1. PENGERTIAN ANTIPSIKOTIK
Antipsikotik (juga disebut neuroleptics) adalah kelompok obat- obatan psikoaktif umum
tetapi tidak secara khusus digunakan untuk mengobati psikosis yang ditandai oleh
skizofernia. Obat antipsikotik memiliki beberapa sinonim antara lain neuroleptik dan
transquilizer mayor.
2. KLASIFIKASI ANTIPSIKOTIK
Penemuan obat generasi yang lebih baru biasanya ditujukan untuk mengoreksi
kekurangan obat sebelumnya atau untuk memperoleh obat yang lebih efektif serta memiliki
efek samping yang lebih kecil. Tujuan ini berhasil diraih oleh obat antipsikotik generasi
kedua. Menurut sebuah studi teranyar, dipublikasikan dalam Journal of Clinical Psychiatry
edisi Desember 2007, antipsikotik generasi kedua yangdiberikan secara intramuscular,
ternyata efektif mengurangi agitasi dan lebih minim efek ekstrapiramidal-nya dibanding
dengan antipsikotik generasi pertama.
a. Antipsikotik Tipikal (Antipsikotik Generasi Pertama)
Antipsikotik tipkal atau dikenal APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di
mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat
menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping
berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang
akan menyebabkan disfungsi seksual/ peningkatan berat badan dan memperberat gejala
negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik
seperti mulut kering pandangan kabur, gangguan miksi dan defekasi dan hipotensi. APG I
dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama
dengan 10mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide.
Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis,
menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50
mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita
dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. (Nantingkaseh , 2007).
Obat-obat yang termasuk antipsikotik tipikal adalah sebagai berikut :
o Derifat Fenotiazin : Chlorprimazine, Fluphenazine, Perphenazine, Prochlorperazine,
Thioridazine, Trifluoperazine, Mesoridazine, Periciazine, Promazine,
Triflupromazine, Levomeprimazine, Promethazine, Pimozide.
o Derifat Butirofenon : Haloperidol, Droperidol
o Derifat Thioxanthenes : Chlorprothixene, Flupenthixol, Thiothixene, Zuclopenthixol
1) Chlorpromazine (CPZ)
Turunan dari phenotiazine yang mewakili efek seluruh derivate phenotiazine
adalah chlorpromazine atau CPZ, turunan dari rantai aliphatic, salah satu obat
antipsikotik yang sering digunakan sebab paling berefek luas sehingga dikatakan
largactil (Large action).
Nama dagang : – Cepezet – Meprosetil – Promactil – Largactil
Dosis :
- Anak > = 6 bulan : Sizoprenia/psikosis : Oral : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam;
Anak yang lebih tua mungkin membutuhkan 200 mg/hari atau lebih besar; im, iv:
0,5-1 mg/kg/dosis setiap 6-8 jam< 5 tahun (22,7 kg): maksimum 75 mg/hari
Mual muntah ; Oral : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam bila diperlukan; im, iv :
0,5-1 mg/kg/dosis setiap 6-8 jam, < 5 tahun (22,75 kg) : maksimum 40 mg/hari,
5-12 tahun (22,7-45,5 jg) : maksimum 75 mg/hari.
- Dewasa : Shcizoprenia/psikosis; Oral : 30-2000 mg/hari dibagi dalam 1-4 dosis,
mulai dengan dosis rendah, kemudian sesuaikan dengan kebutuhan. Dosis lazim :
400-600 mg/hari, beberapa pasien membutuhkan 1-2 g/hari. im.,iv.: awal: 25 mg,
dapat diulang 25-50 mg , dalam 1-4 jam, naikkan bertahap sampai maksimum 400
mg/dosis setiap 4-6 jam sampai pasien terkendali; Dosis lazim : 300-800 mg/hari.
Cegukan tidak terkendali : Oral, im.: 25-50 mg sehari 3-4 kali. Mual muntah :
Oral : 10-25 mg setiap 4-6 jam, im.,iv., : 25-50 mg setiap 4-6 jam.
