dewasa. Angka kejadian sepanjang hidup gangguan panik dilaporkan 1.5% sampai 5%,
sedangkan serangan panik sebanyak 3% sampai 5,6%. Di Indonesia belum dilakukan
studi epidemiologi yang dapat menggambarkan berapa jumlah individu yang mengalami
gangguan panik, namun para profesional merasakan adanya peningkatan jumlah kasus
yang datang minta pertolongan.
Prevalensi sepanjang hidup gangguan panik dilaporkan 1,5% sampai 5%
sedangkan serangan panik sebanyak 3% sampai 5,6%. Suatu penelitian di Texas terhadap
lebih dari 1600 sampel yang diseleksi secara acak, didapatkan prevalensi sepanjang hidup
3,8% untuk gangguan panik, 5,6% untuk serangan panik, serta 2,2% mengalami serangan
panik dengan gejala yang terbatas dan tidak memenuhi kriteria diagnostik. Gangguan
panik pada perempuan 2/3 dari laki-laki. Pada umumnya terjadi pada usia dewasa muda,
sekitar 25 tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun, termasuk anak-anak dan remaja.
Sembilan puluh satu persen pasien dengan gangguan panik dan 84% dengan
agorafobia mengalami setidaknya satu gangguan psikiatrik lainnya. Sepuluh persen
hingga 15% pasien dengan gangguan panik juga mengalami gangguan depresi berat.
Sepertiga diantaranya mengalami gangguan depresi sebelum awitan gangguan panik,
serta sisanya mengalami serangan panik selama atau sesudah awitan gangguan depresi
berat.
Etiologi Gangguan Panik
Terdiri atas faktor organobiologik, psikoedukatif (termasuk psikodinamik),
sosiokultural.
Faktor Biologik
Beberapa penelitian menemukan bahwa gangguan panik berhubungan dengan
abnormalitas struktur dan fungsi otak. Dari penelitian juga diperoleh bahwa pada otak
pasien dengan gangguan panik beberapa neurotransmitter mengalami gangguan fungsi,
yaitu serotonin GABA (Gama Amino Butiric Acid) dan norepinefrin. Hal ini didukung
fakta bahwa Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) efektif pada terapi pasien-pasien
dengan gangguan cemas, termasuk gangguan panik.
menakutkan dan pada saat yang sama secara simultan juga menghindari kelekatan yang
terlalu intens; sering hal ini tampak dalam gaya interaksi pasien yang terlalu mengontrol
orang lain.
Tanda dan Gejala Gangguan Panik
Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang berulang.
Serangan panik terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik yang
kuat terutama sistem kardiovaskular dan sistem pernafasan. Serangan sering dimulai
selama 10 menit, gejala meningkat secara cepat. Kondisi cemas pada gangguan panik
biasanya terjadi secara tiba-tiba, dapat meningkat hingga sangat tinggi disertai gejalagejala yang mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di dada, berdebar-debar, keringat
dingin, hingga merasa seperti tercekik. Hal ini dialami tidak terbatas pada situasi atau
rangkaian kejadia tertentu dan biasanya tidak terduga sebelumnya.
Kondisi ini dapat berulang hingga membuat individu yang mengalaminya menjadi
sangat khawatir bahwa ia akan mengalami keadaan tersebut (disebut anticipatory
anxiety). Hal ini membuatnya berulangkali berusaha mencari pertolongan dengan pergi
ke rumah-rumah sakit terdekat.
Sistem pernafasan merupakan topik yang penting dalam investigasi pasien dengan
gangguan panik, karena pernafasan yang cepat dan pendek merupakan gejala yang sangat
jelas dirasakan pasien. Disamping itu, menurut Donald D. Klein, gejala tersebut
merupakan suffocation false alarm. Berbeda dengan abnormalitas kardiovaskuler,
pernafasan yang tidak stabil adalah spesifikpada gangguan panik, termasuk sindrom
hiperventilasi dan peningkatan variasi pernafasan. Penting diketahui bahwa peningkatan
denyut nadi dan pernafasan yang tidak stabil bisa timbul tanpa terjadi serangan panik.
Sebaliknya serangan panik tidak selalu disertai pengukuran obyektif dari hiperventilasi
atau disfungsi kardiovaskuler.
Gejala mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan ancaman kematian
atau bencana. Pasien bisa merasa bingung dan sulit berkonsentrasi. Tanda fisik yang
menyertai adalaha takikardia, palpitasi, dipsneu dan berkeringat. Penderita akan segera
berusaha keluar dari situasi tersebut dan mencari pertolongan. Serangan dapat
berlangsung selama 20-30 menit, jarang sampai lebih dari satu jam.
Pada pemeriksaan status mental saat serangan dijumpai ruminasi, kesulitan bicara
seperti gagap dan gangguan memori. Depresi, derealisasi dan depersonalisasi bisa dialami
saat serangan panik. Fokus perhatian somatik pasien adalah perasaan takut mati karena
masalah jantung atau pernafasan. Sering pasien merasa seperti akan menjadi gila.
