Anda di halaman 1dari 40

Gangguan Cemas

GANGGUAN CEMAS

DEFINISI GANGGUAN CEMAS


Cemas

didefinisikan

sebagai

suatu

perasaan

yang

difus,

tidak

menyenangkan, yang umumnya disertai gejala otonom seperti nyeri kepala,


berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah.
Cemas merupakan suatu sinyal sensor terhadap suatu keadaan yang tidak
menguntungkan, yang memungkinkan seseorang bertindak antisipatif terhadap
keadaan tersebut.
Cemas merupakan sinyal yang digunakan untuk mengenali ancaman dari
luar maupun dalam. Rasa cemas, berdasarkan konsepnya, memiliki kualitas yang
dapat menyelamatkan hidup, dengan cara menyadarkan terhadap bahaya nyeri,
rasa tidak berdaya, hukuman, ataupun luka batin seperti ditinggal orang-orang
terkasih yang pada akhirnya memberikan kesempatan untuk seseorang mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk mencegahnya terjadi.
Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal
umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman,
atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang
sendiri. Beratnya rasa cemas juga ditentukan oleh ego seseorang. Bila ego
seseorang normal, bila terdapat ketidakseimbangan dalam faktor eksternal atau
internal, ia dapat mengatasinya.

TANDA DAN GEJALA GANGGUAN CEMAS


Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni,
kesadaran terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

Gangguan Cemas

terhadap rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas
juga mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal
tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi. Aspek yang penting
pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan melakukan seleksi
terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan persepsi mereka
mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa cemas.

PATOFISIOLOGI GANGGUAN CEMAS


Terdapat tiga teori yang mendasari rasa cemas yang patologis, yaitu :

Teori psikoanalitik

Teori perilaku

Teori eksistensi

Teori Psikoanalitik
Rasa cemas dianggap sebagai sinyal terhadap hal-hal yang tidak
menguntungkan di alam bawah sadar. Sebagai respon terhadap sinyal tersebut,
ego seseorang membentuk suatu mekanisme pertahanan untuk mencegah perasaan
dan pikiran, yang tidak dapat diterima, untuk tidak muncul ke alam sadar. Tujuan
terapi pada gangguan cemas adalah bukan untuk menghilangkan rasa cemas itu,
melainkan untuk meningkatkan tingkat toleransi seseorang terhadap rasa cemas
itu, sehingga seseorang itu dapat mengidentifikasi masalah yang menimbulkan
rasa cemas itu.
Teori Perilaku
Berdasarkan teori perilaku, rasa cemas dianggap timbul sebagai respon
dari stimulus lingkungan yang spesifik. Contohnya, seorang anak perempuan yang
dibesarkan oleh ayah yang memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa
cemas bila ia melihat ayahnya. Dan melalui proses generalisasi, ia akan menjadi
tidak percaya dengan pria-pria disekitarnya. Selain itu, diduga bila rasa cemas itu
dapat ditiru, seperti seorang anak yang meniru sifat orangtuanya yang cemas.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

Gangguan Cemas

Teori Eksistensi
Teori eksistensi memberikan penjelasan mengenai gangguan cemas
menyeluruh, dimana sesungguhnya tidak didapatkan stimulus rasa cemas yang
bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di dalam
dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap rasa
kekosongan eksistensi dan arti.
Riset genetik menunjukan terdapatnya komponen gen yang berkontribusi
pada kelainan gangguan cemas. Hereditas telah diakui sebagai faktor predisposisi
pembentukan kelainan gangguan cemas. Hampir separuh dari pasien dengan
gangguan cemas juga memiliki seseorang dalam keluarganya yang mengalami
gangguan serupa. Data dari kelahiran kembar juga mendukung hipotesis gen yang
berperan dalam kelainan gangguan cemas.
Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari
timbulnya cemas yang patologis antara lain:

Sistem saraf otonom

Neurotransmiter

Sistem Saraf Otonom


Stimulus terhadap sistem saraf otonom menimbulkan gejala-gejala tertentu
pada

sistem

kardiovaskuler

(palpitasi),

muskuloskeletal

(nyeri

kepala),

gastrointestinal (diare), dan respirasi (takipneu). Sistem saraf otonom pada pasien
dengan gangguan cemas, terutama pada pasien dengan gangguan serangan panik,
mempertunjukan peningkatan tonus simpatetik, yang beradaptasi lambat pada
stimuli repetitif dan berlebih pada stimuli yang sedang.
Neurotransmiter
Ditemukan tiga neurotransmiter yang berkaitan dengan rasa cemas, yakni
norepinephrine ( NE ), serotonin, dan -aminobutryic acid ( GABA ).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

