Anda di halaman 1dari 15

Tanda dan Gejala dalam Psikiatri

TANDA DAN GEJALA DALAM PSIKIATRI


I. Pengenalan
Sebagian besar tanda dan gejala yang terdaftar di bawah ini dapat dipahami sebagai nilai yang
bervariasi dari berbagai gambaran spektrum perilaku yang berkisar antara normal sampai
abnormal. Sangat sulit untuk menemukan suatu gejala atau tanda patognomonik ( khas ) dalam
psikiatri. Sebagai pembanding, pada pengobatan secara internal masih lebih mudah untuk
menemukan tanda yang dapat menunjukkan adanya indikasi suatu penyakit atau gangguan
tertentu, sebagai contoh, tanda cincin Kayser-Fleischer pada penyakit Wilson's atau refleks
Babinski pada penyakit gangguan jalur piramidal.
A. Tanda : Pengamatan dan penemuan penyakit / gangguan oleh seorang dokter, seperti adanya
suatu penyumbatan atau retardasi psikomotorik.
B. Gejala : pengalaman pribadi yang dirasakan dan diuraikan oleh pasien, sering dinyatakan dalam
bentuk keluhan, seperti suasana hati tertekan atau kehilangan energi.
C. Sindrom : suatu kelompok tanda dan gejala yang bersama-sama menyusun suatu kondisi
tertentu yang dapat dikenal, namun lebih samar-samar dibanding suatu gangguan / penyakit yang
spesifik.
II. Tanda dan Gejala Gangguan Psikiatri
A. Kesadaran : Status kesadaran ( istilah sensorium kadang-kadang digunakan sebagai suatu
sinonim untuk kesadaran).
1. Gangguan kesadaran
a. Disorientasi : Gangguan orientasi dalam hal waktu, tempat, atau orang.
b. Kesadaran berkabut : kesadaran yang tidak sempurna dengan gangguan persepsi dan sikap.
c. Stupor : ketiadaan reaksi dan tidak mengenal lingkungan.
d. Delirium : reaksi kebingungan, disorientasi, gelisah yang berhubungan dengan ketakutan dan
halusinasi.
e. Koma : Derajat tingkat keadaan pingsan yang dalam.
f. Koma vigil / terjaga : keadaan koma di mana pasien nampak seperti tertidur tetapi siap untuk
dibangunkan ( dikenal sebagai mutisme akinetik).
g. Status kesadaran senjakala : gangguan kesadaran dengan halusinasi
h. Status seperti mimpi : sering digunakan sebagai sinonim untuk bangkitan parsial kompleks atau
epilepsi psikomotorik.
i. Somnolen : keadaan mengantuk yang abnormal.
j. Kebingungan : Gangguan kesadaran di mana reaksi ke stimuli lingkungan tidak sesuai; yang
dinyatakan dengan disorientasi dalam hal waktu, tempat, atau orang.
k. Keadaan mengantuk : suatu status kesadaran lemah berhubungan dengan suatu keinginan atau
kecenderungan untuk tidur.
l. Terbenamnya matahari : sindrom pada orang lanjut usia yang umumnya terjadi pada malam hari
dan ditandai oleh keadaan mengantuk, kebingungan, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena
dalam pengobatan sedatif, yang disebut sindrom sundowner's.
2. Gangguan perhatian : perhatian adalah sejumlah usaha yang digunakan dalam memperhatikan
dan fokus terhadap suatu hal tertentu dari suatu pengalaman; kemampuan untuk fokus pada satu

aktivitas; dan kemampuan untuk berkonsentrasi.


a. Distraktibilitas : Ketidakmampuan untuk konsentrasi dalam memberi perhatian; keadaan di
mana perhatian ditarik menuju stimuli eksternal yang tidak relevan atau tidak penting.
b. Inatensi selektif : Perhatian yang terbatas hanya pada berbagai hal yang menghasilkan
ketertarikan.
c. Hypervigilans : perhatian berlebihan yang terpusat pada semua stimuli internal dan eksternal,
terjadi sekunder pada delusi atau paranoid; berhubungan dengan hyperpragia: aktivitas mental dan
pemikiran berlebihan.
d. Trans : perhatian yang terpusat dan kesadaran berubah, umumnya dilihat pada keadaan hipnosa,
gangguan disasosiasi, dan pengalaman religius yang sangat menggembirakan.
e. Disinhibisi : Perpindahan efek inhibisi, yang mengakibatkan orang hilang kendali ketika dalam
keadaan mabuk oleh alkohol.
3. Gangguan Sugestibilitas : respon tanpa kritik dan mengalah terhadap suatu ide / pendapat yang
mempengaruhi.
a. Folie a deux ( folie a trois) : gangguan komunikasi emosional antara dua ( atau tiga) orang.
b. Hipnosa : modifikasi kesadaran yang ditandai oleh suatu peningkatan sugestibilitas.
B. Emosi: status perasaan yang kompleks termasuuk didalamnya faktor psikis, somatis, maupun
prilaku yang berhubungan atau dapat mempengaruhi suasana hati.
1. Afek : ungkapan emosi yang dapat diamati, yang mungkin dapat berbeda dengan apa yang
dikeluhkan oleh pasien.
a. Afek yang sesuai : kondisi di mana ungkapan emosi selaras dengan pikiran, ide maupun
perkataan ; dapat diuraikan lebih lanjut sebagai afek yang yang diekspresikan secara wajar.
b. Afek tidak sesuai : ketidaksesuaian antara ungkapan emosi yang dirasakan dengan pikiran, ide
maupun perkataan.
c. Afek tumpul : gangguan afek yang ditandai oleh adanya pengurangan sejumlah besar intensitas
ungkapan emosi / perasaan secara eksternal .
d. Afek terbatas : pengurangan dalam intensitas ungkapan emosi / perasaan; lebih sedikit
dibanding Afek tumpul namun tetap jelas adanya pengurangan.
e. Afek datar : Ekspresi afeksi yang bisa ada ataupun tidak ada: ditandai dengan suara yang
monoton, wajah tak bergerak ( tanpa ekspresi ).
f. Afek labil : perubahan yang kasar dan cepat dalam ungkapan emosional, tidak berhubungan
dengan stimuli eksternal.
2. Suasana hati ( Mood ) : suatu pengalaman subyektif yang menggambarkan dan mendukung
emosi / perasaan yang dapat disampaikan oleh pasien dan yang dapa diamati oleh orang lain;
misalnya adanya tekanan, kegembiraan, dan kemarahan.
a. Mood Disforik : suatu suasana hati tak enak.
b. Mood Eutimik : cakupan suasana hati normal, menyiratkan tidak adanya perasaan tertekan atau
persaan senang berlebihan.
c. Mood ekspansif ( leluasa ) : ungkapan seseorang yang merasakan kebebasan, biasanya dengan
suatu pengakuan akan arti penting dari diri sendiri.
d. Mood sensitif ( mudah marah ): suatu keadaan pada seseorang yang mudah merasa terganggu
dan cepat marah.
e. Mood berayun ( labil ) : perpaduan suasana hati antara bahagia dan tertekan atau cemas
berlebihan.

