Anda di halaman 1dari 25

Modul 2 Skenario 1 : Seorang pria berusia 30 tahun dikonsulkan dari Bagian Penyakit Dalam ke Poli Jiwa dengan keluhan

gelisah, mengamuk, berteriak-teriak dan tidak bisa tidur yang dialami dua hari lalu. Seminggu sebelumnya ia menderita demam selama lima minggu. Pada pemeriksaan terlihat seorang laki-laki tidak mengenakan baju, kedua tangan dan kakinya terikat ke ranjang. Ia menggerak-gerakkan badannya berusaha melepaskan diri sambil berteriak-teriak. Terkadang bicaranya melantur dan sepertinya dia tidak mengenali orang-orang yang berada didekatnya. Apa kemungkinan diagnosanya ? Bagaimana penatalaksanaannya ? Kata Kunci

Pria 30 tahun Agitatif Demam Selama 5 minggu Tidak bisa tidur Berteriak teriak Bicaranya ngelantur dia tidak mengenali orang-orang berteriak-teriak mengamuk

DELIRIUM Delirium menyerupai sindrom psikiatrik sementara. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan difusyang bersifat metabolic pada kedua belah hemisferium berikut fungsi kompensasi seluruh korteks serebri. Secara klinis sindrom tersebut memperlihatkan daya kognitif yang menurun secara global dengan derajat kesadaran yang kurang cukup. Delirium bangkit secara mendadak atau sedikit demi sedikit dalam waktu yang singkat. Derajat kesadarannya dibawah derajat awas-waspada atau dalam letargia. Diantara derajat kesadaran yang bergelombang antara kurang awas-waspada atau letargia itu terdapat episodeepisoda. Pada mana penderita tampak segar, namun kesegaran fisik itu justru disertai kekacauan mental.ia bias melakukan pernbuatan memperlihatkan adanya gangguan ingatan jangka pendek dan kapannya sangat kacau, oleh karena adanya ilusi dan halusinasi. Pada umunnya delirium muncul sebagai gejala pengiring penyakit infeksi sistemik, seperti malaria, pneumonia, demam tifoid demam rematoif dan lain-lain. Pada orang-orang usia lanjut, delirium timbul sebagai gejala pengiring prodrom koma diabetukum, uremia, dekompresio kordis, stroke anemia berat dan sebagai manifestasi iatrogenic setelah makan obat phenotiazine, barbiturate, digoxin, dehidrasi, asidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit.

Demensia ialah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya kognitif yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara mendadak atau sedikit demi sedikit pada tiap orang dari semua usia. Apa yang menyebabkan pasien berteriak ? Merasa terancam dengan keadaan di sekitarnya Adanya rasa takut, curiga, siaga tinggi Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang lain Adanya halusinasi baik penglihatan maupun pendengaran

Hal-hal diatas yang mungkin menyebabkan pasien berteriak dan mengamuk, karena memang dia merasa tidak nyaman dengan lingkungan disekitarnya, apalagi pasien dalam keadaan terikat jadi dia berteriak-teriak sambil berusaha melepaskan dirinya. DEMAM Demam, yang berarti suhu tubuh di atas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang memperngaruhi pusat pengaturan suhu, penyakitpenyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi. Penyetelan kembali thermostat hypothalamus pada penyakit-penyakit demam efek pirogen. Banyak protein, hasil pemecahan protein, dan zat2 tertentu lain, seperti toksin lipopolisakarida yang disekresi oleh bakteri dapat menyebabkan titik setel thermostat hipotalamus meningkat. Zat2 yang menyebabkan efek ini dinamakan pirogen. Terdapat pirogen yang diekskresikan oleh bakteri toksik atau pirogen yangdikeluarkan dari degenerasi jaringan tubuh yang menyebabkan demam selama sakit. Bila titik setel thermostat hypothalamus meningkat lebih tinggi dari normal, semua mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh bekerja, termasuk konservasi panas dan peningkatan pembentukan panas. Dalam beberapa jam setelah thermostat diubah ke tingkat yang lebih tinggi, suhu tubuh juga mencapai tingkat tersebut. Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh normal. Demam adalah istilah umum, dan beberapa istilah lain yang sering digunakan adalah pireksia atau febris. Apabila suhu tubuh sangat tinggi (mencapai sekitar 40C), demam disebut hipertermi. Demam dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain, terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik atau pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit.

Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen leukosit atau pirogen endogen. Interleukin-1 ketika sampai di hipotalamus akan menimbulkan demam dengan cara meningkatkan temperature tubuh dalam waktu 8 10 menit. Interleukin-1 juga menginduksi pembentukan prostaglandin, terutama prostaglandin E2, atau zat yang mirip dengan zat ini, yang selanjutnya bekerja di hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam. Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung pada fase demam, meliputi fase awal, proses, dan fase pemulihan (defesvescence). Tanda-tanda ini muncul sebagai hasil perubahan pada titik tetap dalam mekanisme pengaturan suhu tubuh. Delirium, merupakan sebuah kondisi yang berpotensi akut dan terkait dengan gangguan pada fungsi otak, seringkali bersifat sementara dan diakibatkan oleh banyak penyebab. Biasanya, dan karena penyakit yang penyebabkan pasien mengalami delirium tidak terbukti fatal, kesehatan fisik pasien dapat pulih dan dia akan sembuh dan mentalnya kembali menjadi seimbang. Akan tetapi ada beberapa pengecualian. Sebagai contoh, seorang pasien yang menderita beberapa delirium yang cukup tinggi dan telah sembuh dari kondisi sebelumnya bisa tidak bisa lagi sembuh selamanya setelah itu. Walaupun kondisi delirium akut yang dideritanya bisa sembuh ketika dia sadar, namun dapat terjadi sindrom Korsakow. Infeksi otak akut mengakibatkan delirium Etiologi dari delirium : 1. Infeksi: speticaemia, sering menderita penyakit demam termasuk malaria, typhoid, pneumonia, meningitis, encephalitis, dan berbagai infeksi virus. 2. Intoksikasi eksogen: Alkohol, hypnotic, aphetamina, obat-obat kecanduan lainnya, belladonna, timbal dan racun logam-logam berat lainnya, bahan kimia industri, dan lainlain. 3. Gangguan metabolisme: gagal hati dan ginjal, hyperglikemia dan hypoglikemia, juga malnutrisi dan avitaminoses. 4. Cerebral: yaitu setelah injury kepala; hematoma subdural; thrombosis cerebral, perdarahan dan embolisme; tekanan intracranial yang meningkat, neoplasma; gangguan demyelinasi, dan lain-lain. 5. Penyakit-penyakit kardiovaskular: gagal jantung, anemia parah, anoxia, dyscrasias darah, hypercapnia. 6. Komplikasi postanaestetik dan postoperative 7. Epilepsy 8. Lemah fisik yang berlebihan

Apa penyebab pasien bisa bicara melantur(aphasia)? 2. Jawab: Fungsi Bahasa dan Pusat Bicara

Keterampilan berbicara terletak di bagian otak sebelah kiri. Bagian otak kiri yang mengatur keterampilan berbicara berkaitan dengan 3 area pada bagian korteks, yaitu : 1. Area Broca. Terletak pada bagian motor korteks yang mengontrol bibir, lidah, dan vokal

serta mengontrol keluarnya kata-kata dari otak ke mulut. Gangguan pada area Broca menimbulkan aphasia, yaitu kehilangan kemampuan menggunakan atau memahami kata-kata. Kerusakan yang lebih parah pada area Broca parah, dapat mengakibatkan seseorang mengalami gangguan bicara (bisu) atau setidaknya bisa berbicara tetapi terpatah-patah, di samping penguasaan kosa kata yang amat minim/terbatas dan sering mengulangi kata-kata tertentu. 2. Area Wernicke. Area Wernicke memungkinkan seseorang dapat memahami

pembicaraan. Ketika kata-kata terdengar, suara akan melintasi area auditori pada korteks yang selanjutnya diteruskan menjadi impuls ke area Wernicke untuk diuraikan dan dipahami. Selanjutnya, ditransmisikan ke area Broca jika ingin berbicara. Area Wernicke yang terletak di atas temporal bagian belakang merupakan tempat yang mengubah pikiran menjadi bahasa. Bagi mayoritas orang yang biasa menggunakan tangan kanan, area Wernicke terletak di otak kiri, sedangkan pada orang kidal, area wernicke terletak di temporal kiri. 3. Angular Gyrus. Angular gyrus terletak di antara area Wernicke dan korteks visual pada

