Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang Demam didefiniskan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada


anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai peningkatan suhu tubuh
hingga 38°C atau lebih, tanpa disebabkan oleh proses intrakranial maupun
ketidakseimbangan metabolik, serta terjadi tanpa adanya riwayat kejang
tanpa demam.1,12 Sekitar 2-4% anak mengalami 1 atau lebih kejang demam
sampai dengan umur 5 tahun.2 Perbedaan geografis berpengaruh terhadap
angka kejadian kejang demam. Di Tokyo prevalensi sekitar 8,3% pada anak
hingga umur 3 tahun, dan di Finlandia angka insiden 6,9% pada umur 4
tahun. Penelitian yang dilakukan di Amerika menunjukkan hasil bahwa ras
juga memiliki pengaruh terhadap angka kejadian kejang demam, dimana ras
kulit hitam memiliki risiko 0,7% lebih besar dibandingkan kulit putih.4 Di
Indonesia, angka kejadian kejang demam mencapai 2-4% pada tahun 2008
dan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan.3
Etiologi pada anak-anak yang mengalami demam dan dapat berlanjut
kepada kejang dapat terjadi akibat dari infeksi otak, trauma kepala,
kekurangan cairan karena diare, ataupun epilepsi. Gambaran klinis pada
pasien kejang demam dapat menjadi acuan untuk menegakkan diagnosis
pada pasien. Kejang demam dapat berlangsung singkat, berupa serangan
kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,
tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali
tanpa defisit neurologis. Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi dua yaitu
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Prinsip tatalaksana saat kejang yaitu dapat mengatasi kejang fase akut,
mengatasi demam, mencari dan mengobati penyebab demam serta
pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam. Kejang yang
dibiarkan lama tanpa pengobatan dapat berdampak pada perkembangan
anak. cacat fisik, cacat mental, gangguan perilaku, gangguan belajar, epilepsi
bahkan kematian.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi
pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun disertai peningkatan suhu tubuh
mencapai 38°C atau lebih tanpa disebabkan oleh proses intracranial maupun
ketidakseimbangan metabolik, serta terjadi tanpa adanya riwayat kejang
tanpa demam.1,12 Kejang yang terjadi disebabkan oleh kenaikan suhu tubuh,
bukan karena gangguan elektrolit atau metabolik lainnya. Bila ada riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya, maka tidak disebut dengan kejang
demam.1

2.2 Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berusia 6 bulan hingga 5
tahun.1 Mayoritas merupakan kejang demam sederhana, hanya sekitar 20-
30% yang kompleks. Hanya 5% kejang demam berakhir ≥30 menit. Kejang
demam berkaitan dengan variasi musim. Sebuah penelitian di Jepang
menunjukkan 2 puncak insiden yaitu November-Januari, dan Juni-Agustus,
yang berkaitan dengan puncak infeksi saluran napas atas dan infeksi
gastrointestinal.2
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kejang demam lebih dominan
terjadi pada laki-laki. Penelitian di Amerika melaporkan adanya pengaruh
perbedaan ras, 3,5% pada kulit putih dan 4,2% pada kulit hitam. Risiko
rekurensi kejang demam secara keseluruhan adalah 34,3%. Umur muda saat
onset (1 tahun atau kurang) dan riwayat keluarga memiliki kejang demam
dapat meningkatkan risiko.4,12 Anak dengan kejang demam sederhana tidak
menunjukkan adanya risiko mortalitas, hemiplegia, atau retardasi mental.

2
Pemantauan jangka panjang pada kasus kejang demam sederhana memiliki
risiko terjadinya epilepsi sedikit lebih tinggi daripada populasi umum.13

2.3 Etiologi
Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti,
namun demam sering disebabkan oleh:5
1. Demam itu sendiri, demam yang disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan, otitis media, pneumonia, gastroentritis dan infeksi saluran
kemih.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme.
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

2.4 Patofisiologi
Peran dari aktivasi sitokin sedang dalam penelitian, dimana hal ini
terlibat dalam peningkatan kecenderungan terjadinya kejang demam
berhubungan dengan interleukin spesifik. Eksperimen pada hewan
percobaan didapat hasil bahwa hipertermia mempengaruhi perubahan
ekspresi hiperpolarisasi, mengaktivasi gerbang kanal ion nukleotida yang
dapat meningkatkan eksitabilitas neuron dan akan mempermudah terjadinya
kejang demam.14
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan luar
dan dalam. Dalam keadaan normal, konsentrasi ion kalium dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi sodium rendah, begitu juga sebaliknya. Ion K dapat
dengan mudah berdifusi ke dalam sel. Perbedaan konsentrasi ion di dalam
dan luar sel inilah yang menyebabkan terjadinya potensial membran yang
mencetuskan kejang.15
Setiap kenaikan 1°C pada kondisi demam mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 meningkat 20%. Karena pada
anak sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang dewasa (hanya 15%). Kenaikan suhu dapat mengubah keseimbangan
sel neuron dan dengan cepat terjadinya difusi ion kalium dan natrium.5 Jika

3
suhu tubuh meningkat maka dapat berdampak pada gangguan fungsi otak
dan keseimbangan potensial membran terganggu sehingga dapat
menimbulkan lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel neuron ataupun sel tetangganya
sehingga dapat timbul kejang fokal ataupun umum.15

2.5 Manifestasi Klinik


Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik
atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti dengan sendirinya.
Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,
tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali
tanpa defisit neurologis. Pasien dengan kejang demam tidak meningkatkan
insiden gangguan perilaku, kemampuan akademik, fungsi kognitif maupun
perhatian. Kejang demam diikuti hemiparesis sementara (Hemiparesis Tood)
yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama
dapat di ikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama, lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.12
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh mencapai 390C atau lebih. Kejang khas yang
menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, di ikuti dengan
periode mengantuk singat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih
lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi
atau toksik yang memerlukan pengamatan menyeluruh.18
Kejang secara umum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:27
a. Kejang parsial (fokal, lokal)
1. Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:
 Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tanda
atau gejala otonomik : muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil
 Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa
seakan jatuh dari udara, paresthesia.
 Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik
2. Parsial komplek

4
 Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks
 Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap-
ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan menongkel yang berulang-ulang
pada tangan dan gerakan tangan lainnya
 Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

b. Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi)


1. Kejang absens
 Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
 Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik
 Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kembali waspada dan konsentrasi
penuh
2. Kejang mioklonik
 Kedutan-kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak
 Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher lengan atas dan kaki
 Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
 Kehilangan kesadaran hanya sesaat
3. Kejang tonik klonik
 Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada
otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari
1 menit
 Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
 Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah
 Latergi, konvulsi, dan tidur dalam fase postiktal
4. Kejang atonik
 Hilangnya tonus secara mendadak sehinga dapat menyebabkan kelopak
mata turun, kepala menunduk atau jatuh ke tanah
 Singkat dan terjadi tanpa peringatan

Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2, yaitu:15


1. Kejang demam sederhana
 Lama kejang <15 menit
 Kejang bersifat umum
 Tidak berulang dalam 24 jam

5
2. Kejang demam kompleks
 Kejang lama (> 15 menit)
 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial.
 Berulang atau terjadi >1 kali dalam 24 jam

2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis yang baik dapat membantu menegakkan diagnosis kejang
demam. Perlu ditanyakan kepada orangtua atau pengasuh yang menyaksikan
anaknya semasa kejang yang berupa:21
1. Jenis kejang, lama kejang, kesadaran (kondisi sebelum, diantara,
dan setelah kejang)
2. Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval,
keadaan anak selepas kejadian kejang
3. Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA), infeksi saluran kemih (ISK), otitis
media akut (OMA), dan lain-lain)
4. Riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya
pernah mengalami kejang dengan demam atau tanpa demam,
riwayat perkembangan (gangguan neurologis), perlu ditanyakan
pola tumbuh kembang anak apakah sesuai dengan usianya, riwayat
penyakit keluarga perlu digali riwayat kejang demam atau epilepsi
dalam keluarga.
5. Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya muntah, diare,
keluhan lain yang menyertai demam, seperti batuk, pilek, sesak
nafas yang menyebabkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemia).
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, nilai keadaan umum dan kesadaran anak, apakah
terdapat penurunan kesadaran. Setelah itu dilakukan pemeriksaan tanda-

6
tanda vital terutamanya suhu tubuh, apakah tedapat demam, yang dapat
dilakukan di beberapa tempat seperti pada axilla, rektal dan telinga. Pada
anak dengan kejang demam penting untuk melakukan pemeriksaan
neurologis, antara lain:20
1. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Kernique, Laseque,
Brudzinski I dan Brudzinski II.
2. Pemeriksaan nervus kranialis.
3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB)
menonjol, papil edema.
4. Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, OMA, ISK dan lain lain.
5. Pemeriksaan neurologis: tonus, motorik, reflek patologis dan
fisiologis.
c. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi
kejang demam, diantaranya sebagai berikut.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam. Beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan atas indikasi seperti darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.1
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis. Lumbal
pungsi tidak dilakukan pada anak berusia <12 bulan dengan
keadaan umum baik. Indikasi lumbal pungsi antara lain: adanya
tanda rangsang meningeal, curiga infeksi SSP berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan klinis, dipertimbangkan pada anak
dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah mendapat
antibiotik dan pemberian antibiotik dapat mengaburkan tanda dan
gejala klinis.1
3. Elektroensefalografi (EEG)

7
Pemeriksaan EEG tidak dilakukan untuk kejang demam kecuali
bangkitannya bersifat fokal untuk menentukan fokus kejang di otak
yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.1

4. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)


Pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) tidak rutin dikerjakan pada
anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan dilakukan jika
terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap,
misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.1

2.7Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding untuk kejang demam antara lain:
a. Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri. Gejala didahului oleh infeksi saluran napas atau
saluran cerna dengan peningkatn suhu batuk, pilek, diare dan muntah-
muntah yang disertai kaku kuduk dengan atau tanpa penurunan
kesadaran.22
b. Ensefalitis
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbai macam mikro-
organisme, khususnya virus. Gejala berupa demam, sakit kepala, mual,
muntah dan flu. Suhu meningkat secara mendadak dan kejang berlangsung
berjam-jam disertai dengan penurunan kesadaran.23
c. Abses otak
Pengumpulan cairan abnormal di dalam jaringan otak baik
intraseluler maupun ekstraseluler oleh bakteri. Gejala berupa mual dan
muntah, mengantuk, kejang, demam, mengalami gangguan fungsi otak
lain, hemiparesis. Pada dasarnya gejala yang diperngaruhi oleh lokasi dan
ukuran abses pada otak.24

Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis


dan cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang
diikuti hemiparesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses

8
intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam dan sukar dibedakan
dengan kejang demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami
delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.17

2.8 Penatalaksanaan
Prinsip penanganan kejang demam terdiri dari 3 hal:
a. Mengatasi fase demam akut

Gambar 2.1 Algoritme penanganan kejang akut pada anak.


Sumber: Suwarba IGNM., Mahalini DS., Kari IK. 2010. Kejang demam. Pedoman pelayanan
Medis ilmu kesehatan anak RSUP Sanglah denpasar.

