Anda di halaman 1dari 24

1

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK


TERAPI UNTUK GANGGUAN DEPRESI DENGAN PSIKOTIK















Pembimbing :
dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

Oleh :
2012-061-029 Zellah Fransisca Natalia



UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA DAN
PERILAKU
17 Februari 22 Maret 2014


2


3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan referat kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan
jiwa dan perilaku yang berjudul Terapi Untuk Gangguan Depresi dengan Psikotik.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
yaitu dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ sebagai pembimbing referat ini. Penulis menyadari bahwa
referat ini dapat dikembangkan lebih lanjut dan belum sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan referat ini. Semoga referat
ini bermamfaat bagi kita semua.
Jakarta, 19 Maret 2014

Penulis

4

ABSTRAK

Depresi merupakan gangguan mood yang mempengaruhi sekitar 15% dari populasi
umum dan 10% dari konsultasi di pelayanan kesehatan utama. Banyak penderita depresi
terkadang tidak menyadari bahwa mereka memiliki penyakit tersebut. Selain itu,
ketidaktahuan dan kesalahan persepsi penyakit oleh masyarakat, menyebabkan terbentuknya
stigmatisasi untuk penderita depresi. Manajemen keseluruhan untuk penderita depresi sendiri
sering jauh dari ideal. Hal ini disebabkan adanya stigma dan diskriminasi yang membuat
penderita depresi enggan untuk mencari pengobatan, dan diagnosa depresi oleh dokter dan
profesional kesehatan pun masih rendah. Studi ini bertujuan untuk mengetahui terapi untuk
depresi dengan psikotik.
Studi ini menggunakan metode penelaahan literatur. Proses pengerjaan studi ini
dengan mengumpulkan jurnal-jurnal ilmiah dan textbook yang memiliki hubungan dengan
topik tersebut, kemudian melakukan analisis terhadap jurnal ilmiah tersebut dan teori
yang ada untuk menghasilkan kesimpulan.
Hasil analisis jurnal-jurnal dan textbook menunjukkan untuk menegakkan diagnosis
depresi diperlukan adanya beberapa gejala utama seperti afek depresif, kehilangan minat dan
kegembiraan, juga berkurangnya energi yang meningkatkan rasa mudah lelah dan penurunan
aktivitas. Selain gejala utama, depresi juga disertai gejala tambahan seperti konsentrasi dan
perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan berkurang, gagasan tentang rasa bersalah
dan tak berguna, pandangan masa depan suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang. Untuk
mendiagnosis depresi dengan psikotik adalah dengan ditemukan gejala-gejala depresi disertai
dengan adanya delusi dan halusinasi yang biasanya berupa halusinas auditorik.
Terapi untuk depresi dengan psikotik bisa dengan farmakoterapi, ECT, dan terapi
psikososial. Farmakoterapi ini biasanya diberikan dalam jangka waktu yang lama, sekitar 1
tahun, sehingga perlu pemantauan untuk efek samping terutama efek dari antipsikotik. Terapi
ECT biasanya diberikan untuk pasien depresi dengan psikotik yang berat. Selain
farmakoterapi dan ECT, pasien depresi psikotik juga memerlukan terapi psikososial yang bisa
berupa terapi kognitif, terapi interpersonal, terapi perilaku, dan terapi keluarga.
Kesimpulan utama dari penulisan ini adalah terapi yang baik untuk gangguan depresi
dengan psikotik adalah farmakoterapi kombinasi antara antidepresan ditambah dengan
antipsikotik dan juga diberikan terapi psikososial.

5


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Depresi merupakan gangguan mood yang mempengaruhi sekitar 15% dari populasi
umum dan 10% dari konsultasi di pelayanan kesehatan utama.
1
Sebanyak dua pertiga
penderita depresi terkadang tidak menyadari bahwa mereka memiliki penyakit yang dapat
diobati dan karena itu tidak mencari bantuan profesional. Selain itu, ketidaktahuan dan
kesalahan persepsi penyakit oleh masyarakat, termasuk pelayanan kesehatan menghindari
diagnosa depresi, menyebabkan terbentuknya stigmatisasi untuk penderita depresi.
2

Depresi psikotik adalah penyakit serius di mana seseorang menderita kombinasi
depresi dan psikosis, dengan keyakinan bahwa hal-hal buruk yang akan terjadi.
3
Depresi
dengan psikotik ini sering diabaikan karena prevalensinya hanya 25% dari seluruh pasien
depresi pada umumnya. Padahal depresi dengan psikotik dapat menyebabkan penurunan
kognitif, delusi dan adanya pemikiran untuk bunuh diri.
4
Maka dari itu, tingkat kematian pada
pasien depresi dengan psikotik lebih tinggi dua kali lipat dibanding dengan depresi
nonpsikotik.
5

Gejala depresi mungkin lebih sering terjadi pada kelompok sosial dan ekonomi
rendah. Wanita dua kali lebih mungkin untuk menderita depresi, dan gejala umumnya
meningkat sesuai dengan usia. Penelitian terbaru menunjukkan meningkatnya insiden depresi
dalam kelompok usia muda, yang mungkin terkait dengan peningkatan terjadinya bunuh diri.
1

Biasanya penderita depresi mencari pengobatan dengan keluhan somatik, seperti kelelahan,
sakit kepala, gangguan perut, atau masalah tidur. Maka dari itu, diagnosis depresi sering sulit
untuk ditegakkan. Namun gangguan depresi psikotik atau gangguan depresi yang berat
mempunya manifestasi klinis yang sering menyebabkan kerusakan fisik, tindakan parah
berbahaya terhadap diri atau orang lain, atau bunuh diri.
2

Manajemen keseluruhan untuk penderita depresi sendiri sering jauh dari ideal. Hal ini
disebabkan adanya stigma dan diskriminasi yang membuat penderita depresi enggan untuk
mencari pengobatan, dan diagnosa depresi oleh dokter dan profesional kesehatan pun masih
rendah. Bila faktor-faktor ini secara bersama-sama, depresi jelas dapat dilihat untuk
membentuk suatu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Prosedur pengobatan untuk
depresi sendiri sering tumpang tindih dan tidak memiliki tujuan khusus. Selain itu
pengobatan depresi ini sering membutuhkan integrasi dari berbagai pendekatan terapi.
6