bagian belakang lobus occipital. Bagian ini menghubungkan antara pembicaraan yang terdengar dengan bahasa yang dibaca atau ditulis. Bagian ini juga berperan penting dalam menginterpretasikan informasi visual. (Buku Ajar Fisiologi; 754-756) Differential Diagnosis Gangguan Organik DELIRIUM DEMENTIA AMNESIA ORGANIK Gangguan Fungsional GANGGUAN SKIZOFRENIA DISOSIATIF Wanita = 15-25 Wanita = 90 % thn Pria = 10 % Pria = 25-35 thn + + + + + + +

Tanda dan Gejala

Pria 30 thn Gelisah Mengamuk Berteriak Tidak bisa tidur Demam Memberontak Bicara melantur Tidak mengenali orang

Semua usia + + + ++ + + + +

65 74 thn = 5 % >50 thn > 85 thn = 40 % + + + + + + + +

INFORMASI TAMBAHAN

1. DELIRIUM Definisi Sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf kesadaran, gangguan kognitif, gangguan persepsi, termasuk halusinasi & ilusi, khas adalah visual juga di pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi. Gangguan ini berlangsung pendek dan ber-jam hingga berhari, taraf hebatnya berfluktuasi, hebat di malam hari, kegelapan membuat halusinasi visual & gangguan perilaku meningkat. Biasanya reversibel. Penyebabnya termasuk penyakit fisik, intoxikasi obat (zat). Diagnosis biasanya klinis, dengan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan (imaging) untuk menemukan penyebabnya. Terapinya ialah memperbaiki penyebabnya dan tindakan suportif.

Delirium bisa timbul pada segala umur, tetapi sering pada usia lanjut. Sedikitnya 10% dari pasien lanjut usia yang dirawat inap menderita delirium; 15-50% mengalami delirium sesaat pada masa perawatan rumah sakit. Delirium juga sering dijumpai pada panti asuhan. Bila delirium terjadi pada orang muda biasanya karena penggunaan obat atau penyakit yang berbahaya mengancam jiwanya. Etiologi Banyak kondisi sistemik dan obat bisa menyebabkan delirium, contoh antikolinergika, psikotropika, dan opioida. Mekanisma tidak jelas, tetapi mungkin terkait dengan gangguan reversibilitas dan metabolisma oxidatif otak, abnormalitas neurotransmiter multipel, dan pembentukan sitokines (cytokines). Stress dari penyebab apapun bisa meningkatkan kerja saraf simpatikus sehingga mengganggu fungsi kolinergik dan menyebabkan delirium. Usia lanjut memang dasarnya rentan terhadap penurunan transmisi kolinergik sehingga lebih mudah terjadi delirium. Apapun sebabnya, yang jelas hemisfer otak dan mekanisma siaga (arousal mechanism)dari talamus dan sistem aktivasi retikular batang otak jadi terganggu. Terdapat faktor predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia, stroke. Penyakit parkinson, umur lanjut, gangguan sensorik, dan gangguan multipel. Faktor presipitasi termasuk penggunaan obat baru lebih dan 3 macam, infeksi, dehidrasi, imobilisasi, malagizi, dan pemakaian kateter buli-buli. Penggunaan anestesia juga meningkatkan resiko delirium, terutama pada pembedahan yang lama. Demikian pula pasien lanjut usia yang dirawatdi bagian ICU beresiko lebih tinggi. Tanda dan gejala Delirium ditandai oleh kesulitan dalam: a) Konsentrasi dan memfokus b) Mempertahankan dan mengalihkan daya perhatian c) Kesadaran naik-turun d) Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang e) Halusinasi biasanya visual, kemudian yang lain Gejala termasuk: a) Perilaku yang inadekuat b) Rasa takut c) Curiga d) Mudah tersinggung

f) Bingung menghadapi tugas se-harihari g) Perubahan kepribadian dan afek h) Pikiran menjadi kacau i) Bicara ngawur j) Disartria dan bicara cepat k) Neologisma l) Inkoheren

e) Agitatif f) Hiperaktif g) Siaga tinggi (Hyperalert)