Agorafobia yang dialami oleh pasien dengan gangguan panik menyebabkan
penderita menolak untuk meninggalkan rumah ke tempat yang sulit untuk mendapatkan
pertolongan. Gejala penyerta lainnya adalah depresi, obsesif kompulsif, dan pemeriksa
harus waspada terhadapa tendensi bunuh diri. Problem dalam rumah tangga, kehilangan
pekerjaan, kesulitan finansial bisa merupakan konsekuensi dari gangguan panik.
Pedoman Diagnostik Gangguan Panik
Menurut International Classification Diseases X (ICD-10)
Gangguan panik baru menjadi diagnosis utama bilamana tidak ditemukan adanya
gangguan fobia. Untuk diagnosis pasti, beberapa serangan berat dari anxietas otonomik
harus terjadi dalam periode kira-kira satu bulan :
a) Pada keadaan-keadaaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya ;
b) Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau diduga sebelummnya ;
c) Dengan keadaan yang realtif bebas dari gejala anxietas dalam periode antara
serangan-serangan panik (meskipun lazim terjadi juga anxietas antisipatorik).
Termasuk :
kriteria gangguan depresi dipenuhi, maka gangguan panik jangan dijadikan diagnosis
utama.
Perjalanan Penyakit Gangguan Panik
Gangguan ini biasa dimulai pada akhir masa remaja, awal masa dewasa atau pada
usia pertengahan. Pada umumnya tidak ditemukan stresor saat awitan, waluapun sering
pula dihubungkan dengan adanya stresor psikososial.
Gangguan panik biasanya berlangsung kronis, sangat bervariasi pada tiap pasien.
Dalam jangka panjang, 30-40% pasien tidak lagi mengalami serangan panik, 50%
mengalami gejala ringan sehingga tidak mempengaruhi kehidupannya. Sisanya masih
mengalami gejala yang bermakna.
Pada saat serangan pertama atau kedua, pasien sering mengabaikannya dan baru
menyadari setelah frekuensi dan intensitas bertambah. Hal ini juga dapat dipacu oleh
konsumsi kafein dan nikotin yang berlebihan.
Depresi sering menyertia, yaitu pada 40-80% kasus. Walaupun jarang terungkap
ide bunuh diri, namun risiko tersebut meningkat dan 20-40% diantara pasien juga
mengkonsumsi alkohol atau zat lainnya. Sering terjadi perubahan perilaku, interaksi
dalam keluarga dan hasil akademis dan pekerjaan mungkin dapat memburuk.
Penatalaksanaan Gangguan Panik
Tata laksana gangguan panik terdiri atas pemberian farmakoterapi dan
psikoterapi. Dari penelitian didapatkan bahwa bila hanya farmakoterapi saja atau
psikoterapi saja, maka angka kekambuhan lebih tinggi dibandingkan bila mendapat
gabungan antara farmakoterapi dan psikoterapi.
a. Farmakoterapi
Terdiri atas :
1. SSRI (serotonin selective reuptake inhibitor), terdiri atas beberapa macam, dapat
dipilih salah satu dari sertralin, fluoksetin, fluvoksamin, escitalopram, dan lain-
lain. Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung kondisi individu, agar
kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat mencegah kekambuhan.
2. alprazolam; awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu,
setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai akhirnya dihentikan.
Jadi setelah itu dan seterusnya, individu hanya minum golongan SSRI.
b. Psikoterapi
1. Terapi relaksasi, diberikan pada hampir semua individu yang mengalami
gangguan panik, kecuali yang bersangkutan menolak. Terapi ini bermanfaat
meredakan secara relatif cepat serangan panik dan menenangkan individu, namun
itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah melatih
pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, mengeluarkannya dengan lambat
pula), mengedurkan seluruh otot tubuh dan mensugesti pikiran ke arah konstruktif
atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam proses terapi, dokter akan membimbing
individu melakukan hal ini secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung selama
20-30 menit atau lebih lama lagi. Setelah itu, individu diminta untuk
melakukannya sendiri di rumah setiap hari, sehingga bila serangan panik muncul
kembali, tubuh sudah siap untuk relaksasi.
2. Terapi kognitif perilaku ; individu diajak untuk bersama-sama melakukan
restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang
irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi biasanya
berlangsung 30-45 menit. Individu kemudian diberi pekerjaan rumah yang harus
dibuat setiap hari, antara lain membuat daftar pengalaman harian dalam
menyikapi berbagai peristiwa yang dialami, misalnya yang mengecewakan, yang
menyedihkan dan lain-lain. Pekerjaan rumah ini akan dibahas pada kunjungan
konsultasi berikutnya. Biasanya terapi ini memerlukan 10-15 kali pertemuan
tergantung dari kondisi individunya.
