Anda di halaman 1dari 42

Case Report Session

NASKAH PSIKIATRI
F.32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Oleh:

Nurul Izzah 2140312071

Amellya Sucieta 1810311062

Preseptor:
dr. Taufik Ashal, Sp.KJ

DEPARTEMEN SMF JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG


2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur diucapkan pada Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Case Report Session yang
berjudul “Gangguan Depresi Berat dengan Gejala Psikotik” yang menjadi salah satu
syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Psikiatri FakultasKedokteran
Universitas Andalas periode November – Desember 2022.
Terima kasih penulis ucapkan dr. Taufik Ashal, Sp.KJ , selaku preseptor di
yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi akademisi, dunia pendidikan, instansi terkait, dan masyarakat luas.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Desember 2022

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan afektif, juga sering disebut sebagai gangguan mood adalah


sekelompok penyakit psikiatri di mana gangguan suasana hati dianggap fitur utama
yang mendasarinya. Gangguan mood dapat berupa suasana hati yang tinggi, seperti
yang terjadi pada mania atau hipomania, atau suasana hati yang berkurang (depresi)
seperti yang terjadi pada episode depresi mayor. Gangguan depresif adalah gangguan
psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran
klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor
dan gangguan depresif unipolar serta bipolar.1,2
Gangguan depresif masuk dalam kategori gangguan mood, yang
mempengaruhi seseorang secara afektif, fisiologis, kognitif dan perilaku sehingga
mengubah pola dan respon yang biasa dilakukan. Jika gangguan depresif berjalan
dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai
pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir
disemua aspek kehidupannya. Maladaptif respon saraf, penolakan sosial, psikologis,
dan tingkat fisiologis berinteraksi satu sama lain dengan faktor kerentanan lainnya,
seperti riwayat depresi, tingkat stres kehidupan, faktor genetik, akan meningkatkan
kerentanan seseorang terhadap depresi.1
Depresi merupakan penyebab utama keempat beban penyakit di seluruh dunia.
Meskipun banyak pengobatan dan perawatan yang efektif terhadap depresi, tetapi
hanya sebagian yang menderita depresi mendapat pengobatan dan tindakan
pendekatan psikoterapi dan hanya 30% - 40% pasien yang merespon tindakan
tersebut dan sebagian besar pasien mengalami kegagalan, 1/3 dari pasien yang
menjalani pengobatan, tetap mengalami gangguan fungsional, menimbulkan masalah
kualitas hidup, penderitaan, risiko kekambuhan dan bunuh diri.3,4
Gangguan depresi dengan percobaan bunuh diri merupakan suatu keadaan
gangguan depresi berat yang perlu cepat ditangani agar tidak terjadinya perburukan
klinis, atau perkembangan kearah yang lebih berat dan mencegah terjadinya tindakan
bunuh diri (complete suicide). Global Burden of Disease (GBD) of theWorld Health
Organitation (WHO) telah menunjukkan terjadinya masalah yang sama di seluruh

4
dunia bahwa gangguan depresi mayor, meningkatkan risiko terjadinya percobaan
bunuh diri. Orang yang mengalami gangguan depresi dengan percobaan bunuh diri,
adalah orang yang mengalami suatu keadaan stres didalam diri yang tidak mampu
menerima kondisi lingkungan eksterna mereka dan memiliki mekanisme pembelaan
ego yang tidak matang sehingga mereka melakukan hal tersebut. 5,6
Memahami faktor-faktor yang mendasari terjadinya depresi, perburukan
tingkat depresi dan risiko bunuh diri diperlukan untuk rasional keputusan pencegahan
morbiditas maupun mortalitas pada pasien yang mengalami depresi sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup dan mencegah mortalitas.

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas tentang definisi, etiologi, gambaran klinis,
diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis depresi berat dengan gejala psikotik.
1.3 Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam penulisan laporan kasus ini berupa tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada kasus dan berbagai literatur.
1.4 Tujuan Penulisan
Laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman
mengenai etiologi, gambaran klinis, diagnosis, dan penatalaksanan, serta prognosis
mengenai depresi terutama depresi berat dengan gejala psikotik.

5
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Definisi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan


dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa
putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri.7 Depresi merupakan kondisi emosional
yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti
dan bersalah (menarik diri, tidak dapat tidur, kehilangan selera, minat dalam aktivitas
sehari-hari).4 Depresi bagi orang awam diartikan sebagai keadaan emosi atau
perasaan sedih, susah, murung, ataupun tidak bahagia dan kehilangan semangat untuk
hidup.
Depresi psikotik: merupakan salah satu jenis gangguan depresi yang sangat
parah dan disertai gejala psikotik. Jenis ini biasanya dilihat sebagai kombinasi
psikosis dan depresi yang tidak dapat dipisahkan menjadi salah satu dari keduanya.
Gejalanya termasuk ciri psikotik seperti halusinasi atau delusi.

2.2 Epidemiologi
Depresi atau gangguan suasana hati yang menyebabkan terganggunya
aktifitas sehari-hari ini ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai
krisis global dan memprediksi pada tahun 2020 gangguan depresi ini merupakan
nomor dua penyumbanng penyebab ketidakmampuan seseorang dalam kehidupannya
setelah kardiovaskular. Lebih dari 350 juta jiwa penduduk dunia mengalami depresi
sehingga WHO menetapkan depresi sebagai salah satu prioritas untuk ditangani. Pada
tahun 2017, diperkirakan 264 juta orang di dunia pernah mengalami depresi. Rasio
perempuan dgn laki-laki 2:1 dgn prevalensi perempuan 10-25% dan laki-laki 5-
12%.8,9
Di Indonesia sendiri, pada tahun 2007 menurut ketua IDI (Ikatan Dokter
Indonesia), Fachmi Idris, 94% masyarakat Indonesia mengalami depresi dari tingkat
tertinggi sampai tingkat terendah. Bahkan menurut WHO, angka bunuh diri di
Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2010 angka bunuh diri di Indonesia adalah 1,8
jiwa per 100.000 penduduk atau 5.000 kasus per tahun. Pada tahun 2012 angka

6
tersebut meningkat menjadi 4,3 jiwa per 100.000 penduduk atau setara dengan 10.000
kasus pertahun.10

2.3 Etiologi

Etiologi penyakit depresi sangat kompleks dan belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor endogen dan eksogen diduga saling terkait dalam menimbulkan
keadaan depresi. Faktor-faktor endogen yang diduga berperan dalam kejadian depresi
adalah terjadinya perubahan kesetimbangan neurotransmitter di dalam tubuh,
genetika dan hormonal. Sedangkan faktor eksogen yang diduga berperan memicu
timbulnya depresi adalah keadaan lingkungan sosial.
1. Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam
perkembangan gangguan mood adalah genetika. Gen dominan yang diduga berperan
pada depresi terikat pada kromosom 11. Penelitian keluarga menemukan bahwa
sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan depresif berat
berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat
pertama.11
2. Faktor Biokimia
Adanya perubahan kesetimbangan neurotransmitter di otak diduga sangat berperan
dalam menimbulkan kejadian depresi. Neurotransmitter yang terutama berperan pada
kejadian depresi adalah neurotransmitter monoamin seperti norepinefrin, serotonin
dan dopamin. Hipotesis amin biogenik, menyatakan bahwa depresi dapat disebabkan
terjadinya penurunan kadar neurotransmitter norepinefrin (NE), serotonin (5-HT) dan
dopamin (DA) di otak. Disregulasi neurotransmitter dan perubahan sensitivitas post
sinaps juga berkaitan dengan terjadinya depresi.12,13
3. Faktor Hormonal
Aksishipotalamik-pituitari-adrenokortikal juga dapat berperan dalam depresi.
Bagian limbic pada otak sangat terkait dengan emosi dan juga memengaruhi
hipotalamus. Hipotalamus kemudian mengatur berbagai kelenjar endokrin dan
sekaligus kadar hormone yang dihasilkan berbagai kelenjar tersebut. Kadar kortisol
(suatu hormone adrenokortikal) yang tinggi pada para pasien depresi, kemungkinan
terjadi karena sekresi yang berlebihan pada hormone yang melepaskan thyrotropin
oleh hipotalamus.

