PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi
pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun disertai peningkatan suhu tubuh
mencapai 38°C atau lebih tanpa disebabkan oleh proses intracranial maupun
ketidakseimbangan metabolik, serta terjadi tanpa adanya riwayat kejang
tanpa demam.1,12 Kejang yang terjadi disebabkan oleh kenaikan suhu tubuh,
bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik lainnya. Bila ada riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya, maka tidak disebut dengan kejang
demam.1
2.2 Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berusia 6 bulan hingga 5
tahun.1 Mayoritas merupakan kejang demam sederhana, hanya sekitar 20-
30% yang kompleks. Hanya 5% kejang demam berakhir ≥30 menit. Kejang
demam berkaitan dengan variasi musim. Sebuah penelitian di Jepang
menunjukkan 2 puncak insiden yaitu November-Januari, dan Juni-Agustus,
yang berkaitan dengan puncak infeksi saluran napas atas dan infeksi
gastrointestinal.2
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kejang demam lebih dominan
terjadi pada laki-laki. Penelitian di Amerika melaporkan adanya pengaruh
perbedaan ras, 3,5% pada kulit putih dan 4,2% pada kulit hitam. Risiko
rekurensi kejang demam secara keseluruhan adalah 34,3%. Umur muda saat
onset (1 tahun atau kurang) dan riwayat keluarga memiliki kejang demam
dapat meningkatkan risiko.4,12 Anak dengan kejang demam sederhana tidak
menunjukkan adanya risiko mortalitas, hemiplegia, atau retardasi mental.
2
Pemantauan jangka panjang pada kasus kejang demam sederhana memiliki
risiko terjadinya epilepsi sedikit lebih tinggi daripada populasi umum.13
2.3 Etiologi
Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti,
namun demam sering disebabkan oleh:5
1. Demam itu sendiri, demam yang disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan, otitis media, pneumonia, gastroentritis dan infeksi saluran
kemih.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme.
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.4 Patofisiologi
Peran dari aktivasi sitokin sedang dalam penelitian, dimana hal ini
terlibat dalam peningkatan kecenderungan terjadinya kejang demam
berhubungan dengan interleukin spesifik. Eksperimen pada hewan
percobaan didapat hasil bahwa hipertermia mempengaruhi perubahan
ekspresi hiperpolarisasi, mengaktivasi gerbang kanal ion nukleotida yang
dapat meningkatkan eksitabilitas neuron dan akan mempermudah terjadinya
kejang demam.14
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan luar
dan dalam. Dalam keadaan normal, konsentrasi ion kalium dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi sodium rendah, begitu juga sebaliknya. Ion K dapat
dengan mudah berdifusi ke dalam sel. Perbedaan konsentrasi ion di dalam
dan luar sel inilah yang menyebabkan terjadinya potensial membran yang
mencetuskan kejang.15
Setiap kenaikan 1°C pada kondisi demam mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 meningkat 20%. Karena pada
anak sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang dewasa (hanya 15%). Kenaikan suhu dapat mengubah keseimbangan
sel neuron dan dengan cepat terjadinya difusi ion kalium dan natrium.5 Jika
3
suhu tubuh meningkat maka dapat berdampak pada gangguan fungsi otak
dan keseimbangan potensial membran terganggu sehingga dapat
menimbulkan lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel neuron ataupun sel tetangganya
sehingga dapat timbul kejang fokal ataupun umum.15
4
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap-
ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan menongkel yang berulang-ulang
pada tangan dan gerakan tangan lainnya
Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
5
2. Kejang demam kompleks
Kejang lama (> 15 menit)
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial.
Berulang atau terjadi >1 kali dalam 24 jam
2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis yang baik dapat membantu menegakkan diagnosis kejang
demam. Perlu ditanyakan kepada orangtua atau pengasuh yang menyaksikan
anaknya semasa kejang yang berupa:21
1. Jenis kejang, lama kejang, kesadaran (kondisi sebelum, diantara,
dan setelah kejang)
2. Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval,
keadaan anak selepas kejadian kejang
3. Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA), infeksi saluran kemih (ISK), otitis
media akut (OMA), dan lain-lain)
4. Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya
pernah mengalami kejang dengan demam atau tanpa demam,
riwayat perkembangan (gangguan neurologis), perlu ditanyakan
pola tumbuh kembang anak apakah sesuai dengan usianya, riwayat
penyakit keluarga perlu digali riwayat kejang demam atau epilepsi
dalam keluarga.
5. Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya muntah, diare,
keluhan lain yang menyertai demam, seperti batuk, pilek, sesak
nafas yang menyebabkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemia).
