Oleh :
Ayu Shelvia Reviani, dr
Pendamping :
Joko Susilo, dr, Sp.P
PORTOFOLIO KASUS
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Vital sign :
KU : Lemah
Kesadaran :compos mentis
GCS : 456
TD : 130/180 mmHg
HR : 88x/menit, teratur dan kuat angkat
Temp : 36,2 C
RR : 28x/menit
Kepala & Leher : anemis (+), icterus (-), cyanosis (-), dyspnea (-), Pembesaran kelenjar getah
bening (-)
Thorak : Simetris, bentuk normal, retraksi (-), deformitas (-)
Cor : S1S2 Tunggal, murmur (-), gallop (-), ictus cordisdi ICS 5 Midclavicular line kiri.
Pulmo : vesikuler/vesikuler menurun, rhonchi basah kasar +/+, wheezing -/Abdomen : flat, soepl, bising usus normal, nyeri tekan epigastrium Ekstremitas : akral hangat +, kering +, kemerahan +, edema tungkai+/+
Lab :
Leukosit : 14.300
HB : 15,8
HCT :49.7
3
Trombosit : 339.000
Neutrophil : 90
SOAP
IGD
Tanggal &
Jam
4 des 2015
23.00
Subjektif
Sesak, lemah,
batuk+.
Obyektif
GCS: 456
Kesadaran : CM
TD : 130/80
mmHg
-HR : 80 x/menit
-Temp : 36,2C
Assesment
Planning
PPOK + Kor
pulmonale
kronik
Plan TX
O2 nasal 3lt/m
Inf RL 10 tpm
Inj
metylprednisolo
n 2x125mg
Inj Lasix 1x1
Inj Radin 3x1
Inj. Ceftriaxone
2x1gr (skin test)
Oral :
Ambroxol 3x1tab
SOAP RUANGAN
5 des 2015
08.00
Sesak
Batuk
Panas (-)
Kaki bengkak
GCS: 456
Kesadaran : CM
TD : 130/80
mmHg
-HR : 80 x/menit
-Temp : 36,2C
-RR: 28x/m
PPOK + Kor
pulmonale
kronik +
Gagal
jantung
kanan
6 des 2015
08.00
Sesak
Batuk
Panas (+)
Kaki bengkak
GCS: 456
Kesadaran : CM
TD : 130/80
mmHg
-HR : 80 x/menit
-Temp : 38C
-RR: 28x/m
k/l : AICD +/-/-/+
tho: sim, ret +/+
supraclavicula,
rh-/-, wh -/abd: soepel flat,
met -, bu + dbn
eks : AHKM +/+/
+/+, ed tungkai +/
+
Plan Tx Sp.P :
- O2 nasal 4lt/m
- Inf. RL 10tpm
- Inj ceftriaxone
2x1gr
- Inj gentamicin
2x80mg
- Inj. Metyl
prednisone
3x125mg
Oral :
Kapsul 3x1
PPOK + Kor
pulmonale
kronik +
Gagal
jantung
kanan
Plan Tx Sp.PD :
oral
Furosemide -0-0
Proxim (asetyl salisilic
acid) 1X1
Spironolakton 1x25mg
Plan Tx Sp.P :
- O2 nasal 4lt/m
- Inf. RL 10tpm
- Inj ceftriaxone
2x1gr
- Inj gentamicin
2x80mg
- Inj. Metyl
prednisone
3x125mg
Oral :
Kapsul 3x1
Plan Tx Sp.PD :
oral
Furosemide -0-0
Proxim (asetyl salisilic
acid) 1X1
Spironolakton 1x25mg
5
7 des 2015
08.00
- Sesak semakin
berat
- Batuk semakin
berat
- Panas (+)
- Kaki bengkak
GCS: 456
Kesadaran : CM
TD : 130/80
mmHg
-HR : 80 x/menit
-Temp : 37,8C
-RR: 28x/m
PPOK + Kor
pulmonale
kronik +
Gagal
jantung
kanan
8 des 2015
15.30
- Sesak
bertambah
- Batuk semakin
berat, dahak
sulit keluar
- Panas (+)
- Kaki bengkak
GCS: 456
Kesadaran : CM
TD : 130/80
mmHg
-HR : 80 x/menit
-Temp : 37,6C
RR : 26x/m
k/l : AICD +/-/-/+
tho: sim, ret +/+
supraclavicula, rh