7
Pada perempuan, faktor hormonal ikut mendorong terjadinya depresi. Hal ini
umumnya terjadi saat siklus haid, kehamilan atau pasca persalinan, dan menjelang
menopause. Estrogen meningkatkan mood dengan meningkatkan laju degradasi
MAO dan transpor 5-HT intraneuronal, menyebabkan peningkatan keseluruhan
ketersediaan 5-HT di sinaps. Selain neurotransmisi serotonergik, estrogen juga
diyakini memiliki efek modulasi pada neurogenesis hipokampus dan fungsi HPA
axis.14,17
4. Faktor Psikososial
Ada teori yang mengemukakan adanya stres sebelum episode pertama
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan ini
menyebabkan perubahan berbagai neurotransmiter dan sistem sinyal intraneuron.
Termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya,
seorang individu berisiko tinggi mengalami episode berulang gangguan mood,
sekalipun tanpa stressor dari luar. 7
Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan
mental pada lanjut usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor
psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian
teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri,
keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif .7

2.4 Klasifikasi
Menurut PPDGJ-III klasifikasi gangguan afektif berupa depresi dapat terbagi
menjadi:15
1. Episode Depresif (F32)
a. Episode depresif ringan (F32.0)
b. Episode depresif sedang (F32.1)
c. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2)
d. Episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3)
e. Episode depresif lainnya (F32.8)
f. Episode depresif YTT (F32.9)
2. Episode Depresif berulang (F33)
a. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Ringan (F33.0)
b. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Sedang (F33.1)
c. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Berat tanpa gejala Psikotik (F33.2)

8
d. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Berat dengan gejala Psikotik
(F33.3)
e. Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi (F33.4)
f. Gangguan Depresif Berulang lainnya (F33.8)
g. Gangguan Depresif Berulang YTT (F33.9)

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala Mayor:
1. Afek Depresif
2. Kehilangan minat dan kegembiraan (anhedonia)
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa Lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) danmenurunnya aktivitas.
Gejala Minor:
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan berkurang
Gejala somatik:
1. Rasa lelah yang tidak hilang dengan beristirahat
2. Nyeri, terutama nyeri kepala
3. Gangguan tidur
4. Gangguan selera makan (meningkat atau menurun)
5. Kehilangan ketertarikan seksual (penurunan libido)
6. Keluhan pada saluran pencernaan dan jantung (palpitasi/berdebar
Gejala psikotik:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Stupor depresif
Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari
1. Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan.
2. Menghindari membuat keputusan.

9
3. Menunda pekerjaan rumah.Penurunan aktivitas fisik dan latihan.
4. Penurunan perhatian terhadap diri sendiri.
5. Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang.

2.6 Diagnosis

Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis episode depresif (F32) adalah sebagai
berikut:
Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
1. Afek depresif
2. Kehilangan minat dan kegembiraan
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah ( rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja ) dan menurunnya aktivitas.
Gejala Lainnya :
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan psimisti
5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu

- Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
- Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat (F32.2)
hanya digunakan untuk episode depresif tunggal (yang pertama).
- Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan dibawah salah satu diagnosis
gangguan depresif berulang (F33.-)

Tabel Derajat depresi


No Derajat Kriteria
Depresi

10
1 Ringan(Mild) Jika terdapat sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala utama
ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala tambahan yang
sudah berlangsung minimal 2 minggu. Tidak boleh ada gejala
yang berat
2 Sedang Jika terdapat sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala utama
(Moderate) ditambah sekurang-kurangnya 3 (sebaiknya 4) gejala
tambahan
3 Berat Jika terdapat 3 gejala utama ditambah sekurang-kurangnya 4
(Severe) gejala tambahan, beberapa diantaranya harus berintensitas
berat.

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik

Tabel . Episode depresi berat tanpa gejala psikotik

Semua 3 gejala utama depresi harus ada.


Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan
beberapa di antaranya harus berintensitas berat.
Bila ada gejala penting ( misalnya agitasi atau retardasi
psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau
atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara
rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap
episode depresif berat masih dapa dibenarkan.
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-
kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan
beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu.
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali
pada taraf yang sangat terbatas.

11
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Tabel . Episode depresi berat dengan gejala psikotik

• Episode depresif berat yang memenuhi kriteri menurut F32.2


tersebut diatas
• Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham
malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya
berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju
stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent).

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Penegakkan diagnosis depresi selain berdasarkan kriteria diagnosis, terdapat


beberapa instrumen- instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk
membantu memberikan penilaian yang objektif terhadap kondisi depresi yang
dialami oleh pasien. Berikut ini adalah beberapa instrumen yang sering digunakan,
yaitu:

a. Beck’s Depression Inventory


b. Hamilton Depression Scale
c. The Zung Self-Rating Depression Scale

Beck Depression Inventory (BDI) adalah tes depresi untuk mengukur


keparahan dan kedalaman dari gejala-gejala depresi seperti yang tertera dalam the
American Psychiatric Association's Diagnostik and Statistical Manual of Mental
Disorders Five Edition (DSM-V) pada pasien dengan depresi klinis. BDI dapat
digunakan untuk dewasa ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke atas, dan
merupakan sebuah ukuran standar dari depresi yang terutama digunakan dalam
penelitian dan untuk mengevaluasi dari efekttivitas pengobatan dan terapi.

12
2.8 Tatalaksana

Terapi Non-Farmakologis

a. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)


Terapi ini memperbaiki cara pandang pasien terhadap kehidupan ke arah yang
lebih positif. Cara ini merupakan first line terapi untuk depresi ringan. Biasanya
terapi ini tetap dilakukan dan merupakan upaya untuk mencegah tidak berulangnya
kembali kejadian depresi.
b. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Terapi ini disebut juga terapi listrik atau terapi kejut dan lebih diutamakan untuk
pasien depresi kronik sedang atau berat yang tidak memberi respon padapenggunaan
antidepressan. Dengan pemberian muatan listrik akan terjadi peningkatan pelepasan
neurotransmitter pada celah sinaps sehingga diharapkan terjadi perbaikan gejala
depresi. Cara penggunaan ECT adalah dengan meletakkan elektroda yang bermuatan
listrik pada bagian otak. Terapi ini nantinya akan menyebabkan kejang, namun
memberi respon cepat, yaitu sekitar 10-14 hari.
c. Repetitive Transcranial Magnetic Stimulation (RTMS)
Metode ini diperuntukkan bagi pasien depressi yang resisten terhadap pengobatan
yang standar dan terapi kejut.Terapi ini merupakan metode non invasif untuk
membangkitkan sel-sel saraf pada otak dengan cepat melalui gelombang
elektromagnetik yang lemah.
Metode ini mempengaruhi aktivitas listrik di otak dengan memberikan impuls
melalui medan magnet pada korteks prefrontal otak kiri atau bagian depan kiri otak.
Wilayah otak ini terkait dengan emosi positif dan pengendalian diri. Artinya stimulasi
bagian ini akan mengurangi depresi. Alat ini berupa kumparan berbentuk kupu-kupu
yang diletakkan pada kepala pasien, dan setiap 30 detik pasien merasakan
serangkaian impuls selama 2 detik. Prosedur ini dilakukan selama 30 menit.

Terapi Farmakologi
Obat-obat antidepressi mempengaruhi sistem cortical, limbic, hipotalamus dan
brainstem yang merupakan hal mendasar pada pengaturan kesadaran, mood dan
fungsi otonom. Keputusan menggunakan antidepressan didasarkan pada riwayat
pasien terhadap respon obat, riwayat keluarga terhadap respon obat, sub tipedepresi,

13
keadaan klinis pada saat tersebut, derajat keparahan, potensi terjadinya interaksi obat,
efek samping serta biaya obat.
Obat-obat antidepresi diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu
golongan selective serotonin reuptake inhibitor, tricyclic antidepresants, monoamine
oxidase inhibitors, serta golongan lainnya.
a. SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Mekanisme kerja SSRI adalah menghambat pengambilan kembali 5-HT (dengan
kemampuan tinggi) di pre sinaps sehingga meningkatkan jumlah 5-HT yang akan
berikatan dengan reseptor di pasca sinaps. Obat golongan ini memiliki efek
antikolinergik yang minimal, sehingga lebih disukai dan menjadi pilihan pertama
dalam terapi depresi untuk pasien-pasien tanpa adanya komplikasi atau kontra
indikasi terhadap obat tersebut.Contoh SSRI adalah fluoksetin, sertralin,
fluvoksamin, paroksetin, sitalopram dan escitalopram.
b. TCA (tricyclic Antidepresant)
Mekanisme kerja TCA adalah menghambat pengambilan kembali 5-HT
(dengan kemampuan rendah sampai tinggi) dan NE (dengan kemampuan rendah
sampai sedang). Potensi dan selektivitas sangat bervariasi, tergantung jenis obatnya.
TCA mempengaruhi sistem reseptor lain, yaitu : kolinergik (sebagai antikolinergik),
neurologik dan sistem kardiovaskular. Amin tersier bekerja pada sistem serotonergik.
Amin sekunder bekerja mengaktifkan sistem norepinefrin. Karena banyak
mempengaruhi sistem reseptor lain, obat-obat golongan ini perlu dipertimbangkan
pemberiannya terutama pada pasien- pasien manula dan keadaan klinis tertentu.
Contoh amin tersier adalah amitriptilin, klomipramin, doksepin, imipramin,
trimipramin. Amin sekunder contohnya adalah amoksapin, maprotilin, desipramin,
nortriptilin serta protriptilin.
c. MAOI (Monoamine Oxidase Inhibitors)
Mekanisme kerja MAOI adalah meningkatkan konsentrasi NE, 5-HT dan DA
dalam sinaps neuronal melalui inhibisi enzim MAO. Enzim MAO ini berfungsi
untuk memetabolisme neurotransmitter monoamin. Penggunaan kronik dapat
menyebabkan downregulation reseptor β-adrenergik, α- adrenergik dan serotonergik.
MAOI termasuk isocarboxazid, phenelzine, selegiline, dan tranylcypromine .
Terdapat inhibitor MAO A dan MAO B. Inhibitor MAO A lebih efektif dalam
menyembuhkan depresi mayor dibandingkan inhibitor MAO B. Selegiline sebagai