6


1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:
Bagaimana terapi untuk mengobati depresi dengan psikotik?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui terapi untuk depresi dengan psikotik.
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengetahui cara diagnosis depresi secara keseluruhan
Mengetahui prevalensi depresi dengan psikotik

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Depresi merupakan keadaan mood yang menurun ditandai dengan kesedihan,
perasaan putus asa, dan tidak bersemangat. Depresi ini termasuk perasaan murung sampai
gangguan distimik menjadi gangguan depresi mayor.
7
Depresi ini terjadi tanpa riwayat
episode manik, campuran, atau hypomanic. Depresi mayor merupakan gejala depresi yang
berlangsung minimal 2 minggu, dan biasanya orang dengan diagnosis episode depresi mayor
juga mengalami setidaknya empat gejala yang mencakup perubahan dalam nafsu makan dan
berat badan, perubahan dalam tidur dan aktivitas, tidak berenergi, perasaan bersalah, masalah
berpikir dan membuat keputusan, dan pikiran berulang tentang kematian atau bunuh diri.
8

Depresi psikotik merupakan gangguan depresi mayor dengan gambaran psikotik
seperti halusinasi, delusi, mutisme, atau stupor. Istilah ini secara umum digunakan pada
perasaan yang lebih luas meliputi depresi berat yang menyebabkan gangguan sosial atau
fungsi okupasi yang mencolok.
7


2.2 Epidemiologi depresi
Sekitar 15% populasi umum dilaporkan memiliki gejala depresi, dengan 10%
melakukan konsultasi ke pelayanan kesehatan yang karena gangguan depresi. Di Amerika
tahun 2010, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan prevalensi
depresi pada orang dewasa saat ini dari 235.067 orang dewasa, 9% memenuhi kriteria untuk
depresi dan 3,4% yang memenuhi kriteria untuk depresi berat.
2
Menurut survei gangguan
depresi mayor sekitar dua kali lipat terjadi pada wanita dibandingkan pada pria yaitu sekitar
20% berbanding 10%. Penyebab wanita depresi rata-rata disebabkan karena tanggung jawab
pengasuhan anak yang lebih besar dan lebih sedikit kesempatan kerja dibandingkan pria
1
atau
bisa disebabkan karena faktor hormonal.
5
Usia rata-rata onset untuk gangguan depresi mayor adalah sekitar 40 tahun, dengan
50% dari semua pasien memiliki onset antara usia 20 dan 50. Penyakit depresi juga dapat
dimulai pada masa kanak-kanak atau pada usia tua. Data epidemiologi terbaru menunjukkan
bahwa kejadian penyakit depresi dapat meningkat di antara orang-orang muda lebih dari 20
tahun. Hal ini mungkin terkait dengan peningkatan penggunaan alkohol dan penyalahgunaan
8

obat dalam kelompok usia ini.
8
Prevalensi gejala depresi meningkat sesuai usia. Prevalensi
depresi mayor pada anak anak sekitar 0,5-2,5%, sedangkan pada remaja dan dewasa muda
mencapai 3% - 4%. Pada kelompok usia dewasa muda, terjadi peningkatan angka bunuh diri
dibandingkan dengan usia kelompok yang lain. Pada rentang usia 60 tahun, gejala depresi
minor mencapai 25%, dan depresi mayor sekitar 5%, sedangkan pada usia lebih dari 85 tahun
gejala depresi mayor menjadi 15% dan depresi minor menjadi 8%.
1
Menurut Epidemiological
Catchment Area Study (ECA) bahwa prevalensi penyakit depresi seumur hidup mencapai
4,9%. Sedangkan menurut National Comorbidity Survey (NCS) prevalensi depresi seumur
hidup dan 1 tahun mencapai 16,6% dan 6,6% dengan durasi episode rata-rata 16 minggu.
9

Gangguan depresi mayor juga terjadi paling sering pada orang-orang tanpa hubungan
interpersonal yang dekat atau pada mereka yang bercerai atau terpisah. Sebenarnya tidak ada
korelasi yang ditemukan antara status sosial ekonomi dan gangguan depresi berat.
8
Namun
menurut penelitian yang dilakukan NCS, gejala depresi mayor 3 kali lebih banyak terjadi
pada orang yang tidak bekerja.
9
Selain itu depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan
daripada di daerah perkotaan. Prevalensi gangguan mood tidak berbeda antara ras.
8

Individu dengan gangguan mood biasanya memiliki risiko komorbiditas Axis I.
Gangguan yang paling sering adalah penyalahgunaan alkohol, gangguan panik, obsessive
kompulsif (OCD), dan gangguan kecemasan sosial. Sebaliknya, individu dengan gangguan
penggunaan narkoba dan gangguan kecemasan juga memiliki peningkatan risiko seumur
hidup atau gangguan mood komorbiditas saat ini. Pada pasien dengan depresi psikotik sangat
sedikit pada literatur akan terjadinya komorbiditas. Namun pada penelitian Matthew
ditemukan bahwa depresi psikotik sering komorbid dengan gangguan cemas terutama
gangguan panik.
10


2.2.1 Epidemiologi depresi psikotik
Studi epidemiologi untuk prevalensi depresi psikotik di masyarakat menunjukkan
sekitar 4 per 1.000 orang dalam populasi umum mengalami depresi dengan psikotik. Pada
orang di atas usia 60 yang mengalami depresi psikotik dilaporkan antara 14 sampai 30 per
1.000. Dalam sebuah studi Eropa pasien yang memenuhi kriteria untuk depresi berat
mencapai 18,5% yang juga memenuhi kriteria untuk episode depresi mayor dengan fitur
psikotik. Sedangkan studi di Amerika Serikat sekitar 14,7% dari pasien yang memenuhi
kriteria untuk depresi berat memiliki riwayat psikotik. Pada umumnya, depresi psikotik
timbul pada pasien yang memiliki rasa perasaan bersalah dan biasanya mereka sudah pernah
9

berobat sebelumnya, namun terjadi kekambuhan kembali. Episode depresi dengan psikotik
juga lebih lama dibandingkan depresi non psikotik.
11

Depresi dengan psikotik ditandai dengan adanya delusi dan halusinasi. Sebanyak 67%
orang yang dengan depresi psikotik mengalami delusi bersamaan dengan halusinasi. Delusi
yang paling umum antara lain penganiayaan, kecurigaan, paranoia, dosa, rasa bersalah, ide
referensi, dan somatik. Lebih dari 50% orang dengan depresi psikotik mempunyai lebih dari
satu jenis delusi. Sedangkan untuk halusinasi yang paling umum pada depresi dengan
psikotik adalah halusinasi pendengaran dan visual.
10

Selain itu tingkat rawat inap depresi berat dengan psikotik lebih tinggi dibanding
dengan non psikotik. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Coryell et al melaporkan
bahwa dari pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa, 25% memenuhi kriteria untuk depresi
psikotik. Prevalensi rawat inap untuk depresi psikotik juga meningkat secara dramatis sesuai
usia. Studi menunjukkan bahwa depresi psikotik pada orang di atas usia 60 yang dirawat inap
memiliki jumlah bervariasi antara 24% sampai 53%.
3
Pada depresi dengan psikotik juga
memiliki angka pada retardasi psikomotor, tidak bisa berpikir dan konsentrasi juga rasa
bersalah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan depresi non psikotik.
10

Angka mortalitas untuk pasien depresi psikotik secara signifikan lebih besar daripada
bagi mereka dengan depresi nonpsikotik, dengan persentase 41% utnuk depresi psikotik dan
20%, untuk depresi non psikotik.
5


2.3 Etiologi
Penyebab munculnya depresi psikotik sama dengan depresi non priskotik. Pada
kebanyakan pasien, episode depresi muncul dari kombinasi familial, biologis, psikologis dan
faktor sosial, yang beroperasi dari waktu ke waktu dan semakin meningkatkan risiko
terjadinya gangguan depresi. Mood depresi juga terjadi pada penyakit fisik tertentu dan
sebagai bagian sindrom jiwa yang lainnya, seperti gangguan kecemasan, penyalahgunaan
alkohol, penyalahgunaan zat dan gangguan makan. Banyak penelitian telah melaporkan
kelainan biologis pada pasien dengan gangguan mood.
1

Sampai saat ini, monoamine neurotransmitters norepinefrin, dopamin dan serotonin
adalah fokus utama dari teori dan penelitian tentang etiologi gangguan ini. Penelitian
menunjukkan bahwa penurunan sensitivitas reseptor adrenergik dan respon antidepresan
klinis berperan langsung untuk sistem noradrenergik dalam depresi. Aktivasi reseptor ini
berpengaruh dalam penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan sehingga berperan dalam
10

terjadinya depresi. Adanya hasil yang signifikan mengenai selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI) seperti fluoxetine untuk pengobatan depresi menunjukkan bahwa serotonin
telah menjadi neurotransmitter paling sering dikaitkan dengan depresi. Selain itu SSRI dan
antidepresan serotonergik lainnya yang efektif dalam pengobatan depresi, data lain
menunjukkan bahwa serotonin terlibat dalam patofisiologi depresi. Kekurangan serotonin
dapat memicu depresi, dan beberapa pasien dengan impuls bunuh diri memiliki konsentrasi
metabolit serotonin pada cairan serebrospinal (CSF) rendah. Dopamin juga berperan dalam
depresi. Data menunjukkan bahwa aktivitas dopamin yang berkurang akan menyebabkan
depresi dan sedangkan jika aktivitas dopamin meningkat akan menyebabkan mania.
9
Selain pengaruh neurotransmitter, depresi juga dapat disebabkan karena adanya
perubahan hormonal. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa orang dengan depresi dikaitkan
dengan peningkatan aktifitas hypothalamic pituitary adrenal (HPA) dan perubahan struktural
otak. Peningkatan aktivitas HPA tinggi merupakan ciri dari respon stres mamalia dan salah
satu link yang paling jelas antara depresi dan biologi stres kronis. Hypercortisolema dalam
depresi menunjukkan satu atau lebih dari gangguan sentral anatara lain penurunan serotonin,
peningkatan norepinefrin, Asetilkolin, atau corticotropin releasing hormone (CRH), atau
penurunan inhibisi umpan balik dari hippocampus. Bukti peningkatan aktivitas HPA jelas
terdapat dalam 20% sampai 40% pasien depresi yang mengalami rawat jalan dan 40% sampai
60% pasien depresi dengan rawat inap.
8

Data keluarga menunjukkan bahwa jika salah satu orangtua memiliki gangguan mood,
seorang anak akan memiliki risiko antara 10 dan 25 persen untuk gangguan mood. Jika kedua
orang tua yang terkena, risiko ini kira-kira dua kali lipat. Semakin banyak anggota keluarga
yang terkena, semakin besar risikonya untuk anak. Risikonya sekitar 5 sampai 10 kali lebih
besar jika anggota keluarga yang terkena adalah kerabat tingkat pertama daripada kerabat
yang lebih jauh.
1

Beberapa faktor psikososial yang dapat menyebabkan terjadinya depresi antara lain
pengalaman buruk di masa kecil, terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, rendah diri,
kehidupan sosial yang terbatas.
1
Teori juga menunjukkan bahwa stress berkepanjangan dapat
mempengaruhi fungsi berbagai neurotransmitter dan sistem sinyal intraneuronal, bahkan
mungkin termasuk hilangnya neuron dan pengurangan yang berlebihan dalam kontak sinaptik
yang mengakibatkan seseorang memiliki risiko tinggi mengalami episode berikutnya dari
gangguan mood, bahkan tanpa stressor eksternal. Stressor lingkungan yang paling sering
dikaitkan dengan timbulnya sebuah episode depresi adalah kehilangan pasangan. Faktor
11

risiko lain adalah pengangguran, orang-orang keluar dari pekerjaan tiga kali lebih mungkin
melaporkan gejala episode depresi berat daripada mereka yang bekerja.
5


2.4 Klasifikasi
Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia
(PPDGJ) III, episode depresif dibagi menjadi episode depresif ringan, depresif sedang,
depresi berat tanpa gejala psikotik, depresif berat dengan gejala psikotik, dan episode depresif
lainnya.
9


2.5 Manifestasi Klinis
Ada 3 gejala utama pada penderita depresif yaitu afek depresif, kehilangan minat dan
kegembiraan, juga berkurangnya energi yang meningkatkan rasa mudah lelah dan penurunan
aktivitas. Selain 3 gejala utama, depresi juga disertai gejala tambahan seperti konsentrasi dan
perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan berkurang, gagasan tentang rasa bersalah
dan tak berguna, pandangan masa depan suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.
12

Namun pada beberapa kasus tertentu, anxietas, kegelisahan dan agitasi motorik lebih
menonjol daripada depresinya dan perubahan mood mungkin terselubung oleh ciri tambahan
seperti iritabilitias, minum alkohol berlebih, perilaku histrionik atau preokupasi hipokondrik.
Gejala somatik yang khas pada depresi adalah kehilangan minat pada kegiatan yang disukai,
tidak ada reaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya menyenangkan,
bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih dari biasanya, depresi parah pada pagi hari,
kehilangan nafsu makan secara mencolok sehingga terjadi penurunan berat badan 5% atau
lebih dari berat badan terakhir, dan kehilangan libido mencolok.
12

Depresi pada anak-anak dan dewasa muda manifestasi klinis yang lebih menonjol
antara lain kesulitan mempertahankan percakapan, kesulitan berkonsentrasi, penurunan
prestasi di sekolah, adanya kelambatan untuk memproses suatu informasi, kebingungan,
gangguan pikiran dan inkoherensi. Depresi dengan psikotik pada anak-anak dan dewasa
muda lebih menonjol dengan adanya halusinasi dibandingan dengan delusi. Halusinasi
berupa halusinasi auditorik, visual, dan somatik. Selain itu juga sering adanya kehilangan
nafsu makan, kurang tidur dan penurunan berat badan yang ekstrim terutama pada anak
perempuan.
13


12

2.6 Pedoman Diagnosis
Untuk mendiagnosis tingkat keparahan episode depresif, diperlukan waktu untuk
manifestasi klinis dari depresif sejurang kurangnya 2 minggu, tetapi jika periode lebih pendek
dapat dibenarkan jika gejala luar biasa berat dan berlangsung cepat.
12

Pedoman diagnostik untuk episode depresif ringan antara lain :
Minimal harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi dan ditambah minimal 2 gejala
tambahan
Tidak boleh ada gejala berat diantaranya
Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan

Pedoman diagnostik untuk episode depresif sedang antara lain:
12

Minimal harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi dan ditambah minimal 3 (sebaiknya
4) gejala tambahan
Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan
rumah tangga

Pedoman diagnostik untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik antara lain:
12

Semua 3 gejala utama depresi harus ada dan ditambah minimal 4 gejala tambahan
yang diantaranya harus berintensitas berat
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara rinci
Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu, tetapi jika
gejala sangat berat dan onset sangat cepat maka diagnosis masih dapat dibenarkan.
Pasien sangat tidak mungkin mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, urusan
rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas

Pedoman diagnostik untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik antara lain:
12

Memenuhi kriteria episode depresif berat
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan, malapetaka yang mengancam dan pasien merasa
13

bertanggung jawab akan hal itu. Adanya halusinasi auditorik atau olfaktori berupa
suara yang menghina, menuduh atau bau kotoran dan daging busuk. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

Episode depresif lainnya merupakan gambaran yang tidak sesuai dengan gejala
episode depresif ringan, sedang, atau berat, meskipun kesan menunjukkan sifat sebagai
depresi. Contoh episode depresif lainnya seperti campuran gejala depresif (khususnya jenis
somatik) yang berfluktuasi dengan gejala non diagnostik seperti ketegangan, keresahan dan
penderitaan, dan campuran gejala depresif somatik dengan nyeri atau keletihan menetap yang
bukan dari penyebab organik
12
.

Menurut DSM IV, kriteria untuk episode depresif mayor antara lain adanya 5 (atau
lebih) gejala berikut selama periode 2 minggu dan mewakili perubahan dari fungsi
sebelumnya, setidaknya salah satu gejala baik mood depresi atau kehilangan minat atau
kesenangan dengan catatan gejala yang dimaksud bukan termasuk gejala yang jelas karena
kondisi medis umum, atau delusi mood kongruen atau halusinasi. Gejala-gejala tersebut
antara lain :
Adanya mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari. Pada anak-anak dan
remaja, biasanya suasana hati mudah tersinggung.
Kurang minat atau kesenangan yang nyata pada hampir semua kegiatan yang
berlangsung hampir sepanjang hari, hampir setiap hari.
Penurunan berat badan yang signifikan (perubahan lebih dari 5% dari berat badan
dalam satu bulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
Pada anak-anak, biasanya peningkatan berat badan tidak sesuai yang diharapkan.
Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
Agitasi atau retardasi psikomotor yang terjadi hampir setiap hari
Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi hampir setiap hari
Adanya pikiran berulang tentang kematian, ide bunuh diri berulang tanpa rencana
khusus, atau usaha bunuh diri.
Gejala untuk episode depresif mayor ini tidak memenuhi kriteria untuk episode
campuran. Gejala tersebut menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting. Gejala tersebut tidak
disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (penyalahgunaan obat), obat atau
14

kondisi medis umum (misalnya, hipotiroidisme). Gejala depresif tersebut bukan disebabkan
keadaan berkabung (setelah kehilangan orang yang dicintai) dimana gejala menetap selama
lebih dari 2 bulan atau ditandai oleh gangguan fungsional ditandai, yang bersamaan dengan
ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.
8


Pada DSM IV kriteria diagnosis untuk menentukan tingkat keparahan episode
depresif mayor dengan psikotik/berulang/ antara lain:
8

Depresif ringan bila adanya sedikit gejala dan gejala tersebut hanya menyebabkan
gangguan kecil dalam fungsi pekerjaan atau dalam kegiatan sosial biasa atau
hubungan dengan orang lain.
Depresif sedang bila gejala depresi menyebabkan gangguan fungsional
Depresif berat tanpa psikotik adanya banyak gejala untuk membuat diagnosis, dan
gejala nyata mengganggu fungsi pekerjaan atau dengan kegiatan sosial biasa atau
hubungan dengan orang lain.
Depresif berat dengan ciri psikotik yaitu depresif dengan adanya delusi atau
halusinasi. Perlu ditentukan juga apakah psikotik pada mood sesuai atau mood yang
tidak sesuai:
Mood sesuai dengan psikotik yaitu adanya delusi atau halusinasi yang isinya
sepenuhnya konsisten dengan tema depresif tipikal ketidakmampuan pribadi,
rasa bersalah, penyakit, kematian, nihilisme, atau hukuman.
Mood yang tidak sesuai dengan psikotik yaitu delusi atau halusinasi yang
isinya tidak melibatkan tema depresi khas ketidakmampuan pribadi, rasa
bersalah, penyakit, kematian, nihilisme, atau hukuman layak. Termasuk gejala
seperti thought insertion, thought broadcasting, dan delusions of control..
Depresi remisi parsial adalah gejala episode depresi mayor tapi kriteria tidak
terpenuhi, atau ada periode tanpa gejala yang signifikan dari episode depresi mayor
berlangsung kurang dari 2 bulan setelah akhir episode depresi mayor.
Depresif remisi penuh adalah tidak adanya tanda-tanda signifikan atau gejala
gangguan depresif selama 2 bulan terakhir.