- Orang tua : Gejala-gejala perilaku yang berkaitan dengan demensia: awal : 10-25
mg sehari 1-2 kali, naikkan pada interval 4-7 hari dengan 10-25 mg/hari, naikkan
interval dosis, sehari 2x, sehari 3 kali dst. Bila perlu untuk mengontrol respons
dan efek samping; dosis maksimum : 800 mg.
Indikasi
Mengendalikan mania, terapi shcizofrenia, mengendalikan mual dan muntah,
menghilangkan kegelisahan dan ketakutan sebelum operasi, porforia intermiten akut,
terapi tambahan pada tetanus. Cegukan tidak terkontrol, perilaku anak 1-12 tahun
yang ekplosif dan mudah tersinggung dan terapi jangka pendek untuk anak hiperaktif.
Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap klorpromazin atau komponen lain formulasi, reaksi
hipersensitif silang antar fenotiazin mungkin terjadi, Depresi SSP berat dan koma.
Efek samping
- Kardiovaskuler : hipotensi postural, takikardia, pusing, perubahan interval QT
tidak spesifik.
- SSP : mengantuk, distonia, akathisia, pseudoparkinsonism, diskinesia tardif,
sindroma neurolepsi malignan, kejang.
- Kulit : fotosensitivitas, dermatitis, pigmentasi (abu-abu-biru).
- Metabolik & endokrin : laktasi, amenore, ginekomastia, pembesaran payudara,
hiperglisemia, hipoglisemia, test kehamilan positif palsu.
- Saluran cerna : mual, konstipasi xerostomia.
- Agenitourinari : retensi urin, gangguan ejakulasi, impotensi.
- Hematologi : agranulositosis, eosinofilia, leukopenia, anemia hemolisis, anemia
aplastik, purpura trombositopenia.
- Hati : jaundice.
- Mata : penglihatan kabur, perubahan kornea dan lentikuler, keratopati epitel,
retinopati pigmen.
Interaksi
- Dengan Obat Lain : Efek klorpromazin dapat ditingkatkan oleh delavirdin,
fluoksetin, mikonazol, paroksetin, pergolid, kuinidin, kuinin, ritonavir, ropinirol
dan inhibitor CYP2D6 lainnya.
- Klorpromazin memperkuat efek penekan terhadap SSP dari analgesik narkotik,
etanol, barbiturat, antidepresan siklik, antihistamin, hipnotik-sedatif.
- Klorpromazin dapat meningkatkan efek amfetamin, betabloker tertentu,
dekstrometorfan, fluoksetin, lidokain, paroksetin, risperidon, ritonavir,
antidepresan trisiklik dan substrat CYP2D6 lainnya.
- Klorpromazin dapat meningkatkan efek /toksiksitas antikolinergik,
antihipertensi,litium, trazodon, asam valproat. Penggunaan bersama antidepresan
trisklik dapt mengubah respons dan meningkatkan toksisitas.
- Kombinasi dengan epinefrin akan dapat menimbulkan hipotensi. Kombinasi
dengan antiaritmia, cisaprid, pimosid, sparfloksacin dan obat-obat yang
memperpanjang interval QT akan dapat meningkatkan resiko aritmia.
- Kombinasi dengan metoklopramid akan dapt meningkatkan resiko gejala
ekstrapiramidal. Klorpromasin mungkin menurunkan efek substrat prodrug
CYP2D6 seperti kodein, hirokodon, oksikodon dan tramadol.
- Klorpromasin mungkin dapat menghambat efek antiparkinson levodopa dan
mungkin dapat menghambat efek pressor epinefrin.
Mekanisme kerja
Memblok reseptor dopaminergik di postsinaptik mesolimbik otak. Memblok kuat
efek alfa adrenergik. Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisa,
menekan Reticular Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolisme
basal, temperatur tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dandan emesis
Bentuk sediaan
Tablet 25 mg, 100 mg, Injeksi 25mg/ml, 2ml
2) Flufenazin
Flufenazin (modecote, moditen/) adalah turunan –CH2OH dan trifluoperazin
(1959) dengan sifat hampir sama. Daya antimual dan sedatifnya ringan.
