terapi depresi adalah untuk meminimalkan efek samping, mengurangi
gejala, memastikan kepatuhan pengobatan, membantu pengembalian ketingkat
fungsi sebelum depresi dan mencegah episode lebih lanjut (Sukandar et al., 2009).
Depkes (2007) menyatakan bahwa penderita mengalami gangguan depresif berat,
dan gejalanya sangat membuat tidak berdaya maka perlu diketahui bahwa anti
depresan tidak menyembuhkan gangguan depresif, tetapi mengurangi sampai
menghilangkan gejala. Ada 3 fase pengobatan gangguan depresif yaitu:
1) Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala.
2) Fase kelanjutan untuk mencegah relaps.
3) Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren. (Kupfer, 1991)

Algoritma terapi depresi : ( Dipiro et all, 2017 )

a. Terapi non farmakologi


1. Psikoterapi
Psikoterapi adalah terapi pengembangan yang digunakan untuk
menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan serta mencegah
kambuhnya gangguan pola perilaku maladatik. Teknik psikoterapi tersusun
seperti teori terapi tingkah laku, terapi interpersonal dan terapi untuk
pemecahan sebuah masalah. Dalam fase akut terapi efektif dan dapat
menunda terjadinya kekambuhan selama menjalani terapi lanjutan pada
depresi ringan atau sedang (Depkes, 2007).
Pasien penderita depresi major parah dan atau dengan psikotik tidak
direkomendasikan untuk menggunakan psikoterapi. Psikoterapi adalah
pilihan utama penderita depresi ringan atau sedang (Teter et al., 2007).
2. Electro Convulsive Theraphy (ECT )
Depkes RI (2007) menyatakan ECT adalah terapi dengan melewatkan arus
listrik ke otak. Metode terapi semacam ini sering digunakan pada kasus
depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon
terapi dengan obat antidepresan kurang baik. Terapi ECT terdiri dari 6 –
12 terapi dan tergantung dengan tingkat keparahan pasien. Terapi ini
dilakukan 2 atau 3 kali dalam seminggu dan sebaiknya terapi dilakukan
oleh psikiater yang berpengalaman (Mann, 2005). Pada penderita dengan
risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan
menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit
menjadi lebih pendek. Terapi antidepresi yang pasti dengan obat atau
kejang listrik (ECT) membutuhkan beberapa minggu atau lebih lama dan
tidak dilakukan dalam UGD. Namun demikian, agitasi, ansietas, dan
insomnia dapat diobati (Kaplan et al., 1997).
b. Terapi farmakologi
Antidepresan adalah obat yang dapat digunakan untuk memperbaiki perasaan
(mood) yaitu dengan meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung
yang disebabkan oleh keadaan sosial – ekonomi, penyakit atau obat- obatan
(Tjay and Raharja, 2007). Menurut Mutchler (1991) antidepresan merupakan
obat-obat yang efektif pada pengobatan depresi, meringankan gejala gangguan
depresi, termasuk penyakit psikis yang dibawa sejak lahir. Antidepresan
digunakan untuk tujuan klinis dalam sejumlah indikasi untuk mengurangi
perasaan gelisah, panik, dan stres, meringankan insomnia, untuk mengurangi
kejang/ serangan dalam perawatan epilepsi, menyebabkan relaksasi otot pada
kondisi ketegangan otot, untuk menurunkan tekanan darah dan atau denyut
jantung dan untuk meningkatkan mood dan atau meningkatkan kesupelan.

Menurut (Depkes, 2007) penggolongan obat anti depresan mencakup 3


golongan obat yaitu:
a. Antidepresan Klasik (Trisiklik dan Tetrasiklik)
Mekanisme kerja: Obat–obat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan
noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.
b. Antidepresan Generasi ke-2
Mekanisme kerja :
1) SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) menghambat resorpsi dari
serotonin.
2) NaSA (Noradrenalin and Serotonin Antidepressants) tidak berkhasiat
selektif, menghambat re-uptake dari serotonin dan noradrenalin. Terdapat
beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih efektif daripada SSRI.
c. Antidepresan MAO.
Monoamine Oxidase Inhibitor (MAO) merupakan suatu sistem enzim
kompleks yang terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi
amin biogenik, seperti norepinefrin, epinefrin, dopamin, serotonin. MAOI
menghambat sistem enzim monoamin oksidase, sehingga menyebabkan
peningkatan konsentrasi amin endogen.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan berdasarkan materi makalah tentang depresi tersebut, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini, yang
mendapatkan perhatian serius. Orang yang mengalami depresi umumnya
mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan
tingkah laku serta kognisi bercirikan ketidakberdayaan yang berlebihan.
2. Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor. Adapun faktor
biologis,faktor bawaan atau keturunan, faktor yang berhubungan dengan
perkembanganseperti kehilangan orang tua sejak kecil, faktor psikososial, dan
faktor lingkungan,yang menjadi satu kesatuan mengakibatkan depresi.
3. Ada 3 fase pengobatan gangguan depresif yaitu:
a. Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala.
b. Fase kelanjutan untuk mencegah relaps.
c. Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren.
4. Terapi farmakologi yang dianjurkan yaitu Antidepresan, digunakan untuk tujuan
klinis dalam sejumlah indikasi untuk mengurangi perasaan gelisah, panik, dan
stres, meringankan insomnia, untuk mengurangi kejang/ serangan dalam
perawatan epilepsi, menyebabkan relaksasi otot pada kondisi ketegangan otot,
untuk menurunkan tekanan darah dan atau denyut jantung dan untuk
meningkatkan mood dan atau meningkatkan kesupelan.

3.2 Saran
Adapun saran dari makalah depresi tersebut yaitu bagi si penulis diharapkan untuk
lebih mencari pengetahuan atau informasi lebih mendalam lagi tentang depresi dan
factor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga kesempurnaan dalam makalah
tersebut akan semakin bertambah. Untuk si pembaca, agar kiranya tidak hanya
membaca satu sumber referensi, agar ilmu pengetahuan kalian akan bertambah.

DAFTAR PUSTAKA

Lubis N.L (2016). Depresi : Tinjauan Psikologis. Penerbit : Kencana. Jakarta .

Marshasina A (2016). Gambaran dan hubungan tingkat depreso dengan factor-


faktor yang mempengaruhi pada pasien rawat jalan puskesmas ( studi
deskriptif analitik di Puskesmas Halmahera Semarang). Penerbit :
Universitas Diponegoro. Jawa tengah.

Halverson Jerry L. 2016. Practice Essentials of Deppresion. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/286759-overview. Accessed at: 6
Oktober 2016.

Lam W. R dan Mok H. 2009. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck


Institutes.

Haryanto dkk (2015). System Deteksi Gangguan Depresi Pada Anak-Anak Dan
Remaja. Penerbit : Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan Computer
Adi Unggul Bhirawa. Jawa Tengah.
Departemen kesehatan republic Indonesia (2007). Pharmaceutical care untuk
penderita gangguan depresif. http://www.binfar.depkes.go.id diakses pada 1
februari 2020.

Harissa U (2015). Dinamika Psikologi Pada Penderita Gangguan Depresi Berat


Dengan Gejala Psikotik. Penerbit : Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai