PENDAHULUAN
Insomnia merupakan gangguan tidur yang ditandai dengan sulitnya masuk tidur,
mempertahankan tidur (sering terbangun tengah malam), atau tidak adanya rasa segar ketika
bangun tidur. Prevalensi insomnia meningkat dengan bertambahnya umur.1 Survei populasi
menunjukkan angka prevalensi insomnia dalam satu tahun berkisar antara 35 45% pada
orang dewasa.2Sekitar 5%-35% populasi di Amerika melaporkan adanya masalah gangguan
tidur pada satu waktu dalam kehidupannya, dan sekitar 10% menderita karena insomnia
persisten.3Penelitian di Inggris menunjukkan terdapat 37% dari 2363 responden menderita
insomnia. Dari semua yang menderita sekitar 15% mengalami insomnia dalam 12 bulan
terakhir dan berasosiasi dengan kecemasan, depresi, dan nyeri. Dari semua penderita
insomnia, 69% yang menderita insomnia dalam 12 bulan terakhir merupakan penderita usia
lanjut.4
Insomnia kronik memiliki kecenderungan yang buruk, membutuhkan banyak biaya,
menimbulkan kerugian dan membahayakan.5Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
seseorang dengan insomnia kronik dibandingkan dengan seorang yang kadang menderita
insomnia ataupun orang normal, memiliki penurunan fungsi kognitif, penurunan kemampuan
untuk menghadapi gangguan, kurang menikmati kehidupan keluarga atau sosial, dan
hubungan yang memburuk dengan pasangan hidup, menurunnya produktivitas dan kinerja,
dan meningkatnya angka kecelakaan dan absensi kerja.6
Insomnia dapat pula mempengaruhi berbagai sistem fisiologi yang berdampak
terhadap kesehatan secara menyeluruh. Ia mempengaruhi proses dasar biologik, misalnya
sistem endokrin. Gangguan sistem endokrin mempengaruhi metabolisme. Pengaturan nafsu
makan oleh endokrin juga terganggu. Terjadi peningkatan nafsu makan yang akhirnya
menyebabkan obesitas. Obesitas dapat pula mencetuskan resistensi insulin sehingga terjadi
diabetes tipe 2.1,9
Hiperaktifitas sistem saraf simpatis dan peningkatan kortisol dapat pula terjadi pada
insomnia. Hiperkortisolemia dapat pula memecah glikogen menjadi glukosa sehingga
berkontribusi pula dalam terjadinya diabetes. Kelelahan adrenal dapat pula terjadi akibat
kerja kerasnya untuk selalu memompakan kortisol guna memenuhi tuntutan metabolisme.
Akibatnya, produksi dihydroepiandrosterone (DHEA) dapat pula berkurang. Hormon DHEA
merupakan prekursor hormon estrogen, progesterone, dan testosterone. Selain itu, hormon ini
juga bekerja untuk menjaga keseimbangan hormon lainnya dalam tubuh. Berkurangnya
DHEA dikaitkan pula dengan kelelahan, hilangnya massa tulang dan otot, nyeri sendi,
penyakit jantung koroner, hipertensi, penurunan gairah seksual, ganggua sistem imun, dan
depresi.1,9
Tatalaksana yang sering dilakukan pada insomnia adalah pemberian obat obatan,
akan tetapi hal ini tidak memberikan hasil yang maksimal. Pemberian obat obatan dengan
dengan terapi nonfarmakologi seperti higiene tidur dan Cognitive-behavioral therapy akan
memberikan efek yang lebih baik dibandingkan hanya memberikan obat obatan.1,9
Beberapa bukti yang jelas menunjukkan bahwa Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)
efektif dalam mengatasi insomnia dan perbaikan klinis yang terjadi ini lebih baik
dibandingkan dengan terapi hipnosis. Suatu penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa
terapi perilaku menunjukkan hasil yang sangat bagus untuk mengatasi kasus insomnia kronik.
Studi meta-analisis lainnya menunjukkan adanya perbaikan tidur sebanyak 30%-40% ketika
menggunakan terapi perilaku, latensi tidur berkurang 39%-43%, jumlah terbangun saat
malam hari berkurang 30%-73%, lama terbangun berkurang 46%, dan total jumlah jam tidur
bertambah 8%-9,4%. Perhitungan angka sebenarnya pada rata-rata pasien merasakan
mengantuk 20 menit lebih cepat, memiliki 0,5-1,2 kali terbangun lebih sedikit pada malam
hari, dan tidur 30 menit lebih lama pada malam hari.7
II.
seperti teori belajar perilaku dan kognitif psikologi. Banyak masalah non
klinis seperti gangguan suasana hati, gangguan kecemasan, gangguan
kepribadian,
gangguan
psikotik,
gangguan
makan,
dan
gangguan
membaca
Kembalilah ke tempat tidur hanya saat anda mengantuk
Kombinasi dari instruksi ini menetapkan kembali tempat tidur
dan kamar tidur sebagai isyarat yang kuat untuk tidur dan
memasuki
siklus
sirkadian
tidur-bangun
ke
tahap
yang
diinginkan.
b. Sleep Restriction
Merupakan terapi yang meningkatkan durasi keadaan sadar dan
keinginan untuk tidur guna memfasilitasi kemampuan untuk tidur. 8Pada
terapi ini diperlukan catatan yang berisi data-data untuk menentukan
waktu tidur yang sebenarnya, waktu saat pergi tidur, dan efisiensi
waktu tidur ([waktu tidur : waktu pergi tidur] x 100). Instruksi pada
terapi ini :11
- Tentukan waktu yang diperbolehkan di tempat tidur
Mulailah dengan tinggal di tempat tidur hanya sejumlah rata-rata
waktu
anda
benar-benar
tidur.