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, nilai keadaan umum dan kesadaran anak, apakah
terdapat penurunan kesadaran. Setelah itu dilakukan pemeriksaan tanda-
6
tanda vital terutamanya suhu tubuh, apakah tedapat demam, yang dapat
dilakukan di beberapa tempat seperti pada axilla, rektal dan telinga. Pada
anak dengan kejang demam penting untuk melakukan pemeriksaan
neurologis, antara lain:20
1. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Kernique, Laseque,
Brudzinski I dan Brudzinski II.
2. Pemeriksaan nervus kranialis.
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB)
menonjol, papil edema.
4. Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, OMA, ISK dan lain lain.
5. Pemeriksaan neurologis: tonus, motorik, reflek patologis dan
fisiologis.
c. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi
kejang demam, diantaranya sebagai berikut.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam. Beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan atas indikasi seperti darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.1
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis. Lumbal
pungsi tidak dilakukan pada anak berusia <12 bulan dengan
keadaan umum baik. Indikasi lumbal pungsi antara lain: adanya
tanda rangsang meningeal, curiga infeksi SSP berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan klinis, dipertimbangkan pada anak
dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah mendapat
antibiotik dan pemberian antibiotik dapat mengaburkan tanda dan
gejala klinis.1
3. Elektroensefalografi (EEG)
7
Pemeriksaan EEG tidak dilakukan untuk kejang demam kecuali
bangkitannya bersifat fokal untuk menentukan fokus kejang di otak
yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.1
2.7Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding untuk kejang demam antara lain:
a. Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri. Gejala didahului oleh infeksi saluran napas atau
saluran cerna dengan peningkatn suhu batuk, pilek, diare dan muntah-
muntah yang disertai kaku kuduk dengan atau tanpa penurunan
kesadaran.22
b. Ensefalitis
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbai macam mikro-
organisme, khususnya virus. Gejala berupa demam, sakit kepala, mual,
muntah dan flu. Suhu meningkat secara mendadak dan kejang berlangsung
berjam-jam disertai dengan penurunan kesadaran.23
c. Abses otak
Pengumpulan cairan abnormal di dalam jaringan otak baik
intraseluler maupun ekstraseluler oleh bakteri. Gejala berupa mual dan
muntah, mengantuk, kejang, demam, mengalami gangguan fungsi otak
lain, hemiparesis. Pada dasarnya gejala yang diperngaruhi oleh lokasi dan
ukuran abses pada otak.24
8
intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam dan sukar dibedakan
dengan kejang demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami
delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.17
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip penanganan kejang demam terdiri dari 3 hal:
a. Mengatasi fase demam akut
9
Obat praktis yang dapat diberikan orang tua di rumah (prehospital) adalah
diazepam rektal dengan dosis 0,5 -0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan
berat badan < 12 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan > 12 kg. Jika
kejang belum berhenti dapat diulangi dengan dosis yang sama dengan interval
5 menit. Jika kejang belum berhenti segera ke rumah sakit.1
b. Mengatasi demam, mencari, dan mengobati penyebab demam.
Demam harus ditangani untuk membuat anak nyaman. Memberi paracetamol
sangat efektif dibandingkan cara manual seperti mengompres dan lebih dapat
diterima oleh orang tua pasien.4 Penggunaan aspirin pada anak-anak dengan
penyakit akibat virus diketahui berhubungan dengan perkembanga Reye
Syndrome.16
c. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pengobatan profilaksis kejang demam dapat dibagi dalam profilaksis
intermiten dan profilaksis terus-menerus. Indikasi dan obat yang
diberikan sebagai berikut:1,15
Profilaksis intermiten pada waktu Profilaksis terus menerus
demam
- Indikasi: kelainan neurologis - Indikasi: kelainan neurologis
berat, kejang berulang 4 kali atau nyata sebelum atau sesudah
lebih dalam setahun, usia <6 kejang (hemiparese, paresis
bulan, kejang terjadi pada suhu Tod’s, palsi serebral, retardasi
<39C, dan pada episode kejang mental, hidrosefalus, dll)
sebelumnya suhu tubuh
meningkat dengan cepat.
- Antipiretik: parasetamol 10-15 Kejang lama > 15 menit kejang
mg/kgbb/kali, diberikan 4-5 fokal.
kali/hari. Ibuprofen 5-10 Dapat dipertimbangkan pada:
mg/kgbb/kali, 3-4 kali/hari. kejang berulang > 2 kali dalam
- Obat antikonvulsan: diazepam 24 jam. Bayi usia < 12 bulan.
oral: 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Kejang demam kompleks
Diazepam rektal: 0,5 mg/kg atau 5 berulang > 4 kali.