2.7 Talaksanana Depresi Psikotik
Mengobati depresi memerlukan terapi holistik dengan pendekatan yang ditujukan
untuk individu, mengingat fakta bahwa setiap orang adalah unik. Pengobatan dengan cara
15

kombinasi dari berbagai prosedur seperti psikofarmakoterapi, psikoterapi dan pengobatan lain
mungkin dapat memberikan hasil yang efisien.
6
Tujuan utama pengobatan pasien pada
gangguan mood terutama depesif adalah keselamatan pasien harus terjamin, evaluasi
diagnostik lengkap pasien diperlukan dan rencana pengobatan tidak hanya untuk gejala tetapi
juga untuk kesejahteraan pasien.
Indikasi untuk rawat inap adalah risiko bunuh diri atau pembunuhan, pasien sulit
untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal, prosedur diagnostik, riwayat gejala yang
berkembang cepat dan kurangnya support dari lingkungan sekitar untuk pasien. Pasien juga
dapat melakukan rawat jalan jika pasien sering kontrol untuk berobat. Perbaikkan gejala jika
gangguan judgement, penurunan berat badan, atau insomnia minimal.
8

Tujuan pengobatan pasien dengan depresi psikotik adalah remisi dimana
berkurangnya atau hilangnya gejala psikotik (halusinasi dan delusi) juga gejala depresi.
Pengobatan lini pertama untuk depresi mayor psikotik adalah dengan antidepresan ditambah
dengan antipsikotik atau dengan Electro Convulsive Therapy (ECT). Pengaruh farmakoterapi
dan ECT sebagai pengobatan lini pertama memiliki efek pengaruh yang sama untuk gejala
depresi psikotik.
14


2.7.1 Farmakoterapi
Farmakoterapi yang digunakan untuk mengobati depresi dengan psikotik adalah
antidepresi dan antipsikotik. Antidepresi sendiri memiliki 5 golongan yaitu trisiklik/ TCA
(amiltriptilin, imipramine, clomipramine, dan tianeptine), golongan tetrasiklik (mparotiline,
amoxapine, mianserin), golongan MAOI-reversible (moclobemide), selective serotonin
reuptake inhibitor/ SSRI (setraline, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine, citalopram), dan
golongan atipikal (trazodone, mirtazapine, venafaxine). Mekanisme kerja obat antidepresi
adalah dengan cara menghambat re-uptake aminergic neurotransmitter dan menghambat
penghancuran oleh enzim monoamine oxidase sehingga menyebabkan peningkatan jumlah
aminergic neurotransmitter pada celah sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan
aktivitas reseptor serotonin. Efek samping dari antidepresi antara lain berupa sedasi, efek
antikolinergik (berupa mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, dll), efek antiadrenergik
alfa (berupa perubahan EKG, hipotensi), dan efek neurotoksis (tremor halus, gelisah dan
agitasi). Efek sampng ini akan berkurang setelah 2-3minggu pemberian obat dengan dosis
yang sama. Gejala intoksikasi dari trisiklik dapat menimbulkan atropine toxic syndrome
dimana terjadi eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi dan toxic confusional state.
Efek onset primer obat antidepresi sekitar 2-4 minggu sedangkan onset efek sekunder sekitar
16

12-24 jam dengan waktu paruh 12-48 jam. Pemberian obat antidepresi bisa dilakukan dalam
jangka waktu yang lama karena potensi untuk menjadi ketergantungan sangat minimal.
15

Sedangkan untuk obat antipsikotik sendiri memiliki 2 golongan yaitu antipsikotik
tipikal dan antipsikosis atipikal. Antipsikosis tipikal ini terdiri dari phenothiazine
(cholrpromazine, perphenazine, trifluoperazine, fluphenazine, dan thioridazine),
butyriphenone (haoperidol), diphenyl-butil-piperidine (pimozide). Antipsikosis atipikal terdiri
dari benzamide (supiride), dibenzodiazepine (clozapine, olanzapine, quetiapine, zotepine),
dan benzisoxasole (resperidone, aripriprazole). Mekanisme kerja obat antipsikosis tipikal
adalah dengan cara memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak
sehingga efektif untuk gejala positif. Sedangkan obat antipsikosis atipikal bekerja pada
reseptor dopamine juga reseptor serotonin sehingga efektif juga untuk gejala negatif. Efek
samping dari antipsikosis antara lain berupa sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan
otonomik (hipotensi,efek antikolinergik), gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akhatisia,
sindrom parkinson), gangguan endokrin (amenore, ginekomastia), gangguan metabolik
(jaundice), hematologik (agranulositosis). Onset efek primer sekitar 2-4 minggu, onset efek
sekunder sekitar 2-6 jam dengan waktu paruh sekitar 12-14 jam. Pada umumnya pemberian
obat antipsikosis dipertahankan 3bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda
sama sekali.
15


Tabel 1. Daftar obat antidepresan dan efek sampingnya
15

Obat Generik Dosis Efek Samping Peringatan Khusus
NE reuptake inhibitor
Despiramine 75-300mg Mengantuk, antikolinergik,
BB naik, agitasi
Diperlukan dosis
titrasi. Bila terjadi
overdosis dapat
berakibat fatal
Protiprilin 20-60mg Mengantuk, antikolinergik,
BB naik, agitasi
Nortriptilin 40-200mg Mengantuk, antikolinergik,
BB naik
Maprotriptilin 100-225mg Mengantuk, antikolinergik,
BB naik
5-HT reuptake inhibitors
Citalopram 20-60mg Insomnia, sedasi, disfungsi
seksual dan gangguan saluran
Toleransi lebih baik
daripada trisiklik, Escitaprolam 10-20
17