basah kasar +/+,
wh -/abd: soepel flat,
met -, bu + dbn
eks : AHKM +/+/
+/+, ed tungkai +/
+ (berkurang)
Plan Tx Sp.P :
- O2 nasal 4lt/m
- Inf. RL 10tpm
- Inj ceftriaxone
2x1gr
- Inj gentamicin
2x80mg
- Inj. Metyl
prednisone
3x125mg
Oral :
Kapsul 3x1
PPOK + Kor
pulmonale
kronik +
Gagal
jantung
kanan
Plan Tx Sp.PD :
oral
Furosemide -0-0
Proxim (asetyl salisilic
acid) 1X1
Spironolakton 1x25mg
Paracetamol 500mg
3x1 k/p
Plan Tx Sp.P :
- O2 nasal 4lt/m
- Inf. RL 10tpm
- Inj ceftriaxone
2x1gr
- Inj gentamicin
2x80mg
- Inj. Metyl
prednisone
3x125mg
- Inj. Bisolvon 3x1
Oral :
Kapsul 3x1
Plan Tx Sp.PD :
oral
Furosemide -0-0
Proxim (asetyl salisilic
acid) 1X1
6
Spironolakton 1x25mg
Paracetamol 500mg 3x1
k/p
Digoxin 2x1/2 tab
9 des 2015
07.30
- Sesak berkurang
- Batuk
berkurang/jara
ng
- Panas (+)
-Kaki bengkak
(berkurang)
GCS: 456
Kesadaran : CM
TD : 120/80
mmHg
-HR : 80 x/menit
-Temp : 37,6C
-RR : 22x/m
PPOK + Kor
pulmonale
kronik +
Gagal
jantung
kanan
08.10
Pasien meminta
tolong untuk
dibantu duduk,
kemudian
perawat
membantu
GCS: 456
Kesadaran : CM
TD : 120/80
mmHg
-HR : 80 x/menit
-Temp : 37,6C
Plan Tx Sp.P :
- O2 nasal 4lt/m
- Inf. RL 10tpm
- Inj ceftriaxone
2x1gr
- Inj gentamicin
2x80mg
- Inj. Metyl
prednisone
3x125mg
- Inj. Bisolvon 3x1
Oral :
Kapsul 3x1
Plan Tx Sp.PD :
oral
Furosemide -0-0
Proxim (asetyl salisilic
acid) 1X1
Spironolakton 1x25mg
Paracetamol 500mg 3x1
k/p
Digoxin 2x1/2 tab
PPOK + Kor
pulmonale
kronik +
7
08.15
pasien duduk
bersandarkan
kebantal. Posisi
duduk 90 kaki
menjuntai
kebawah.
-rr 22x/m
Pasien sesak,
badan lemah
dan kesadaran
menurun
GCS: 223
TD : 90/30 mmHg
-HR : ttb
-Temp : 37,6C
RR : pernafasan
lambat dan dalam
Pasien apneu
08.20
08.25
GCS: 111
TD : 60/palpasi
mmHg
-HR : ttb
RR : -
TD : tdk terukur
HR : ttb
RR : Pupil midrisis
EKG flat
Gagal
jantung
kanan
PPOK + Kor
pulmonale
kronik +
Gagal
jantung
kanan
PPOK + Kor
pulmonale
kronik +
Gagal
jantung
kanan +
kardiogenik
syok
Pasien dinyatakan
meninggal
PPOK + Kor
pulmonale
kronik +
Gagal
jantung
kanan +
kardiogenik
syok
8
BAB I
PENDAHULUAN
Kor pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan
akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit yang menyerang struktur, fungsi paru,
atau pembuluh darah pulmonal yang dapat berlanjut menjadi gagal jantung kanan. 1,2 Menurut
World Health Organization (WHO), definisi kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan
hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru. Tidak
termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit jantung
kongenital (bawaan).3 Istilah hipertrofi yang bermakna sebaiknya diganti menjadi perubahan
struktur dan fungsi ventrikel kanan.