Gangguan Cemas

Norepinephrine
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa
serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan
karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan
norepinephrine pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki
kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan
aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara
primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus
pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis.
Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut
menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak
menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien dengan
gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor -adrenergik
( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor -2 adrenergik dapat mencetuskan
serangan panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine,
agonis reseptor -2 menunjukan pengurangan gejala cemas.
Serotonin
Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian
peran serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkan
peningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens,
amygdala, dan hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan
penggunaan obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan
obsesif kompulsif. Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukan
kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki
reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral
brainstem dan menuju pada korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.
GABA
Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obatobatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

Gangguan Cemas

tipe A. Walaupun benzodiazepine potensi rendah paling efektif terhadap gejala


gangguan cemas menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam
dan clonazepam ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panik
Pada suatu studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan
peningkatan ukuran ventrikel otak. Pada sebuah studi, peningkatan ukuran
ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien mengkonsumsi obat benzodiazepine.
Pada satu studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus temporal kanan ditemukan
pada pasien dengan gangguan serangan panik. Beberapa studi pencitraan otak
lainnya juga menunjukan adanya penemuan abnormal pada hemisfer kanan otak,
tapi tidak ada pada hemisfer kiri. Hal ini menunjukan keasimetrisan otak memiliki
peran pada pembentukan gangguan cemas pada pasien-pasien spesifik. fMRI,
SPECT, dan EEG menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien
dengan gangguan cemas, yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan
girus hippocampal. Pada gangguan obsesif kompulsif diduga terdapat kelainan
pada nukleus kaudatus. Pada PTSD, fMRI menunjukan pengingkatan aktivitas
pada amygdala.
Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan
korteks serebri dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya cemas.
Sistem Limbik
Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem
limbik juga memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan
stimulasi pada primata juga menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada
respon cemas dan takut. Dua area pada sistem limbik menarik perhatian peneliti,
yakni peningkatan aktivitas pada septohippocampal, yang diduga berkaitan
dengan rasa cemas, dan cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan gangguan
obsesif kompulsif.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

Gangguan Cemas

Korteks Serebri
Korteks

serebri

bagian

frontal

berhubungan

dengan

regio

parahippocampal, cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan


dengan gangguan cemas. Korteks temporal juga dikaitkan dengan gangguan
cemas. Hal ini diduga karena adanya kemiripan antara presentasi klinis dan EEG
pada pasien dengan epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif kompulsif.

KLASIFIKASI GANGGUAN CEMAS


Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
( DSM-IV), gangguan cemas terdiri dari :
(1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia;
(2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik;
(3) Fobia spesifik;
(4) Fobia sosial;
(5) Gangguan Obsesif-Kompulsif;
(6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD );
(7) Gangguan Stress Akut;
(8) Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder).
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan
somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).
F40F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN
GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN STRES
F40 Gangguan Anxieta Fobik
F40.0 Agorafobia
.00 Tanpa gangguan panik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

Gangguan Cemas

.01 Dengan gangguan panik


F40.1 Fobia sosial
F40.2 Fobia khas (terisolasi)
F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya
F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT
F41 Gangguan Anxietas Lainnya
F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)
F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif
F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya
F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT
F41.9 Gangguan anxietas YTT
F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif
F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan
F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)
F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional
F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya
F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT
F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9)
F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)
F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9)
F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)
Pada pembahasan ini akan dikupas lebih lanjut mengenai fobia, gangguan
anxietas menyeluruh, dan gangguan obsesif kompulsif yang cukup banyak
ditemui kelainannya di masyarakat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

Gangguan Cemas

2.1 FOBIA
Definisi Fobia
Fobia adalah suatu ketakutan irasional yang jelas, menetap, dan berlebihan
terhadap suatu objek spesifik, keadaan atau situasi. Berasal dari bahasa Yunani
yaitu Fobos yang berarti ketakutan.
Fobia merupakan suatu gangguan jiwa yang merupakan salah satu tipe dari
gangguan anxietas dan dibedakan dalam tiga jenis menurut jenis objek atau situasi
ketakutan yaitu agorafobia, fobia spesifik, dan fobia sosial.
Fobia spesifik adalah suatu rasa takut yang kuat dan persisten pada suatu
objek atau situasi. Fobia sosial adalah rasa takut yang kuat dan persisten dimana
dapat timbul rasa malu.