Fluoxetine 20-40 pencernaan keamanan yang
tinggi dalam
overdosis..
Fluvoxamine 100-300
Paroxetine 20-50
Setraline 50-150
NE dan 5HT reuptake inhibitor
Amitriptilin 75-300 Mengantuk, antikolinergik,
BB naik
Diperlukan dosis
titrasi. Bila terjadi
overdosis dapat
berakibat fatal
Doxepine 75-300
Imipramine 75-300 Mengantuk, antikolinergik,
BB naik, agitasi, distres
saluran cerna
Trimipramine 75-300 Mengantuk, antikolinergik,
BB naik

Venlafaxine 150-375 Perubahan tidur, distres
saluran cerna, sindrom
diskontinuitas
Dosis yang lebih
tinggi dapat
menyebabkan
hipertensi. Dosis
titrasi diperlukan.
Penghentian tiba-tiba
dapat menyebabkan
gejala penghentian.
Duloxetine 30-60 distres saluran cerna, sindrom
diskontinuitas

Pre-post synaptic agents
Nefazodone 300-600 Sedasi
Mirtazprine 15-30 Sedasi, BB naik
Dopamine reuptake inhibitor
Bupoprion 200-400 Insomnia, agitasi, distress
saluran cerna

Mixed action agents
Amoxapine 100-600 Mengantuk, insomnia/ agitasi,
BB naik, antikolinergik
Gangguan
pergerakan. Perlu
dilakukan dosis
titrasi
18

Clomipramine 75-300 Mengantuk, BB naik Perlu dosis titrasi
Trazodone 50-600 Mengantuk, GI distress, BB
naik
Bisa terjadi
priapismus

Tabel 2. Daftar obat antipsikotik dan efek sampingnya
15

Anti psikotik Dosis
terapeutik
Dosis (mg/h) sedasi otonomik Efek ekstra
piramidal
Chlopromazine 100 150-1600 +++ +++ ++
Thioridazine 100 100-900 +++ +++ +
Pherphenazine 8 8-48 + + +++
Trifluoperazine 5 5-60 + + +++
Fluphenazine 5 5-60 ++ + +++
Haloperidol 2 2-100 + + ++++
Pimozide 2 2-6 + + ++
Clozapine 25 25-200 ++++ + -
Zotepine 50 75-100 + + +
Sulpiride 200 200-1600 + + +
Risperidone 2 2-9 + + +
Quetiapine 100 50-400 + + +
Olanzapine 10 10-20 + + +
Aripriprazole 10 10-20 + + +

Agen farmakologis dari kalangan SSRI secara luas diterima sebagai lini pertama
intervensi farmakologis untuk untuk gangguan depresi berat terutama pada anak dan remaja.
Uji klinis secara acak telah menunjukkan kemanjuran fluoxetine, citalopram, dan sertraline
mempunyai efek jika dibandingkan dengan plasebo.
8
Efek samping yang umum diamati
dengan fluoxetine termasuk sakit kepala, gejala gastrointestinal, sedasi, dan insomnia,
sedangkan efek samping dari setraline yang umum antara lain anoreksia, diare, muntah dan
agitasi. Efek samping citalopram yang muncul antara lain sakit kepala, mual, insomnia,
rhinitis, nyeri perut, lemah, dan gejala seperti flu. Antidepresan trisiklik umumnya tidak
dianjurkan untuk pengobatan depresi pada anak dan remaja karena kurangnya keefektifannya
dan dapat meningkatkan potensi risiko aritmia jantung. Durasi rekomendasi pengobatan
antidepresan saat ini adalah selama 1 tahun pada anak depresi yang telah mencapai respon
19

yang baik, dan kemudian menghentikan pengobatan pada waktu stres yang relatif rendah
untuk masa pengobatan bebas.
8

Pengobatan secara farmakoterapi sebaiknya juga dilakukan secara kombinasi antara
antidepresan dengan antipsikotik. Banyak kombinasi alternatif yang tersedia dari
antidepresan yang ada (SSRI, trisiklik, serotonin-norepinefrin reuptake inhibitor) dan
antipsikotik (generai pertama dan kedua). Kombinasi yang sering digunakan antara lain
sertraline ditambah olanzapine, fluoxetine ditambah olanzapine, venlafaxine ditambah
quetiapine, amitriptyline ditambah haloperidol, amitriptyline ditambah perphenazine.
14

Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan monoterapi amiltriptilin, monoterapi
perphenazine, dan kombinasi antara amilitriptilin dengan perphenazine menghasilkan angka
perbandingan 41%, 19% dan 78%. Hal ini menujukkan bahwa terapi kombinasi memberikan
hasil yang lebih efektif jika dibandingkan dengan monoterapi.
10
Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa sertraline ditambah olanzapine digunakan sebagai farmakoterapi awal
untuk depresi psikotik unipolar karena kombinasi ini banyak diberikan pasien. Efek samping
dari kombinasi farmakoterapi antara lain terjadi peningkatan berat badan minimal 2,7 kg (
54% pasien), sedasi (29 %), peningkatan yang signifikan dalam serum kolesterol, trigliserida,
dan konsentrasi glukosa.
14
.
Meskipun pengobatan farmakoterapi secara kombinasi dapat memberikan hasil efektif
untuk depresi psikotik, ada beberapa penelitian yang menggunakan monoterapi untuk
pengobatan depresi psikotik. Penelitian menunjukkan bahwa amoxapine (golongan
dibenzoxazepine TCA) mempunyai efek antidepresan dan antipsikotik yang efektif untuk
mengobati pasien depresi dengan delusi. Pada penelitian double blind yang dilakukan Anton
dan Burch menunjukkan bahwa penggunaan amiltriptilin ditambah perprenazine pada pasien
depresi dengan psikotik selama 4 minggu memiliki hasil yang sama dengan pasien yang
menggunakan amoxapine. Pada percobaan double-blind fluvoxamine selama 6 minggu
sebagai monoterapi untuk depresi dengan psikotik menunjukkan tingkat respons yang sama
dengan terapi antidepresan ditambah antipsikotik dan ECT. Selain monoterapi antidepesan,
penelitian lain juga menunjukkan bahwa pemberian monoterapi antipsikotik dapat
memberikan hasil yang cukup baik. Antipsikotik yang dapat diberikan secara monoterapi
untuk depresi psikotik adalah golongan antipsikotik atipikal seperti risperidone dan
olanzapine.
4
Namun ada penelitian yang mengatakan bahwa memberikan antipsikotik secara
monoterapi tidak memberikan hasil yang adekuat jika dibandingan dengan antidepresan
monoterapi.
16