f. Mood terangkat ( naik ) : suasana hati yang terisi oleh kenikmatan dan kepercayaan diri; suatu
suasana hati yang lebih gembira dari biasanya.
g. Euforia : Suasana hati yang terangkat dan penuh kegembiraan.
h. Ekstasi : Suasana hati yang terlalu gembira diluar kewajaran.
i. Tekanan : Perasaan sedih yang bersifat Psikopatologik.
j. Anhedonia : hilangnya minat dan ketertarikan terhadap segala kegiatan / aktifitas yangbiasanya
menyenangkan, sering berhubungan dengan adanya tekanan.
k. Duka cita Atau Perkabungan : Kesedihan yang sesuai dengan kondisi karena meninggalnya
seseorang yang dikasihi, juga disebut kehilangan.
l. Alexithymia : ketidakmampuan seseorang untuk menguraikan atau kesulitan di dalam
menggambarkan secara sadar emosi / perasaan dan suasana hatinya.
m. Keinginan bunuh diri : Pemikiran tentang ingin mengakhiri hidupnya sendiri.
n. Kegembiraan : perasaan sukacita, senang, bahagia, kemenangan, kepuasan dan optimisme.
o. Hypomania : Kelainan suasana hati ( mood ) dengan karakteristik mania yang kwalitatif, tetapi
intensitasnya lebih sedikit.
p. Mania : Status suasana hati yang ditandai oleh kegembiraan, hiperaktif, gelisah, hiperseks, dan
yang dipercepat oleh pemikiran dan perkataannya sendiri.
q. Melankolia : keadaan perasaan yang sangat tertekan; digunakan dalam istilah melankolia
involusional, yang juga berhubungan dengan intensitas tekanan.
r. Sikap acuh tak acuh : sikap yang tidak menunjukkan kepedulian / perhatian terhadap kelemahan
atau kekurangan seseorang.
3. Emosi lainnya:
a. Ansietas ( kecemasan ) : perasaan takut yang disebabkan oleh adanya bahaya yang dapat terjadi,
bisa berasal dari dalam diri sendiri maupun dari luar.
b. Kecemasan mengambang : ketakutan yang tidak terpusat pada satu hal tertentu.
c. Takut : Kecemasan yang disebabkan oleh kesadaran akan suatu bahaya yang nyata dan dikenal.
d. Agitasi ( gelisah ) : kecemasan yang dalam berhubungan dengan kegelisahan motorik; serupa
dengan iritabilitas ( sifat lekas marah ) yang mudah dicetuskan oleh kemarahan atau gangguan.
e. Ketegangan : Peningkatan aktifitas motorik yang tidak menyenangkan berhubungan dengan
faktor psikologis.
f. Panik : serangan kecemasan yang berlebihan, bersifat episodik, yang dapat berhubungan dengan
gangguan sistem saraf otonom, juga oleh karena perasaan ngeri yang hebat.
g. Apati : ketumpulan emosi yang berhubungan dengan sikap acuh tak acuh.
h. Ambivalen : adanya dua hal yang saling bertentangan ( berbeda ) dalam diri seseorang yang
dialami dalam waktu bersamaan.
i. Abreksi : pelepasan emosional atau membebaskan ingatan ingatan terhadap pengalaman yang
menyakitkan.
j. Malu : Perasaan gagal untuk mengerjakan sesuatu yang diharapkan.
k. Rasa bersalah : Emosi sekunder yang timbul setelah melakukan sesuatu yang dianggap
kesalahan.
l. Pengendalian diri : Kemampuan untuk menahan diri terhadap godaan, dorongan hati atau
hasutan yang diikuti suatu tindakan.
m. Inefabilitas : keadaan sangat gembira pada seseorang yang tak terlukiskan, sulit digambarkan,
dan mustahil untuk disampaikan kepada orang lain.

n. Akateksis : ketiadaan perasaan terhadap sesuatu yang menjadi beban secara emosi; pada
kateksis dapat dihubungkan dengan perasaan.
o. Dekatesis : melepaskan emosid dari pemikiran, gagasan, atau para orang.
4. Gangguan fisiologis berhubungan dengan suasana hati ( Mood ) :
Tanda-tanda gangguan somatis ( biasanya otonomik ), paling sering berhubungan dengan depresi /
tertekan ( disebut juga tanda vegetatif ).
a. Anorexia : hilangnya atau penurunan selera makan.
b. Hiperfagia : Peningkatan nafsu makanan.
c. Insomnia : ketidakmampuan atau kesulitan untuk tidur.
( 1) Awal : kesukaran dalam upaya untuk tidur.
( 2) Pertengahan : Kesukaran untuk tidur sepanjang malam tanpa terbangun dan kesukaran untuk
dapat tidur kembali.
( 3) Terminal : terbangun pagi-pagi benar.
d. Hipersomnia : tidur yang berlebihan.
e. Variasi Diurnal ( siang hari ) : secara teratur suasana hati terburuk pada pagi hari, sesaat setelah
bangun, dan mulai membaik pada jam-jam berikutnya.
f. Penurunan Libido : penurunan minat / ketertarikan seksual, tindakan dan pencapaiannya ;
(peningkatan libido sering dihubungkan dengan negara status manik).
g. Fatig ( kelelahan ) : suatu perasaan keletihan, lemah dan mengantuk, atau iritabilitas yang
menyertai suatu aktifitas tubuh maupun mental.
h. Pika : keinginan untuk mengkonsumsi benda yang bukan makanan, seperti cat dan tanah liat.
i. Pseudosiesis : kondisi yang jarang terjadi di mana seseorang yang tidak hamil namun
mempunyai tanda dan gejala kehamilan, seperti distensi abdominal, payudara membesar,
pigmentasi, amenore ( tidak turun haid ) dan mual pagi hari.
j. Bulimia : rasa lapar yang tak terpenuhi dan keinginan berlebihan untuk makan; dapat dilihat
pada bulimia nervosa dan depresi atipik.
k. Adinamia : Kelemahan dan kelelahan ( Fatig ).
C. Perilaku Motorik : Aspek psikis yang meliputi dorongan hati, motivasi, berbagai keinginan,
rangsangan, naluri, dan hasrat, yang dinyatakan oleh aktivitas motorik atau perilaku seseorang.
1. Ekopraksia : Gangguan / penyakit pada orang yang suka meniru orang lain.
2. Katatonia dan Kelainan Postural : terlihat pada Schizofrenia katatonik dan beberapa kasus
gangguan otak, seperti encephalitis.
a. Katalepsi : istilah umum untuk suatu posisi diam / tak bergerak yang dilakukan secara konstan.
b. Rangsangan katatonik : agitasi / gelisah, aktifitas motorik yang tak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal.
c. Stupor katatonik : aktivitas motorik yang lamban, sering sampai pada batas imobilitas dan
tampak acuh pada lingkungan sekitar.
d. Kekakuan / Rigiditas katatonik: asumsi volunter pada postur / posisi tubuh yang kaku, berupaya
untuk melawan semua usaha untuk dipindahkan.
e. Postur katatonik : pengambilan suatu posisi atau sikap tubuh yang tidak biasa / ganjil dalam
waktu yang lama.
f. Cereafleksibilitas ( fleksibilitas sepertii lilin): kondisi dimana seseorang yang diatur dalam suatu
posisi tertentu untuk dirawat / diperiksa; ketika si pemeriksa memindahkan atau menggerakkan
salah satu anggota tubuh pasien, maka bagian tersebut terasa seperti terbuat dari lilin.

g. Akinesia : ketiadaan pergerakan fisik, seperti pada Schizofren Katatonik ; bisa juga terjadi
sebagai efek samping ekstrapiramidal dari pengobatan antipsikosis.
3. Negativisme : Pertahanan diri untuk dipindahkan atau penolakan terhadap semua instruksi yang
diberikan.
4. Katapleksi : hilangnya kekuatan otot secara temporer dan kelemahan yang dipicu oleh berbagai
beban emosi.
5. Stereotipik: Pengulangan secara seksama suatu pola atau bentuk aksi fisik maupun perkataan
tertentu.
6. Manerisme ( Lagak ) : pergerakan involunter ( tidak disengaja ) yang sudah menjadi kebiasaan.
7. Otomatisme : suatu tindakan atau penampilan otomatis yang biasanya mewakili aktivitas yang
tidak disadari.
8. Perintah Otomatis : kepatuhan untuk melakukan suatu perintah secara otomatis.
9. Mutisme : seseorang yang tidak dapat bicara atau mengeluarkan suara tanpa adanya kelainan
struktural.
10. Aktifitas berlebihan :
a. Agitasi Psikomotorik : aktifitas motorik dan kognitif yang berlebihan, biasanya nonproduktif
dan merupakan respon terhadap ketegangan dari dalam diri sendiri.
b. Hiperaktif ( hiperkinesis) : tidak bisa diam, agresif dan destruktif yang sering dihubungkan
dengan adanya kelainan pada otak.
c. Tik : pergerakan motorik spasmodik / tak teratur dan tanpa disengaja.
d. Somnabulisme ( berjalan saat tidur): aktivitas motorik selama tidur
e. Akathisia : perasaan subyektif berupa ketegangan otot sekunder karena obat antipsikotik
maupun obat yang lain, yang dapat menyebabkan kegelisahan, serta mengulangi posisi duduk dan
berdiri; dapat keliru dianggap sebagai gangguan jiwa agitasi.
f. Kompulsi : dorongan hati yang tak dapat dikendalikan untuk melakukan suatu tindakan secara
berulang.
( 1) Dipsomania : kompulsi untuk minum alkohol.
( 2) Kleptomania : kompulsi untuk mencuri.
( 3) Nimfomania : kebutuhan yang memaksa dan berlebihan untuk berhubungan seks di pada
seorang perempuan.
( 4) Satiriasis : kebutuhan yang memaksa dan berlebihan untuk berhubungan seks pada seorang
laki-laki.
( 5) Trikotillomania : kompulsi untuk mencabut rambut.
( 6) Ritual : aktivitas otomatis, kompulsi secara alamiah, ansietas terhadap suatu perubahan.
g. Ataksia : Kegagalan koordinasi otot; ketidakteraturan tindakan otot.
h. Polifagi : kelainan berupa makan secara berlebihan.
i. Polidipsi : kelainan berupa minum secara berlebihan.
j. Tremor : perubahan irama pergerakan, pada umumnya gemetaran lebih cepat dari satu detik;
bersifat khas atau tipikal, akan berkurang selama periode relaksasi dan tidur dan akan meningkat
dalam keadaan marah atau tegang.
k. Flosilasi : gerakan memilin tanpa tujuan, biasanya pada pakaian, sprei maupun sarung bantal ;
dapat terlihat pada Delirium.
11. Hipoaktifitas ( hipokinesis) : penurunan aktifitas motorik dan kognitif seperti pada retardasi
psikomotor ; keterlambatan dalam berpikir, berbicara dan bergerak.

12. Suka meniru: aktivitas motori pada masa kanak-kanak suka meniru gerakan sederhana.
13. Agresi: kekuatan penuh dalam berbagai tindakan yang bertujuan baik secara fisik maupun
dalam berbicara; merupakan kendali motorik yang terhadap amukan, kemarahan, atau
permusuhan.
14. Berakting ( pemeranan ): ekspresi keinginan bawah sadar atau rangsangan terhadap suatu
tindakan; prilaku yang timbul oleh karena fantasi bawah sadar.
15. Abulia: penurunan rangsangan dalam bertindak dan berpikir, berhubungan dengan sikap acuh
tak acuh; merupakan salah satu akibat dari defisit neurologis.
16. Anergia: ketiadaan energi.
17. Astasia Abasia : ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan secara normal, meskipun
pergerakan kaki normal dapat dilakukan pada saat duduk atau posisi berbaring. Gaya berjalan atau
melangkah terlihat ganjil namun bukan disebabkan oleh karena suatu lesi organik yang spesifik;
terlihat pada kelainan konversi.
18. Koprofagia : suka makan kotoran atau tinja.
19. Diskinesia : Kesukaran dalam melakukan pergerakan volunter, seperti pada kelainan
ekstrapiramidal
20. Kekakuan Otot : keadaan dimana otot sulit digerakkan; terlihat pada Skozofrenia.
21. Berputar-putar : suatu tanda pada anak-anak autistik yang secara terus menerus memutarkan
badan searah putaran kepala mereka.
22. Bradikinesia : kelambatan aktifitas motorik ditandai dengan suatu penurunan pergerakan
spontan yang normal.
23. Korea : pergerakan cepat, tersentak-sentak yang tak bertujuan dan dilakukan tanpa sadar.
24. Konvulsi : involunter, suatu kontraksi hebat atau spasme otot.
a. Konvulsi klonik : konvulsi dimana otot akan berkontraksi dan relaksasi secara bergantian.
b. Konvulsi tonik : Konvulsi dimana otot akan terus- menerus berkontraksi.
25. Bangkitan : suatu serangan mendadak dari gejala tertentu, seperti konvulsi, hilangnya
kesadaran, dan gangguan psikis maupun sensoris; terlihat pada epilepsi dan bisa juga karena
rangsangan lain.
a. Bangkitan tonik-klonik umum: serangan berupa gerakan tonik-lonik anggota tubuh, lidah yang
tergigit, dan inkontinensia yang berangsur-angsur akan sadar dan pulih; disebut juga bangkitan
Grand Mal dan bangkitan psikomotorik.
b. Bangkitan parsial sederhana : bangkitan yang terlokalisir pada bagian iktal tanpa perubahan
dalam kesadaran.
c. Bangkitan parsial kompleks : bangkitan yang terlokalisir pada bagian iktal yang disertai
perubahan kesadaran.
26. Distonia : kelambatan, kontraksi dari batang tubuh dan anggota gerak; terlihat pada distona
karena pengobatan tertentu.
27. Aminia : Ketidakmampuan untuk membuat bahasa tubuh / gestur sendiri atau untuk
memahami gestur yang dibuat orang lain.
D. Pemikiran: merupakan arus gagasan, lambang / simbol, dan asosiasi bertujuan yang diaktifkan
oleh suatu masalah atau tugas yang menghasilkan kesimpulan berdasarkan kenyataan; ketika suatu
peristiwa logis terjadi, maka secara normal kita akan berpikir; parapraksis ( kehilangan motivasi
logika tanpa disadari, disebut juga Freudian Slip) yang dianggap sebagai bagian dari pemikiran
yang normal. Pemikiran abstrak adalah kemampuan untuk menggapai hal-hal yang penting secara