Epidemiologi Fobia
Fobia merupakan salah satu gangguan jiwa yang umum, dimana terdapat
kurang lebih 5 10 % dari seluruh populasi yang mengalaminya. Gangguan yang
ditimbulkan dari fobia, terutama apabila mereka tidak dihiraukan, dapat
menyebabkan munculnya gangguan cemas lainnya, depresi, dan gangguan yang
berhubungan dengan penggunaan obat terlarang.
Fobia spesifik lebih sering dijumpai dibandingkan dengan fobia sosial.
Diduga fobia spesifik merupakan gangguan yang paling sering dialami perempuan
dan kedua tersering pada pria. Prevalensi 6 bulan fobia spesifik berkisar antara 5
10 / 100 orang. Tingkat prevalensi fobia spesifik pada perempuan berkisar antara
13.6 16.1 % lebih tinggi dibandingkan pria, yakni 5.2 6.7 %, walaupun rasio
untuk fobia terhadap darah, suntikan, dan sakit berkisar antara 1 : 1. Puncak onset

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

10

Gangguan Cemas

fobia spesifik darah-suntikan-sakit berkisar antara 5 9 tahun. Sedangkan puncak


onset fobia spesifik yang lain berkisar pada umur 20. Umumnya objek penyebab
rasa takut adalah hewan, badai, ketinggian, sakit, cedera, dan kematian.
Prevalensi untuk fobia sosial berkisar antara 3 13 %. Untuk prevalensi 6
bulannya berkisar antara 2 3 / 100 orang. Pada studi epidemiologis, kaum
perempuan lebih sering mengalami fobia sosial dibandingkan pria, namun pada
studi klinis seringkali ditemukan kebalikannya. Puncak onset fobia sosial adalah
pada masa remaja, namun berkisar antara usia 5 hingga 35 tahun.
Tingkat komorbiditas fobia sosial dapat didahului dengan riwayat
gangguan cemas lainnya, gangguan mood, gangguan karena penggunaan obatobat terlarang, dan mungkin bulimia nervosa. Sebagai tambahan, gangguan
pribadi yang menghindar umum terjadi pada seseorang dengan gangguan fobia
sosial menyeluruh.

Etiopatogenesis Fobia
Prinsip-prinsip umum pada fobia terdiri dari faktor perilaku dan faktor
psikoanalitik.
Faktor Perilaku
Pada tahun 1920, John B. Watson memiliki hipotesis mengenai fobia,
yakni fobia muncul dari rasa cemas dari stimuli yang menakutkan yang muncul
bersamaan dengan stimuli lain yang bersifat netral. Sebagai hasil dari kemunculan
stimuli yang bersamaan tersebut, stimuli netral tersebut menjadi menakutkan juga.
Contohnya pada seseorang yang fobia dengan anjing, dahulu ia pernah digigit
oleh anjing, dimana gigitan tersebut merupakan stimuli yang menakutkan,
sedangkan anjing tersebut merupakan stimuli yang netral, namun karena stimuli

