EFUSI PLEURA
Anatomi dan Fisiologi
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura
disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan
kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama
fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura
merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anterior toraks
dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan
jaringan elastik.
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paruparu. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat
perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya
terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 m).
Diantara celah - celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel
mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya
dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat
elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat
banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis
serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel
dengan kuat pada jaringan parenkim paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan
jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan
kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari
A. Interkostalis dan A. Mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak
reseptor saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur.
Sistem persarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada. Keseluruhan
jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan
dari dinding dada di atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium
pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut
dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks. Tidak ada
ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis
sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu
ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan
atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20
cc.
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang
akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu
dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan
normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura
kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan karena
perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong
cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan
cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura
viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura
parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis
sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga
pleura.
terjadi
kalau
faktor
sistemik
yang
Transudat
<3
<0,5
Eksudat
>3
>0,5
<200
< 0,6
>200
>0,6
<1.016
Negatif
>1.016
Positif
masuk
ke
rongga
pleura,
menimbukan
reaksi
keadaan
ini
tidak
boleh
terlambat
karena
efusi
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui
lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi
biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan
dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol
asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan
yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa
(peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap
kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen
yang menyebakan skelorasis.
4. Meigs Syndrom
7
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderitapenderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat
menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma
dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya
metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh
tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk
ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit
kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga
peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini
terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan
dialisat.
C) Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks.
Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam
darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa
menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan
fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera
membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding
dada.
Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura
berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling
bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan
ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler
dan saluran limfe pleura viseralis dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan
pembentukannya .
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan
proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara
patologik di dalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya
efusi pleura yaitu :
1. Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi
kapiler
2. Penurunan tekanan kavum pleura
3. Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura.
PATHWAY
Penghambatatan drainase
Tekanan Osmotik
limfatik
Koloid Plasma
Peradangan permukaan
Transudasi cairan
pleura
Permeabilitas Vascular
meningkat
Tekanan Hisdrostatik
intravaskular
Edema
Transudasi
Cavum Pleura
infeksi
Efusi Pleura
Penyebab
pleuritis
eksudativa
yang
paling
sering
adalah
karena
penuh dalam dada atau dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang
banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya gejalagejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang
sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
Pemeriksaan Fisik.
a. Inspeksi : Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih
cembung
b. Palpasi
: Penurunan fremitus vocal atau taktil
c. Perkusi : Pekak pada perkusi,
d. Auskultasi : Penurunan bunyi napas
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi
atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas
bronkus.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan
kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal),
pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan
cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada
auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada
permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
11
Pemeriksaan Penunjang.
Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat
dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan
permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak
sudut kostrofrenikus menumpu. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral
dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.
12
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan selsel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
a. Sel neutrofil: pada infeksi akut
b. Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma
maligna).
c. Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
d. Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
e. Sel giant: pada arthritis rheumatoid
f. Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
g. Sel maligna: pada paru/metastase.
Bakteriologi
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung
mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering
pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter.
Biopsi Pleura.
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
DIAGNOSIS BANDING
Differential Diagnosis Effusi Pleura 2:
1. Tumor paru
14
doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini akan menyatukan kedua lapisan
pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat pengumpulan cairan tambahan. Jika
darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui
selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan
darah (misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut
atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan
pembedahan.
Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat
dilakukan sebagai berikut :
1
16
aspirasi.
Untuk
mencegah
terjadinya
edema
paru
akibat
dada.
Cairan melewati sela iga ke-2, terutama bila dihemithoraks kanan, karena
Pemasangan WSD
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara
lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut :
17
3
4
efusi pleura ) , sebagian besar tidak setuju pada perbedaan tertentu . Meskipun
etiologi paling umum adalah hematothorax tumpul atau trauma tembus , itu juga
dapat hasil dari sejumlah
spontan .
Pentingnya evakuasi awal darah melalui luka dada yang ada dan pada saat yang
sama , menyatakan bahwa jika perdarahan dari dada tetap , luka harus ditutup dengan
harapan bahwa adanya tekanan intrathoracic akan menghentikan perdarahan. Jika
efek yang diinginkan tercapai , luka dapat dibuka kembali beberapa hari kemudian
untuk evakuasi tetap beku darah atau cairan serosa.