utuh, untuk memisahkannya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, dan untuk membedakannya
dari pandangan umum.
1. Gangguan umum dalam proses berpikir
a. Gangguan Mental : secara klinis perilaku yang timbul atau sindrom psikologis yang terjadi
berhubungan dengan penderitaan dan kecacatan, bukan hanya respon yang tidak diharapkan untuk
menjawab peristiwa tertentu atau membatasi hubungan antara seseorang dan masyarakat sekitar.
b. Psikosis : Ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dan khayalan; dengan menciptakan
suatu kenyataan baru ( berbeda dengan neurosis: gangguan mental di mana kenyataan yang
sebenarnya tetap utuh; perilaku yang tidak melanggar berbagai norma sosial, tetapi akan
cenderung kumat dan berlangsung kronis bila tanpa perawatan.
c. Uji realitas : merupakan evaluasi dan penilaian yang obyektif terhadap dunia diluar diri sendiri .
d. Gangguan Pikiran formal : lebih mengarah kepada gangguan dalam bentuk pikiran dan bukan
isi pikiran; pemikiran yang ditandai oleh hlangnya asosiasi, pembentukan kata baru / neologisme,
dan hal-hal konstruktif tapi tidak masuk akal; gangguan proses berpikir, dan orang tersebut
dikategorikan sebagai psikosis.
e. Pemikiran yang tidak masuk akal: pemikiran yang berisi kesimpulan yang salah atau
pertentangan secara internal; dapat dianggap sebagai gangguan psikis bila tanda-tandanya jelas
dan bukan disebabkan oleh defisit intelektual atau nilai-nilai budaya.
f. Dereisme : Aktivitas mental yang tidak sesuai kenyataan dan pengalaman.
g. Pemikiran Autistik : Keasyikan dengan diri sendiri, dunia pribadi; istilah yang terkadang disama
artikan dengan dereisme.
h. Pemikiran gaib : suatu bentuk pikiran dereistik; pemikiran yang serupa dengan pemikiran pada
tahap anak-anak (Jean Piaget), di mana pemikiran, kata-kata, atau tindakan yang menunjukkan
kekuasaan ( sebagai contoh, menjadi penyebab atau pencegah suatu peristiwa hebat).
i. Proses berpikir primer : istilah umum untuk pemikiran dereistik, tidak masuk akal, dan gaib;
ditemukan secara normal dalam mimpi, secara tidak normal pada psikosis.
j. Pengertian emosional yang dalam: tingkat kesadaran atau pemahaman yang tinggi pada
seseorang yang dapat mendorong untuk melakukan hal-hal positif dalam prilaku dan
kepribadiannya.
2. Gangguan spesifik dalam bentuk pikiran
a. Neologisme : kata-kata baru yang diciptakan oleh pasien, sering dengan kombinasi suku kata
dari kata-kata yang lain, untuk pertimbangan psikologis idiosinkratik
b. Salad kata-kata : campuran kata-kata yang tidak logis dan tidak bertautan dengan kalimat.
c. Sirkumstantial : Kalimat yang tak langsung mencapai tujuan / maksud yang sebenarnya tetapi
berputar-putar pada kalimat yang lain; yang ditandai oleh suatu detail yang tumpang-tindih dan
keterangan sambil lalu.
d. Tangential : Ketidakmampuan untuk membentuk asosiasi pikiran yang bertujuan; pembicara
tidak mendapat tujuan yang diingankan.
e. Ketidaksesuaian : pada umumnya apa yang dipikirkan tak dapat dimengerti / dipahami;
pemikiran dan perkataan yang berjalan bersama namun tidak saling berhubungan, menghasilkan
tatabahasa yang tidak beraturan.
f. Perseverasi : mempertahankan respon terhadap stimulus yang sebelumnya setelah suatu stimulus
baru diberikan; sering berhubungan dengan gangguan kognitif.
g. Verbigerasi : pengulangan kata-kata atau ungkapan tertentu yang tidak mengandung arti.