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

11

Gangguan Cemas

tersebut muncul secara bersamaan, sehingga anjing tersebut juga menjadi stimuli
yang menakutkan.
Didapatkan juga teori lain, yakni teori klasik stimulus-respon. Rasa cemas
adalah suatu motor penggerak pada organisme yang menyebabkannya melakukan
perilaku tertentu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Perilaku yang
dilakukan dapat berupa penghindaran untuk mengurangi rasa cemas tersebut.
Teori ini dapat diaplikasikan pada fobia spesifik terhadap situasi tertentu atau
fobia sosial, dimana seseorang dapat menghindari elevator atau berbicara didepan
khayalak ramai.
Faktor Psikoanalitik
Formulasi Sigmund Freud mengenai phobic neurosis masih merupakan
penjelasan psikoanalisis untuk fobia spesifik dan fobia sosial. Hipotesa Freud
adalah, rasa cemas merupakan sinyal untuk menyadarkan ego, jikalau terdapat
dorongan terlarang di alam bawah sadar yang akan memuncak dan untuk
menyadarkan ego untuk melakukan mekanisme defensif terhadap daya insting.
Freud melihat jikalau fobia merupakan hasil konflik yang terpusat pada masalah
masa kanak-kanak yang tidak terselesaikan. Ketika tindakan represi untuk
mencegah cemas gagal, sistem ego seseorang akan mengaktifkan mekanisme
pertahanan yang berupa mempersalahkan ( displacement ), dimana masalah
yang tidak selesai dari masa kanak-kanak akan dialihkan kepada objek atau situasi
yang memiliki kemampuan untuk membangkitkan rasa cemas. Objek atau situasi
tersebut menjadi simbol dari masalah yang dahulu dialaminya ( Symbolization ).
Mekanisme pertahanan ego terhadap rasa cemas terdiri dari tiga hal, yakni
represion, displacement, dan symbolization. Sehingga rasa cemas tersebut teratasi
dengan membentuk phobic neurosis.
Namun pada agoraphobia atau erythrophobia, rasa cemas diduga datang
dari rasa malu yang mempengaruhi superego. Perlu diperhatikan juga bahwa

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

12

Gangguan Cemas

setiap orang dilahirkan dengan tingkat temperamen yang berbeda yang


menyebabkan mereka dapat menangani stimuli stress dari luar dengan cara yang
berbeda pula. Namun untuk memunculkan fobia, diperlukan tingkat stress yang
cukup, seperti kematian dari yang terkasih, kekerasan dalam rumah tangga, dan
terkucilkan dari kehidupan sosial.
Berikut ini etiopatogenesis fobia spesifik dan fobia sosial :
Fobia Spesifik
Pembentukan fobia spesifik muncul karena proses pemasangan objek
spesifik atau situasi tertentu dengan perasaan takut dan panik. Beberapa
mekanisme dalam pemasangan tersebut telah dibahas sebelumnya. Secara umum
kecenderungan nonspesifik untuk merasakan takut dan cemas membentuk efek
pemasangan, contohnya pada suatu keadaan tertentu seperti menyetir, bila
dipasangkan dengan pengalaman kecelakaan, akan menyebabkan seseorang
mengalami asosiasi permanen antara menyetir dengan kecelakaan. Salah satu teori
lain adalah modelling, dimana seseorang mempelajari respon orang lain terhadap
suatu stimulus tertentu dan mengikutinya, atau seseorang yang diajarkan
mengenai bahaya dari suatu stimuli.
Faktor genetik juga memiliki peran dalam fobia spesifik, contohnya pada
fobia terhadap darah-suntikan-sakit yang tampak nyata terkait dengan keluarga.
Hasil studi menemukan jikalau seseorang dengan fobia spesifik tersebut memiliki
anggota keluarga tingkat satu memiliki fobia dengan jenis yang sama.
Fobia Sosial
Beberapa studi menunjukan jikalau beberapa anak kemungkinan memiliki
faktor keturunan berdasarkan konsistensi inhibisi perilaku. Hal ini terutama
terlihat pada anak-anak dengan orang tua yang memiliki gangguan serangan
panik, yang akan menyebabkan rasa malu yang terus meningkat. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh lingkungan didikan keluarga yang tertutup, kurang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

13

Gangguan Cemas

perduli, dan terlalu protektif mengenai anak mereka. Kadang-kadang beberapa hal
kecil dapat menjadi indikator dari sifat seseorang, seperti seseorang yang berjalan
dengan dagu terangkat dan melakukan kontak mata umumnya memiliki sifat yang
dominan, bila dibandingkan dengan seseorang yang sering berjalan dengan kepala
tertunduk dan jarang melakukan kontak mata yang umumnya bersifat submisif.
Kesuksesan memberikan terapi pada pasien dengan fobia sosial telah
menimbulkan dua hipotesa neurokima yang spesifik terhadap dua jenis fobia
sosial. Secara spesifik, penggunaan obat antagonis reseptor -adrenergik
( propanolol ) untuk fobia pertunjukan. Seseorang dengan fobia pertunjukan
umumnya melepaskan lebih banyak norepinephrine atau epinephrine, secara
sentral maupun perifer, dibandingkan orang-orang non-fobik, atau orang-orang
tersebut lebih sensitif terhadap stimulasi kadar adrenergik yang normal.
Berdasarkan hasil observasi mengenai penggunaan obat monoamine oxidase
inhibitor (MAOI) yang lebih efektif dibandingkan obat-obatan tricylcic pada
terapi