9
Obat praktis yang dapat diberikan orang tua di rumah (prehospital) adalah
diazepam rektal dengan dosis 0,5 -0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan
berat badan < 12 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan > 12 kg. Jika
kejang belum berhenti dapat diulangi dengan dosis yang sama dengan interval
5 menit. Jika kejang belum berhenti segera ke rumah sakit.1
b. Mengatasi demam, mencari, dan mengobati penyebab demam.
Demam harus ditangani untuk membuat anak nyaman. Memberi paracetamol
sangat efektif dibandingkan cara manual seperti mengompres dan lebih dapat
diterima oleh orang tua pasien.4 Penggunaan aspirin pada anak-anak dengan
penyakit akibat virus diketahui berhubungan dengan perkembanga Reye
Syndrome.16
c. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pengobatan profilaksis kejang demam dapat dibagi dalam profilaksis
intermiten dan profilaksis terus-menerus. Indikasi dan obat yang
diberikan sebagai berikut:1,15
Profilaksis intermiten pada waktu Profilaksis terus menerus
demam
- Indikasi: kelainan neurologis - Indikasi: kelainan neurologis
berat, kejang berulang 4 kali atau nyata sebelum atau sesudah
lebih dalam setahun, usia <6 kejang (hemiparese, paresis
bulan, kejang terjadi pada suhu Tod’s, palsi serebral, retardasi
<39C, dan pada episode kejang mental, hidrosefalus, dll)
sebelumnya suhu tubuh
meningkat dengan cepat.
- Antipiretik: parasetamol 10-15 Kejang lama > 15 menit kejang
mg/kgbb/kali, diberikan 4-5 fokal.
kali/hari. Ibuprofen 5-10 Dapat dipertimbangkan pada:
mg/kgbb/kali, 3-4 kali/hari. kejang berulang > 2 kali dalam
- Obat antikonvulsan: diazepam 24 jam. Bayi usia < 12 bulan.
oral: 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Kejang demam kompleks
Diazepam rektal: 0,5 mg/kg atau 5 berulang > 4 kali.

10
mg untuk BB10 kgsetiap 8 jam. Obat: phenobarbital 4-5
mg/kg/hari, atau sodium
valproat.
Lama pengobatan 1 tahun
bebas kejang.
Tidak ada bukti bahwa penatalaksanaan kejang demam sederhana bisa
mencegah menjadi berkembangnya epilepsi.4 Kebanyakan anak tidak
memerlukan terapi apapun setelah kejang demam sederhana pertama terjadi.
Pada anak dengan risiko kejang demam berulang, antikonvulsan harus
diberikan unutk managemen pendek akut.16

2.9 Prognosis
Prognosis kejang demam cenderung baik, tidak mengganggu kognitif,
sebagian besar tidak berkembang menjadi epilepsi. Risiko gangguan kognitif
apabila terdapat kelainan neurologi atau perkembangan dan kejang tanpa demam
setelah episode kejang demam. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang
demam juga tidak dilaporkan, perkembangan mental dan neurologis umumnya
tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kejang demam akan berulang
kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah
riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12 tahun, temperature
yang rendah saat kejang dan cepatnya kejang setelah demam. Bila seluruh faktor
di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila
tidak terdapat factor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10%-15%.20

11
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : IDA
Tanggal Lahir : 28 Augustus 2017
Umur : 1 tahun 5 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Sedap Malam GG Cemara No 2 DPS
Agama : Hindu
No. RM : 18019224
Tanggal MRS : 7 Mei 2018

3.2. Heteroanamnesis (Ibu Pasien)


Keluhan Utama:
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien perempuan berusia 1 tahun 5 hari diantar ke UGD RSUP
Sanglah diantar oleh ibunya pada tanggal 7 Mei 2018 dengan keluhan utama
kejang sejak 1 hari( 6 Mei 2018) yang berlangsung selama 2 menit.Ibu pasien
mengatakan sewaktu pasien mengalami kejang,tangan dan kaki pasien
menghentak-hentak dan mata pasien mendilik ke atas.Setelah kejang pasien
sudah sedar.Kejang kedua pula berlangsung pada pukul 05.00 Wita (7 Mei
2018).Ibu pasien juga mengatakan mata mendelik keatas, diikuti rahang
yang kaku, kemudian terjadi pada seluruh tubuh berupa tangan dan kaki
menghentak-hentak. Kejang terjadi selama kurang lebih 2 menit. Setelah
kejang, pasien sadar dan langsung menangis.
Pasien dikatakan mengalami demam sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Demam dikatakan menetap dengan suhu rata-rata diatas 38°C
dan demam tertinggi yang diukur merupakan 39.5°C .Ibu pasien mengatakan
pasien dikompres tetapi tidak diberikan obat penurun panas . BAB dan BAK

12
dikatakan normal. Keluhan mual muntah, diare, sesak napas, dan riwayat
adanya trauma disangkal oleh ibu pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa .

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Ahli keluarga pasien tidak mempunyai riwayat penyakit.

Riwayat Pengobatan:
Pasien mendapatkan obat antipiretik berupa paracetamol dan
antibiotik

Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan
Pasien merupakan anak pertama. Pasien tinggal dirumah bersama ibu,
bibi, kakek dan nenek pasien. Pasien sehari-hari dikatakan dirawat oleh
orang tua beserta kakek dan nenek pasien, pasien menghabiskan waktu
bersama mereka dirumah. Tidak ada yang mengalami keluhan serupa pada
orang sekitar lingkungan pasien.

Riwayat Persalinan
Selama kehamilan dikatakan ibu pasien tidak pernah menderita
penyakit maupun menggunakan obat-obatan. Pasien lahir secara normal,
ditolong oleh dokter, dikatakan ketika lahir segera menangis dengan berat
badan lahir 3200 gram, panjang badan 51cm, lingkar kepala saat lahir
dikatakan lupa.

Riwayat Imunisasi
Pasien sudah dilakukan pemberian imunisasi lengkap sesuai usia pasien di
puskesmas pada pasien, yaitu imunisasi :
BCG : 1 kali
Polio : 4 kali

13
Hepatitis B : 4 kali
DPT : 3 kali
Campak : 1 kali
Kesan imunisasi pada pasien sudah lengkap sesuai dengan ketentuan
yang berlaku berdasarkan KEMENKES 2013.

Riwayat Nutrisi
- ASI : pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif
- Susu formula : Sejak usia 0 bulan hingga sekarang.
- Bubur susu : Sejak usia 6 bulan dengan frekuensi 3 kali/hari
- Nasi tim : Sejak usia 10 bulan dengan frekuensi 3 kali/hari
- Makanan dewasa: Sejak usia 12 bulan dengan frekuensi 3 kali/hari

Riwayat Tumbuh Kembang


Menegakkan kepala : Sejak usia 5 bulan
Membalik badan : Sejak usia 7 bulan
Duduk : Sejak usia 7 bulan
Merangkak : Sejak usia 7 bulan
Berdiri : Sejak usia 9 bulan
Berjalan : Sejak usia 9 bulan
Bicara : Sejak usia 3 bulan
Kesan: Normal sesuai tingkat umur

3.3 Pemeriksaan Fisik


( Mei 2018)
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS E3V3M3
Nadi : 130 kali/menit, reguler, isi cukup
Laju respirasi : 30 kali/menit, tipe thorakal
Suhu aksila : 37,2C
Status Antopometri

14
Berdasarkan perhitungan antopometri pada anak oleh WHO, didapatkan:
Berat badan : 8,5 kg
Berat badan ideal : 8.0 kg
Panjang badan : 72 cm
BB/U : z score 0 sampai dengan -2 SD
PB/U : z score 0 sampai dengan -2 SD
BB/PB : z score -1 sampai dengan 0 SD
Waterlow : 106% (Gizi baik)
Status Generalis
Kepala : Normocephali, ubun-ubun besar terbuka datar
Mata : Konjungtiva pucat -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+
isokor, edema palpebra -/-
THT :
Telinga : sekret -/-
Hidung : sekret +/+, napas cuping hidung (-), sianosis (-)
Tenggorok : faring hiperemi (+), tonsil T1/T1
Lidah : sianosis (-)
Bibir : sianosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)
Thoraks : simetris (+), retraksi (-)
Jantung : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru : vesikuler +/+, ronkhi -/-, rhales -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), turgor kembali cepat, asites (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, massa (-)
Ekstremitas : akral hangat + + , edema - -
+ + - -
CRT < 2 detik
Kulit : cutis marmorata (-)