h. Ekolalia : psikopatologis berupa pengulangan kata-kata atau kalimat dari seseorang kepada
yang lain; pengulangan yang dipertahankan; dapat disampaikan dalam bentuk ejekan maupun
dengan intonasi yang keras.
i. kondensasi : Peleburan berbagai konsep menjadi satu.
j. Jawaban tidak relevan : Jawaban yang tidak selaras dengan pertanyaan yang diajukan
( seseorang yang mengabaikan atau tidak mempedulikan pertanyaan yang dimaksud ).
k. Kehilangan asosiasi : arus berpikir di mana berbagai gagasan bergeser dari satu topik ke topik
yang lain dan tidak saling berkaitan; pada keadaan yang lebih berat, terjadi ketidaksesuaian dalam
perkataan.
l. Penyimpangan : terjadi deviasi mendadak dalam pikiran tanpa dapat dihentikan; terkadang
digunakan sebagai sinonim dari kehilangan asosiasi.
m. Flight of idea ( ide yang berterbangan ): perkataan yang cepat dan beruntun, ide / gagasan yang
berpindah-pindah, dengan tujuan untuk dapat dihubungkan; pada keadaan yang lebih ringan masih
dapat diikuti oleh orang yang mendengarkan.
n. Asosiasi klang : asosiasi kata-kata dengan bunyi yang sama tetapi tanpa arti; kata-kata yang
tidak mempunya koneksi logis; termasuk sajak dan permainan kata-kata.
o. Bloking ( Ganjalan ) : interupsi / hadangan keras terhadap pikiran sebelum pikiran atau ide
tersebut dapat diselesaikan; setelah jeda itu, orang tersebut tidak dapat mengingat lagi apa yang
sudah dikatakan atau yang baru akan dikatakan ( disebut juga deprivasi pikiran ).
p. Glossolalia : Ungkapan suatu pesan atau pewahyuan melalui kata-kata yang tak dapat dipahami
( dikenal sebagai bahasa lidah); tidak berhubungan dengan suatu gangguan pikiran jika hal
tersebut dilakukan sebagai bagian dari kegiatan spiritual ( Gereja Pantekosta ); dikenal juga
sebagai criptolalia, suatu bahasa yang khusus.
3. Gangguan spesifik dalam isi pikiran
a. Kemiskinan isi : pikiran yang hanya memberi sedikit informasi oleh karena ketidakjelasan,
tidak ada pengulangan kata-kata, atau ungkapan yang tidak jelas.
b. Ide berlebihan : tidak masuk akal, mempertahankan kepercayan terhadap sesuatu yang salah,
lebih kuat dibandingkan suatu khayalan / delusi.
c. Delusi ( khayalan ) : kepercayaan palsu, berdasarkan pada kesimpulan salah tentang kenyataan
diluar, tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan pasien dan latar belakang budaya; namun tidak bisa
dikoreksi dengan alasan lain.
( 1) Delusi Ganjil : tidak masuk akal, sangat mustahil, kepercayaan yang aneh dan salah
( contohnya, penyerbu dari ruang angkasa telah menanamkan elektroda dalam otak seseorang).
( 2) Delusi yang diatur : kepercayaan palsu yang berhubungan dengan tema atau peristiwa tertentu
( sebagai contoh, seseorang telah dianiaya oleh CIA, FBI, atau Mafia).
( 3) Delusi sesuai mood : khayalan yang dihubungkan dengan isi suasana hati seseorang
(contohnya, seorang pasien depresi percaya bahwa dia yang bertanggung jawab atas kehancuran
dunia).
( 4) Delusi tidak sesuai mood : Khayalan yang tidak memiliki hubungan dengan isi suasana hati
atau kondisi mood yang stabil ( sebagai contoh, seorang pasien depresi berkhayal sebagai
pemegang kendali pikiran atau pikiran tentang penyiaran).
( 5) Delusi nihilistik : perasaan yang salah tentang menyatakan diri sendiri, orang lain, atau dunia
ini adalah hampa atau akan segera berakhir.
( 6) Delusi kemiskinan : kepercayaan yang salah dari seseorang bahwa dia telah atau akan

kehilangan semua harta miliknya.


( 7) Delusi somatis : kepercayaan yang salah pada seseorang yang berhubungan dengan fungsi
tubuh ( sebagai contoh, ia percaya bahwa otaknya melebur atau meleleh ).
( 8) Delusi paranoid : meliputi khayalan tentang penganiayaan, pengendalian, dan kekuasaan
(dibedakan dari pikiran paranoid , yang kecurigaannya lebih sedikit daripada delusional ).
a). Delusi penyiksaan: kepercayaan palsu dari seseorang bahwa dia telah diganggu, ditipu, atau
dianiaya; sering ditemukan pada pasien yang mempunyai kecenderungan patologis untuk
mengambil tindakan sah secara hukum oleh karena penganiayaan dibayangkan.
b). Delusi kekuasaan / kehebatan: konsep berpikir yang berlebihan dari seseorang yang
menganggap dirinya penting, berkuasa dan terkenal.
c). Delusi acuan: kepercayaan palsu dari seseorang bahwa perilaku orang lain lain mengacu pada
dirinya; peristiwa tertentu, obyek, atau orang lain hanya memiliki kemampuan yang biasa atau
kemampuan yang berdampak negatif; berdasarkan ide acuan ini, pasien menganggap bahwa orang
lain sedang membicarakannya ( sebagai contoh, ia percaya bahwa orang yang bekerja di stasiun
televisi maupun radio sedang membicarakan dirinya ).
( 9) Delusi tuduhan : perasaan bersalah dan menyesali kesalahan diri sendiri.
(10) Delusi kendali : perasaan bahwa kehendak, pemikiran, bahkan perasaan seseorang
dikendalikan oleh kekuatan diluar dirinya.
a). Penarikan Pikiran: Khayalan bahwa pikiran seseorang telah dipindahkan oleh orang lain atau
kekuatan tertentu.
b). Penyisipan Pikiran: Khayalan bahwa pikiran tertentu telah ditanamkan dalam otak seseorang
oleh orang lain atau kekuatan tertentu.
c). Penyiaran Pikiran: Khayalan bahwa pikiran seseorang dapat didengar oleh orang lain melalui
penyiaran di udara.
d). Pengendalian Pikiran: Khayalan bahwa pikiran seseorang sedang dikendalikan oleh orang lain
atau kekuatan tertentu.
(11) Delusi ketidaksetiaan ( delusi kecemburuan): kepercayaan palsu yang diperoleh dari
kecemburuan yang patologis tentang ketidaksetiaan seseorang terhadap kekasihnya.
(12) Erotomania : Delusi Kepercayaan, terjadi lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki,
yang menganggap bahwa seseorang sangat mencintainya ( dikenal sebagai Clerembault Kadinsky
kompleks ).
(13) Pseudologia Fantasika : suatu tipe kebohongan dimana seseorang percaya bahwa kfantasi /
khayalannya adalah sesuatu yang nyata dan benar-benar mereka alami; berhubungan dengan
sindrom Munchausen, selalu berpura-pura sakit.
d. Kecenderungan atau Keasyikan pikiran: memusatkan isi pikiran pada suatu hal tertentu,
berhubungan dengan afek yang kuat, seperti paranoid atau kecenderungan untuk menyiksa atau
membunuh diri sendiri.
e. Egomania : kecenderungan memikirkan kepentingan sendiri yang patologis.
f. Monomania : kecenderungan untuk asyik pada suatu obyek tertentu.
g. Hipokondria : perhatian yang berlebihan terhadap kesehatannya berdasarkan kelainan / patologi
yang tidak nyata, namun membuat interpretasi tentang tanda dan gejala penyakit yang dibuat-buat.
h. Obsesi : ketekunan pikiran yang patologis terhadap sesuatu yang dianggap menarik yang tidak
dapat dibatasi oleh akal sehat; berhubungan dengan ansietas.
i. Kompulsi : kebutuhan untuk melakukan sesuatu karena dorongan hati yang patologis dan bila