14
inhibitor MAO B digunakan untuk pengobatan penyakit parkinson. Selegiline juga
mempunyai efek anti depresi, khususnya pada dosis > 10 mg yang juga menghambat
MAO A Contoh obat golongan MAOI adalah fenelzin,tranilsipromin, moklobemid.
Penggunaan kronik dapat menyebabkan downregulation reseptor β-adrenergik,
α- adrenergik dan serotonergik. Karena risiko krisis hipertensi, pasien yang
menjalani pengobatan ini harus mengikuti diet rendah tyramine. Efek samping
lainnya dapat termasuk insomnia, kecemasan, ortostasis, penambahan berat badan,
dan disfungsi seksual.
d. Golongan Lain
Golongan lain adalah kelompok obat yang mekanisme kerjanya tidak termasuk
ke dalam golongan obat SSRI, TCA dan MAOI, melainkan memiliki mekanisme
kerja tersendiri.
- Serotonin-Norepinefrin Reuptake Inhibitor, contohnya venlafaksin.
- Atypical Antidepressants, contohnya bupropion, nefazodon, dll.
- Dopamine Reuptake Inhibitor, contohnya amineptin.
- Selective Serotonin Reuptake Enhancer, contohnya tianeptin.
- Ekstrak St John’s wort (Hypericum perforatum)

Gambar. Pilihan obat-obat antidepresan Lini Pertama

15
e. Terapi Tambahan
Antipsikotik
Antipsikotik dibagi menjadi 2 jenis yaitu antipsikotik tipikal dan antipsikotik
atipikal. Yang termasuk dalam antipsikotik tipikal adalah
haloperidol,chorpromazine, dan Fluphenazine. Mekanisme kerja dari Antipsikotik
tipikal yaitu memblok dopamine D2 reseptor. Antipsikotik atipikal hanya digunakan
untuk terapi pada depresi mayor resisten. Contoh Obat antipsikotik attipikal adalah
clozapine, olanzapine, dan aripripazole.16

2.9 Prognosis

Depresi adalah self-limiting, dan tanpa pengobatan episode depresi pertama


umumnya akan membaik dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun. Namun, jalannya
depresi sering kronis dan kambuh dan sekitar 80% pasien mengalami episode depresi
lebih lanjut, dengan risiko episode masa depan meningkat dengan setiap
kekambuhan. tingkat rekurensi yang tinggi yaitu 25% pasien pada enam bulan
pertama pasca rawatan serta kira-kira 30-50% dalam dua tahun pertama dan 50-70%
dalam lima tahun. Depresi adalah salah satu faktor risiko paling penting pada
kejadian bunuh diri; tingkat bunuh diri 20 kali lebih besar pada pasien dengan depresi
dibandingkan dengan mereka pada populasi umum.18

16
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Keterangan Pribadi Pasien
Nama : Tn. AS
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat dan Tanggal Lahir : Serolangun, 6 Februari 2002
Umur : 20 tahun
Status perkawinan : Belum Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Melayu
Negeri asal : Serolangun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Parak Laweh, Padang

Keterangan Diri Allo/ Informan


Nama : Tn. AP
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa S2 & Garin Masjid
Pendidikan : S1
Alamat : Lolong Belanti
Hubungan dengan pasien : Abang Sepupu
Keakraban dengan pasien : Akrab
dokter terhadap keterangan yang diberikannya : dapat dipercaya)

3.2 RIWAYAT PSIKIATRI


Keterangan/anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini)
1. Auto Anamnesis dengan pasien pada tanggal 1 Desember 2022 di
poliklinik jiwa RSJ Prof. HB. Saanin, Padang
2. Alloanamnesis dengan abang sepupu pasien tanggal 1 Desember 2022 di

17
poliklinik jiwa RSJ Prof. HB. Saanin, Padang

1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan


a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim Dan lain-lain

2. Sebab Utama
Pasien dibawa oleh keluarga ke poliklinik jiwa RSJ Prof. HB. Saanin karena
tampak murung sejak 4 hari yang lalu.

3. Keluhan Utama (Chief Complaint)


Konsentrasi berkurang sejak 1 hari yang lalu.

4. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang


• Pasien dibawa oleh abang sepupunya ke poliklinik jiwa RSJ Prof. HB.
Saanin dengan keluhan tampak murung dan konsentrasi berkurang, dirasakan
sejak 4 hari yang lalu, namun meningkat sejak 1 hari yang lalu, yaitu ketika
pasien lupa rakaat saat sedang menjadi imam shalat zuhur hingga shalat
harus dihentikan dan imam diganti.
• Dua bulan yang lalu, terjadi perbedaan pandangan politik pemilihan kepala
desa di kampung pasien. Hal tersebut menyebabkan hubungannya dengan
keluarga di kampung sedikit renggang. Perbedaan pendapat tersebut sudah
diselesaikan, tetapi pasien kadang masih merasa sedih ketika mengingat hal
tersebut.
• Sejak kejadian di kampung tersebut, orang tua pasien selalu melaporkan
apapun permasalahan yang terjadi di kampung, membuat pasien merasa
bertanggungjawab untuk menyelesaikan masalah tersebut dan menambah
beban pikiran pasien.
• Dua minggu yang lalu, pasien melawan perkataan Pak Mulyadi (imam
masjid dan kepala TPQ di kampus tempat pasien berkuliah). Awalnya, Pak
Mulyadi memarahi pasien karena hasil pekerjaan pasien dianggap kurang
maksimal. Lalu pasien menjawab bahwa Pak Mulyadi hanya bisa marah-

18
marah dan menerima uang tanpa bekerja, sedangkan pasien yang sudah
bekerja tidak mendapatkan bagian. Sejak saat itu, pasien merasa bersalah
walaupun sudah meminta maaf kepada Pak Mulyadi.
• Dua minggu ini, pasien sering menyalahkan diri sendiri karena pernah
berpacaran dengan teman sekampusnya 2 tahun yang lalu, dan menganggap
dirinya sudah melakukan dosa besar terhadap Allah SWT. Pasien
menyangkal sudah melakukan tindakan asusila dan bersentuhan fisik.
• Pasien sulit berkonsentrasi, sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu.
• Pasien merasa semua orang membicarakannya, dan merasa bahwa orang-
orang mencarinya untuk meminta pertanggungjawaban atas kesalahannya.
Pasien merasa dirinya tidak pantas untuk dimaafkan atas dosa-dosa yang
telah dilakukannya.
• Pasien kehilangan semangat untuk melakukan aktivitas yang ia sukai
(berorganisasi), tetapi pasien masih memaksakan diri karena telah
diamanahkan sebagai ketua di organisasi tersebut.
• Pasien merasa mudah lelah sejak 2 minggu yang lalu.
• Pasien sulit tidur dan merasa nafsu makannya berkurang sejak 2 minggu
yang lalu.
• Selama satu minggu ini, pasien selalu tidur jam 5 pagi, dan tidur hanya satu
jam dalam sehari karena harus mengurus acara PKM di kampusnya.
• Pasien sering merasa sedih, kadang sampai menangis sendiri tanpa sebab
sejak 4 hari yang lalu.
• Pasien ada merasa cemas sesekali.
• Pikiran untuk mengakhiri hidup tidak ada.
• Mendengar suara-suara di telinga tidak ada.
• Tidak ada keluhan ekonomi di keluarga.
• Pasien tidak pernah berobat ke dokter/psikolog/psikiater.
• Keluhan ini baru pertama kali dirasakan pasien.