20

Pengobatan antidepresan harus dipertahankan selama minimal 6 bulan atau lebih
panjang dari episode sebelumnya. Pengobatan profilaksis dengan antidepresan efektif dalam
mengurangi jumlah dan tingkat keparahan kambuh. Satu studi menyimpulkan bahwa ketika
episode kurang dari 2 tahun, pengobatan profilaksis mungkin selama 5 tahun. Episode yang
melibatkan keinginan bunuh diri yang signifikan atau penurunan fungsi psikososial dapat
menunjukkan perlu mempertimbangkan pengobatan profilaksis. Ketika pengobatan
antidepresan dihentikan, dosis obat harus dikurangi secara bertahap selama 1 sampai 2
minggu, tergantung pada paruh senyawa tertentu . Beberapa studi menunjukkan bahwa obat
antidepresan secara maintenace tampaknya aman dan efektif untuk pengobatan depresi
kronis.
8
.

2.7.2 Electro Convulsive Therapy (ECT)
ECT umumnya lebih cepat efeknya jika dibandingkan farmakoterapi sehingga
biasanya ECT digunakan pada pasien dengan psikosis yang parah yang menyebabkan pasien
berisiko besar untuk menyakiti (misalnya, pasien terganggu oleh halusinasi sehingga tanpa
sadar berjalan ke jalan raya yang ramai kendaraan), keinginan bunuh diri aktif dengan
rencana, atau malnutrisi sekunder dengan menolak makanan.
14
Selain itu, ECT juga dapat
digunakan untuk mengobati gejala katatonik.
8
Selain untuk gejala depresi dengan psikotik,
ECT juga dapat digunakan utnuk gejala depresi nonpsikotik. Sekitar 80% pasien dengan
depresi psikotik berespon baik terhadap pengobatan ECT. ECT umumnya aman dan tidak ada
kontraindikasi absolut. Efek samping termasuk masalah kardiopulmonar, aspirasi pneumonia,
patah tulang, luka gigi dan lidah, sakit kepala, mual, dan gangguan kognitif.
ECT biasanya diberikan tiga kali perminggu pada hari bergantian. Kebanyakan pasien
melakukan ECT antara 6 sampai 12 perawatan, tetapi beberapa pasien mungkin memerlukan
20 atau lebih.
14


2.7.3 Resisten
Pasien yang mengalami resisten terhadap satu atau dua program kombinasi
antidepresan dan antipsikotik sebagai pengobatan awal maka harus melakukan terapi ECT.
Sebaliknya, pasien yang awalnya tidak berhasil ECT harus mendapatkan terapikombinasi
farmakoterapi. Untuk pasien yang tidak berespon terhadap kombinasi farmakoterapi dan yang
menolak atau tidak memiliki akses ke ECT, maka bisa menambahkan lithium dan ditambah
psikoterapi. Lithium ditambahkan setelah 4-8 minggu pengobatan berhasil dengan
antidepresan plus antipsikotik, dengan dosis yang cukup untuk mencapai tingkat serum
21

melalui 12 jam dari 0,5-1,0 mEq/L. Setidaknya dua sampai empat minggu pada tingkat
terapeutik diperlukan untuk menentukan apakah augmentasi lithium menguntungkan.
4, 14


2.7.4 Terapi Psikososial
Terapi psikososial dapat dibagi menjadi terapi kognitif, terapi interpersonal, dan terapi
perilaku. Terapi psikososial ini mempunyai kelebihan pendekatan mendalam individu
mendorong pasien untuk melihat ke dalam solusi, bukan tergantung pada sumber-sumber
eksternal
Terapi kognitif bertujuan untuk mengurangi episode depresif dan mencegah
kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan menguji kognisi,
mengembangkan pemikiran yang bersifat alternatif, fleksibel, dan berpikir positif, dan
melatih respon kognitif dan perilaku baru. Kelebihan dari terapi ini adalah orientasi
kognitif-perilaku adalah nyata dan obyektif.
8
Ada beberapa cara terapi kognitif untuk
mengurangi risiko kambuhnya depresi diantaranya keluar dari pikiran-pikiran yang
bersifat ruminative (berulang-ulang), lebih mengenali diri dan waspada terhadap
potensi relaps terkait dengan pikiran, mencari cara lain untuk menghubungkan antara
sesuatu yang berkaitan dengan depresi dengan pengalaman yang lain dan berusaha
berteman dengan aspek pengalaman yang sulit.
17

Terapi interpersonal biasanya terdiri dari 12 sampai 16 sesi mingguan dan ditandai
oleh pendekatan terapi aktif. Terapi interpersonal tidak menangani fenomena
intrapsikis seperti mekanisme pertahanan dan konflik internal, namun terapi
interpersonal menangani perilaku seperti kurangnya ketegasan, kemampuan sosial
yang bermasalah, dan pikiran kacau. Orientasi interpersonal menjadi lebih luas
(misalnya, sosial, keluarga)
Pada terapi perilaku, pasien belajar untuk berfungsi di masyarakat sedemikian rupa
sehingga mempunyai kekuatan positif. Namun terapi perilaku belum dapat dipastikan
keefektifannya untuk gangguan depresi mayor karena belum banyaknya penelitian
mengenai hal ini.
8


Terapi psikososial untuk depresi dengan psikotik adalah terapi komitmen dan
penerimaan dimana terapi ini mengajarkan pasien untuk meningkatkan penerimaan mereka
terhadap penderitaan tidak dapat dihindari, untuk hanya melihat gejala psikotik mereka tanpa
mempertimbangkan mereka sebagai benar atau salah, dan untuk mengidentifikasi dan
22

menghargai diri secara pribadi. Sebuah uji coba secara acak menemukan bahwa pada 18
pasien dengan depresi psikotik unipolar, perbaikan gejala terjadi secara signifikan lebih
banyak pasien yang menerima terapi komitmen dan penerimaan (rata-rata tiga sesi) ditambah
perawatan seperti biasa, dibandingkan dengan pasien yang menerima pengobatan seperti
biasa saja. Sebuah studi observasional dari 14 pasien dengan depresi psikotik yang dirawat
dengan depresi berbasis penerimaan dan terapi psikosis selama enam bulan menunjukkan
bahwa terapi ini bermanfaat untuk mengobati depres psikotik.
14