Nama dagang : Permitil, Prolixin, Apo-Fluphenazine, Moditen HCl, PMS-
Fluphenazine
Dosis
- Anak : Oral : 0,04 mg/kg/hari.
- Dewasa : psikosis : Oral : 0,5-10 mg/hari dibagi dalam beberapa dosis dengan
interval 6-8 jam, beberapa pasien mungkin membutuhkan peningkatan dosis
sampai 40 mg/hari.; i.m.: 2,5-10 mg/hari dibagi dalam beberapa dosis dengan
interval 6-8 jam. (dosis parenteral 1/3-1/2 dosis oral); im. Dekanoat : 12,5 mg
setiap 2 minggu. 12,5 mg dekanoat setiap 3 minggu = 10 mg HCl/hari.
Indikasi : Mengendalikan gangguan psikotik dan shcizofrenia.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap flufenazin atau komponen formulasi lainnya.
Mungkin terjadi reaktivitas silang antara fenotiazin. Depresi SSP berat, koma,
kerusakan otak subkortikal, diskrasia darah, penyakit hati.
Efek samping
- Kardiovaskular : takikardia, tekanan darah berfluktuasi, hiper/hipotensi, aritmia,
udem.
- SSP : parkinsonisme, akathisia, distonia, diskinesia tardif, pusing, hiper refleksia,
sakit kepala, udem serebral, mengantuk, lelah, gelisah, mimpi aneh, perubahan
EEG, depresi, kejang, perubahan pengaturan pusat temperatur tubuh.
- Kulit : dermatitis, eksim, eritema, fotosensitifitas, rash, seborea, pigmentasi,
urtikaria.
- Metabolik & endokrin : perubahan siklus menstruasi, nyeri payudara, amenorea,
galaktoria, ginekomastia, perubahan libido, peningkatan prolaktin.
- Saluran cerna : berat badan bertambah, kehilangan selera makan, salivasi,
xerostomia, konstipasi, ileus paralitik, udem laring.
- Genitourinari : gangguan ejakulasi, impotensi, poliuria, paralisis kandung urin,
enurisis,
- Darah : agranulositosis, leukopenia, trombositopenia, nontrombositopenik
purpura, eosinofilia, pansitopenia.
- Hati : cholestatic jaundice, hepatotoksik.
- Otot-saraf : tangan gemetar, sindroma lupus eritamatosus, spasme muka sebelah.
- Mata : retinopati pigmen, perubahan kornea dan lensa, penglihatan kabur,
glaukoma,
- Pernafasan : kongesti hidung, asma.
Interaksi
- Dengan Obat Lain : InhibiCYP2D6 : chlorpromazin, delavirdin, fluoksetin,
mikonazol, paroksetin, pergolid, kuinidin, kuinin, ritonavir, ropinirol
meningkatkan efek flufenasin. Flufenasin memperkuat efek penekanan terhadap
SSP dari analgesik narkotik, etanol, barbiturat, antidepresan siklik, antihistamin,
hipnotik-sedatif. Flufenasin dapat meningkatkan efek/toksisitas antikolinergik,
antihipertensif, litium, trazodon, asam valproat. Penggunaan bersama
antidepresan trisklik dapat mengubah respons dan meningkatkan toksisitas.
Kombinasi flufenasin dengan epinefrin akan dapat menimbulkan hipotensi.
Kombinasi dengan antiaritmia, cisaprid, pimosid, sparfloksacin dan obat-obat
yang memperpanjang interval QT, akan dapat meningkatkan resiko aritmia.
Kombinasi dengan metoklopramid akan dapat meningkatkan resiko gejala
ekstrapiramidal.
- Fenotiasin akan menghambat aktivitas guanetidin, levodopa dan brokriptin.
Barbiturat, merokok akan dapat meningkatkan metabolisme flufenasin di hati.
flufenasin dan antipsikotik potensi rendah lainnya dapat menghambat efek presor
epinefrin.
Mekanisme kerja
Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak.
Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular
Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolisme basal, temperatur
tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis.