Mengukur frekuensi hematothorax dalam populasi umum sulit . Hematothorax
yang sangat kecil dapat dikaitkan dengan satu patahan tulang rusuk dan mungkin
tidak terdeteksi atau tidak memerlukan pengobatan .
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi
operasi. Hematotoraks akut yang cukup banyak yang terlihat pada foto toraks,
sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan
19
20
BAB II
HEMATOTORAKS
Hematothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara dinding
dada dan paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari dinding dada,
parenkim paruparu, jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi biasanya
merupakan akibat dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga mungkin merupakan
komplikasi dari beberapa penyakit. (Puponegoro, 1995).
Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada rongga
thoraks akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothoraks biasanya
terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah
pembuluh darah atau kebocoran aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan
darahnya ke rongga pleura.
ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada
paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada
dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah
internal (Mancini, 2011).
Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara lain :
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna
21
Trauma tumpul.
Bullous emfisema.
Tuberkulosis.
Patologi abdomen.
Hemothoraks massif lebih sering disebabkan oleh luka tembus yang
merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru.
PATOFISIOLOGI
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura
viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma
tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada
22
bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah
mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria
interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien
hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan
yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga
toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic. Respon
fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area utama:
hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah
dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan
kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria 70kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.
Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal
syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung
adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari
berkembang sepenuhnya.
Hemotoraks traumatik
trauma
hemotoraks.
24
perdarahan
darah
25
a.
b.
c.
26
(Mancini, 2011)
Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan hilangnnya
darah. Perdarahan hingga 750 mL biasanya belum mengakibatkan perubahan
hemodinamik. Perdarahan 750-1500 mL akan menyebabkan gejala gejala awal syok
(takikardi, takipneu, TD turun).
Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik namun
dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hemothoraks
yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom,
diantaranya:
Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral
dingin
-
Tachycardia
-
Kehilangan darah
volume darah
Cardiac output
hipoksia
Dyspnea
-
napas.
Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan
paru terhambat
sesak
kompensasi tubuh
sesak napas.
Hypoxemia
-
Hemotoraks
O2 dalam darah
27
kadar
Takipneu
-
Anemia
Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan
masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura
pertukaran udara tidak berjalan baik suara napas berkurang atau hilang.
Akumulasi darah pada rongga pleura suara pekak saat diperkusi (Suara
pekak timbul akibat carian atau massa padat).
DIAGNOSA
Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang diperoleh
dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa
didapatkan penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Juga
bisa didapatkan keterangan bahwa penderita sebelumnya mengalami kecelakaan
pada dada. Pada pemeriksaan fisik dari inspeksi biasanya tidak tampak kelainan,
mungkin didapatkan gerakan napas tertinggal atau adanya pucat karena
28
perdarahan. Pada perkusi didapatkan pekak dengan batas tidak jelas, sedangkan
pada auskultasi didapatkan bunyi napas menurun atau bahkan menghilang.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:
29
USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk
pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.
Torakosentesis
Menunjukkan
darah/cairan
(hemothoraks).
Diagnosis banding
KONDISI
Tension pneumothorax
PENILAIAN
Deviasi Tracheal
Distensi vena leher
Hipersonor
Massive hemothorax
serosanguinosa
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta
udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik
adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi
darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.
Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks
adalah mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan
cara:
melalui
dinding
dada
untuk
drainase
darah
dan
udara.
langkah-langkah
dalam
pemasangan
chest
tube
dihubungkan
dengan
WSD
(Water
Sealed
Drainage)
32
KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berupa :
a. Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan
meninggal).
b. Fibrosis atau skar pada membran pleura.
33
c. Pneumothorax.
d. Pneumonia.
e. Septisemia.
f. Syok.
Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan
diafragma (otot besar di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk
memperluas dan kontak. Jika tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba,
paru-paru bisa kolaps. Setiap cairan yang mengumpul di rongga menempatkan
pasien pada risiko infeksi dan mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan
kematian.
PROGNOSIS
Prognosis berdasarkan pada penyebab dari hemothoraks dan seberapa
cepat penanganan diberikan. Apabila penanganan tidak dilakukan segera maka
kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di
rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong
mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat.