Atau sebaliknya bisa menjadi: a) Pendiam b) Menarik diri c) Mengantuk d) Banyak pasien yang berfluktuasi antara diam dan gelisah e) Pola tidur dan makan terganggu f) Gangguan kognitif, jadi daya mempertimbangkan dan tilik-diri terganggu Diagnosis Biasanya klinis. Semua pasien dengan tanda dan gejala gangguan fungsi kognitif perlu dilakukan pemeriksaan kondisi mental formal. Kemampuan atensi bisa diperiksa dengan: a) Pengulangan sebutan 3 benda b) Pengulangan 7 angka ke depan dan 5 angka ke belakang (mundur) c) Sebutkan nama hari dalam seminggu ke depan dan ke belakang (mundur) d) Ikuti kriteria diagnostik dari lCD-10 atau DSM-IV-TR e) Confusion Assessment Method (CAM) f) Wawancarai anggota keluarga g) Penggunaan obat atau zat psikoaktif overdosis atau penghentian mendadak. Prognosis Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang masuk sudah dengan delirium dibandingkan dengan pasien yang menjadi delirium setelah di Rumah Sakit. Beberapa penyebab delirium seperti hipoglikemia, intoxikasi, infeksi, faktor iatrogenik, toxisitas obat, gangguan keseimbangan elektrolit. Biasanya cepat membaik dengan pengobatan. Beberapa pada lanjut usia susah untuk diobati dan bisa melanjutjadi kronik Terapi Terapi diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan menghilangkan faktor yang memberatkan seperti: a) Menghentikan penggunaan obat b) Obati infeksi c) Suport pada pasien dan keluanga d) Mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien e) Cukupi cairan dan nutrisi f) Vitamin yang dibutuhkan g) Segala alat pengekang boleh digunakan tapi harus segera dilepas bila sudah membaik, alat infuse sesederhana mungkin, lingkungan diatur agar nyaman. h) Obat:

Haloperidoi dosis rendah dulu 0,5 1 mg per os, IV atau IV Risperidone0,5 3mg perostiap l2jam Olanzapine 2,5 15 mg per os 1 x sehari Lorazepam 0,5 1mg per Os atau parenteral (tak tersedia di Indonesia), Perlu diingat obat benzodiazepine mi bisa memperburuk delirium karena efek sedasinya.

2. DEMENSIA Definisi Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan dan perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. Diagnosis dilaksanakan dengan pemeriksaan klinis, laboratorlum dan pemeriksaan pencitraan (imaging), dimaksudkan untuk mencari penyebab yang bisa diobati. Pengobatan biasanya hanya suportif. Zat penghambat kolines terasa (Cholinesterase inhibitors) bisa memperbaiki fungsi kognitif untuk sementara, dan membuat beberapa obat antipsikotika lebih efektif daripada hanya dengan satu macam obat saja. Demensia bisa terjadi pada setiap umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia (l.k 5% untuk rentang umur 65-74 tahun dan 40% bagi yang berumur >85 tahun). Kebanyakan mereka dirawat dalam panti dan menempati sejumlah 50% tempat tidur. Etiologi dan klasifikasi a) Menurut Umur: Demensia senilis (>65th) Demensia prasenilis (<65th) b) Menurut perjalanan penyakit: Reversibel Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb. c) Menurut kerusakan struktur otak Tipe Alzheimer Tipe non-Alzheimer Demensia vaskular Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia) Demensia Lobus frontal-temporal Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS) Morbus Parkinson Morbus Huntington