tidak terpenuhi akan mengalami ansietas / kecemasan; , tindakan yang dilakukan berulang-ulang
oleh karena obsesi yang tidak akan pernah berakhir bila tidak segera dihentikan.
j. Koprolalia : Ucapan-ucapan kompulsif yang berisi kata-kata yang fulgar.
k. Fobia : perasaan yang tidak masuk akal tapi tetap dipertahankan, berupa ketakutan yang
berlebihan terhadap suatu hal atau situasi tertentu; sehingga berusaha untuk menghindari sumber
ketakutan tersebut.
(1) Fobia spesifik : perasaan ngeri yang terbatas pada suatu situasi atau obyek tertentu (contoh,
perasaan takut pada laba-laba atau ular).
(2) Fobia sosial : Perasaan ngeri dipermalukan didepan umum, seperti takut berbicara dan tampil
bahkan makan di tempat umum.
(3) Akrofobia : Perasaan ngeri berada di tempat tinggi.
(4) Agorafobia : Perasaan ngeri berada di tempat terbuka.
(5) Algofobia : Perasaan ngeri terhadap rasa sakit.
( 6) Ailurofobia : Perasaan ngeri pada kucing.
( 7) Erythrofobia : Perasaan ngeri terhadap warna merah ( seperti ketakutan menjadi merah karena
malu ).
( 8) Panfobia : Perasaan ngeri terhadap segala sesuatu.
( 9) Klaustrofobia : Perasaan ngeri berada di tempat tertutup.
(10) Xenofobia : Perasaan ngeri terhadap orang asing.
(11) Zoofobia : Perasaan ngeri terhadap binatang.
(12) Fobia jarum : ketakutan patologik terhadap suntikan; disebut juga fobia suntikan darah.
l. Noesis : perasaan tentang dibukanya suatu rahasia ( pewahyuan ) bahwa seseorang telah dipilih
menjadi pemimpin untuk memerintah.
m. Mistis : perasaan tentang adanya kekuatan mistik yang bersatu dengan suatu kekuatan tak
terbatas yang berhubungan dengan agama atau kebudayaan tertentu.
E. Perkataan / Pembicaraan: Gagasan, pemikiran, dan perasaan yang dinyatakan melalui bahasa;
komunikasi yang menggunakan kata-kata dan bahasa.
1. Gangguan dalam berkata-kata / berbicara
a. Tekanan dalam perkataan : perkataan yang cepat dan semakin banyak yang sulit untuk disela.
b. Volubilitas ( Logorrhea) : perkataan yang logis, saling berhubungan dan dapat dipahami.
c. Kemiskinan perkataan : pembatasan dalam jumlah perkataan yang digunakan; memberikan
jawaban dengan suku kata yang sama.
d. Perkataan yang tidak spontan: tanggapan lisan yang diberi hanya ketika diminta untuk berbicara
secara langsung; tidak ada inisiatif untuk mulai berbicara terlebih dahulu.
e. Kemiskinan isi perkataan : perkataan dalam jumlah yang hanya cukup untuk menyampaikan
sedikit informasi karena ketidakjelasan, kekurangan kata-kata, atau meniru-niru ungkapan.
f. Disprosodi : hilangnya melodi / irama kata-kata yang normal ( disebut prosodi).
g. Disarthria : Kesukaran dalam artikulasi, bukan dalam mencari kata-kata atau tata bahasanya.
h. Suara yang terlalu lembut atau nyaring: hilangnya modulasi volume suara normal; dapat
mnenggambarkan adanya gangguan psikosis menjadi depresi kemudian menjadi tuli.
i. Bicara menggagap : perpanjangan atau pengulangan suatu bunyi atau suku kata, yang
mengakibatkan gangguan kelancaran bicara.
j. Perkataan kacau balau : Perkataan yang tak seirama dan tidak menentu, berentetan secara cepat
dan tidak teratur.

k. Akulalia : perkataan yang tidak masuk akal yang berhubungan dengangangguan kesesuaian.
l. Bradilalia : perkataan lambat yang abnormal.
m. Disfonia : kesulitan atau nyeri saat berbicara.
2. Gangguan Afasik : Gangguan dalam berbahasa.
a. Afasia Motorik : gangguan bicara yang disebabkan oleh adanya gangguan kognitif di mana
pasien dapat memahami namun sulit untuk menyampaikan dalam bentuk kata-kata; sering
berhenti, perlu banyak tenaga, dan suara yang tidak akurat ( disebut juga Broca, nonfluen, dan
afasia ekspresi )
b. Afasia snsorik : hilangnya kemampuan organik untuk memahami arti dari kata-kata; mengalir
dengan spontan namun tidak saling berhubungan dan tidak ada arti yang jelas ( disebut juga
Wernicks Fluent dan afasia reseptif ).
c. Afasia nominal : kesulitan dalam mengenal nama suatu objek ( istilah lain anomia dan afasia
amnestik ).
d. Afasia sintaksis : ketidakmampuan untuk menyusun kata-kata dalam urutan yang sesuai.
e. Afasia Jargon : semua kata yang dihasilkan merupakan neologistik; kata-kata omong kosong
yang diulangi dengan intonasi dan nada suara yang berbeda.
f. Afasia global : kombinasi antara afasia nonfluent dan afasia fluent yang berat.
g. Alogia : Ketidakmampuan untuk berbicara oleh karena gangguan mental atau fase demensia.
h. Koproprasia : penggunaan bahasa yang fulgar; terlihat pada sindrom Tourett dan beberapa kasus
skizofrenia.
F. Persepsi: Proses pemindahan rangsangan fisik ke dalam informasi psikologis; suatu proses
mental dimana rangsangan sensorik dibawa ke alam sadar.
1. Gangguan persepsi
a. Halusinasi : persepsi sensorik palsu yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dari luar;
dapat merupakan atau bukan merupakan suatu interpretasi khayalan dari pengalaman dalam
halusinasi .
(1) Halusinasi Hipnagogik : persepsi sensorik palsu yang terjadi saat tidur; biasanya dianggap
nonpatologik.
(2) Halusinasi Hipnopompik : persepsi palsu yang terjadi saat bangun tidur; biasanya dianggap
nonpatologik.
(3) Halusinasi Auditorius : persepsi palsu tentang bunyi, biasanya suara tertentu atau keributan
lainnya, seperti musik: halusinasi tersering dalam gangguan psikiatri.
(4) Halusinasi visual : persepsi palsu tentang penglihatan: dalam bentuk yang berwujud
(contohnya orang-orang) dan yang tak berwujud ( misalnya kilatan cahaya); paling sering pada
gangguan determinasi kesehatan.
(5) Halusinasi Olfaktorius : persepsi palsu tentang bau; paling sering pada gangguan kesehatan.
(6) Halusinasi Gustatorius : persepsi palsu dalam pengecapan, seperti rasa yang tidak sedap,
disebabkan oleh suatu bangkitan uncinate: paling sering pada gangguan kesehatan.
(7) Halusinasi taktil : persepsi palsu tentang perabaan, seperti pada kasus amputasi anggota tubuh;
tearsa seperti ada sesuatu yang merayap di bawah kulit.
(8) Halusinasi Somatik : sensasi palsu yang dirasakan dalam tubuh, paling sering pada organ
visceral ( dikenal sebagai halusinasi Senestetik ).
(9) Halusinasi Lilliput : persepsi palsu di mana objek terlihat dalam ukuran yang lebih kecil
( disebut juga mikropsia ).