5. Riwayat Penyakit Sebelumnya


a. Riwayat Gangguan Psikiatri
• Keluhan yang dirasakan sekarang baru pertama kali dirasakan.
• Pasien belum pernah berobat ke dokter/psikiater/psikolog sebelumnya.
• Penurunan kebutuhan tidur sebelum keluhan yang sekarang tidak ada.

19
• Kepercayaan diri yang membumbung tinggi sebelum keluhan yang
sekarang tidak ada.

b. Riwayat gangguan medis pada pasien


Pasien tidak menderita penyakit hipertensi, DM, trauma, tumor, kejang,
gangguan kesadaran, HIV, dan penyakit fisik lainnya.

c. Riwayat penggunaan NAPZA


Tidak ada.

6. Riwayat keluarga
a) Identitas orang tua/ penganti
Identitas Orang Tua Keterangan
Ayah Ibu
Kewarganegaraan Indonesia Indonesia -
Suku bangsa Melayu Melayu -
Pendidikan SD SD -
Pekerjaan Petani Petani -
Usia 42 tahun 40 tahun -
Alamat Serolangun, Serolangun, -
Jambi Jambi
HubunganPasien Pasien tidak Pasien tidak -
tinggal dengan tinggal dengan
orang tua sejak orang tua sejak
SMP (sudah 8 SMP (sudah 8
tahun), hubungan tahun), hubungan
akrab dengan akrab dengan
pasien pasien

b) Sifat/ Perilaku Orang tua kandung/ pengganti............. :


Bapak (Dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan)
Pemalas ( - ), Pendiam ( - ), Pemarah ( - ), Mudah tersinggung ( -), Tak
suka Bergaul ( - ), Banyak teman ( + ), Pemalu ( - ), Perokok berat ( - ),

20
Penjudi (-), Peminum ( - ), Pecemas ( - ), Penyedih ( - ), Perfeksionis (-),
Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ), Penakut ( - ),
Tak bertanggung jawab (-).
Ibu ( Dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan )
Pemalas ( - ), Pendiam ( - ), Pemarah ( - ) , Mudah tersinggung ( - ), Tak
suka bergaul ( - ), Banyak teman ( - ), Pemalu ( - ), Perokok berat ( - ),
Penjudi ( - ), Peminum ( - ), Pencemas ( + ), Penyedih ( + ), Perfeksionis (
- ), Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ), Penakut (
- ), Tak bertanggung jawab ( - ).

c) Saudara
Jumlah bersaudara dua. Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.

d) Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk


pasien sendiri lingkari nomornya.
1. Laki-laki (20 tahun)
2. Perempuan (15 tahun)

e) Gambaran sikap/ perilaku masing-masing saudara pasien dan


hubungan pasien terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang
dinyatakan serupa dengan yang dinyatakan pada gambaran sikap/
perilaku pada orang tua.
Saudara ke- Gambaran sikap dan Kualitas hubungan
perilaku dengan saudara
(akrab/biasa/kurang/tak
peduli)
1 Peduli, penurut Akrab

f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka.
Pasien tinggal sendiri.

Ket:
untuk e) dan f) hanya diisi bila informan benar-benar mengetahuinya.

21
g) Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit
fisik(yang ada kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota keluarga
o.s :
Anggota Penyakit jiwa Kebiasaan- Penyakit fisik
Keluarga kebiasaan
Bapak Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Ibu Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Adik Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Skema Pedegree

Keterangan:

: perempuan

: laki-laki

: meninggal

: meninggal

: pasien

22
Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami pasien:
No Rumah tempat Keadaan rumah
tinggal
Tenang Cocok Nyaman Tidak Nyaman

1. Rumah Sendiri Tenang Cocok Nyaman -


2. Pondok Pesantren Tenang Cocok Nyaman -
2. Kosan Tenang Cocok Nyaman -

7. Gambaran seluruh faktor-faktor dan mental yang bersangkut paut dengan


perkembangan kejiwaan pasien selama masa sebelum sakit (premorbid) yang
meliputi :
a) Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan.
- Keadaan ibu sewaktu hamil (sebutkan penyakit-penyakit fisik dan atau
kondisi- kondisi mental yang diderita si ibu)
● Kesehatan Fisik : Sehat
● Kesehatan Mental : Sehat
- Keadaan melahirkan :
● Aterm (+), partus spontan (+), partus tindakan (-)
● Pasien adalah anak yang direncanakan/ diinginkan (ya / tidak )
● Jenis kelamin anak sesuai harapan ( ya/ tidak )
b) Riwayat masa bayi dan kanak-kanak
● Pertumbuhan Fisik : Baik
● Minum ASI : 1 tahun 5 bulan
● Usia mulai bicara : Tidak diketahui
● Usia mulai jalan : Tidak diketahui
● Sukar makan ( - ), anoreksia nervosa ( - ), bulimia ( - ), pika ( - ),
gangguan hubungan ibu-anak ( - ), pola tidur baik ( + ), cemas
terhadap orang asing sesuai umum ( - ), cemas perpisahan ( - ),
dan lain-lain
c) Simtom-simtom sehubungan dengan problem perilaku yang
dijumpai pada masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari ( - ),
ngompol ( - ), BAB di tempat tidur ( - ), night teror ( - ), temper tantrum
( - ), gagap ( - ), tik ( - ), masturbasi ( - ), mutisme selektif ( - ), dan lain-

23
lain.
d) Toilet training
Umur : Tidak diketahui
Sikap orang tua : Tidak diketahui
Perasaan anak untuk toilet training ini : -
e) Kesehatan fisik masa kanak-kanak : demam tinggi disertai menggigau
( - ), kejang-kejang ( - ), demam berlangsung lama ( - ), trauma kapitis
disertai hilangnya kesadaran ( - ), dan lain- lain.
f) Temperamen sewaktu anak-anak : pemalu ( - ), gelisah ( - ) overaktif (
- ), menarik diri ( - ), kurang suka bergaul ( - ), suka berolahraga ( + ),
dan lain-lain.
g) Masa Sekolah
h) Perihal SD SMP SMA PT
Umur
Prestasi* Baik Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang Kurang Kurang
Aktifitas Sekolah* Baik Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang Kurang Kurang
Sikap Terhadap Teman * Baik Baik Baik Baik
Kurang Kurang Kurang Kurang
Sikap Terhadap Guru Baik Baik Baik Baik
Kurang Kurang Kurang Kurang
Kemampuan Khusus (Bakat) ( ) ( ) ( ) ( )
Tingkah Laku ( Baik ) ( Baik ) ( Baik ) ( Baik )

i) Masa remaja: Fobia ( - ), masturbasi ( - ), ngompol ( - ), lari dari rumah (


- ), kenakalan remaja ( - ), perokok ( - ), penggunaan obat terlarang ( - ),
peminum minuman keras ( - ), problem berat badan ( - ), anoreksia nervosa
(-), bulimia ( - ), perasaan depresi ( - ), rasa rendah diri ( - ), cemas ( - ),
gangguan tidur ( - ), sering sakit kepala (-), dan lain-lain.

Riwayat Pekerjaan
● Pasien seorang mahasiswa
● Konflik dalam pekerjaan : (-)
● Keadaan ekonomi*: cukup (menurut pasien dan abang sepupu
pasien)

24
j) Percintaan, Perkawinan, Kehidupan Seksual dan Rumah Tangga
● Hubungan seks sebelum menikah (-)
● Riwayat pelecehan seksual (-)
● Orientasi seksual (normal)
● Perkawinan didahului dengan pacaran (-), kawin terpaksa (-), kawin
paksa (-), perkawinan kurang disetujui orang tua (-), kawin lari (-).
Kepuasaan dalam hubungan suami istri (-), Kelainan hubungan
seksual (-)
● Kehidupan rumah tangga: rukun (-), masalah rumahtangga, masalah
ekonomi (-)
● Keuangan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi (-), pengeluaran dan
pendapatanseimbang (-), dapat menabung (-).
● Mendidik Anak : suami-istri bersama-sama (-)
k) Situasi sosial saat ini:
1. Tempat tinggal : rumah sendiri (-), rumah kontrak (+), rumah susun
(-), apartemen (-), rumah orang tua (-), serumah dengan mertua (-), di
asrama (-) dan lain-lain (-).
2. Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-) dan lain-
lain.
l) Ciri Kepribadian sebelumnya/ Gangguan kepribadian (untuk axis
II) Keterangan : ( ) beri tanda (+) atau (-)