fobia

sosial

menyeluruh,

diduga

jikalau

aktivitas

dopaminergik

berhubungan dengan patogenesis gangguan fobia sosial. Pada salah studi dengan
single photon emission computed tomography (SPECT) menunjukan penurunan
reuptake dopamine pada daerah striatal.
Faktor genetik diduga memiliki keterkaitan dengan fobia sosial. Anggota
keluarga tingkat pertama pada seseorang dengan gangguan fobia memiliki
kecenderungan untuk mengalami fobia sosial sebanyak tiga kali lebih sering
dibandingkan dengan yang tidak. Selain itu, pada kembar monozigotik juga
didapatkan prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik.

Tanda dan Gejala Fobia


Fobia terkarakterisasi dengan terinduksinya rasa cemas yang hebat ketika
dipaparkan terhadap suatu objek stimulan atau situasi tertentu. DSM-IV-TR

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

14

Gangguan Cemas

menyatakan bila serangan panik dapat terjadi pada pasien dengan fobia spesifik
atau fobia sosial, namun mereka sudah mengetahui kemungkinan terjadinya
serangan panik tersebut. Pajanan terhadap stimulan tertentu dapat mencetuskan
terjadinya serangan panik.
Seseorang yang memiliki fobia akan menghindari stimulus fobianya,
bahkan sampai pada taraf yang berlebihan. Contohnya seseorang yang fobia
terhadap pesawat akan memilih untuk melintasi negara dengan bus dibandingkan
naik pesawat. Seringkali, pasien dengan gangguan fobia juga memiliki masalah
dengan gangguan penggunaan zat-zat terlarang sebagai upaya pelarian mereka
dari rasa cemas tersebut. Secara keseluruhan, sepertiga dari seluruh pasien fobia
juga memiliki keadaan depresif yang berat.
Tanda dan gejala yang paling terlihat pada seseorang dengan fobia adalah
adanya pemikiran yang tidak logis dan rasa takut yang ego-distonik mengenai
suatu stimulus. Pasien umumnya dapat menceritakan bagaimana cara mereka
menghindari stimulus tersebut. Umumnya pasien dengan fobia juga memiliki
gejala depresi.
Pedoman Diagnosis Fobia
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IVTR)
Fobia Spesifik
Berdasarkan revisi keempat dari Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders ( DSM-IV-TR ), hasil revisi tersebut menggunakan isitilah fobia
spesifik untuk dicocokkan dengan hasil revisi kesepuluh dari International
Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems ( ICD-10 ).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

15

Gangguan Cemas

DSM-IV-TR 300.29 FOBIA SPESIFIK


A. Ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak beralasan,
ditandai oleh adanya atau antisipasi dari suatu obyek atau situasi spesifik
(misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapat suntikkan,
melihat darah).
B. Pemaparan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon kecemasan
segera, dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau
predisposisi oleh situasi.
Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis,
tantrum, diam membeku, atau melekat erat menggendong.
C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan .
Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan
D. Situasi fobik dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau
dengan penderitaan yang jelas.
E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang
ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau
terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik dihubungkan dengan
objek atau situasi spesifik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental
lain, seperti Gangguan Obsesif-Kompulsif (misalnya,seseorang takut kotoran
dengan obsesi tentang kontaminasi), Gangguan Stres pascatrauma
(misalnya,penghindaran stimulus yang berhubungan dengan stresor yang
berat0, Gangguan Cemas Perpisahan (misalnya,menghindari sekolah), Fobia
Sosial (misalnya,menghindari situasi sosial karena takut merasa malu),
Gangguan Panik dengan Agorafobia, atau Agorafobia Tanpa Riwayat
Gangguan Panik.
Sebutkan tipe :
Tipe Binatang

Tipe Lingkungan Alam (misalanya, ketinggan, badai, air)

Tipe Darah, Injeksi, Cedera

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

16

Gangguan Cemas

Tipe Situasional (misalnya, pesawat udara, elevator, tempat tertutup)

Tipe Lainnya (misalnya, ketakutan tersedak, muntah, atau mengidap


penyakit ; pada anak-anak, ketakutan pada suara keras atau karakter
bertopeng).