Dikarenakan paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel kanan dengan
bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan mempengaruhi secara selektif
jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang menyebabkan kor pulmonal adalah
9
peningkatan dari resistensi aliran darah melalui sirkulasi paru dan mengarah pada hipertensi
arteri pulmonal.4
Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor pulmonal akut
tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik sering disebabkan oleh
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor pulmonal kronik umumnya terjadi hipertrofi
ventrikel kanan sedangkan pada kor-pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.1
Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak diketahui karena seringkali terjadi tanpa
dapat dikenali secara klinis. Diperkirakan insidens kor pulmonal adalah 6% sampai 7% dari
seluruh penyakit jantung.4 Di Inggris terdapat sedikitnya 0,3% populasi dengan resiko terjadinya
kor pulmonal pada populasi usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000 populasi telah mengalami
hipertensi pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang.5
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit yang secara
primer menyerang pembuluh darah paru dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru. 6
Berdasarkan penelitian lain di Ethiopia, menemukan penyebab terbanyak kor pulmonal berturutturut adalah asma bronkial, tuberkulosis paru, bronkitis kronik, emfisema, penyakit interstisial
paru, bronkiektasis, obesitas, dan kifoskoliosis. Menurut penelitian sekitar 80-90% pasien kor
pulmonal mempunyai PPOK dan 25 % pasien dengan PPOK akan berkembang menjadi kor
pulmonal.5
Kor pulmonal terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan tekanan berlebihan pada
ventrikel kanan. Tekanan yang berlebihan ini meningkatkan kerja ventrikel kanan yang
menyebabkan hipertrofi otot jantung yang normalnya berdinding tipis, yang akhirnya dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel dan berlanjut kepada gagal jantung.3
10
BAB II
KOR PULMONAL
2.1. Definisi
Kor
pulmonal
sering
disebut
sebagai
penyakit
jantung paru,
didefinisikan
sebagai dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan akibat adanya penyakit parenkim paru atau
pembuluh darah paru.1,2
Menurut WHO, definisi kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan ditemukannya
hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru, tidak
termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit jantung
kongenital (bawaan).3
Menurut Braunwahl, kor pulmonal adalah keadaan patologis akibat hipertrofi atau
dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal. Penyebabnya antara lain
penyakit parenkim paru, kelainan vaskuler paru, dan gangguan fungsi paru karena kelainan
thoraks, tidak termasuk kelainan vaskuler paru yang disebabkan kelainan ventrikel kiri,
penyakit jantung bawaan, penyakit jantung iskemik, dan infark miokard akut.7
2.2. Etiologi dan Epidemiologi
Kor pulmonal terjadi akibat adanya perubahan akut atau kronis pada pembuluh darah
paru dan atau parenkim paru yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.8
Prevalensi pasti kor pulmonal sulit dipastikan karena dua alasan. Pertama, tidak semua
kasus penyakit pru kronis menjadi kor pulmonal, dan kedua, kemampuan kita untuk
mendiagnosa hipertensi pulmonal dan kor pulmonal dengan pemeriksaan fisik dan hasil
laboratorium tidaklah sensitif. Namun, kemajuan terbaru dalam 2-D echo/Doppler
memberikan kemudahan untuk mendeteksi dan mendiagnosis suatu kor pulmonal. 2
Diperkirakan prevalensi kor pulmonal adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung
berdasarkan hasil penyelidikan yang memakai kriteria ketebalan dinding ventrikel post
mortem.6
Penyakit yang mendasari terjadinya kor pulmonal dapat digolongkan menjadi 4
kelompok :
1
Penekanan pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma, granuloma atau
fibrosis.
Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK), penyakit paru interstisial dan gangguan pernafasaan saat tidur.
Penyakit yang menjadi penyebab utama dari kor pulmonal kronis adalah PPOK,
diperkirakan 80-90% kasus.1
2.3. Patogenesis
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit yang secara
primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paru-paru berulang, dan
penyakit yang mengganggu aliran darah paru-paru akibat penyakit pernapasan obstruktif
atau restriktif.6
Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonal biasanya terjadi peningkatan
resistensi vaskuler paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal pada akhirnya
meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan
kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada
peningkatan resistensi vaskuler paru pada arteri dan arteriola kecil.6
Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru
adalah: (1) vasokontriksi dari pembuluh darah pulmonal akibat adanya hipoksia dan (2)
obstruksi dan/atau obliterasi jaringan vaskular paru-paru. Hipoksia alveolar (jaringan)
memberikan rangsangan yang kuat untuk menimbulkan vasokontriksi pulmonal daripada
hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot
polos arteriola paru-paru, sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut.
Asidosis, hiperkapnia, dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan
vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan
peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnia, juga ikut
meningkatkan tekanan arteri paru.6
Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskuler dan tekanan arteri paru
adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai oleh kerusakan bertahap dari struktur
alveolar dengan pembentukan bula dan obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya.
12
Terdapat tiga faktor yang telah diketahui dalam mekanisme terjadinya hipertensi
pulmonal yang menyebabkan meningkatnya resistensi vaskular. Ketiganya adalah
mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding pembuluh darah pulmonal, dan trombosis in
situ. Ketiga mekanisme ini terjadi akibat adanya dua faktor yakni gangguan produksi zat-zat
vasoaktif seperti, nitric oxide dan prostacyclin, serta akibat ekspresi berlebihan secara kronis
dari mediator vasokonstriktor seperti, endothelin- 1. Dengan diketahuinya mekanisme
tersebut maka pengobatan terhadap hipertensi pulmonal menjadi lebih terang yakni dengan
pemberian preparat nitric oxide, derivat prostacyclin, antagonis reseptor endothelin-1, dan
inhibitor phosphodiesterase-5.4,10
14
Fase
Deskripsi
Pada fase ini belum nampak gejala
Fase 1
klinis
yang
jelas,
selain
dan
sejenisnya.
didapatkan
kebiasaan
banyak merokok.
napas
menanjak
ketika
atau
setelah
berjalan
banyak
kelainan
berupa,
kering,
diafragma
mengi.
rendah
dan
Letak
denyut
menunjukkan
berkurangnya
corakan
dan
mendatar,
posisi
nampak
gejala
jantung vertikal.
Pada
fase
hipoksemia
ini
yang
lebih
jelas.
15
Vasokonstriksi
Hipertensi Pulmonal
kronis
Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan
16
Kor pulmonal
BAB III
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN KOR PULMONAL
Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya hipertensi pulmonal
akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Untuk menegakkan diagnosis kor pulmonal
secara pasti maka dilakukan prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
secara tepat. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang
mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun fungsional. Adanya
17
hipertensi pulmonal tidak dapat ditegakkan secara pasti dengan hanya pemeriksaan fisik dan
anamnesis tetapi membutuhkan pemeriksaan penunjang.
3.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang mendasari dan
jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak nafas waktu beraktifitas, nafas
yang berbunyi, mudah lelah. Pada fase awal berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak
menimbulkan keluhan jadi lebih banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat
pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema
dan nyeri parut kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi
branchus, edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul
gagal jantung kanan.