BAB III
PNEUMOTORAKS
34
Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam
pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.
Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks
tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis
(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
35
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding
dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut,
misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan
cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan
ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai
permukaan paru.
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan
di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah
menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi
tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga
pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu
terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura
dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka
terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan
tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi
tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam
keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi
dinding dada yang terluka (sucking wound).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang
bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus
serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang
terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar.
Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan
melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini
dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps,
pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
37
maka
38
% luas pneumotoraks
=
A + B + C (cm)
x 10
3
__________________
3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks.
39
B. Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada
sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak
pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya
pada jenis pneumotoraks spontan primer.
40
ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif
41
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rntgen
Gambaran
radiologis
yang
tampak
pada
foto
rntgen
kasus
Hal
ini
biasanya
merupakan
kelanjutan
dari
Foto Rhontgen pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan
bagian paru yang kolaps
43
E. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan
O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap
12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk
pneumotoraks tertutup dan terbuka.
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan
udara luar dengan cara :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
44
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5.
Tindakan bedah
46
47
BAB IV
ATELEKTASIS
DEFINISI
48
Atelektasis paru adalah ekspansi tak lengkap atau kolapsnya semua atau
sebagian paru. Keadaan ini sering disebabkan oleh obstruksi bronkus dan kompresi
pada jaringan paru.
(a)
(b)
Gambar 6. (a) Paru-paru normal, perfusi vaskular dan inflasi alveolar yang
tidak mengalami cedera. (b) Epitel yang cedera oleh karena pembuluh darah
yang
49
Terjadi akibat adanya udara di dalam alveolus. Apabila aliran masuk udara ke
dalam alveolus dihambat, udara yang sedang berada di dalam alveolus akhirnya
berdifusi keluar dan alveolus akan kolaps.
Gambar 7. Atelektasis Resorpsi. Terjadi akibat obstruksi total pada saluran napas.
Keadaan ini bersifat reversible jika obstruksi dihilangkan.
Penyumbatan aliran udara biasanya akibat penimbunan mukus dan obstruksi
aliran udara bronkus yang mengaliri suatu kelompok alveolus tertentu. Setiap
keadaan yang menyebabkan akumulasi mukus, seperti : fibrosis kistik, pneumonia,
atau bronkitis kronik yang meningkatkan resiko atelektasis resorpsi. Obstruksi
saluran napas menghambat masuknya udara ke dalam alveolus yang terletak distal
terhadap sumbatan. Udara yang sudah terdapat dalam alveolus tersebut diabsorpsi
sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah dan alveolus menjadi kolaps.
Atelektasis absorpsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus intrinsik atau
ekstrinsik. Obstruksi bronkus intrinsik paling sering disebabkan oleh sekret atau
eksudat yang tertahan. Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya disebabkan oleh
neoplasma, pembesaran kelenjar getah bening, aneurisma atau jaringan parut.
Pembedahan merupakan faktor resiko terjadinya atelektasis resorpsi karena efek
anastesia yang menyebabkan terbentuknya mukus serta keengganan membatukkan
mukus yang terkumpul setelah pembedahan. Hal ini terutama terjadi pada
pembedahan di daerah abdomen atau toraks karena batuk akan menimbulkan nyeri
yang hebat. Tirah baring yang lama setelah pembedahan meningkatkan resiko
50
51
Atelektasis kompresi terjadi jika dinding dada tertusuk atau terbuka, karena
tekanan atmosfir lebih besar daripada tekanan yang menahan paru mengembang
(tekanan pleura), dan dengan pajanan tekanan atmosfir paru akan kolaps. Atelektasis
kompresi juga dapat terjadi jika terdapat tekanan yang bekerja pada paru atau alveoli
akibat pertumbuhan tumor, distensi abdomen yang mendorong diafragma ke atas,
atau edema dan penimbunan ruang interstisial yang mengelilingi alveolus. Tekanan
ini yang mendorong udara ke luar dan mengakibatkan kolaps. Atelektasis tekanan
lebih jarang terjadi dibandingkan dengan atelektasis absorpsi. Bentuk atelektasis
kompresi biasanya dijumpai pada penyakit payah jantung, penyakit peritonitis atau
abses diafragma yang dapat menyebabkan diafragma terangkat keatas dan
mencetuskan terjadinya atelektasis. Pada atelektasis kompresi diafragma bergerak
menjauhi atelektasis.