Bentuk sediaan
Injeksi Sebagai Dekanoat, 25 mg/ml, Tablet Sebagai HCl, 1 mg, 2,5 mg, 5 mg, 10 mg
3) Perphenazine
Derivat-fenotiazin dengan rantai-sisi piperazin ini (1957) berdaya antipsikotis kuat
dengan daya anti-adrenergis dan antiserotonin relatif lemah. Kerja antikolinergisnya
ringan sekali. Obat ini juga berkhasiat antiemetis kuat. GEP sering timbul. Reasorbsinya
di usus baik, BA-nya hanya ca 35% karena FPE tinggi. PP-nya di atas 90%, t1/2-nya ca 9
jam. Dalarn hati, zat ini dirombak menjadi metabolit yang kurang aktif. Perfenazin
mengalami siklus enterohepatis.
Dosis: oral 2-3 dd 2-4 mg, maks 24 mg sehari, im. 100 mg (dekanoat/ enanthat,
preparat depot) setiap 2-4 minggu.
4) Trifluoperazin
Trifluoperazin (Stelazin, Terfluzin) adalah derivat yang atom-Cl digantikan -CF3 de-
ngan efek yang lebih kurang sama dengan perfenazin.
Dosis: oral permulaan 5 mg sehari, dan dinaikkan setiap 2-3 hari dengan 5 mg sampai
maksimum 90 mg. Sebagai obat antimual dan tranquillizer 2 dd 1-3 mg.
5) Flufenazin
Flufenazin (Modecate, Moditen) adalah turunan-CH20H dari trifluoperazin dengan
sifat hampir sarna. Daya antimual dan sedatifnya ringan. Flufenazin terutama digunakan
sebagai injeksi kerja-panjang guna menjamin pengobatan. Plasma t1/2-nya dari senyawa
-HCl, -enantat dan -dekanoatnya masing-masing rata-rata 8 jam, 3,6 hari, dan 8 hari. GEP
sering terjadi, efek anti-kolinergis dan sedasifnya ringan. Esternya dapat mengakibatkan
depresi serius.
Dosis: pada psikotik akut i.m. 1,25 mg (HCl), lalu setiap 4-8 jarn 2-5 mg sampai
gejala terkendali, pemeliharaan 25 mg enantat setiap 2 minggu, atau 25 mg dekanoat
setiap 3-4 minggu.
6) Pimozide
Derivat-difenilbutilpiperidin ini diturunkan dari droperidol (1969) dan memiliki
khasiat antipsikotis kuat dan panjang. Efek terapi baru nyata sesudah beberapa waktu,
tetapi bertahan agak lama (1-2 hari). Obat ini tidak layak diberikan pada keadaan eksitasi
dan kegelisahan akut, yang memerlukan sedasi langsung. Lagi pula efek sedasinya lebih
ringan dibandingkan obat-obat lain. Pimozida khusus digunakan pada psikosis kronis
jangka-panjang. Resorpsinya di usus lambat dan variabel. Plasma t1/2-nya panjang: 55-
150 jam; pada pasien schizofrenia rata-rata 55-150 jam. Sifatnya sangat lipofil dan hanya
sedikit dirombak dalam hati. Ekskresinya sangat lambat, karena selalu diresorpsi kembali
oleh tubuli. Akhirnya ca 40% dikeluarkan lewat kemih terutama berupa metabolit dan
15% dengan tinja secara utuh.
Efek sampingnya berupa umum, GEP sering terjadi, adakalanya nampak perubahan
jantung (ECG) dan aritmia.
Dosis: oral 1 dd 1-2 mg, dinaikkan secara berangsur-angsur setiap 2 minggu sampai
maksimum 6 mg sehari.
7) Haloperidol
Haloperidol, merupakan obat yang efektif untuk penanganan berbagai gangguan
psikotik seperti hiperaktivitas, agitation, dan mania. Haloperidole efektif untuk
mengobati gejala positif pada skizofrenia walaupun kurang efektif untuk gejala negative
skizofrenia. Haloperidol juga dapat digunakan untuk pengobatan gangguan neurologis
seperti Gilles de la Tourette syndrome, Huntington’s chorea and acute/chronic brain
syndrome
Nama dagang : – Lodomer – Serenace – Haldol
Dosis
- Anak-anak : (3-12 tahun) Oral : Awal : 0,05 mg/kg/hari atau 0,25-0,5 mg/hari
dibagi dalam 2-3 dosis; peningkatan 0,25-0,5 mg setiap 5-7 hari maksimum 0,15
mg/kg/hari.