Dispnea merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya karena adanya
peningkatan kerja pernapasan akibat adanya perubahan dalam elastisitas paru-paru (fibrosis
penyakit paru) atau adanya over inflasi pada penyakit PPOK). Nyeri dada atau angina juga
dapat terjadi. Hal ini terjadi disebabkan oleh iskemia pada ventrikel kanan atau teregangnya
arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami
arteroslerotik atau terdilatasi akibat hipertensi pulmonal juga dapat terjadi. Bisa juga
ditemukan variasi gejala-gejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan
hipoksemia.12
Selanjutnya pada pemeriksaan fisik, kita bisa mendapatkan keadaan sianosis, suara P2
yang mengeras, ventrikel kanan dapat teraba di parasternal kanan. Terdapatnya murmur pada
daerah pulmonal dan triskuspid dan terabanya ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih
lanjut. Bila sudah terjadi fase dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu
juga dapat ditemukan murmur akibat insufisiensi trikuspid. Dilatasi vena jugularis,
hepatomegali, splenomegali, asites dan efusi pleura merupakan tanda-tanda terjadinya
overload pada ventrikel kanan.2
3.2. Pemeriksaan Penunjang
3.2.1. Radiologi
18
Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu akan
menyebabkan berbagai gambaran parenkim dan pleura yang mungkin dapat
menunjukkan penyakit primernya. Gambaran radiologi hipertensi pulmonal adalah
dilatasi arteri pulmonalis utama dan cabang-cabangnya, meruncing ke perifer, dan
lapang paru perifer tampak relatif oligemia. Pada hipertensi pulmonal, diameter arteri
pulmonalis kanan >16mm dan diameter arteri pulmonalis kiri >18mm pada 93%
penderita.
Hipertrofi
ventrikel
kanan
terlihat
pada
rontgen
thoraks
PA
sebagai pembesaran batas kanan jantung, pergeseran kearah lateral batas jantung kiri
dan pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke daerah retrosternal pada foto dada
lateral.3
Terdapat pola S1 S2 S3
Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau inkomplet.
19
Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena adanya
hiperinflasi.
Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi prematur atrium
terisolasi hingga supraventrikuler takikardi, termasuk takikardi atrial paroksismal,
takikardi atrial multifokal, fibrilasi atrium, dan atrial flutter. Disritmia ini dapat
dicetuskan karena keadaan penyakit yang mendasari (kecemasan, hipoksemia,
gangguan keseimbangan asam- basa, gangguan elektrolit, serta penggunaan
bronkodilator berlebihan).13
3.2.3. Ekokardiografi
Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan
diagnosis kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dari hasil ekokardiografi dapat
ditemukan dimensi ruang ventrikel kanan yang membesar, tapi struktur dan dimensi
ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup pulmonal, gelombang a
20
3.3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk menurunkan
hipertensi pulmonal, mengobati gagal jantung kanan, meningkatkan kelangsungan hidup,
dan mengobati penyakit dasar dan komplikasinya.1
3.3.1. Tirah Baring dan Pembatasan Garam
Tirah baring sangat penting untuk mencegah memburuknya hipoksemia, yang
nantinya akan lebih menaikkan lagi tekanan arteri pulmonalis. Garam perlu dibatasi
tetapi tidak secara berlebihan karena klorida serum yang rendah akan menghalangi
usaha untuk menurunkan hiperkapnia.12
3.3.2. Terapi Oksigen
Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan hidup
belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis: (1) terapi oksigen mengurangi
vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskuler paru yang kemudian meningkatkan
21
isi sekuncup ventrikel kanan, (2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri
dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak, dan organ vital lainnya.
Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of
Health, USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) , dan 24 jam (NIH)
meningkatkan kelangsungan hidup dibanding kan dengan pasien tanpa terapi
oksigen.
