“DEPRESI ”
DISUSUN OLEH :
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
KATA PENGANTAR
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
WHO (2012) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan keempat penyakit
paling sering di dunia. Depresi sering ditemui dalam kasus gangguan jiwa.
Pravalensi pada wanita diperkirakan 10-25% dan laki-laki 5-12%. Walaupun
depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih sering terjadi pada laki-laki
terutama usia muda dan usia tua (Nurmiati, 2005). Prevalensi gangguan jiwa berat
pada penduduk Indonesia sebesar 1,7 per mil. Penderita gangguan jiwa berat paling
banyak terdapat di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Tengah.
Proporsi rumah tangga yang pernah memasung anggota rumah tangga gangguan
jiwa berat sebesar 14,3% serta pada kelompok penduduk dengan indeks
kepemilikan terbawah sebesar 19,5%. Prevalensi gangguan mental emosional pada
penduduk Indonesia sebesar 6%. Provinsi dengan prevalensi gangguan emosional
paling tinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI
Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur (Depkes RI, 2013).
a. Epidemiologi
Gangguan depresi dapat terjadi pada semua umur dengan riwayat keluarga
mengalami gangguan depresi, biasanya dimulai pada usia 15 dan 30 tahun. Usia
paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50 tahun dengan rerata pada usia 30
tahun. Gangguan depresif berat rata-rata dimulai pada usia 40 tahun.
Epidemiologi ini tidak tergantung ras dan tak ada korelasinya dengan
sosioekonomi. Perempuan juga dapat mengalami depresi pasca melahirkan
anak (Prasetyo, 2016)
Beberapa orang mengalami gangguan depresif musiman, di negara barat
biasanya pada musim dingin. Gangguan depresif ada yang merupakan bagian
gangguan bipolar (dua kutub: kutub yang satu gangguan depresif, kutub lainnya
mania). Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan dengan prevalensi
seumur hidup kira-kira 15%, pada perempuan mungkin sampai 25%.
Perempuan mempunyai kecenderungan dua kali lebih besar mengalami
gangguan depresif daripada lakilaki karena masalah hormonal, dampak
melahirkan, stressor dan pola perilaku yang dipelajari. Gangguan depresif
sangat umum terjadi, setiap tahun lebih dari 17 juta orang Amerika
mengalaminya (Depkes, 2007).
b. Etiologi
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya depresi dari segi faktor
biologis terdapat monoamine neurotransmitter yang berperan dalam terjadinya
gangguan depresi seperti norephinefrin yang berperan dalam penurunan
sensitivitas dari reseptor α2 adrenergik dan penurunan respon terhadap
antidepressan, dopamin, serotonin yang ditemukan pada pasien percobaan
bunuh diri mempunyai kadar serotonin dalam cairan cerebrospinal yang rendah
dan konsentrasi rendah dari uptake serotonin pada platelet dan
histamin, gangguan neurotransmitter lainnya yakni pada neuronneuron yang
terdistribusi secara menyebar pada korteks cerebrum terdapat Acethilkholine
(Ach). Neuron-neuron yang bersifat kolinergik terdapat hubungan yang
interaktif terhadap semua sistem yang mengatur monoamine neurotransmitter.
Kadar kolin yang abnormal merupakan perkursor untuk pembentukan Ach
ditemukan abnormal pada penderita yang mengalami gangguan depresi
(Prasetyo, 2016).
Hormon telah diketahui berperan penting dalan gangguan mood, khususnya
gangguan depresi. Sistem neuroendokrin meregulasi hormon penting yang
berperan dalam gangguan mood, yang akan mempengaruhi fungsi dasar,
seperti: gangguan tidur, makan, seksual dan ketidakmampuan dalam
mengungkapkan perasaan senang. Tiga komponen penting dalam sistem
neuroendokrin, yaitu hipotalamus, kelenjar pituitari dan korteks adrenal yang
bekerja sama dalam feedback biologis dan secara penuh berkoneksi dengan
sistem limbik dan korteks serebral (Prasetyo, 2016).
c. Patofisiologi Depresi
menurut Ikawati Z (2016) riset terbaru mengenai reseptor glutamate NMDA
menunjukkan bahwa reseptor NMDA juga terlibat dalam patofisiologi depresi,
di mana sebuah studi postmortem terhadap otak pasien depresi menjumpai
adanya peningkatan ekspresi reseptor NMDA subunit NR2C di bagian locus
coeruleus otak. Hal ini menginspirasi para ahli untuk meneliti penggunaan
antagonis reseptor NMDA ketamine sebagai anti depresan baru. Terbukti dalam
sebuah uji klinik tentang penggunaan ketamine sebagai anti depresan, ketamine
memberikan efek yang positif, bahkan dengan onset yang lebih cepat dari pada
anti depresan golongan lain. Penelitian pada tahun 2012 oleh Duman dan
Aghajanian menunjukkan bahwa ketamine dapat secara tepat menginduksi
synaptogenesis dan memperbaiki kerusakan sinaptik akibat stress kronis.