Kepribadian Gambaran Klinis


Skizoid Emosi dingin ( - ), tidak acuh pada orang lain ( - ), perasaan
hangat atau lembut pada orang lain ( - ), peduli terhadap
pujian maupun kecaman ( - ), kurang teman ( - ), pemalu ( -
), sering melamun( - ), kurang tertarik untuk mengalami
pengalamanseksual (-), suka aktivitas yang dilakukan sendiri
(-)
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan ( - ), kewaspadaan
berlebihan (- ), sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi ( - ),
tidak mau menerima kritik ( - ), meragukan kesetiaan orang
lain ( - ), secara intensif mencari-cari kesalahan dan bukti

25
tentang prasangkanya ( - ), perhatian yang berlebihan
terhadap motif- motif yang tersembunyi ( - ),cemburu
patologik ( - ), hipersensifitas ( - ), keterbatasan kehidupan
afektif ( - ).
Skizotipal Pikiran gaib ( - ), ideas of reference (-), isolasi sosial ( - ),
ilusi berulang ( - ), pembicaraan yang ganjil ( - ), bila
bertatapmuka dengan orang lain tampak dingin atau tidak
acuh ( - ).
Siklotimik Ambisi berlebihan ( - ), optimis berlebihan ( - ), aktivitas
seksual yang berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang
merugikan ( - ), melibatkan dirinya secara berlebihan dalam
aktivitas yang menyenangkan tanpa menghiraukan
kemungkinan yang merugikan dirinya ( - ), melucu
berlebihan ( - ), kurangnya kebutuhan tidur ( - ), pesimis ( -
), putus asa ( - ), insomnia ( - ), hipersomnia ( - ), kurang
bersemangat ( - ), rasa rendah diri ( - ), penurunan aktivitas
( - ), mudah merasa sedih dan menangis (+), dan lain-
lain.
Histrionik Dramatisasi ( - ), selalu berusaha menarik perhatian bagi
dirinya ( - ), mendambakan ransangan aktivitas yang
menggairahkan ( - ), bereaksi berlebihan terhadap hal-hal
sepele ( - ), egosentris ( - ), suka menuntut ( - ), dependen ( -
), dan lain-lain.
Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya ( - ),
preokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan
kecantikan ( - ), ekshibisionisme ( - ), membutuhkan
perhatian dan pujian yang terus menerus ( - ), hubungan
interpersonal yang eksploitatif ( - ), merasa marah, malu,
terhina dan rendah diri bila dikritik ( - ) dan lain- lain.
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain( - ), sikap yang
amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus
menerus ( - ), tidak mampu mengalami rasa bersalah dan
menarik manfaatdari pengalaman ( - ), tidak peduli pada

26
norma-norma, peraturandan kewajiban sosial ( - ), tidak
mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama (
- ), iritabilitas ( - ), agresivitas ( - ), impulsif ( - ), sering
berbohong ( - ), sangat cendrung menyalahkan orang lain
atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk
perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat (
-)
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil
( - ), kurangnya pengendalian terhadap kemarahan ( - ),
gangguan identitas ( - ), afek yang tidak mantap ( - ) tidak
tahan untuk berada sendirian ( - ), tindakan mencederai diri
sendiri ( - ), rasa bosan kronik ( - ), dan lain-lain.
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif ( - ), merasa
dirinya tidak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari
orang lain ( - ), kengganan untuk terlibat dengan orang lain
( - ), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan
penolkan dalam situasi social ( - ), menghindari aktivitas
sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak
interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung atau
ditolak ( - ).
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan ( - ),
preokupasi pada hal-hal yang rinci (details), peraturan,
daftar, urutan, organisasi dan jadwal ( - ), perfeksionisme ( -
), ketelitian yang berlebihan ( - ), kaku dan keras kepala ( -
), pengabdian yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga
menyampingkan kesenangan dan nilai-nilai hubungan
interpersonal ( - ), pemaksaan yang berlebihan agar orang
lain mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu ( - ),
keterpakuanyang berlebihan pada kebiasaan sosial ( - ) dan
lain-lain.
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari
tanpa nasehat dan masukan dari orang lain (-),
membutuhkan orang lain untuk mengambil tanggung jawab

27
pada banyak hal dalam hidupnya (-), perasaan tidak enak
atau tidak berdaya apabila sendirian, karena ketakutan yang
dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus diri
sendiri (-), takut ditinggalkan oleh orang yang dekat
dengannya (-).

8. Stresor psikososial (axis IV)


Pertunangan ( - ), perkawinan ( - ), perceraian ( - ), kawin paksa ( - ), kawin lari (
- ), kawin terpaksa ( - ), kawin gantung ( - ), kematian pasangan ( - ), problem
punya anak ( - ), anak sakit ( - ), persoalan dengan anak ( - ), persoalan dengan
orang tua (-), persoalan dengan mertua ( - ), masalah dengan teman dekat ( - ),
masalah dengan atasan/ bawahan ( + ), mulai pertama kali bekerja ( - ), masuk
sekolah ( - ), pindah kerja ( - ), persiapan masuk pensiun ( - ), pensiun ( - ),
berhenti bekerja ( - ), masalah di sekolah (-), masalah jabatan/ kenaikan pangkat (
- ), pindah rumah ( -), pindah ke kota lain ( - ), transmigrasi ( - ), pencurian ( - ),
perampokan ( - ), ancaman ( - ), keadaan ekonomi yang kurang (-), memiliki
hutang ( -), usaha bangkrut ( - ), masalah warisan ( - ), mengalami tuntutan
hukum ( -), masuk penjara ( - ), memasuki masa pubertas ( - ), memasuki usia
dewasa ( - ), menopause ( - ), mencapai usia 50 tahun ( - ), menderita penyakit
fisik yang parah ( - ), kecelakaan ( - ), pembedahan ( - ), abortus (-), hubungan
yang buruk antar orang tua (-), terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam
keluarga (-), cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek
nenek ( - ), sikap orang tau yang acuh tak acuh pada anak ( - ), sikap orang tua
yang kasar atau keras terhadap anak (-), campur tangan atau perhatian yang lebih
dari orang tua terhadap anak ( -), orang tua yang jarang berada di rumah ( -),
terdapat istri lain ( - ), sikap atau kontrol yang tidak konsisten ( - ), kontrol yang
tidak cukup ( - ), kurang stimulasi kognitif dan sosial ( -), bencana alam ( - ),
amukan masa ( - ), diskriminasi sosial (-), perkosaan (-), tugas militer ( - ),
kehamilan (-), melahirkan di luar perkawinan ( - ), dan lain-lain.
9. Pernah suicide ( -).
10. Riwayat pelanggaran hukum
Tidak pernah ada riwayat pelanggaran hukum
11. Riwayat agama
Pasien beragama Islam dan rajin beribadah. Pasien merupakan orang yang

28
cukup terpandang di kampungnya.
12. Persepsi Dan Harapan Keluarga
Keluarga pasien berharap agar pasien dapat sembuh, tidak murung terus, dan
kembali konsentrasi dalam menjalankan aktivitasnya.
13. Persepsi Dan Harapan Pasien
Pasien menyatakan ingin bisa kembali menjalani hidup seperti biasa.

3.3 GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT


Tahun 2022

Pasien sulit berkonsentrasi,


merasa sedih hingga menangis
tanpa sebab, kehilangan
semangat, nafsu makan
berkurang, merasa orang-
orang membicarakannya.