3. Atelektasis Kontraksi
Terjadi akibat perubahan perubahan fibrotik jaringan parenkim paru lokal atau
menyeluruh, atau pada pleura yang menghambat ekspansi paru secara sempura.
Atelektasis kontraksi bersifat irreversible.
52
4. Mikroatelektasis
Mikroatelektasis (atelektasis adhesive) adalah berkurangnya ekspansi paru-paru
yang disebabkan oleh rangkaian peristiwa kompleks yang paling penting yaitu
hilangnya
surfaktan.
Surfaktan
memilki
phospholipid
dipalmitoyl
Gambar 10. Mikroatelektasis terjadi akibat gangguan pada fungsi dan produksi
surfaktan.
NRDS atau dikenal sebagai hyaline membrane disease merupakan keadaan akut
yang terutama ditemukan pada bayi prematur, lebih sering pada bayi dengan usia
gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat dibawah 1500 gram. Bayi
prematur lahir sebelum produksi surfaktan memadai. Surfaktan, suatu senyawa
lipoprotein yang mengisi alveoli, mencegah alveoli kolaps dan menurunkan kerja
respirasi dengan menurunkan tegangan permukaan. Pada defisiensi surfaktan,
tegangan permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan menurunnya
komplians paru, yang akan mempengaruhi ventilasi alveolar sehingga terjadi
hipoksemia dan hiperkapnia dengan asidosis respiratorik.
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) merupakan sindrom yang ditandai
oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar kapiler terhadap air, larutan,dan
protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus dan akumulasi cairan dalam
53
parenkim paru yang mengandung protein. Cairan dan protein tersebut merusak
integritas surfaktan di alveolus dan terjadi kerusakan yang lebih parah. Penyebab
langsung ARDS adalah injury pada epitel alveolus, seperti aspirasi isi gaster, infeksi
paru difus, contusio paru, tenggelam, inhalasi toksik, sedangkan penyebab tidak
langsung ialah sepsis, trauma non toraks, pankreatitis, dan transfuse darah yang
massif.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ATELEKTASIS PARU
1. Obesitas
Dijelaskan bahwa selama anestesi umum, pasien yang mengalami obesitas
memiliki resiko lebih besar terbentuk atelektasis dibandingkan pada pasien nonobesitas.
Gambar 11. Sampel perbandingan pasien yang mengalami obesitas dengan non
obesitas sebelum anastesi, setelah ekstubasi, dan setelah 24 jam.
Atelektasis berlangsung selama setidaknya 24 jam pada pasien yang
mengalami obesitas dibandingkan pada pasien yang non-obesitas. Sisa kapasitas
fungsional (FRC) lebih rendah pada pasien yang obesitas, dimana gradien oksigenasi
alveolar arterial meningkat dan terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen.
Perbedaan mekanik pada sistem respirasi dan ditemukannya hipoksia pada pasien
obesitas sebagian besar dikarenakan oleh penurunan volume paru-paru dan
peningkatan tekanan intraabdominal.
2. Tipe Anastesi
54
Atelektasis terbentuk akibat anastesi inhalasi dan intravena, terlepas dari apakah
pasien bernapas spontan atau lumpuh dan menggunakan ventilasi mekanis. Ketamine
adalah satu satunya anastesi yang tidak mencetuskan terjadinya atelektasis ketika
digunakan
secara
tunggal,
meskipun
terdapat
hubungan
dengan
blokade
arteri
dan eliminasi
karbondioksida yang baik. Keadaan ini dipertahankan selama anestesi spinal dan
epidural.
3. Pengaruh Posisi
Penurunan volume sisa fungsional paru merupakan faktor predisposisi terjadinya
atelektasis, yaitu penutupan bronkus bagian bawah, sehingga dapat menciptakan pola
khas atelektasis basis. Pada orang dewasa, terjadi perubahan FRC dari posisi tegak ke
posisi terlentang, yaitu terjadi penurunan FRC dari 0,5 liter ke 1,0 liter,ketika pasien
terjaga. Setelah anestesi, FRC berkurang dari 0,5 ke 0,7.