(10) Halusinasi berdasarkan Mood: Halusinasi berkaitan dengan suatu perasaan tertekan atau
manik; sebagai contoh, seorang pasien depresi mendengar suara-suara yang mengatakan bahwa
dirinya adalah orang jahat; seorang pasien manik mendengar suara-suara yang mengatakan bahwa
dirinya penuh dengan pengetahuan dan kekuasaan serta harga diri yang tinggi.
(11) Halusinasi tidak berdasar Mood: Halusinasi yang tidak berdasarkan suasana hati yang
tertekan maupun manik ( contohnya, pada keadaan depresi halusinasi tidak berhubungan dengan
beberapa hal seperti rasa bersalah, hukuman yang setimpal, atau ketidakmampuan; pada mania,
halusinasi tidak berhubungan dengan adanya kekuatan atau harga diri ).
(12) Halusinosis : berhalusinasi, paling sering pada pendengaran, yang dihubungkan dengan
penyalahgunaan alkohol tanpa gangguan sensorik, berbeda dengan delirium tremens, halusinasi
terjadi disertai gangguan sensorik.
(13) Sinesthesia : sensasi halusinasi disebabkan oleh sensasi lain ( sebagai contoh, sensasi
pendengaran yang disertai oleh tercetusnya sensasi visual; suatu bunyi; sensasi pendengaran yang
dapat dilihat atau sebaliknya sensasi penglihatan yang dapat didengar ).
(14) Fenomena jejak : kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obatan halusinogenyang
menyebabkan objek terlihat sebagai suatu gambaran yang terangkai.
(15) Halusinasi Perintah : persepsi palsu yang mennyebabkan seseorang berkewajiban untuk
mematuhi perintah dan tidak boleh membantah.
b. Ilusi : persepsi atau interpretasi yang salah terhadap rangsangan sensorik yang nyata dari luar.
2. Gangguan berhubungan dengan kelainan kognitif dan kondisi kesehatan
a. Agnosia : ketidakmampuan untuk mengenali dan menginterpretasikan arti / kesan dari suatu
rangsangan sensorik.
b. Anosognosia ( Ketidaktahuan tentang penyakit ) : ketidakmampuan seseorang untuk mengenali
suatu gangguan neurologik yang terjadi pada dirinya.
c. Somatopagnosia ( Ketidaktahuan tentang tubuh ): ketidakmampuan seseorang untuk mengenali
salah satu bagian tubuhnya sendiri (disebut juga Autotopagnosia).
d. Agnosia visual : Ketidakmampuan untuk mengenali objek atau orang.
e. Astereognosis : ketidakmampuan untuk mengenali objek melalui sentuhan / perabaan.
f. Prosopagnosia : Ketidakmampuan untuk mengenali wajah.
g. Apraksia : Ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas spesifik.
h. Simultagnosia : Ketidakmampuan untuk memahami lebih dari satu unsur visual pada waktu
yang sama atau untuk mengintegrasikan beberapa bagian menjadi satu.
i. Adiadokokinesia : Ketidakmampuan untuk melaksanakan pergerakan cepat secara berurutan.
j. Aura : Sensasi peringatan seperti otomatisme, perut yang kenyang, wajah merona, perubahan
dalam pernafasan, sensasi kognitif, dan status afeksi yang biasanya dialami sebelum terjadi
serangan; suatu sensasi awal yang mendahului suatu nyeri akibat migrain.
3. Gangguan yang berhubungan dengan fenomena disosiatif dan konversi: somatisasi dari materi
yang ditekan atau pengembangan gejala fisik dan penyimpangan otot-otot volunter atau organ
pengindraan khusus; yang tidak dikendalikan oleh volunter dan yang tak dapat dihubungkan
dengan gangguan fisik manapun.
a. Anesthesia histerikal : hilangnya unsur-unsur sensorik sebagai hasil dari konflik emosi.
b. Makropsia : anggapan bahwa suatu objek terlihat dalam ukuran yang lebih besar dari biasanya.
c. Mikropsia : anggapan bahwa suatu objek terlihat dalam ukuran yang lebih kecil dari biasanya
(makropsia dan mikropsia dapat dihubungkan dengan kondisi organik yang jelas seperti bangkitan