15
Pemeriksaan Neurologis
Kaku kuduk : Negatif
Brudzinzki I : Negatif
Brudzinski II : Negatif
Refleks fisiologis : Normal pada keempat ekstremitas
Refleks patologis Babinski dan varian: Negatif

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap (7/5/2018)
WBC : 22,57 10µ/µL (5,0 – 13,0) Tinggi
NE : 75,7 % (32,0 - 52,0) Tinggi
MO : 12,1 % (2,0 – 8,0) Tinggi
LY : 11,9 % (30,0 – 60,0) Rendah
EO :0% (0,0 – 4,0)
BA : 0,3 % (0,0 – 1,0)
PLT : 275 10µ/µL (150 - 400)
HGB : 10,3 g/dL (12,0 – 16,0) Rendah
HCT : 30,3 % (35,0 – 45,0)
MCV : 73,5 fL (75,0 – 91,0)
MCHC : 33,8 g/dL (31,0 – 37,0)
MCH : 24,8 pg (25,0 – 33,0) Rendah
RBC : 4,15 106/µL (4,0 – 5,3)
MPV : 8,7 fL (9,0 – 13,0)

Elektrolit (7/5/2018):
Natrium darah : 138 mmol/L (136 – 145)
Kalium darah : 4,2 mmol/L (3,5 – 5,1)
Klorida darah : 101 mmol/L (97 – 111)

3.5 Diagnosis kerja

Kejang Demam Kompleks + faringitis akut + Gizi Baik

3.6 Penatalaksanaan.
- Kebutuhan cairan 850 ml/hari
- IVFD D5 1/4 NS ~ 20 tetes makro/menit.
- Paracetamol 10 mg/kg/kali ~ 100 mg (1 cth) tiap 4 jam per oral bila suhu axila
≥38°C
- Diazepam 0,3 mg/kg ~ 3 mg (1 ½ cth) setiap 8 jam per oral

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki berusia 1 tahun 4 bulan diantar ke UGD RSUD


Wangaya diantar oleh neneknya pada tanggal 27 Maret 2018 dengan keluhan
utama kejang sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Pasien kembali

17
mengalami kejang ketika tiba di UGD. Kejang berupa mata mendelik keatas,
diikuti rahang yang kaku, kemudian terjadi pada seluruh tubuh berupa
tangan dan kaki menghentak-hentak. Kejang terjadi selama kurang lebih 5
menit. Setelah kejang, pasien sadar dan langsung menangis. Pasien sempat
mengalami kejang dengan pola yang sama 2 hari sebelum masuk rumah sakit
dengan durasi kejang selama kurang dari 5 menit.
Pasien dikatakan mengalami batuk pilek sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Selain batuk pilek, pasien juga demam sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Demam dikatakan menetap dengan suhu rata-rata diatas
38°C dan tidak diberikan obat penurun panas oleh orang tua pasien. Makan
dan minum pasien dikatakan tetap baik sejak pasien sakit. BAB dan BAK
dikatakan normal. Keluhan mual muntah, diare, sesak napas, dan riwayat
adanya trauma disangkal oleh nenek pasien.
Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai 5 tahun disertai peningkatan suhu tubuh mencapai 38°C atau
lebih tanpa disebabkan oleh proses intracranial maupun ketidakseimbangan metabolik,
serta terjadi tanpa adanya riwayat kejang tanpa demam.1,12 Kejang demam dapat
dibedakan menjadi dua yaitu, kejang demam sederhana yang ditandai dengan lama
kejang kurang dari 15 menit, kejang bersifat umum dan tidak berulang dalam 24 jam
sedangkan kejang demam kompleks ditandai dengan lama kejang yang dapat
berlangsung lebih dari 15 menit, kejang bersifat parsial atau fokal dan kejang dan
berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam. Berdasarkan gejala klinis yang
didapatkan, pasien memenuhi kriteria diagnosis kejang demam kompleks. Pasien
mengalami demam hingga suhu tubuh 38°C saat kejang terjadi, dimana demam tersebut
dicurigai akibat penyakit saluran napas atas berupa batuk pilek yang sudah dialami sejak
1 hari sebelum kejang terjadi. Kejang terjadi sebanyak 2 kali dalam kurun waktu 24 jam
dengan jeda 30 menit antar kejang. Kejang yang dialami pasien didahului dengan kejang
fokal, yaitu berupa mata yang mendelik kearah atas dan rahang yang kaku, kemudian
kejang menjadi umum berupa gerakan menghentak-hentak pada ekstremitas.
Seringkali, kejang berhenti dengan sendirinya. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.12 Pada pasien kejang berhenti
dengan sendirinya tanpa adanya intervensi farmakologi serta tidak didapatkan defisit