Posisi trendelenburg
55
Ketika gradien konsentrasi kapiler alveoli meningkat, kapiler akan menyerap oksigen
secara berulang dan terjadilah atelektasis. Walaupun terdapat perbedaan pengguanaan
konsentrasi oksigen, lebih baik jika FiO2 diberikan lebih dari 0,8.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang paling umum didapatkan pada atelektasis adalah sesak napas,
pengembangan dada yang tidak normal selama inspirasi, dan batuk. Gejala gejala
lainnya adalah demam, takikardi, adanya ronki, berkurangnya bunyi pernapasan,
pernapasan bronkial,dan sianosis. Jika kolaps paru terjadi secara tiba-tiba, maka
gejala yang paling penting didapatkan pada atelektasis adalah sianosis. Jika obstruksi
melibatkan bronkus utama, mengi dapat didengar, dapat terjadi sianosis dan asfiksia,
dapat terjadi penurunan mendadak pada tekanan darah yang mengakibatkan syok.
Jika terdapat sekret yang meningkat pada alveolus dan disertai infeksi, maka gejala
atelektasis yang didapatkan berupa demam dan denyut nadi yang meningkat
(takikardi). Pada pemeriksaan klinis didapatkan tanda atelektasis pada inspeksi
didapatkan berkurangnya gerakan pada sisi yang sakit, tkabunyi nafas yang
berkurang, pada palpasi ditemukan vokal fremitus berkurang, trakea bergeser ke arah
sisi yang sakit, pada perkusi didapatkan pekak dan uskustasi didapatkan penurunan
suara pernapasan pada satu sisi.
DIAGNOSIS
Diagnosis atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang
didapatkan, serta pemeriksaan radiografi . Foto radiografi dada digunakan untuk
konfirmasi diagnosis. CT scan digunakan untuk memperlihatkan lokasi obstruksi.
Foto radigrafi dada dilakukan dengan menggunakan proyeksi anterior-posterior dan
lateral untuk mengetahui lokasi dan distribusi atelektasis. Sebagai dasar gambaran
radiologi pada atelektasis adalah pengurangan volume paru baik lobaris,segmental,
atau seluruh paru, yang akibat berkurangnya aerasi sehingga memberi bayangan
yang lebih suram (densitas tinggi) dan pergeseran fissura interlobaris. Tanda-tanda
tidak langsung dari atelektasis adalah sebagian besar dari upaya kompensasi
56
Gambar 12. Atelektasis pada lobus kiri bawah. Panah biru menunjukkan tepi daerah
segitiga menunjukkan kepadatan yang meningkat pada sulkus cardiophrenikus kiri.
Panah merah pada CT Scan aksial menunjukkan atelektasis pada lobus kiri bawah
dibatasi oleh celah besar pengungsi.
57
Gambar 14. Atelektasis pada lobus paru bagian kanan atas. Tampak elevasi dari
fissura horizontal dan deviasi trakea ke arah kanan.
Gambar 15. Atelektasis pada lobus paru bagian medial dextra. Pada foto dada lateral
tampak gambaran opak berbentuk segitiga pada bagian hilus.
Gambar 16. Atelektasis pada lobus paru bagian bawah dextra. Tampak siluet pada
bagian hemidiafragma dextra dengan densitas triangular posteromedial.
TATALAKSANA
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mengeluarkan dahak dan kembali
mengembangkan jaringan paru yang kolaps. Terapi bisa dimulai dengan fisioterapi
thoraks agresif, tetapi mungkin memerlukan bronkoskopi untuk melepaskan
sumbatan pada paru dan reekspansi segmen paru yang kolaps. Jika penyebab
atelektasis adalah obstruksi parsial, maka langkah pertama adalah menghilangkan
obstruksinya. Sebuah benda asing dapat dihilangkan dengan cara membuat pasien
batuk, dengan suction, dan bronkoskopi. Sumbatan lendir dapat di dilakukan dengan
cara 'drainase postural', yaitu cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru
dengan mempergunakan gaya berat dan sekret itu sendiri. Drainase postural dapat
58
terjadi sepsis karena banyak pembuluh darah di paru, namun bila keadaa
segera ditangani keadaan sepsis jarang terjadi.
4. Bronkiektasis. Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi
kaku
dan
mengakibatkan
dyspnea,
60
jika
obstruksi
berlanjut
dapat