Morbus Pick Morbus Jakob-Creutzfeldt Sindrom Gerstmann-Strussler-Scheinker Prion disease Palsi Supranuklear progresif Multiple sklerosis Neurosifilis Tipe campuran d) Menurut sifat klinis: Demensia proprius Pseudo-demensia Tanda dan gejala a) Seluruh jajaran fungsi kognitif rusak. b) Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek. c) Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swings d) Defisit neurologik motor & fokal e) Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang f) Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waham & paranoia g) Agnosia, apraxia, afasia h) ADL (Activities of Daily Living)susah i) Kesulitan mengatur penggunaan keuangan j) Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian k) Lupa meletakkan barang penting l) Sulit mandi, makan, berpakaian, toileting m) Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang n) Mudah terjatuh, keseimbangan buruk o) Akhirnya lumpuh, inkontinensia urine & alvi p) Tak dapat makan dan menelan q) Koma dan kematian Diagnosis Diagnosis difokuskan pada 3 hal: a) Pembedaan antara delirium dan demensia b) Bagian otak yang terkena c) Penyebab yang potensial reversibel d) Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah) e) Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut f) Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah g) Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC h) Pencitraan otak amat penting CT atau MRI

Terapi Pertama perlu diperhatikan keselamatan pasien, lingkungan dibuat senyaman mungkin, dan bantuan pengasuh perlu. a) Koridor tempat jalan, tangga, meja kursi tempat barang keperkuannya b) Tidak diperbolehkan memindahkan mobil dsb. c) Diberi keperluan yang mudah dilihat, penerangan lampu terang, jam dinding besar, tanggalan yang angkanya besar d) Obat: e) Nootropika: Pyritinol (Encephabol) 1 x 100 - 3 x 200 mg Piracetam (Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg Sabeluzole (Reminyl) Ca-antagonist: Nimodipine(Nimotop 1- 3 x 30 mg) Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v./i.m. Cinnanzine (Stugeron) 1 - 3 x 25 mg Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse Pantoyl-GABA f) Acetylcholinesterase inhibitors Tacnne 10 mg dinaikkan lambatlaun hingga 80 mg. Hepatotoxik Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x /hari Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg Memantine 2 x 5 mg 10 mg Obat anti-demensia Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD: a) Nootropika: Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg Sabeluzole (Reminyl) b) Ca-antagonist: Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg) Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m. Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse Pantoyl-GABA c) Acetylcholinesterase inhibitors

Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x/hari Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg Memantine 2 x 5 - 10 mg

3. AMNESIA ORGANIK Definisi Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya ingat yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan. Diagnosis gangguan amnestik tidak dapat dibuat jika mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif, seperti yang terlihat pada demensia, atau jika mempunyai gangguan perhatian (attention) atau kesadaran, seperti yang terlihat pada delirium. Etiologi a) Kondisi medis sistemik Defisiensi tiamin (Sindroma Korsakoff) Hipoglikemia b) Kondisi otak primer Kejang Trauma kepala (tertutup dan tembus) Tumor serebrovaskular (terutama thalamik dan lobus temporalis) Prosedur bedah pada otak Ensefalitis karena herpes simpleks Hipoksia (terutama usaha pencekikan yang tidak mematikan dan keracunan karbonmonoksida) Amnesia global transien Terapi elektrokonvulsif Sklerosis multipel c) Penyebab berhubungan dengan zat Gangguan pengguanan alkohol Neurotoksin Benzodiazepin (dan sedatif- hipnotik lain) Banyak preparat yang dijual bebas. Diagnosis Klinis Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Amnestik Karena Kondisi Medis Umum.

a) Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ketidak mampuan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya. b) Ganguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya. c) Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium atau suatu demensia. d) Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum (termasuk trauma fisik) Sebutkan jika : Transien : jika gangguan daya ingat berlangsung selama 1 bulan atau kurang Kronis : jika gangguan daya ingat berlangsung lebih dari 1 bulan. Catatan penulisan: Masukkan juga nama kondisi medis umum pada Aksis I, misalnya, gangguan amnestik karena trauma kepala, juga tuliskan kondisi pada Aksis III. Gambaran Klinis Pusat gejala dan gangguan amnestik adalah perkembangan gangguan daya ingat yang ditandai oleh gangguan pada kemampuan untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograd) dan ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat (amnesia retrograd). Periode waktu dimana pasien terjadi amnesia kemungkinan dimulai langsung pada saat trauma atau beberapa saat sebelum trauma. Ingatan tentang waktu saat gangguan fisik mungkin juga hilang. Daya ingat jangka pendek (short-term memory) dan daya ingat baru saja (recent memory) biasanya terganggu. Daya ingat jangka jauh (remote post memory) untuk informasi atau yang dipelajari secara mendalam (overlearned) seperti pengalaman maka anak-anak adalah baik, tetapi daya ingat untuk peristiwa yang kurang lama ( Iewat dart 10 tahun) adalah terganggu. Diagnosis Banding 1. Demensia dan Delirium 2. Penuaan normal 3. Gangguan disosiatif 4. Gangguan buatan Pengobatan Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari gangguan amnestik Setelah resolusi episode amnestik, suatu jenis psikoterapi (sebagai contohnya, kognitif, psikodinamika, atau suportif dapat membantu pasien menerima pangalaman amnestik kedalam kehidupannya. Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Onset mungkin tiba-tiba atau bertahap; gejala dapat sementara atau menetap dan hasil akhir dapat terentang dari tanpa perbaikan sampai pemulihan lengkap 4. SKIZOFRENIA Definisi Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizeinyang berarti terpisahatau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi , serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Etiologi a) Model Diatesis-stres Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia. Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma. Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.