Dosis lazim pemeliharaan :
- Agitasi/hiperkinesia : 0,01-0,003 mg/kg/hari, sehari satu kali.; Gangguan
nonpsikosis : 0,05-0,075 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis;
- Gangguan psikosis : 0,05-15 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis.
- Anak-anak 6-12 tahun: Gangguan psikosis/sedasi : i.im. sebagai laktat: 1-3
mg/dosis setiap 4-8 jam ditingkatkan sampai maksimum 0,15 mg/kg/hari; ubah ke
terapi oral sesegera mungkin.
- Dewasa : Psikosis : Oral : 0,5-5 mg, sehari 2-3 kali, maksimum lazimnya 30
mg/hari. I.m. sebagai laktat : 2-5 mg setiap 4-8 jam sesuai kebutuhan; Sebagai
dekanoat : awal 10-20 x dosis harian oral, diberikan dengan interval 4 minggu.
- Dosis pemeliharaan : 10-15 kali dosis awal oral, digunakan untuk menstabilkan
gejala psikiatri.
- Delirium di unit perawatan intensif: IV= 2-10 mg; dapat diulang secara bolus
setiap 20-30 menit sampai dicapai kondisi tenang, kemudian berikan 25% dosis
maksimum setiap 6 jam, monitor EKG dan interval QT. IV intermiten = 0,03-0,15
mg/kg setiap 30 menit sampai 6 jam. Oral = Agitasi : 5-10 mg; infus iv.
100mg/100 ml D5W (dextrosa 5%), kecepatan 3-25 mg/jam. Agitasi berat =
setiap 30-60 menit 5-10 mg oral atau 5 mg im., dosis pemeliharaan total 10-20
mg.
- Orang tua : Awal 0,25-0,5 mg oral sehari 1-2 kali, tingkatkan dosis 0,25-0,5
mg/hari setiap interval 4-7 hari, Naikkan interval pemberian sehari 2 kali, sehari 3
kali dan seterusnya bila diperlukan untuk mengontrol efek samping.
Indikasi
Penanganan shcizofrenia, sindroma Tourette pada anak dan dewasa, masalah perilaku
yang berat pada anak.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi, penyakit Parkinson,
depresi berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau hati berat, koma.
Efek samping
- Kardiovaskular : takikardia, hiper/hipotensi, aritmia, gelombang T abnormal
dengan perpanjangan repolarisasi ventrikel, torsade de pointes (sekitar 4%).
- SSP : gelisah, cemas, reaksi ekstrapiramidal, reaksi distonik, tanda
pseudoparkinson, diskinesia tardif, sindroma neurolepsi malignan, perubahan
pengaturan temperatur tubuh, akathisia, distonia tardif, insomnia, eforia, agitasi,
pusing, depresi, lelah,sakit kepala, mengantuk, bingung, vertigo, kejang.
- Kulit : kontak dermatitis, fotosensitifitas, rash, hiperpigmentasi, alopesia
- Metabolik & endokrin : amenore, gangguan seksual, nyeri payudara,
ginekomastia, laktasi, pembesaran payudara, gangguan keteraturan menstruasi,
hiperglisemia, hipoglisemia, hiponatremia;
- Saluran cerna : berat : mual muntah, anoreksia, konstipasi, diare, hipersalivasi,
dispepsia, xerostomia.
- Saluran genito-urinari : retensi urin, priapisme;
- Hematologi : cholestatic jaundice, obstructive jaundice;
- Mata : penglihatan kabur,
- Pernafasan : spasme laring dan bronkus;
- Lain-lain : diaforesis dan heat stroke.