3.4 STATUS INTERNUS


● Keadaan Umum : Sakit ringan
● Kesadaran : CMC
● Tekanan Darah : 124/85 mmHg
● Nadi : 105x/menit
● Nafas : 19x/menit
● Suhu : 36,5 C
● Tinggi Badan : 165 cm
● Berat Badan : 58 kg
● Status Gizi : Normoweight
● Sistem Kardiovaskuler : Tidak diperiksa
● Sistem Respiratorik : Tidak diperiksa
● Kelainan Khusus : Tidak ditemukan

29
3.5 STATUS NEUROLOGIKUS
GCS : E4M6V5
Tanda ransangan Meningeal : tidak diperiksa
Tanda-tanda efek samping piramidal :
● Tremor tangan : tidak ada
● Akatisia : tidak ada
● Bradikinesia : tidak ada
● Cara berjalan : tidak ada kelainan
● Keseimbangan : seimbang
● Rigiditas : tidak ada
● Kekuatan motorik : tidak diperiksa
● Sensorik : tidak diperiksa
Refleks : tidak diperiksa

3.6 STATUS MENTAL


A. Keadaan umum
1. Kesadaran/ sensorium : compos mentis ( + ), somnolen ( - ), stupor ( -
), kesadaran berkabut ( - ), konfusi ( - ), koma ( - ), delirium ( - ),
kesadaran berubah ( - ), dan lain-lain.
2. Penampilan
• Sikap tubuh: biasa ( + ), diam ( - ), aneh ( - ), sikap tegang ( - ),
kaku ( - ), gelisah ( - ), kelihatan seperti tua ( - ), kelihatan seperti
muda ( - ), berpakaian sesuai gender ( + ).
• Cara berpakaian : rapi ( + ), biasa ( - ), tak menentu ( - ), sesuai
dengan situasi ( - ), kotor ( - ), kesan ( dapat/ tidak dapat mengurus
diri)*
• Kesehatan fisik : sehat ( + ), pucat ( - ), lemas ( - ), apatis ( - ),
telapak tangan basah ( - ), dahi berkeringat ( - ), mata terbelalak( - ).
3. Kontak psikis
Dapat dilakukan ( + ), tidak dapat dilakukan ( - ), wajar ( + ), kurang
wajar ( - ), sebentar ( - ), lama (+).
4. Sikap
Kooperatif ( + ), penuh perhatian ( - ), berterus terang ( - ), menggoda ( -

30
), bermusuhan ( - ), suka main-main ( - ), berusaha supaya disayangi ( -),
selalu menghindar ( - ), berhati-hati ( - ), dependen ( - ), infantil ( - ),
curiga ( - ), pasif ( - ), dan lain-lain.
5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor
● Cara berjalan : biasa ( + ), sempoyongan ( - ), kaku ( - ), dan lain-
lain.
● Ekhopraksia ( - ), katalepsi ( - ), luapan katatonik ( - ), stupor
katatonik ( - ), rigiditas katatonik ( - ), posturing katatonik ( - ), cerea
flexibilitas ( - ), negativisme ( - ), katapleksi ( - ), stereotipik ( - ),
mannerisme ( - ), otomatisme ( - ), otomatisme perintah ( - ),
mutisme ( - ), agitasi psikomotor ( - ), hiperaktivitas/ hiperkinesis (-
), tik ( - ), somnabulisme ( - ), akathisia ( - ), kompulsi( - ), ataksia,
hipoaktivitas ( - ), mimikri ( - ),agresi ( - ), acting out ( - ), abulia (-),
tremor ( - ), ataksia ( - ), chorea ( - ), distonia ( - ), bradikinesia (- ),
rigiditas otot ( - ), diskinesia ( - ), convulsi ( - ), seizure ( - ),
piromania ( - ), vagabondage ( - ).
Ket : ( ) diisi (+) atau (-)

B. Verbalisasi dan cara berbicara


● Arus pembicaraan* : biasa, cepat, lambat
● Produktivitas pembicaraan* : biasa, sedikit, banyak
● Perbendaharaan* : biasa, sedikit, banyak
● Nada pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
● Volume pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
● Isi pembicaraan* : sesuai / tidak sesuai
● Penekanan pada pembicaraan* : Ada/ tidak
● Spontanitas pembicaraan * : spontan/ tidak
● Logorrhea ( - ), poverty of speech ( - ), diprosodi ( - ), isatria ( - ), gagap (
- ), afasia ( - ), bicara kacau ( - ).

C. Emosi
● Hidup emosi* : stabilitas (stabil/tidak), pengendalian (adekuat/tidak
adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi (sempit/luas),
arus emosi (biasa/lambat/cepat).

31
1. Afek
Afek appropriate/ serasi ( + ), afek inappropriate/ tidak serasi( - ), afek
tumpul ( - ), afek yang terbatas ( - ), afek datar ( - ), afek yang labil ( - ).
2. Mood
mood eutimik ( - ), mood disforik ( - ), mood yang meluap-luap
(expansive mood) ( - ), mood yang iritabel ( - ) , mood yang labil
(swing mood) ( - ), mood meninggi (elevated mood/ hipertim) ( - ),
euforia ( - ), ectasy ( - ), mood hipotim ( + ), anhedonia ( + ), duka cita (
- ), aleksitimia ( - ), elasi ( -), hipomania ( - ), mania ( - ), melankolia( - ),
La belle indifference ( - ), tidak ada harapan ( - ).
3. Emosi lainnya
Ansietas ( - ), free floating-anxiety ( - ), ketakutan ( - ), agitasi ( - ),
tension (ketegangan) ( - ), panik ( - ), apati ( - ), ambivalensi ( - ),
abreaksional ( - ), rasa malu ( - ), rasa berdosa/ bersalah ( +), kontrol
impuls ( - ).
4. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood
Anoreksia ( - ), hiperfagia ( - ), insomnia ( - ) , hipersomnia ( - ), variasi
diurnal ( - ), penurunan libido ( - ), konstispasi ( - ), fatigue ( - ), pica ( - ),
pseudocyesis ( - ), bulimia ( - ).
Keterangan : *)Coret yang tidak perlu,( ) diisi (+) atau (-)

D. Pikiran/ proses pikir (thinking)


● Kecepatan proses pikir (biasa/cepat /lambat)
● Mutu proses pikir (jelas/tajam)
a) Gangguan Umum dalam Bentuk Pikiran
Gangguan mental ( - ), psikosis ( + ), tes realitas ( terganggu/ tidak ),
gangguan pikiran formal ( - ), berpikir tidak logis ( - ), pikiran autistik (
- ), dereisme ( - ), berpikir magis ( - ), proses berpikir primer ( - ).
b) Gangguan Spesifik dalam Bentuk Pikiran
Neologisme ( - ), word salad ( - ), sirkumstansialitas ( - ), tangensialitas
( - ), inkohenrensia ( - ), perseverasi (-), verbigerasi ( - ), ekolalia ( - ),
kondensasi ( - ), jawaban yang tidak relevan ( - ), pengenduran asosiasi (
- ), derailment ( - ), flight of ideas (- ), clang association ( - ), blocking (
- ), glossolalia ( - ).

32
c) Gangguan Spesifik dalam Isi Pikiran
● Kemiskinan isi pikiran ( - ), Gagasan yang berlebihan (- )
● Delusi/ waham
Waham bizarre ( - ), waham tersistematisasi ( - ), waham yang
sejalan dengan mood ( + ), waham yang tidak sejalan dengan
mood ( - ), waham nihilistik ( - ), waham kemiskinan ( - ), waham
somatik ( - ), waham persekutorik ( + ), waham kebesaran ( - ),
waham referensi ( - ), thought of withdrawal ( - ), thought of
broadcasting ( - ), thought of insertion ( - ), thought of control (
- ), waham cemburu/ waham ketidaksetiaan ( - ),waham
menyalahkan diri sendiri ( - ), erotomania ( - ), pseudologia
fantastika ( - ), waham agama ( - ).
● Idea of reference
Preokupasi masalah kesal dengan keluarga ( - ), egomania ( - ),
hipokondria ( - ), obsesi ( - ), kompulsi ( - ), koprolalia ( - ),
hipokondria ( - ), obsesi ( - ), koprolalia ( - ), fobia ( - )

E. Persepsi
● Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik ( - ), halusinasi hipnopompik ( - ),
Halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (-), halusinasi olfaktorik ( - ),
halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil ( - ), halusinasi somatik ( - ),
halusinasi liliput ( - ), halusinasi sejalan dengan mood ( - ), halusinasi
yang tidak sejalan dengan mood ( - ), halusinosis ( - ), sinestesia ( - ),
halusinasi perintah (command halusination), trailing phenomenon ( - ).
● Ilusi ( - )
● Depersonalisasi ( - ), derealisasi ( - )

F. Mimpi dan fantasi


Mimpi : -
Fantasi : -
Keterangan : *)Coret yang tidak perlu, ( ) diisi (+) atau (-)

33
G. Fungsi kognitif dan fungsi intelektual
1. Orientasi waktu (baik/ terganggu), orientasi tempat (baik/ terganggu),
orientasi personal (baik/ terganggu),orientasi situasi (baik/ terganggu).
2. Atensi (perhatian) ( + ), distractibilty ( - ), inatensi selektif ( - ),
hipervigilance ( - ), dan lain-lain.
3. Konsentrasi (baik/terganggu), kalkulasi ( baik/ terganggu )
4. Memori (daya ingat) : gangguan memori jangka lama/ remote ( baik ),
gangguan memori jangka menengah/ recent past ( baik ), gangguan
memori jangka pendek/ baru saja/ recent ( baik ), gangguan memori
segera/ immediate ( baik ). Amnesia ( - ), konfabulasi ( - ), paramnesia (-).
5. Luas pengetahuan umum: baik/ terganggu
6. Pikiran konkrit : baik/ terganggu
7. Pikiran abstrak : baik/ terganggu
8. Kemunduran intelek : (Ada/ tidak), retardasi mental ( - ), demensia ( - ),
pseudodemensia ( - ).