b) Faktor Neurobiologi Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan munculnya simptom skizofrenia. Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial. Hipotesa Dopamin Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa : Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2. Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat menimbulkan gejala psikotik pada siapapun. c) Faktor Genetika Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia. Gejala Klinis Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu primer dan sekunder. Gejala-gejala primer : a) Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran). Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul

ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya tani tetapi dikatakan sawah. Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan merah bila dimaksudkan berani. Atau terdapat clang association oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya lari. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya. Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya juga dimarahi dan dipukuli. Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari. Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau pressure of thoughts. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran. Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan. b) Gangguan afek dan emosi Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa : Kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting), misalnya penderita menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah. Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan incongruity of affect dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan inadequat. Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi

mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah : Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita yang sedang bermain sandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama ; atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek. c) Gangguan kemauan Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan. Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan. Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik. Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan. Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan. Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis. d) Gejala psikomotor Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada penyakit lain. Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku. Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun

lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi. Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme. Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya. Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin. Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh. Otomatisme komando (command automatism) sebetulnya merupakan lawan dari negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru perbuatan atau pergerakan orang lain). Gejala-gejala sekunder : a) Waham Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional interpretations). Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua

kali, atau seorang penderita berkata dunia akan kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing. Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya. b) Halusinasi Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan sskizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan. Diagnosis: Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll a) Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): - thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau - thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan - thought broadcasting= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus); - delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat;

Halusinasi auditorik: suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain) b) Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus; arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor; gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika; c) Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal) d) Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial. Prognosis Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang mempunyai gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25% individu sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang akan menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti : usia tua, faktor pencetus jelas, onset akut, riwayat sosial / pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala positif ini akan memberikan prognosis yang baik

sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi dalam 3 tahun, sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk. Penatalaksanaan a) Pemilihan obat Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder ( efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon. b) Pengaturan Dosis Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan: Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu

Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr) Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita. Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.

c) Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu dinaikkan sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12ininggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap 2ininggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan 2-4ininggu) lalu stop. Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet trhexyphenidyl 3x2 mg/hari. Terapi Psikososial Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain : a) Psikoterapi individual Terapi suportif Sosial skill training Terapi okupasi Terapi kognitif dan perilaku (CBT) b) Psikoterapi kelompok c) Psikoterapi keluarga d) Manajemen kasus e) Assertive Community Treatment (ACT) 5. GANGGUAN DISOSIATIF Definisi Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan peng-inderaan-an segera (awareness of identity and immediate sensations) serta control terhadap gerak tubuh.

Dalam penegakan diagnosis gangguan Disosiatif harus ada gangguan yang menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang. Ada beberapa penggolonga dalam gangguan disosiatif, antara lain adalah Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif. Etiologi Gangguan Disosiatif belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan organik yang dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat anak-anak namun tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya gangguan disosiatif ini bisa terjadi sewaktuwaktu dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan disosiatif. Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa : Kepribadian yang Labil. Pelecehan seksual Pelecehan fisik Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai ) Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan. Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun, anak-anak lebih mudah melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma walaupun itu terjadi pada orang lain. Tanda Dan Gejala Pada Gangguan disosiatif, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari hari kehari atau bahkan jam ke jam. Gejala umum untuk seluruh tipe gangguan disosiatif, meliputi : Hilang ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu, kejadian dan orang, Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan, Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi) Identitas yang buram Depersonalisas