3. Psikoterapi dinamik; individu diajak untuk lebih memahami diri dan
kepribadiannya,
bukan
sekedar
menghilangkan
gejalanya
semata.
Pada
psikoterapi ini, biasanya individu lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih
banyak mendengar, kecuali pada individu yang benar-benar pendiam, maka
dokter yang lebih aktif. Terapi ini memerlukan waktu panjang, dapat berbulanbulan bahkan bertahun.
Prognosis Gangguan Panik
Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun penderita dengan
fungsi premorbid yang baik serta durasi serangan yang singkat bertendensi untuk
prognosis yang lebih baik.
F41.1 Gangguan Anxietas Menyeluruh
Definisi Gangguan Anxietas Menyeluruh
Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan
kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan
dan tidak rasional bahkan tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan seharihari serta tidak terbatas pada atau hanya menonjol pada setiap lingkungan tertentu saja
( misalnya sifat mengambang atau free floating). Kondisi ini dialami hampir
sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang
dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti
ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, keluhan epigastrik dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial
dan pekerjaan. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan mengalami
kecelakaan atau mengalami sakit dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang sering kali
diungkapkan, bersamaan dengan berbagai kekhawatirandan firasat lain.
Epidemiologi Gangguan Anxietas Menyeluruh
Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8% dan rasio antara
perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Pasien gangguan cemas menyeluruh sering
Penderita berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan
oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada lingkungannya, adanya distorsi
pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negatif terhadap kemampuan diri
untuk menghadapi ancaman.
Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Anxietas Menyeluruh
Gejala utama adalah anxietas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan
kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi aspek
kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan dan
sakit kepala. Hiperaktivotas otonom timbul dalam bentuk pernafasan yang pendek,
berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan
kognitif dalam bentuk iritabilitas.
Pedoman Diagnostik Gangguan Anxietas Menyeluruh
Menurut International Classification Diseases X (ICD 10)
Penderita harus menunjukkan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir
setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejalagejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut :
a) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan gelisah
seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya) ;
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) ;
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, takikardi, takipneu,
keluhan epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan sebagainya).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta
keluhan somatik berulang-ulang. Adanya gejala-gejala lain yang bersifat sementara,
terutama depresi, tidak menyingkirkan gangguan anxietas menyeluruh sebagai diagnosis
utama, selama pasien tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32),
gangguan anxietas fobik (F40), gangguan panik (F41.0) atau gangguan obsesif kompulsif
(F42).
Termasuk :
Neurosis anxietas
Reaksi anxietas
Keadaan anxietas
obsesfi
kompulsif,
hipokondriasis,
gangguan
somatisasi,
gangguan
Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin.
Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif terutama pada
pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.
b. Psikoterapi
Terapi Kognitif Perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif
dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung. Teknik utama yang
digunakan adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
Terapi Suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada
dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi
sosial dan pekerjaannya.
Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,
menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan
komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana
pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi
agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
Prognosis
Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin
berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan
panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.
Kategori campuran ini harus digunakan bilamana terdapat gejala anxietas maupun
depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat
untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi
yang lebih ringan, maka salah satu dari kategori yang lain untuk gangguan anxietas atau
gangguan fobia harus digunakan. Apabila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang
cukup berat untuk menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut
harus dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran ini tidak boleh dipakai, jadi
karena alasan praktis perekaman, hanya dapat digunakan satu diagnosis saj, maka
gangguan depresif harus diutamakan. Beberapa gejala otonomik harus ditemukan,
meskipun tidak terus-menerus; apabila hanya kecemasan atau kekhawatiran berlebihan
saja yang ditemukan tanpa adanya gejala otonomik, maka kategori ini tidak boleh
dipergunakan. Jikalau gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk gangguan ini terjadi
dan berkaitan erat dengan stres kehidupan atau perubahan dalam hidup yang bermakna,
maka harus digunakan kategori F43.2, yaitu gangguan penyesuaian.
F41.3 Gangguan Anxietas Campuran Lainnya
Kategori ini harus digunakan untuk gangguan yang memenuhi kriteria gangguan
anxietas menyeluruh (F41.1) dan yang juga menunjukkan ciri-ciri yang menonjol
(meskipun hanya dalam jangka waktu yang pendek) dari gangguan lain dalam F40-F49
walaupun kriteria lengkap untuk gangguan tambahan ini tidak dipenuhi. Apabila gejalagejala yang termasuk dalam kriteria untuk gangguan ini terjadi dan berkaitan dengan
perubahan atau stres kehidupan yang bermakna, maka dimasukkan dalam kategori F43.2
yaitu gangguan penyesuaian.
F41.8 Gangguan Anxietas Lainnya
F41.9 Gangguan Anxietas YTT