18
neurologis. Faktor risiko terjadinya kejang demam pada pasien dapat merupakan faktor
genetik. Salah satu anggota keluarga pasien memiliki riwayat kejang demam, yaitu ibu
pasien sebelum mencapai usia 5 tahun. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa riwayat kejang demam pada keluarga dapat meningkatkan risiko terjadinya kejang
demam.4,12
Terapi profilaksis intermiten pada kasus kejang demam diberikan dengan
indikasi adanya kelainan neurologis, kejang berulang 4 kali atau lebih dalam setahun,
usia pasien <6 bulan, kejang terjadi pada suhu <39 C, dan pada episode kejang
sebelumnya suhu tubuh meningkat dengan cepat. Obat untuk terapi profilaksis
intermiten berupa antikonvulsan diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam, diazepam
rektal dosis 0,5 mg/kg atau 5 mg untuk berat badan <10 kg dan 10 mg untuk berat badan
>10 kg setiap 8 jam serta pemberian antipiretik berupa parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali,
diberikan 4-5 kali/hari per oral. Pada kasus sudah memenuhi kriteria untuk diterapi
dengan profilaksis intermiten, dimana pasien sudah mengalami kejang sebanyak 4 kali
dalam setahun (1 kali pada usia 9 bulan dan 3 kali kejang 7 bulan berikutnya), suhu

tubuh saat kejang mencapai 38C. Penatalaksanaan pada pasien yang dilakukan
adalah dengan pemberian antipiretik paracetamol 10 mg/kg/kali setara dengan 100
mg/kali tiap 4 jam per oral bila suhu axila ≥38°C, obat anti kejang diazepam oral 0,3
mg/kg setara dengan 3 mg setiap 8 jam.

BAB V
KESIMPULAN

Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi


pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun disertai peningkatan suhu tubuh
mencapai 38°C atau lebih tanpa disebabkan oleh proses intracranial maupun
ketidakseimbangan metabolik, serta terjadi tanpa adanya riwayat kejang
tanpa demam. Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berusia 6 bulan hingga
5 tahun.1 Mayoritas merupakan kejang demam sederhana, hanya sekitar 20-
30% yang kompleks. Hingga saat ini etiologi kejang demam belum diketahui

19
dengan pasti, namun demam sering disebabkan oleh, infeksi saluran
pernapasan, otitis media, pneumonia, gastroentritis dan infeksi saluran
kemih. Efek produk toksik daripada mikroorganisme, respon alergik atau
keadaan umum yang abnormal oleh infeksi atau perubahan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Kejang demam dapat dibedakan menjadi dua yaitu, kejang demam sederhana
yang ditandai dengan lama kejang kurang dari 15 menit, kejang bersifat umum dan tidak
berulang dalam 24 jam sedangkan kejang demam kompleks ditandai dengan lama kejang
yang dapat berlangsung lebih dari 15 menit, kejang bersifat parsial atau fokal dan kejang
dan berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam. Diagnosis kejang demam
ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis seperti darah
lengkap, EEG ataupun pemeriksaan imaging yaitu CT Scan.
Pasien NYP (1 tahun 4 bulan) ditemukan gejala klinis berupa demam satu
hari sebelum kejang, dan kejang dikatakan terdapat gerakan kaku dan menghentak
pada tubuh yang terjadi kira-kira terjadi selama 5 menit. Setelah kejang berhenti
pasien segera menangis. Pada pemeriksaan fisik, suhu badan pasien mencapai
380C, status generalis dan status neurologis pasien dalam batas normal.
Berdasarkan data yang didapat pasien didiagnosis dengan kejang demam
kompleks disertai rinofaringitis dengan gizi baik. Penatalaksanaan pasien yang
diberikan adalah pemberian Paracetamol 10mg/kg/kali ~ 100 mg tiap 4 jam bila
suhu axila ≥38°C. obat anti kejang diazepam oral 0,3 mg/kg setara dengan 3 mg setiap
8 jam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fadly, R. Penatalaksanaan kejang demam pada anak. Sari pediatri. 2015.