Interaksi
Dengan Obat Lain : Efek haloperidol meningkat oleh klorokuin, propranolol,
sulfadoksin-piridoksin, anti jamur azol, chlorpromazin, siprofloksacin, klaritromisin,
delavirdin, diklofenak, doksisiklin, aritromisin, fluoksetin, imatinib, isoniasid,
mikonazol, nefazodon, paroksetin, pergolid, propofol, protease inhibitor, kuinidin,
kuinin, ritonavir, ropinirole, telitromisin, verapamil, dan inhibitor CYP2D6 atau 3A4.
Haloperidol dapat meningkakan efek amfetamin, betabloker tertentu, benzodiazepin
tertentu, kalsium antagonis, cisaprid, siklosporin, dekstrometorfan, alkaloid ergot,
fluoksetin, inhibitor HMG0CoA reductase tertentu, lidokain, paroksetin, risperidon,
ritonavir, sildenafil , takrolimus, antidepresan trisiklik, venlafaksin, dan sunstrat
CYP2D6 atau 3A4. Haloperidol dapat meningkatkan efek antihipertensi, SSP
depresan, litium, trazodon dan antidepresan trisiklik. Kombinasi haloperidol dengan
indometasin dapat menyebabkan mengantuk, lelah dan bingung sedangkan dengan
metoklopramid dapat meningkatkan resiko ekstrapiramidal. Haloperidol dapat
menghambat kemampuan bromokriptin menurunkan konsentrasi prolaktin.
Benztropin dan antikholinergik lainnya dapat menghambat respons terapi haloperidol
dan menimbulkan efek antikholinergik.
Barbiturat, karbamazepin, merokok, dapat meningkatkan metabolisme haloperidol.
Haloperidol dapat menurunkan efek levodopa, hindari kombinasi. Efek haloperidol
dapat menurun oleh aminoglutetimid, karbamazepin, nafsilin, nevirapin, fenobarbital,
fenitoin, rifamisin dan induser CYP3A4 lainnya. Efek haloperidol dapat menurun
oleh aminoglutetimid, karbamazepin, nafsilin, nevirapin, fenobarbital, fenitoin,
rifamisin dan induser CYP3A4 lainnya.
Mekanisme kerja
Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak.
Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular
Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolisme basal, temperatur
tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis.
Bentuk sediaan
Injeksi Sebagai Dekanoat, 50 mg/ml, 1 ml; Larutan Injeksi Sebagai Laktat, Tablet 1,5
mg, 2 mg, 5 mg.
b. Antipsikotik Atipikal
Adapun contohnya antara lain : Clozapine, Olanzapine, Risperidone, Quetiapine,
Ziprasidone, Amisulpride, Asenapine, Paliperidone, Llioperidone, Zotepine, Sertindole.
1) Klozapin
Merupakan salah satu golongan obat ini yang menunjukkan efek antipsikosis lemah.
Profil farmakologiknya atipikal bila dibandingkan antipsikosis yang lain. Terutama resiko
timbulnya efek samping ekstrapiramidal obat ini sangat minimal, dan kadar prolaktin
serum pada manusia tidak ditingkatkan. Diskinesia Tardif belum pernah dilaporkan
terjadi pada pasien yang diberi obat ini, walaupun beberapa pasien telah diobati hingga
10 tahun. Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, klozapin menunjukkan efek
dopaminergik lemah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamine pada system
mesolimbik-mesokortikal otak; yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental
yang lebih tinggi, yang berbeda dari dopamine neuron di daera nigrostriatal (daerah
gerak) dan tuberinfundibular (daerah neuroendokrin). Klozapin efektif untuk mengontrol
gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif (iritabilitas) maupun yang
negative (social disinterest dan incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat
terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu
berikutnya. Obat ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter dan terganggu berat
selama pengobatan. Selain itu, karena risiko efek samping ekstrapiramidal yangs sangat
rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejala ekstrapiramidal yang berat
bila diberikan antipsikosis yang lain, maka penggunaannya hanya dibatasi pada pasien
yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang lain. Pasien yang diberi
klozapin perlu dipantau jumlah sel darah putihnya setiap minggu.