10
mg untuk BB10 kgsetiap 8 jam. Obat: phenobarbital 4-5
mg/kg/hari, atau sodium
valproat.
Lama pengobatan 1 tahun
bebas kejang.
Tidak ada bukti bahwa penatalaksanaan kejang demam sederhana bisa
mencegah menjadi berkembangnya epilepsi.4 Kebanyakan anak tidak
memerlukan terapi apapun setelah kejang demam sederhana pertama terjadi.
Pada anak dengan risiko kejang demam berulang, antikonvulsan harus
diberikan unutk managemen pendek akut.16
2.9 Prognosis
Prognosis kejang demam cenderung baik, tidak mengganggu kognitif,
sebagian besar tidak berkembang menjadi epilepsi. Risiko gangguan kognitif
apabila terdapat kelainan neurologi atau perkembangan dan kejang tanpa demam
setelah episode kejang demam. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang
demam juga tidak dilaporkan, perkembangan mental dan neurologis umumnya
tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kejang demam akan berulang
kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah
riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12 tahun, temperature
yang rendah saat kejang dan cepatnya kejang setelah demam. Bila seluruh faktor
di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila
tidak terdapat factor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10%-15%.20
11
BAB III
LAPORAN KASUS
12
dikatakan normal. Keluhan mual muntah, diare, sesak napas, dan riwayat
adanya trauma disangkal oleh ibu pasien.
Riwayat Pengobatan:
Pasien mendapatkan obat antipiretik berupa paracetamol dan
antibiotik
Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan
Pasien merupakan anak pertama. Pasien tinggal dirumah bersama ibu,
bibi, kakek dan nenek pasien. Pasien sehari-hari dikatakan dirawat oleh
orang tua beserta kakek dan nenek pasien, pasien menghabiskan waktu
bersama mereka dirumah. Tidak ada yang mengalami keluhan serupa pada
orang sekitar lingkungan pasien.
Riwayat Persalinan
Selama kehamilan dikatakan ibu pasien tidak pernah menderita
penyakit maupun menggunakan obat-obatan. Pasien lahir secara normal,
ditolong oleh dokter, dikatakan ketika lahir segera menangis dengan berat
badan lahir 3200 gram, panjang badan 51cm, lingkar kepala saat lahir
dikatakan lupa.
Riwayat Imunisasi
Pasien sudah dilakukan pemberian imunisasi lengkap sesuai usia pasien di
puskesmas pada pasien, yaitu imunisasi :
BCG : 1 kali
Polio : 4 kali
13
Hepatitis B : 4 kali
DPT : 3 kali
Campak : 1 kali
Kesan imunisasi pada pasien sudah lengkap sesuai dengan ketentuan
yang berlaku berdasarkan KEMENKES 2013.
Riwayat Nutrisi
- ASI : pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif
- Susu formula : Sejak usia 0 bulan hingga sekarang.
- Bubur susu : Sejak usia 6 bulan dengan frekuensi 3 kali/hari
- Nasi tim : Sejak usia 10 bulan dengan frekuensi 3 kali/hari
- Makanan dewasa: Sejak usia 12 bulan dengan frekuensi 3 kali/hari
14
Berdasarkan perhitungan antopometri pada anak oleh WHO, didapatkan:
Berat badan : 8,5 kg
Berat badan ideal : 8.0 kg
Panjang badan : 72 cm
BB/U : z score 0 sampai dengan -2 SD
PB/U : z score 0 sampai dengan -2 SD
BB/PB : z score -1 sampai dengan 0 SD
Waterlow : 106% (Gizi baik)
Status Generalis
Kepala : Normocephali, ubun-ubun besar terbuka datar
Mata : Konjungtiva pucat -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+
isokor, edema palpebra -/-
THT :
Telinga : sekret -/-
Hidung : sekret +/+, napas cuping hidung (-), sianosis (-)
Tenggorok : faring hiperemi (+), tonsil T1/T1
Lidah : sianosis (-)
Bibir : sianosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)
Thoraks : simetris (+), retraksi (-)
Jantung : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru : vesikuler +/+, ronkhi -/-, rhales -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), turgor kembali cepat, asites (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, massa (-)
Ekstremitas : akral hangat + + , edema - -
+ + - -
CRT < 2 detik
Kulit : cutis marmorata (-)
15
Pemeriksaan Neurologis
Kaku kuduk : Negatif
Brudzinzki I : Negatif
Brudzinski II : Negatif
Refleks fisiologis : Normal pada keempat ekstremitas
Refleks patologis Babinski dan varian: Negatif
Elektrolit (7/5/2018):
Natrium darah : 138 mmol/L (136 – 145)
Kalium darah : 4,2 mmol/L (3,5 – 5,1)
Klorida darah : 101 mmol/L (97 – 111)
3.6 Penatalaksanaan.
- Kebutuhan cairan 850 ml/hari
- IVFD D5 1/4 NS ~ 20 tetes makro/menit.