Selain terapi psikososial untuk pasien sendiri, perlu dilakukan juga terapi keluarga.
Meskipun bukan terapi utama untuk pengobatan penyakit depresi, tetapi semakin banyak
bukti menunjukkan bahwa terapi keluarga membantu pasien untuk mengurangi dan
mengatasi stres dapat mengurangi kemungkinan kambuh. Terapi keluarga diindikasikan jika
gangguan tersebut membahayakan pernikahan pasien atau fungsi keluarga.
8
Selain itu,
anggota keluarga harus terlibat dalam perawatan pasien dengan depresi psikotik unipolar, dan
belajar mengenai tanda-tanda dan gejala, pengobatan, dan prognosis penyakit deprei psikotik.
Keluarga juga dapat mendorong kepatuhan terhadap pengobatan.
14

Pada pasien depresif sering terjadi gangguan tidur berupa insomnia dapat diberikan
terapi berupa antidepresan atau lithium menopang efek antidepresan dari kurang tidur.
Beberapa laporan memberi kesan bahwa kurang tidur mempercepat respon terhadap
antidepresan, termasuk fluoxetine dan nortriptyline.

2.8 Prognosis
Gangguan depresi mayor cenderung menjadi kronis, dan pasien cenderung kambuh.
Pasien yang telah dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresi mayor
memiliki kesempatan sekitar 50% untuk sembuh pada tahun pertama. Namun persentase
berkurang pada pasien rawat inap yang sering berulang. Pasien yang tidak sembuh sering
menjadi gangguan dysthymic. Sekitar 25% pasien mengalami kekambuhan pada depresi
mayor dalam 6 bulan pertama setelah sembuh dari rumah sakit, sekitar 30% sampai 50%
dalam 2 tahun berikutnya, dan sekitar 50% sampai 75% dalam 5 tahun. Insiden kambuh lebih
rendah pada pasien yang melanjutkan pengobatan psychopharmacological profilaksis dan
pada pasien yang hanya memiliki satu atau dua episode depresi.
8


23

BAB III
KESIMPULAN

Prevalensi depresi psikotik di masyarakat sebenarnya tidak teralalu banyak jika
dibandingkan dengan gangguan jiwa yang lain. Namun depresi dengan psikotik ini memiliki
angka mortalitas yang tinggi jika dibandingkan dengan depresi nonpsikotik. Hal ini
dikarenakan adanya delusi dan halusinasi yang bisa membuat penderita berpikir dan
melakukan bunuh diri. Selain itu depresi dengan psikotik juga berpengaruh terhadap retardasi
psikomotor, tidak bisa berpikir dan konsentrasi juga timbul rasa bersalah.
Untuk menegakkan diagnosis depresi diperlukan adanya beberapa gejala utama
seperti afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, juga berkurangnya energi yang
meningkatkan rasa mudah lelah dan penurunan aktivitas. Selain gejala utama, depresi juga
disertai gejala tambahan seperti konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan
kepercayaan berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tak berguna, pandangan masa
depan suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,
tidur terganggu dan nafsu makan berkurang. Untuk mendiagnosis depresi dengan psikotik
adalah dengan ditemukan gejala-gejala depresi disertai dengan adanya delusi dan halusinasi
yang biasanya berupa halusinasi auditorik.
Terapi untuk depresi dengan psikotik bisa dengan farmakoterapi, ECT, dan terapi
psikososial. Farmakoterapi paling baik untuk depresi dengan psikotik adalah terapi kombinasi
antara antidepresan ditambah antipsikotik. Farmakoterapi ini biasanya diberikan dalam
jangka waktu yang lama, sekitar 1 tahun, sehingga perlu pemantauan untuk efek samping
terutama efek dari antipsikotik. Terapi ECT biasanya diberikan untuk pasien depresi dengan
psikotik yang berat. Selain farmakoterapi dan ECT, pasien depresi psikotik juga memerlukan
terapi psikososial yang bisa berupa terapi kognitif, terapi interpersonal, terapi perilaku, dan
terapi keluarga.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Baldwin DS, Birtwistle J. The Encyclopedia of Visual Medicine Series: An Atlas of
Depression. The Parthenon Publishing Group: 2002
2. Halverson JL. Depression. [terhubung berkala]. Medscape: 2014
http://emedicine.medscape.com/article/286759-overview [ 01 Maretl 2014]
3. Rothschild AJ. Challenges in The Treatment of Major Depressive Disorder eith
Psychotic Features. Schizophr Bull. 2013;39(4):787-796
4. Schatzberg AF. New Approaches to Managing Psychostic Depression. J Clin Psychiatry
2003; 64 : 19-23.
5. Vythilingam M, Chen JBS, Mazure CM, Maciejewski PK, Nelson CJ. Psychotic
Depression and Mortality. Am J Psychiatry 2003; 160:574576.
6. Ruzik K, Knez R, Grahovac T, Hero ED, Graovac M. Integrative Approch to Treatment
of Patient With Psychotic Depression. Psychiatria Danubina, 2010; 22 (2) : 370372.
7. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Medical Publisher EGC; 2002
8. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. 10
th
Ed. Lippincott Williams & Wilkins:2007
9. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Pschyiatry. 8
th

Ed. Lippincott Williams & Wilkins:2005
10. Matthew J. An Update on Psychotic Depression. Mental illness Understanding,
Prediction and Control. USA Harvard Medical School : 2012
11. Ohayon MM, Scatzberg AF. Prevalence of Depressive Episodes With Psychotic Features
in General Population. Am J Psychiatry 2002; 159:18551861.
12. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta : 1993
13. Nunn KP. Psychotic in Young People. Child & Adolescent Mental Health Statewide
Network (CAMHSNET) : p 19-25
14. Rothschild AJ. Unipolar Major Depression with Psychotic Features: Acute Treatment.
2012.
15. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi ke 3. FK Atmajaya: 2007
16. Wijakstra J, Lijmer J, Balk FJ, Geddes JR, Nolen WA. Pharmacological treatment for
unipolar psychotic depression: Systematic review and meta-analysis. BJP 2006, 188:410-
415.
17. Crane R. Mindfulness-Based Cognitive Therapy. 2009: p 15-21.

Anda mungkin juga menyukai