H. Discriminative insight
• Derajat I (penyangkalan)
• Derajat II (ambigu)
• Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain)
• Derajat IV (sadar, tidak mengetahui penyebab)
• Derajat V (tilikan intelektual)
• Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)

I. Discriminative judgement
• Judgment tes : Tidak terganggu
• Judgment sosial : Tidak terganggu

3.7 Pemeriksaan laboratorium dan diagnosis khusus lainnya


Tidak dilakukan pemeriksaan

3.8 Pemeriksaan oleh psikolog / petugas sosial lainnya


Tidak dilakukan

34
3.9 Ikhtisar Penemuan Bermakna
● Pasien dibawa oleh keluarga ke poliklinik jiwa RSJ Prof. HB. Saanin untuk
pertama kali dengan keluhan tampak murung dan konsentrasi berkurang,
dirasakan sejak 4 hari yang lalu, namun meningkat sejak 1 hari yang lalu. Pasien
sempat memiliki masalah dengan keluarganya di kampung, lalu dengan imam
masjid sekaligus kepala TPQ di kampusnya. Pasien sering merasa menyalahkan
diri sendiri, merasa berdosa kepada Allah SWT, merasa sedih hingga menangis
tanpa sebab.. Pasien merasa semua orang membicarakannya, dan mencarinya
untuk meminta pertanggungjawaban atas kesalahannya. Pasien kehilangan
semangat untuk melakukan aktivitas yang disenangi, merasa mudah Lelah, sulit
tidur, dan nafsu makan berkurang sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan ini baru
pertama kali dirasakan pasien, dan pasien tidak pernah berobat ke
dokter/psikolog/psikiater sebelumnya.
● Dari pemeriksaan status mental, didapatkan pasien seorang laki-laki,
komposmentis dengan penampilan rapi dapat mengutus diri, kontak psikis dapat
dilakukan, wajar dan lama, sikap kooperatif, psikomotor biasa, verbal spontan,
nada pembicaraan menurun, volume pembicaraan menurun, isi pembicaraan
sesuai, mood hipotimik dan anhedonia, afek luas appropriate, halusinasi tidak
ada, waham ada. Orientasi tidak terganggu, gejala psikotik ada, tes realitas tidak
terganggu. Discriminative insight IV dan discriminative judgement tidak
terganggu.

3.10 Formulasi diagnosis


Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat
perjalanan penyakit dan pemeriksaan pada pasien, ditemukan adanya
perubahan pada suasana dan mood secara klinis bermakna dan distrees serta
hendaya (disability), dengan demikian berdasarkan PPGDJ III dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami suatu gangguan jiwa, diperlukan
wawancara yang baik untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai
gejala yang bermakna, jangka waktu, awitan, episode dan perjalanan
penyakitnya.
F0, gangguan mental organik merupakan gangguan mental yang
disebabkan oleh penyakit primer di otak atau penyakit sekunder di luar otak

35
yang menyebabkan disfungsi otak. Dari autoanamnesis dan alloanamnesis,
pemeriksaan fisik tidak ada ditemukan adanya riwayat hipertensi, DM, trauma
kepala, kejang, atau penyakit berat lainnya yang mungkin mengakibatkan
disfungsi otak. Dengan demikian diagnosis F.0 dapat singkirkan.
Pada anamnesis didapatkan pasien tidak memiliki riwayat merokok.
Pasien tidak minum alkohol, kopi, atau teh yang berlebihan. Pada pasien ini
tidak ditemukan gejala intoksikasi akut seperti gangguan kesadaran, fungsi
kognitif, persepsi, afek, atau perilaki atau fungsi dan respon psikofisiologis
lainnya. Dengan demikian diagnosis gangguan zat psikoaktif (F.1) secara
klinis dapat kita singkirkan.
Untuk gangguan skizofrenia F.2, pada pasien tidak terdapat halusinasi,
terdapat waham paranoid namun muncul baru-baru ini dan serasi dengan afek
depresif pasien, tidak ada perilaku kacau, tidak ada bicara yang kacau. Dengan
demikian diagnosis skizofrenia secara klinis dapat kita singkirkan.
Pada pasien lebih menonjol sikap tidak bersemangat, malas melakukan
sesuatu, nafsu makan berkurang, tidur terganggu. Selain itu, pasien juga
memiliki mood yang hipotimik dan anhedonia, hal ini sudah berjalan selama
kurang lebih 2 minggu ini, tetapi gejala baru menonjol sekitar 4 hari ini.
Pasien memiliki waham yang melibatkan ide tentang dosa, dan pasien merasa
bertanggungjawab atas hal itu, dan waham tersebut serasi dengan afek pasien,
sehingga pasien didiagnosis gangguan mood yakni episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F.32.3).
Diagnosis Axis III pada pasien ini tidak ada. Pada pasien ditemukan
adanya stressor berupa hubungan internal keluarga dan pekerjaan, sehingga
Axis IV pada pasien ini lebih diarahkan perilaku dalam hubungan internalnya
dengan beberapa orang. Pada Axis V, menurut GAF (Global Assesment of
Functional Scale) saat ini pasien berada dinilai 60-51 dimana adanya gejala
sedang (moderate), disabilitas sedang.

3.11 Diagnosis Multiaksial


Aksis I : F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikosis
Aksis II : belum ada diagnosis
Aksis III : tidak ada
Aksis IV : masalah berkaitan hubungan internal dengan keluarga pekerjaan

36
AksisV : GAF 60-51

3.12 Diagnosis Banding Axis I


F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala
psikotik

3.13 Daftar Masalah


● Organobiologik
Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala atau riwayat kejang.
● Psikologis
Pasien selalu merasa bersalah dan berdosa, sedih, kehilangan semangat,
sulit tidur, nafsu makan berkurang
● Lingkungan dan psikososial
Pasien tinggal sendiri di kosan.

3.14 Tatalaksana
a. Farmakoterapi
● Risperidone 1 mg 2x1/2
● Amitriptiline 25 mg 1x1 (malam)
● Lorazepam 0,5 mg 1x1 (malam)
● Clobazam 1 mg 2x1/2
b. Non farmakoterapi

i. Psikoterapi kepada pasien :


• Psikoterapi suportif
Memberikan dukungan, kehangatan, empati, dan optimistik kepada
pasien, membantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan
emosinya. Khusus untuk pasien :
● Sayangi diri sendiri
● Manusia tidak apa-apa berbuat salah, karena manusia tidak
ada yang sempurna. Jika salah, minta maaf.
● Maafkan diri sendiri
• Psikoedukasi
Membantu pasien untuk mengetahui lebih banyak mengenai

37
gangguan yang dideritanya, diharapkan pasien mempunyai
kemampuan yang semakin efektif untuk mengenali gejala,
mencegah munculnya gejala dan segera mendapatkan pertolongan.
Menjelaskan kepada pasien untuk menyadari bahwa obat
merupakan kebutuhan bagi dirinya agar sembuh.
Kepada keluarga:
• Psikoedukasi
Memberikan penjelasan yang bersifat komunikatif, informatif, dan
edukatif tentang penyakit pasien (penyebab, gejala, hubungan
antara gejala dan perilaku, perjalanan penyakit, serta prognosis).
Pada akhirnya, diharapkan keluarga bisa mendukung proses
penyembuhan. Menjelaskan bahwa gangguan jiwa merupakan
penyakit yang membutuhkan pengobatan yang lama dan
berkelanjutan.