Indikasi terapi oksigen adalah PaO2 55 mmHg atau SaO2 88%, PaO2 5559 mmHg, dan disertai salah satu dari tanda seperti, edema yang disebabkan gagal
jantung kanan, P pulmonal pada EKG, dan eritrositosis hematokrit > 56%.1
3.3.3. Diuretika
Diuretika diberikan untuk mengurangi tanda-tanda gagal jantung kanan.
Namun harus dingat, pemberian diuretika yang berlebihan dapat menimbulkan
alkalosis metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu,
dengan terapi diuretika dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload
ventrikel kanan dan curah jantung menurun.1,3,8
3.3.4. Vasodilator
Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa
adrenergik, ACE-I, dan postaglandin belum direkomendasikan pemakaiannya secara
rutin. Vasodilator dapat menurunkan tekanan pulmonal pada kor pulmonal kronik,
meskipun efisiensinya lebih baik pada hipertensi pulmonal yang primer.1
3.3.5. Digitalis
Digitalis hnya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung
kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien kor
pulmonal dengan fungsi ventrikel normal, hanya pada pasien kor pulmonal dengan
fungsi ventrikel kiri yang menurun, digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel
kanan. Pada pemberian digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia.1,3
3.3.6. Antikoagulan
Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tromboemboli akibat disfungsi
dan pembesaran ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasien.1
3.4. Prognosis
22
Prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh PPOK lebih baik dari prognosis kor
pulmonal yang disebabkan oleh penyakit paru lain seperti "restrictive pulmonary disease",
dan kelainan pembuluh darah paru. Forrer mengatakan penderita kor pulmonal masih dapat
hidup antara 5 sampai 17 tahun setelah serangan pertama kegagalan jantung kanan, asalkan
mendapat pengobatan yang baik. Padmavati dkk di India mendapatkan angka antara 14
tahun. Sadouls di Perancis mendapatkan angka 10 sampai 12 tahun.3
BAB IV
KESIMPULAN
Kor pulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan atau dilatasi) yang
terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernapasan, tidak
termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan jantung kiri atau
penyakit jantung bawaan.
Penyebab yang paling sering adalah PPOK, dimana terjadi perubahan struktur jalan
napas dan hipersekresi yang mengganggu ventilasi alveolar. Penyebab lainnya adalah kondisi
23
yang membatasi atau menganggu ventilasi yang mengarah pada hipoksia atau asidosis
(deformitas sangkar iga dan obesitas massif) atau kondisi yang mengurangi jaring-jaring
vaskular paru (hipertensi arteri pulmonal idiopatik primer dan embolus paru). Kelainan tertentu
dalam sistem persarafan, otot pernafasan, dinding dada, dan percabangan arteri pulmonal juga
dapat menyebabkan terjadinya kor pulmonal.
Patogenesis kor pulmonal sangat erat kaitannya dengan hipertensi pulmonal yang terjadi
akibat mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding pembuluh darah pulmonal, dan trombosis
in situ. Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya hipertensi
pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis kor pulmonal diantaranya adalah pemeriksaan
laboratoris, pemeriksaan foto toraks, ekokardiografi, CT scan, serta pemeriksaan EKG
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengobati kor pulmonal, seperti pemberian
oksigen, tirah baring dan pembatasan garam, diuretik, dan digitalis. Tetapi dari beberapa cara
yang dilakukan tersebut dapat ditemukan adanya efek samping yang berarti.
DAFTAR PUSTAKA
1
Harun S, Ika PW. Kor Pulmonal Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed 4.
Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
24
Weitzenblum
E.
Chronic
Cor
Pulmonale.
Dalam
Education
in
Heart
Price SA, LM Wilson. Gangguan Sistem Pernapasan. Dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006; 736-866
Philadelphia.
Diakses
tanggal
20
Oktober 2011.
14 Cor Pulmonale: Evaluation of the Patient with Chronic Cor Pulmonale. Available from :
http://www.medscape.com/viewarticle/458659_6. Diakses tanggal 20 Oktober 2011
25