Ini
dapat
dihitung
dengan
menggunakan catatan tidur selama dua minggu. Jumlahkan ratarata jumlah jam tidur setiap malam dan tambahkan 30 menit,
disebut TIB (Time In Bed). Ini mungkin berarti bahwa anda hanya
diperkenankan untuk tinggal di tempat tidur selama 5 jam pada
-
malam hari.
Tetapkan waktu untuk bangun tidur
Bangunlah di waktu yang sama setiap pagi seberapapun anda tidur
Terapi ini efektif karena dua alasan, pertama, terapi ini mencegah
pasien mengatasi insomnianya dengan memperluas kesempatan untuk
tidur. Pada strategi ini meskipun meningkatkan kesempatan untuk
tidur, namun akan menghasilkan bentuk tidur yang dangkal dan
sedikit-sedikit. Kedua, kerugian saat tidur awal yang terjadi pada terapi
ini diperkirakan akan meningkatkan tekanan untuk tidur, yang pada
akhirnya
akan
menghasilkan
latensi
tidur
yang
lebih
cepat,
dokter
dan
pasien
untuk
melakukan
9. Hindari
alkohol,
terutama
sore
hari.
Meskipun
alkohol
tidur
anda
atau
selanjutnya.
Sesi kedelapan (pencegahan relaps)
Pada sesi terakhir ini sebagian besar adalah psikoedukasional.
Dokter memaparkan kembali, 1) bagaimana insomnia bisa terjadi
dan strategi yang memperburuk tidur, 2) strategi yang cenderung
untuk mengatasi dan memperpanjang episode insomnia
ini
bisa
dimasukkan
kedalam
delapan
sesi
terapi
tanpa
Latihan relaksasi
Terapi ini merupakan teknik terapi yang bertujuan menurunkan
dorongan untuk terbangun dan memfasilitasi tidur di malam hari
berdasarkan konsep bahwa ketegangan otot dan bangkitan kognitif pada
saat tidur akan menurun. Teknik relaksasi yang berbeda akan berdampak
pada sistem fisiologis yang berbeda pula. Relaksasi otot secara progresif
digunakan untuk mengurangi ketegangan otot. Pernapasan diafragma
digunakan untuk membuat napas lambat dan dangkal serta menyerupai
bentuk pernapasan yang secara alami terjadi pada onset tidur. Teknik
9
Dalam
prakteknya,
cahaya
terang
digunakan
untuk
pasien
mengenai
tidur.
Pendekatan
yang
dilakukan
melakukan
sesuatu
dan
alasan
kenapa
mereka
harus
melakukannya.
Membuat tujuan yang realistis
Terapis harus mengerti tujuan apa yang ingin dicapai oleh pasien dan
menentukan apa serta bagaimana tujuan itu tercapai dengan
realistis. Evaluasi pasien juga termasuk kondisi kehidupannya,
sangatlah tidak bijaksana memulai terapi saat kepatuhan terapi
merupakan masalah bagi pasien. Sampaikan pada pasien bahwa sesi
awal terapi CBT akan sulit dan gejala insomnia akan memburuk
III.SIMPULAN
11
dan
sleep
hygiene
therapy.
Pelaksanaan
terapi
ini
membutuhkan waktu yang agak lama dan kerjasama yang baik antara
dokter dan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amir N. 2010.Defisit Kognitif pada Perempuan Usia Lanjut dengan Insomnia Kronik dalam
Jiwa. Majalah Psikiatri. No 2.
12
2. Sadock, BJ Sadock V A.2007. Sleep Disorders. The Comprehensif Text book of Psichiatry.
10th ed. Baltimore. Lippincot Wiliams & Wilkins
3. Ancoli-Israel & Roth, T.1999. Characteristic of insomnia in the United States : Result of the
1991 National Sleep Foundation Survey I. Sleep,22.
4. Puri BK.,Laking PJ.,Treasaden IH.2011.Gangguan tidur dalam Buku Ajar Psikiatri edisi 2.
EGC. Jakarta.
5. Pigeon WR, Perlis ML.2009.Cognitive Behavioral Treatment of Insomnia.Cognitive
Behavior Theraphy, Applying Empirically Supported Techniques in Your Practice
6. Leger D, Bader G, Levy E, Pailard M. 2002. Medical and Socio-proffesional Impact of
Insomnia. Sleep, 25.
7. Smith MT, Perlis ML, Park A, et al. 2002. Comparative Meta-analysis of Pharmacotherapy
and Behaviot Theraphy for Persisten Insomnia. American Journal Psychiatry, 159.
8. Rahayu D.2010. Terapi Kognitif Perilaku pada Insomnia. Jiwa, Majalah Psikiatri. No 2.
Jakarta
9. Suwito A.2010. Insomnia : dari Epidemiologi hingga Penatalaksanaannya. Jiwa, Majalah
Psikiatri. No.2. Jakarta
10. Wilson S, Nutt D. 2007. Management of insomnia: Treatments and Mechanism. British
Journal of Psychiatry.191-197
11. Edinger JD, Means MK.2005. Cognitive- Behavioral Therapy for Primary Insomnia. Clinical
Psychology Review.25
13