Efek Samping dan Intoksikasi
Agranulositosis merupakan efek samping utama yang yang ditimbulkan pada
pengobatan dengan klozapin. Pada pasien yang mendapata klozapin selama 4 minggu
atau lebih, resiko terjadinya kira-kira 1,2%. Gejala ini paling sering timbul 6-18
minggu setelah pemberian obat. Pengobatan dengan obat ini tidak boleh lebih dari 6
minggu kecuali bila terlihat adanya perbaikan. Efek samping lain yang dapat terjadi
antara lain hipertermia, takikardia, sedasi, pusing kepala, hipersalivasi. Gejala takar
lajak meliputi antara lain: kantuk, letargi, koma, disorientasi, delirium, takikardia,
depresi napas, aritmia, kejang dan hipertemia.
Farmakokinetik
Klozapin diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral; kadar
puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian obat. Klozapin
secara ekstensif diikat protein plasma (>95%), obat ini dimetabolisme hampir
sempurna sebelum diekskresi lewat urin dan tinja, dengan waktu paruh rata-rata 11,8
jam.
2) Olanzapine (Zyprexa)
Digunakan untuk mengobati gangguan psikotik termasuk skizofrenia, akut manic
episode, dan pemeliharaan dari gangguan bipolar. Dosis 2,5-20 mg per hari.
3) Risperidone (Risperdal)
Indikasi
Terapi shcizofrenia, mania akut, mania yang berkaitan dengan gangguan bipolar I
Dosis:
- Anak dan remaja : Autis : awal 0,25 mg pada waktu tidur titrasi sampai 1 mg/hari
(0,1 mg/kg/hari). Sizofrenia : awal : 0, 5 mg sehari 1-2 kali, bila dibutuhkan
dinaikkan bertahap sampai 2-6 mg/hari. Gangguan mania bipolar: awal: 0,5 mg,
naikkan sampai 0,5-3 mg/hari; Autism : awal o,25 mg pada saat tidur, naikkan
sampai 1 mg/hari.
- Dewasa : Shcizofrenia : dosis awal ; 0,5- 1 mg sehari 2 kali, naikkan perlahan
sampai kisaran optimal 3-6 mg/hari. Mania bipolar : awal : 2-3 mg, dosis tunggal,
bila perlu sesuaikan dengan dosis 1 mg/hari, kisaran dosis : 1-6 mg/hari.
- Orang tua : awal : 0,25-1 mg dibagi dalam 2 dosis. Penyesuaian dosis pada gagal
ginjal dan hati : oral : awal 0,25-0,5 mg sehari 2 kali.
Farmakologi
Berikatan dengan reseptor serotonin 5HT2 dan Dopamin D2 di otak dan perifer.
Ikatan dengan reseptor dopamin 20 kali lebih rendah dibandingkan ikatan dengan
reseptor 5-HT2. Penambahan aktivitas antagonis reseptor serotonin pada aktivitas
antagonis reseptor dopamin (mekanisme klasik neuroleptik) dipercaya memperbaiki
gejala negatif psikosis dan menurunkan insidens efek samping ekstrapiramidal.
Reseptor alfa 1, alfa2 adrenergik, reseptor histamin juga diantagonis dengan afinitas
kuat. Risperidon mempunyai afinitas rendah atau sedang terhadap reseptor 5-HT1c,
5-HT1d dan5-HT1a, sedangkan terhadap reseptor D1 afinitasnya rendah dan tidak
mempunyai afinitas terhadap reseptor muskarinik, beta1 dan beta2. Absorpsi oral
cepat dan baik, makanan tidak berpengaruh; injeksi absorbsi awal <1%, penglepasan
utama terjadi sekitar 3 minggu dan dipertahankan 4-6 minggu. Vd 1-2 l/kg, ikatan
protein risperidon 90%, 9-hidroksirisperidon 77%. Metabolisme lewat hati secara
ekstensif. Bioavailabilitas larutan 70%, tablet 66% . Waktu paruh eliminasi oral 20
jam. Orang dengan metabolisme ekstensif : T½ risperidon 3 jam, 9-
hidroksirisperidon 21 jam. Orang dengan metabolisme buruk ; T½ riperidon 20 jam, 9
hidroksi risperidon 30 jam. T½ injeksi 3-6 hari. T maks oral dalam 1 jam, 9-
hidroksirisperidon : ekstensif metaboliser 3 jam, metaboliser yang jelek 17 jam.