Gangguan disosiatif dibedakan atau diklasifikasikan atas beberapa penggolongan, yaitu: Amnesia Disosiatif Pada Amnesia disosiatif biasanya didapati gangguan ingatan yang spesifik saja dan tidak bersifat umum.Informasi yang dilupakan biasanya tentang peristiwa yang menegangkan atau traumatik, dalam kehidupan seseorang. Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas pribadi seseorang, tetapi daya ingat informasiumum adalah utuh. Fugue Disosiatif Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif telah berjalan jalan secara fisik dari rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat aspek penting identitas mereka sebelumnya ( nama,keluarga, pekerjaan). Pasien tersebut seringkali, tetapi tidak selalu, mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru, walaupun identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian ganda yang terlihat pada gangguan identitas disosiatif. Stupor Disosiatif Stupor Disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau hilangnya gerakangerakan voulunter dan respon normal terhadap rangsangan luar, seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan (sedangkan kesadaran dalam artian fisiologis tidak hilang). Gangguan Trans atau Kesurupan Gangguan Trans atau Kesurupan dalam PPDGJ-III disbutkan bahwa gangguan ini menunjukkan adanya kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhdap lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut berprilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat atau kekuatan lain Gangguan Motorik Disosiatif Gangguan Motorik Disosiatif dalam bentuk yang paling umum adalah ketidakmampuan untuk menggerakkan seluruh ataupun sebagian dari anggota gerak (tangan maupun kaki. Konvulsi Disosiatif Konvulsi disosiatif atau disebut juga pseudo seizures dapat sangat mirip dengan kejang epileptic dalam hal gerak-gerakannya, akan tetapi sangat jarang disertai dengan lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan berlangsung dan mengompol. Juga tidak dijumpai kehilangan kesadaran. Komplikasi

Orang-orang dengan gangguan disosiatif beresiko besar mengalami komplikasi, yang terdiri dari : Mutilasi diri Gangguan seksual Alkoholisme Depresi Gangguan saat tidur,mimpi buruk, insomnia atau berjalan sambil tidur Gangguan kecemasan Gangguan makan Sakit kepala berat Gangguan disosiatif juga selalu dihubungkan dengan penyulit yang signifikan. Orang-orang dengan kondisi seperti ini sering tidak dapat mengelola emosi dan stress dengan baik. Dan reaksi disosiatifnya dapat menyebabkan teman-temannya mengaggap dirinya aneh. Faktor Resiko Orang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun emosional semasa kecil sangat berisko besar mengalami gangguan disosiatif. Anak-ana dan dewasa yang juga memiliki pengalaman kejadian yang traumatic, semisalnya perang, bencana, penculikan, dan prosedur medis yang infasif juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya gangguan disosiatif ini. Penatalaksanaan Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan disosiatif ini. Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan disosiasi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif. Penanganan gangguan disosiatif yang lain meliputi : a) Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi. b) Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang negative dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku pemeriksa.

c) Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan disosiatif ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan disosiatif ini. d) Pengobatan Alternatif Ahli terapi biasanya merekomendasikan menggunakan hypnosis yang biasanya berupa hypnoterapi atau hipnotis sugesti sebagai bagian dari penanganan pada gangguan disosiatif. Hypnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti.

PENATALAKSANAAN Terapi diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan menghilangkan faktor yang memberatkan seperti:

Menghentikan penggunaan obat Obati infeksi Suport pada pasien dan keluanga Mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien Cukupi cairan dan nutrisi Vitamin yang dibutuhkan Segala alat pengekang boleh digunakan tapi harus segera dilepas bila sudah membaik, alat infuse sesederhana mungkin, lingkungan diatur agar nyaman. Obat: o Haloperidoi dosis rendah dulu 0,5 1 mg per os, IV atau IV o Risperidone 0,5 3mg perostiap l2jam o Olanzapine 2,5 15 mg per os 1 x sehari o Lorazepam 0,5 1mg per Os atau parenteral (tak tersedia di Indonesia), Perlu diingat obat benzodiazepine mi bisa memperburuk delirium karena efek sedasinya.

Anda mungkin juga menyukai