- Paracetamol 10 mg/kg/kali ~ 100 mg (1 cth) tiap 4 jam per oral bila suhu axila
≥38°C
- Diazepam 0,3 mg/kg ~ 3 mg (1 ½ cth) setiap 8 jam per oral
16
BAB IV
PEMBAHASAN
17
mengalami kejang ketika tiba di UGD. Kejang berupa mata mendelik keatas,
diikuti rahang yang kaku, kemudian terjadi pada seluruh tubuh berupa
tangan dan kaki menghentak-hentak. Kejang terjadi selama kurang lebih 5
menit. Setelah kejang, pasien sadar dan langsung menangis. Pasien sempat
mengalami kejang dengan pola yang sama 2 hari sebelum masuk rumah sakit
dengan durasi kejang selama kurang dari 5 menit.
Pasien dikatakan mengalami batuk pilek sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Selain batuk pilek, pasien juga demam sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Demam dikatakan menetap dengan suhu rata-rata diatas
38°C dan tidak diberikan obat penurun panas oleh orang tua pasien. Makan
dan minum pasien dikatakan tetap baik sejak pasien sakit. BAB dan BAK
dikatakan normal. Keluhan mual muntah, diare, sesak napas, dan riwayat
adanya trauma disangkal oleh nenek pasien.
Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun disertai peningkatan suhu tubuh mencapai 38°C atau
lebih tanpa disebabkan oleh proses intracranial maupun ketidakseimbangan metabolik,
serta terjadi tanpa adanya riwayat kejang tanpa demam.1,12 Kejang demam dapat
dibedakan menjadi dua yaitu, kejang demam sederhana yang ditandai dengan lama
kejang kurang dari 15 menit, kejang bersifat umum dan tidak berulang dalam 24 jam
sedangkan kejang demam kompleks ditandai dengan lama kejang yang dapat
berlangsung lebih dari 15 menit, kejang bersifat parsial atau fokal dan kejang dan
berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam. Berdasarkan gejala klinis yang
didapatkan, pasien memenuhi kriteria diagnosis kejang demam kompleks. Pasien
mengalami demam hingga suhu tubuh 38°C saat kejang terjadi, dimana demam tersebut
dicurigai akibat penyakit saluran napas atas berupa batuk pilek yang sudah dialami sejak
1 hari sebelum kejang terjadi. Kejang terjadi sebanyak 2 kali dalam kurun waktu 24 jam
dengan jeda 30 menit antar kejang. Kejang yang dialami pasien didahului dengan kejang
fokal, yaitu berupa mata yang mendelik kearah atas dan rahang yang kaku, kemudian
kejang menjadi umum berupa gerakan menghentak-hentak pada ekstremitas.
Seringkali, kejang berhenti dengan sendirinya. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.12 Pada pasien kejang berhenti
dengan sendirinya tanpa adanya intervensi farmakologi serta tidak didapatkan defisit
18
neurologis. Faktor risiko terjadinya kejang demam pada pasien dapat merupakan faktor
genetik. Salah satu anggota keluarga pasien memiliki riwayat kejang demam, yaitu ibu
pasien sebelum mencapai usia 5 tahun. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa riwayat kejang demam pada keluarga dapat meningkatkan risiko terjadinya kejang
demam.4,12
Terapi profilaksis intermiten pada kasus kejang demam diberikan dengan
indikasi adanya kelainan neurologis, kejang berulang 4 kali atau lebih dalam setahun,
usia pasien <6 bulan, kejang terjadi pada suhu <39 C, dan pada episode kejang
sebelumnya suhu tubuh meningkat dengan cepat. Obat untuk terapi profilaksis
intermiten berupa antikonvulsan diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam, diazepam
rektal dosis 0,5 mg/kg atau 5 mg untuk berat badan <10 kg dan 10 mg untuk berat badan
>10 kg setiap 8 jam serta pemberian antipiretik berupa parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali,
diberikan 4-5 kali/hari per oral. Pada kasus sudah memenuhi kriteria untuk diterapi
dengan profilaksis intermiten, dimana pasien sudah mengalami kejang sebanyak 4 kali
dalam setahun (1 kali pada usia 9 bulan dan 3 kali kejang 7 bulan berikutnya), suhu
tubuh saat kejang mencapai 38C. Penatalaksanaan pada pasien yang dilakukan
adalah dengan pemberian antipiretik paracetamol 10 mg/kg/kali setara dengan 100
mg/kali tiap 4 jam per oral bila suhu axila ≥38°C, obat anti kejang diazepam oral 0,3
mg/kg setara dengan 3 mg setiap 8 jam.