Ekskresi lewat urin 70%, lewat feses 15%.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap risperidon atau komponen-komponen lain sediaan.
Efek samping
Frekuensi>10% : SSP : insomnia, agitasi, cemas, sakit kepala, gejala ekstra piramidal,
pusing(injeksi); Saluran cerna : berat badan naik; Pernapasan : rinitis(injeksi).
Frekuensi 1-10% : KV : hipotensi, terutama ortostatik, takikardia, SSP : sedasi, pusing,
gelisah, reaksi distoni, pseudoparkinson, diskinesia tardif, sindroma neurolepsi
malignan, perubahan pengaturan suhu tubuh, nervous, lelah, somnolen, halusinasi.
Dermatologi : fotosensitivitas, rash, kulit kering, seborea, akne. Endokrin-metabolisme
: amenore, galaktorea, ginekomastia, disfungsi seks. Saluran cerna : konstipasi,
xerostomia, dispepsia, muntah, nyeri abdominal, mual, anoreksia, diare, perubahan
berat badan.
4) Quetiapine (Seroquel)
Digunakan terutama untuk mengobati gangguan bipolar dan skizofrenia, dan “off-label”
untuk mengobati kronis insomnia dan sindrom kaki resah, melainkan obat penenang yang
kuat. Dosis dimulai pada 25 mg dan terus sampai maksimum 800 mg per hari, tergantung
pada keparahan dari gejala (s) sedang dirawat.
5) Ziprasidone (Geodon)
Disetujui pada tahun 2006 untuk mengobati gangguan bipolar. Dosis 20 mg dua kali
sehari pada awalnya sampai 80 mg dua kali sehari. Termasuk efek samping yang
berkepanjangan Interval QT di jantung, yang dapat berbahaya bagi pasien dengan
penyakit jantung atau mereka yang memakai obat lain yang memperpanjang interval QT.
6) Amisulpride (Solian)
Selektif dopamin antagonis. Dosis yang lebih tinggi (lebih dari 400 mg) bertindak atas
post-sinaptik reseptor dopamin yang mengakibatkan pengurangan dalam gejala positif
skizofrenia, seperti psikosis. Dosis yang lebih rendah, bagaimanapun, bertindak atas
dopamin autoreceptors, mengakibatkan peningkatan dopamin transmisi, memperbaiki
gejala negatif skizofrenia. Dosis rendah amisulpride juga telah terbukti mempunyai
antidepresan dan anxiolytic efek non-pasien skizofrenia, menyebabkan dysthymia dan
fobia sosial. Amisulpride belum disetujui untuk digunakan oleh Food and Drug
Administration di Amerika Serikat.
7) Asenapine
Adalah 5-HT2A-dan D2-reseptor antagonis yang sedang dikembangkan untuk
pengobatan skizofrenia dan mania akut berhubungan dengan gangguan bipolar. Derivatif
dari risperidone yang disetujui pada tahun 2006.
8) Ilioperidone (Fanapt)
Ilioperidone (Fanapt) – Disetujui oleh FDA pada 6 Mei 2009.
9) Zotepine
Sebuah antipsikotik atipikal diindikasikan untuk skizofrenia akut dan kronis. Ini disetujui
di Jepang sekitar tahun 1982 dan Jerman pada tahun 1990, masing-masing.
10) Sertindole
Dikembangkan oleh perusahaan farmasi Denmark H. Lundbeck .. Seperti antipsikotik
atipikal yang lain, itu diyakini telah antagonis aktivitas pada reseptor dopamin dan
serotonin di otak.
Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Widya Medika. Jakarta.
Tjay Tan Hoan. 2002. Obat-Obat Penting. PT. Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia.
Jakarta.
Ganiswara Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Toksikologi. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
Katzung G. Bertram. 2002. Farmakologi dasar dan Klinik Edisi 2. Penerbit Saalemba Medika.
Jakarta.