3.15 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

38
BAB IV
DISKUSI

Seorang pasien laki-laki usia 20 tahun datang ke Poliklinik Jiwa RSJ Prof. HB.
Saanin pada tanggal 1 Desember 2022. Berdasarkan wawancara psikiatri, didapatkan
keluhan bahwa pasien sulit berkonsentrasi dan tampak murung sejak 4 hari yang lalu.
Pasien menyalahkan diri sendiri, merasa berdosa kepada Allah SWT. Pasien merasa
mudah lelah, sulit tidur, kehilangan semangat dan kegembiraan, serta nafsu makan
berkurang sejak 2 minggu yang lalu. Pasien sering sedih hingga menangis tanpa sebab
sejak 4 hari yang lalu. Pasien merasa dibicarakan dan dicari oleh orang-orang di
sekitarnya. Keluhan ini pertama kali dirasakan pasien.
Berdasarkan PPDGJ III, kriteria diagnosis dari gangguan depresi meliputi adanya
gejala–gejala depresi yang terjadi selama 2 minggu atau lebih. Namun, apabila gejala
berlangsung cepat dengan intensitas yang sangat berat, diagnosis dapat ditegakkan
meskipun belum berlangsung selama 2 minggu. Gejala gangguan depresi dikelompokkan
menjadi gejala utama dan gejala tambahan Terdapat tiga gejala utama dari gangguan
depresi, yaitu suasana perasaan dan afek depresif, hilangnya kegembiraan dan minat,
serta merasa mudah lelah sehingga aktivitas menurun. Gejala tambahan dari depresi
meliputi gangguan tidur, menurunnya konsentrasi dan perhatian, perasaan bersalah dan
tidak berguna, nafsu makan berkurang, menurunnya kepercayaan diri, pesimistis, serta
gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri seperti bunuh diri.19
Pada pasien ini ditemukan tiga gejala utama depresi yaitu afek depresi dan
hilangnya minat serta kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah, disertai dengan 4 gejala tambahan lainnya konsentasi dan
perhatian berkurang. gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, tidur terganggu,
dan nafsu makan berkurang. Gejala-gejala ini telah dirasakan oleh pasien sejak 2 minggu
yang lalu, tetapi onsetnya meningkat cepat sejak 4 hari yang lalu. Selain itu, terdapat
gejala psikotik pada pasien yaitu adanya waham persekutorik yang sejalan dengan mood
pasien. Sesuai dengan gejala yang dialami pasien, berdasarkan PPDGJ III, pasien
didiagnosis dengan episode depresi berat dengan gejala psikotik (F32.3).19
Dari pemeriksaan status mental didapatkan pasien perempuan dengan usia sesuai,
perilaku tenang selama wawancara, sikap kooperatif terhadap pemeriksa. Pembicaraan
jelas dan spontan, mood hipotimik dan anhedonia, afek appripriate, halusinasi tidak ada,
waham ada. Orientasi tidak terganggu, gejala psikotik ada, tes realitas tidak terganggu.

39
Discriminative insight IV dan discriminative judgement tidak terganggu.
Diagnosis aksis IV yaitu masalah hubungan internal dalam keluarga dan
pekerjaan. Terdapat beberapa disabilitas dalam hubungan sosial dan komunikasi,
disabilitas sedang dalam beberapa fungsi pada aksis V berdasarkan penilaian GAF
(Global Assesment of Functional Scale) saat ini pasien berada pada nilai 60-51.19
Pasien diberikan Risperidone 1 mg 2x1/2, Amitriptilin 25 mg 2x2 (malam),
Lorazepam 0,5 mg 1x1 (malam), Clobazam 1 mg 2x1/2. Risperidone diberikan sebagai
antipsikotik atipikal untuk mengurangi gejala positif (waham) pada pasien. Antipsikotik
atipikal bekerja dengan menginhibisi reseptor dopamine 2 dan reseptor serotonin 5HT2a.
Pemberian inhibitor reseptor d2 dapat mengurangi gejala positif, tetapi dapat
menyebabkan extrapyramidal symptom, oleh karena itu, pemberian serotonin 5HT2a
inihibitor dapat meningkatkan kadar dopamine sedikit hingga di kadar dapat
menghilangkan gejala positif tetapi tidak menyebabkan EPS. Meskipun risiko EPS &
NMS pada APG-2 rendah, efek samping lainnya lebih sering terjadi dibanding APG-1
seperti meningkatan berat badan, hiperprolaktinemia, agranulositosis.
Amitriptilin diberikan sebagai antidepresan, karena hipotesis sindrom depresi
disebabkan oleh defisiensi relative salah satu atau beberapa aminergic
neurotransmitter”(noradrenalin, serotonin, dopamine) pada celah sinaps neuron di SSP
(khususnya sistem limbik sehingga aktivitas serotonin menurun. Mekanisme kerja obat
antidepresan adalah menghambat reuptake aminergic neurotransmitter dan menghambat
penghancuran oleh ezim monoamine oksidase sehingga terjadi peningkatan aminergic
neurotransmitter pada celah sinap neuron yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor
serotonin. Efek samping berupa sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan kurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun), efek anti-kolinergik (mulut kering,
retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardia), efek anti-adrenergic alfa
(perubahan EKG, hipotensi), dan efek neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, dan
insomnia).16
Pasien juga diberikan clobazam yang merupakan obat untuk menangani
gangguan kecemasan. Namun selain memiliki efek mengatasi gelisah atau rasa cemas,
obat ini juga dapat mengatasi gangguan kesulitan tidur. Clobazam merupakan obat
golongan benzodiazepine yang bekerja pada otak dan sistem saraf pusat dengan cara
meningkatkan gamma aminobutyric acid (GABA) sehingga dapat menghilangkan
kecemasan, serta memperbaiki suasana hati (mood). Selain itu diberikn antidepresan
atipikal sebagai drug of choice dan anti ansietas.

40
Pada pasien juga dilakukan psikoterapi berupa psikoterapi suprotif, psikoedukasi,
dan kepada keluarga pasien dilakukan psikoedukasi dan penjelasan agar mendukung dan
memantau kepatuhan pasien mengkonsumsi obat dan kontrol secara teratur.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Ellenbroek, Bart; Youn, Jiun, 2016. Affective Disorders in Gene-Environment


Interactions in Psychiatry, Nature, Nurture, Neuroscience. London : Elsevier Inc.
pp:173-183
2. B.Mansur, Rodrigo; Brietzke, Elisa; McIntyre, Roger S., 2015. ―Is there Metabolic-
Mood Syndrome? A review of the Relationship between obesity and mood disorders.
Neuroscience and Biobehavioral Reviews. J.neubiorev.12.017. pp:5
3. Rosenberg, P. B., Mielke, M. M., Xue, Q. L., & Carlson, M. C. (2010). Depressive
symptoms predict incident cognitive impairment in cognitive healthy older women.
Am J Geriatr Psychiatry, 18(3), 204-211.
4. Townsend, A. K., Clark, A. B., McGowan, K. J., Buckles, E. L., Miller, A. D., &
Lovette, I. J. (2009). Disease-mediated inbreeding depression in a large, open
population of cooperative crows. Proceedings of the Royal Society B: Biological
Sciences, 276(1664), 2057-2064.
5. Isometsa, Erkki. 2014. Suicidal Behaviour in Mood Disorders-Who, When, and
Why? CanJPsychiatry. 59(3). pp:120–130
6. Marwick,K; Birrel,M., 2013. The Mood (Affective) Disorders in Crash Course
Psychiatry, 4 th Edition. Edinburgh : Elsevier Ltd. Pp:133-137
7. Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb, J. A. (2010). Sinopsis Psikiatri. Jilid 1
(terjemahan). Jakarta: Bina Aksara.
8. Kementerian Kesehatan. (2014). Stop Stigma dan Diskriminasi terhadap Orang
Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Diakses pada Desember 2022
9. Ritchie H, Roser M. Mental Health. 2020. https://ourworldindata.org/mental-health -
Diakses pada Desember 2022
10. Pradana, Jaka Arya (2016). Kamu Bisa Bantu Selamatkan 10.000 Jiwa Setiap Tahun.
http://depresimeter.org/cegah-bunuhdiri/. Diakses pada Desember 2022
11. World Health Organization. Depression and Other Common Mental Health
Disorders: Global Health Estimates; 2017. p. 8-9.
12. Haryanto, Wahyuningsih HD,Nandiroh S. Sistem Deteksi Gangguan Depresi Pada
Anak-Anak dan Remaja. Jurnal Teknik Industri Vol.14 No.2. 2015
13. Sylvia D. Elvira, Gitayanti Hadisukanto, editors . Buku Ajar Psikiatri Edisi 3. Depok
: FKUI, 2017.
14. Montgomery, S. A. (2011). Handbook of generalised anxiety disorder: Springer
Science & Business Media.
15. Maslim, Rusdi Dr. Pedoman Diagnostik dari PPDGJ III. Buku Saku Diagnosis
Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. 2003. Jakarta : PT. Nuh Jaya.
16. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropika. Dalam: Maslim R (editor).
Obat Anti-Depresi.Jakarta: PT Nuh Jaya, 2007, hlm 23-7.
17. Fekadu N, Shibeshi W, Engidawork E. Major Depressive Disorder: Pathophysiology
and Clinical Management. J Depress Anxiety. 2017;06(01):1–7.
18. Sadock, BJ. Sadock, VA. Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of Clinical
Psychiatry. 4th ed. (Wolters K, ed.). Philadelphia; 2017.
19. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III,
DSM-5, ICD-11. Jakarta; 2019. 7–69 p

Anda mungkin juga menyukai