parsial kompleks).
d. Depersonalisasi : sensasi subyektif pada seseorang yang merasakan adanya keanehan, tidak
nyata dan perasaan asing.
e. Derealisasi : suatu sensasi subyektif yang menganggap ada keanehan pada lingkungan sekitar
dan terasa tidak nyata .
f. Fugue ( Fuga ) : menggunakan identitas yang baru karena mengalami amnesia terhadap identitas
yang lama; sering melakukan perjalanan dan pengembaraan ke tempat-tempat yang baru.
g. Kepribadian ganda : seseorang yang muncul dalam waktu yang berbeda dengan dua atau lebih
karakter dan kepribadian yang berbeda ( disebut disosiatif identitas yang terdapat dalam edisi
revisi dari Diagnostic and statistical Manual of Mental Disorders [DSM-IV-TR] ).
h. Disosiasi : mekanisme pertahanan dibawah sadar yang disertai oleh sekelompok proses mental
dan prilaku yang merupakan bagian akhir dari aktifitas fisik seseorang; yang membutuhkan
pemisahan antara suatu gagasan / ide dengan ungkapan emosinya, seperti yang terlihat pada
gangguan disosiasi dan konversi.
G. Memori
Berperan melaui informasi dan data yang tersimpan dalam otak yang selanjtnya akan dimunculkan
kembali dalam bentuk ingatan dalam keadaan sadar. Orientasi adalah kondisi / status normal
dalam diri seseorang maupun lingkungan sekitar seperti waktu, tempat dan orang.
1. Gangguan Memori
a. Amnesia : ketidakmampuan total maupun parsial untuk mengingat kembali pengalaman yang
terjadi sebelumnya; dalam bentuk peristiwa maupun perasaan yang nyata.
( 1) Anterograde : hilang ingatan sesaat setelah suatu peristiwa tertentu terjadi.
( 2) Retrograde : hilang ingatan untuk peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum satu waktu
tertentu.
b. Paramnesia : Pemalsuan memori oleh adanya distorsi dalam ingatan.
( 1) Fausse reconnaissance : pengenalan palsu.
( 2) Pemalsuan retrospektif : Memori yang terjadi tanpa disengaja ( tidak disadari ) yang
didistorsikan melalui suatu penyaringan terhadap kondisi emosi, kognitif, dan pengalaman dari
seseorang.
( 3) Konfabulasi : perasaan adanya celah dalam memori yang tanpa disadari dan disebabkan oleh
bayangan akan suatu pengalaman yang tidak benar-benar terjadi namun dipercayai oleh orang
tersebut tanpa ada dasar bukti yang nyata: paling sering berhubungan dengan penyakit organik.
( 4) Dj vu : Ilusi tentang pengenalan visual di mana adanya memori terhadap suatu situasi baru
yang dianggap merupakan pengulangan dari peristiwa yang terjadi sebelumnya .
( 5) Deja Entendu : Ilusi tentang pengenalan yang berhubungan dengan pendengaran.
( 6) Deja Pense : Ilusi tentang suatu pikiran baru yang dikenali sebagai pikiran yang sudah
dirasakan sebelumnya dan sudah dinyatakan.
( 7) Jamais vu : perasaan asing dengan suatu situasi nyata yang sudah dialami oleh seseorang.
( 8) Memori palsu : kepercayaan dan ingatan seseorang terhadap suatu peristiwa yang tidak nyata
terjadi.
c. Hipermnesia : derajat daya dan tingkat ingatan yang berlebihan.
d. Gambaran Eidetik : memori visual yang hampir menjadi halusunasi yang hidup.
e. Memori Tabir : suatu memori yang disadari dapat menjadi tabir pelindung terhadap memori lain
yang menyakitkan.

f. Represi : suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh ketidaksadaran untuk melupakan
rangsangan atau gagasan yang tidak dapat diterima.
g. Lethologika : ketidakmampuan temporer untuk mengingat suatu benda atau nama.
h. Blackout : Hilang ingatan tentang perilaku selama dalam keadaan mabuk pada seorang
peminum alkohol; umumnya menunjukkan telah terjadi kerusakan pada otak.
2. Tingkat memori
a. Segera : reproduksi atau daya ingat terhadap beberapa hal tertentu dalam hitungan detik sampai
menit.
b. Yang Terbaru : daya ingat terhadap peristiwa-peristiwa yang telah lewat beberapa hari.
c. Masa lampau terbaru : daya ingat terhadap peristiwa yang telah lewat beberapa bulan.
d. Remote : daya ingat terhadap peristiwa-peristiwa yang telah lama berlalu.
H. Kecerdasan/Inteligensia:
Kemampuan untuk memahami, mengingat, mengarahkan, dan mengintegrasikan secara
konstruktif pelajaran sebelumnya saat berada dalam situasi yang baru.
1. Retardasi Mental: ketiadaan inteligensia sampai batas tertentu yang melibatkan lembaga khusus
dalam masyarakat: ringan (IQ 50 - 55 sampai sekitar 70), sedang ( IQ 35 - 40 sampai 50 - 55), IQ
yang rendah 20 - 25 sampai 35 - 40, atau IQ yang sangat rendah dibawah 20 - 25; istilah jaman
dulu disebut idiot ( kapasitas otak sesuai usia kurang dari 3 tahun), imbesil ( sesuai usia 3 - 7
tahun), dan pandir (sesuai usia kira-kira 8 tahun).
2. Demensia: kemunduran fungsi intelektual secara menyeluruh tanpa kesadaran berkabut.
a. Diskalkulia ( Akalkulia): hilangnya kemampuan untuk berhitung; bukan disebabkan oleh
ansietas atau gangguan konsentrasi.
b. Disgrafia ( Agrafia): hilangnya kemampuan untuk menulis kata-kata; hilangnya struktur kata.
c. Aleksia: hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya telah dikuasai; tidak dapat
dihubungkan dengan gangguan penglihatan.
3. Pseudodimensia: corak klinis mirip dimensia yang tidak disebabkan oleh suatu gangguan
organik; paling sering disebabkan oleh depresi ( sindrom dimensia karena depresi).
4. Pemikiran Konkrit: pemikiran harafiah; membatasi penggunaan kiasan tanpa memahami arti
yang tersirat; pikiran satu dimensi .
5. Pemikiran Abstrak: kemampuan untuk menangkap arti yang tersirat; pikiran multidimensi
dengan kemampuan untuk menggunakan kiasan dan hipotesis yang sewajarnya.
I. Pengertian yang mendalam:
Kemampuan seseorang untuk memahami maksud / arti dan penyebab yang sesungguhnya dari
suatu peristiwa ( seperti satu set gejala ).
1. Intelektual yang dalam: Pemahaman tentang hal-hal nyata dalam satu situasi tertentu tanpa
kemampuan untuk menerapkan pemahaman tersebut menjadi sesuatu yang berguna dalam upaya
untuk mengasai situasi yang ada.
2. Pengertian benar yang mendalam : Pemahaman tentang hal-hal nyata dalam situasi tertentu,
kemudian digabungkan dengan motivasi dan dorongan emosi untuk dapat menguasai situasi yang
ada.
3. Pengertian mendalam yang lemah: kurangnya kemapuan untuk memahami hal-hal nyata dari
satu situasi tertentu.
J. Pertimbangan:
Kemampuan untuk menilai suatu situasi dengan tepat dan mengambil tindakan yang sewajarnya

dalam situasi tersebut.


1. Pertimbangan kritis: Kemampuan untuk menilai, melihat dengan tajam, dan memilih di antara
beberapa opsi dalam satu situasi tertentu.
2. Pertimbangan otomatis: Capaian refleks dari suatu tindakan yang disesuaikan dengan situasi
saat itu.
3. Pertimbangan lemah: kurangnya kemampuan untuk memahami dengan benar dan mengambil
tindakan yang tepat dalam satu situasi tertentu.

kontributor
Lidya Tamunu
Hendra Tegema
Amanda Goni
Josephin Matindas
Regina Tuwengkesong
Tenyson Analauw
Donald Tumbel
Andre Hutagalung
Maryam Notanubun
Seska Lobiua
Seiri Hanako
Berbagi
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
do not leave before say anything, please
Link
Buat sebuah Link

Beranda
Lihat versi web
My Way
Foto Saya
Seiri Hanako
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger

Anda mungkin juga menyukai