4(2), p.59
2. Pellock JM., Seinfield S. Recent Research on Febrile Seizures. J Neurol
and Neurophysiol. Virginia Commonwealth University:USA. 2013. Vol 4.
Issue 4.
3. Kakalang JP., Masloman N., Manoppo JI. Profil Kejang Demam di Bagian
Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode
Januari 2014 - Juni 2016. Jurnal e-clinic ;4(2).
4. Verity CM. Febrile Convulsion - A Practical Guide. Child Development
Center of Addenbrooke’s Hospital. Cambridge; 2015.

20
5. Irdawati. Kejang demam dan penatalaksanaannya. Berita ilmu
keperawatan ISSN 1979-2697. 2009:8(2):143-6
6. Ismael S., Soetomenggolo TS., Pusponegoro HD., et al. Rekomendasi
Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Kooordinasi Neurologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016
7. American Academy of Pediatrics. Clinical practise guideline-febrile
seizures: guideline for the neurodiagnostic evaluation of the child with a
simple febrile seizure. Pediatrics. Feb 201:127(2).
8. Shellass R., Engel J. Febrile seizures. University of Michigan. 2014.
9. Suwarba IGNM., Mahalini DS., Kari IK. Kejang demam. Pedoman
Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. 2010
10. Mahmood KT., Fareed T., Tabbasum R. Management of febrile seizures in
children. J Biomed Sci and Res. Vol 3 (1). 2011, 353-7
11. Soetomenggolo. Kejang Demam Dalam: Soetomenggolo, Ismael, Buku
Ajar Neurologi Anak. 2000. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 244-252
12. Nelson. Text Book of Pediatrics. 2000. EGC. Jakarta
13. Lyons, S. 2012. Febrile seizures. Nucleus Medical Media, Inc.
http://www.med.nyu.edu/content?chunkIID=102822.
14. Konsensus penatalaksanaan kejang demam. Hardiono DP, Widodo DP,
Ismael S, Edotpr.UKK neurologi anak, IDAI, Jakarta. 2006
15. Saharso, D. Et al. Kejang Demam dalam : Pedoman Pelayanan Medis.
Ikatan Dokter Indonesia (IDAI). 2009: 150-153
16. Well ML, Tuomanen E, Rust R, Menkes JH. Infection of the nervous
system. Dalam:Menkes JH, Sarnat HB, Penyunting. Child Neurology.
Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2000/h/467-626
17. Behrman RE and Vaughhan VC. Nelson textbook of pediatrics, 12 th ed.
Philadelphia, London, Toronto, Mexico city, Rio de Janeiro, Sidney,
Tokyo: WB Saunders, 1983:626-631
18. Cohen BH. Andresfky JC. Altered state of consciousness. Dalam: Maria
BL, penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-3,
Hamilton: BC decker inc, 2005.h. 551-62
19. Wong V, Rosman NP. HK J Pediatri 2002;7:143-51
20. Tan JS, File TM, Salata RA, Tian MJ. Expert guide to infectious diseases.
2nd Ed. 2008. 365-86p

21

Anda mungkin juga menyukai