Seperti yang terjadi pada depresi. Meskipun demikian, ketamine memiliki
beberapa efek samping seperti halusinasi dan gangguan psikotik lain. Karena
itu, kini sedang dikembangkan antagonis NMDA yang lebih selektif sehingga
dapat berefek antidepresan seperti ketamine, tetapi dengan lebih sedikit efek
samping.
2.2 Factor Resiko Depresi
Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor. Adapun faktor biologis,faktor
bawaan atau keturunan, faktor yang berhubungan dengan perkembanganseperti
kehilangan orang tua sejak kecil, faktor psikososial, dan faktor lingkungan,yang
menjadi satu kesatuan mengakibatkan depresi.
1) Faktor biologis
Faktor biologis yang dapat menyebabkan terjadinya depresi dapat dibagi
menjadi dua hal yaitu disregulasi biogenik amin dan disregulasi neuroendokrin.
Abnormalitas metabolit biogenik amin yang sering dijumpai pada depresi yaitu
5 hydroxy indoleacetic acid (5HIAA), homovalinic acid (HVA), 3-methoxy 4-
hydrophenylglycol(MHPG), sebagian besar penelitian melaporkan bahwa
penderita gangguan depresi menunjukkan berbagai macam abnormalitas
metabolik biogenikamin pada darah, urin dan cairan serebrospinal. Keadaan
tersebut endukung hipotesis ganggua depresi berhubungan dengan disregulasi
biogenikamin. Dari biogenik amin, serotonin dan norepinefrin merupakan
neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi depresi. Penurunan
regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik antidepresan mungkin
merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti lain yang
juga melibatkan reseptor beta2-presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan
reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinephrin.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan berdasarkan materi makalah tentang depresi tersebut, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini, yang
mendapatkan perhatian serius. Orang yang mengalami depresi umumnya
mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan
tingkah laku serta kognisi bercirikan ketidakberdayaan yang berlebihan.
2. Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor. Adapun faktor
biologis,faktor bawaan atau keturunan, faktor yang berhubungan dengan
perkembanganseperti kehilangan orang tua sejak kecil, faktor psikososial, dan
faktor lingkungan,yang menjadi satu kesatuan mengakibatkan depresi.
3. Ada 3 fase pengobatan gangguan depresif yaitu:
a. Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala.
b. Fase kelanjutan untuk mencegah relaps.
c. Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren.
4. Terapi farmakologi yang dianjurkan yaitu Antidepresan, digunakan untuk tujuan
klinis dalam sejumlah indikasi untuk mengurangi perasaan gelisah, panik, dan
stres, meringankan insomnia, untuk mengurangi kejang/ serangan dalam
perawatan epilepsi, menyebabkan relaksasi otot pada kondisi ketegangan otot,
untuk menurunkan tekanan darah dan atau denyut jantung dan untuk
meningkatkan mood dan atau meningkatkan kesupelan.
3.2 Saran
Adapun saran dari makalah depresi tersebut yaitu bagi si penulis diharapkan untuk
lebih mencari pengetahuan atau informasi lebih mendalam lagi tentang depresi dan
factor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga kesempurnaan dalam makalah
tersebut akan semakin bertambah. Untuk si pembaca, agar kiranya tidak hanya
membaca satu sumber referensi, agar ilmu pengetahuan kalian akan bertambah.
DAFTAR PUSTAKA
Haryanto dkk (2015). System Deteksi Gangguan Depresi Pada Anak-Anak Dan
Remaja. Penerbit : Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan Computer
Adi Unggul Bhirawa. Jawa Tengah.
Departemen kesehatan republic Indonesia (2007). Pharmaceutical care untuk
penderita gangguan depresif. http://www.binfar.depkes.go.id diakses pada 1
februari 2020.