BAB V
KESIMPULAN
19
dengan pasti, namun demam sering disebabkan oleh, infeksi saluran
pernapasan, otitis media, pneumonia, gastroentritis dan infeksi saluran
kemih. Efek produk toksik daripada mikroorganisme, respon alergik atau
keadaan umum yang abnormal oleh infeksi atau perubahan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Kejang demam dapat dibedakan menjadi dua yaitu, kejang demam sederhana
yang ditandai dengan lama kejang kurang dari 15 menit, kejang bersifat umum dan tidak
berulang dalam 24 jam sedangkan kejang demam kompleks ditandai dengan lama kejang
yang dapat berlangsung lebih dari 15 menit, kejang bersifat parsial atau fokal dan kejang
dan berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam. Diagnosis kejang demam
ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis seperti darah
lengkap, EEG ataupun pemeriksaan imaging yaitu CT Scan.
Pasien NYP (1 tahun 4 bulan) ditemukan gejala klinis berupa demam satu
hari sebelum kejang, dan kejang dikatakan terdapat gerakan kaku dan menghentak
pada tubuh yang terjadi kira-kira terjadi selama 5 menit. Setelah kejang berhenti
pasien segera menangis. Pada pemeriksaan fisik, suhu badan pasien mencapai
380C, status generalis dan status neurologis pasien dalam batas normal.
Berdasarkan data yang didapat pasien didiagnosis dengan kejang demam
kompleks disertai rinofaringitis dengan gizi baik. Penatalaksanaan pasien yang
diberikan adalah pemberian Paracetamol 10mg/kg/kali ~ 100 mg tiap 4 jam bila
suhu axila ≥38°C. obat anti kejang diazepam oral 0,3 mg/kg setara dengan 3 mg setiap
8 jam.
DAFTAR PUSTAKA
20
5. Irdawati. Kejang demam dan penatalaksanaannya. Berita ilmu
keperawatan ISSN 1979-2697. 2009:8(2):143-6
6. Ismael S., Soetomenggolo TS., Pusponegoro HD., et al. Rekomendasi
Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Kooordinasi Neurologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016
7. American Academy of Pediatrics. Clinical practise guideline-febrile
seizures: guideline for the neurodiagnostic evaluation of the child with a
simple febrile seizure. Pediatrics. Feb 201:127(2).
8. Shellass R., Engel J. Febrile seizures. University of Michigan. 2014.
9. Suwarba IGNM., Mahalini DS., Kari IK. Kejang demam. Pedoman
Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. 2010
10. Mahmood KT., Fareed T., Tabbasum R. Management of febrile seizures in
children. J Biomed Sci and Res. Vol 3 (1). 2011, 353-7
11. Soetomenggolo. Kejang Demam Dalam: Soetomenggolo, Ismael, Buku
Ajar Neurologi Anak. 2000. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 244-252
12. Nelson. Text Book of Pediatrics. 2000. EGC. Jakarta
13. Lyons, S. 2012. Febrile seizures. Nucleus Medical Media, Inc.
http://www.med.nyu.edu/content?chunkIID=102822.
14. Konsensus penatalaksanaan kejang demam. Hardiono DP, Widodo DP,
Ismael S, Edotpr.UKK neurologi anak, IDAI, Jakarta. 2006
15. Saharso, D. Et al. Kejang Demam dalam : Pedoman Pelayanan Medis.
Ikatan Dokter Indonesia (IDAI). 2009: 150-153
16. Well ML, Tuomanen E, Rust R, Menkes JH. Infection of the nervous
system. Dalam:Menkes JH, Sarnat HB, Penyunting. Child Neurology.
Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2000/h/467-626
17. Behrman RE and Vaughhan VC. Nelson textbook of pediatrics, 12 th ed.
Philadelphia, London, Toronto, Mexico city, Rio de Janeiro, Sidney,
Tokyo: WB Saunders, 1983:626-631
18. Cohen BH. Andresfky JC. Altered state of consciousness. Dalam: Maria
BL, penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-3,
Hamilton: BC decker inc, 2005.h. 551-62
19. Wong V, Rosman NP. HK J Pediatri 2002;7:143-51
20. Tan JS, File TM, Salata RA, Tian MJ. Expert guide to infectious diseases.
2nd Ed. 2008. 365-86p
21