Kriteria A dan B telah diterakan secara hati-hati didalam DSM-IV-TR


untuk memberikan kemungkinan jikalau suatu pajanan terhadap stimulus fobia
dapat mencetuskan serangan panik. Kontras dengan gangguan serangan panik,
serangan panik pada fobia spesifik sangat terikat dengan stimulus penyebabnya.
Pada DSM-IV-TR dicantumkan beberapa contoh fobia spesifik. Fobia darahsuntikan-sakit dibedakan dari fobia yang lain karena didapatkan respon yang
berbeda dari fobia tersebut, yakni hipotensi yang disusul dengan bradikardi. Salah
satu jenis fobia yang terbaru adalah space phobia, dimana seseorang terus merasa
takut jatuh bila disekitarnya tidak ada benda yang dapat dijadikan tumpuannya,
seperti tembok atau kursi. Penegakan diagnosa fobia spesifik juga harus
difokuskan pada benda yang menjadi stimulus fobia. Contoh-contoh fobia spesifik
terdapat pada tabel berikut :
Acrophobia
Agoraphobia
Ailurophobia
Hydrophobia
Claustrophobia
Cynophobia
Mysophobia
Pyrophobia
Xenophobia
Zoophobia

Takut akan ketinggian


Takut akan tempat terbuka
Takut akan kucing
Takut akan air
Takut akan tempat tertutup
Takut akan anjing
Takut akan kotoran dan kuman
Takut akan api
Takut akan orang yang asing
Takut akan hewan

Fobia Sosial

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

17

Gangguan Cemas

Kriteria yang diberikan DSM-IV-TR untuk fobia sosial mengakui bila


fobia sosial dapat diikuti dengan serangan panik. DSM-IV-TR juga menyertakan
untuk fobia sosial yang bersifat menyeluruh yang berguna untuk menentukan
terapi, prognosis, dan respon terhadap terapi. DSM-IV-TR menyingkirkan
diagnosa fobia sosial bila gejala yang timbul merupakan akibat dari penghindaran
sosialisasi karena rasa malu dari kelainan mental atau non-mental.
DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Social Phobia
A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau
memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang asing atau
kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak
dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan menghinakan
atau memalukan.
Catatan : pada anak-anak, harus terbukti adanya kemampuan sesuai usianya
untuk melakukan hubungan sosial dengan orang yang telah dikenalnya dan
kecemasan hanya terjadi dalam lingkungan teman sebaya, bukan dalam
interaksi dengan orang dewasa.
B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan
kecemasan, dapat berupa seragan panik yang berhubungan dengan situasi atai
dipredisposisi oleh situasi.
Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangism
tantrumm diam membeku, atau bersembunyi dari situasi sosial dengan orang
asing.
C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan
D. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalau dihadapi
adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas
E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang
ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau
terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
G. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena efek fisiologis langsung
dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis
umum dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain ( misalnya,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

18

Gangguan Cemas

Gangguan Panik Dengan atau Tanpa Agorafobia, Gangguan Cemas


Perpisahan, Gangguan Dismorfik Tubuh, Gangguan Perkembangan Pervasif,
atau Gangguan Kepribadian Skizoid).
H. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental dengannya
misalnya takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau
memperlihatkan perilaku makan abnormal pada Anoreksia Nervosa atau
Bulimia Nervosa.
Sebutkan Jika :
Menyeluruh : jika ketakutan termasuk situasi yang paling sosial (juga
pertimbangkan diagnosis tambahan Gangguan Kepribadian Menghindar)

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ)


Agorafobia
Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :
a. Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietas dan bukan merupakan gejala lain yang sekunder
seperti waham atau pikiran obsesif.
b. Anxietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-kurangnya
dua dari situasi berikut :
Banyak orang
Tempat-tempat umum
Bepergian keluar rumah
Bepergian sendiri
c.
Menghindari situasi fobik harus/sudah merupakan gambaran yang
menonjol

Fobia Sosial
Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:
Gejala-gejala psikologis, perilaku /otonomik harus merupakan manifestasi
primer dari anxietas dan bukan sekundari gejala lain seperti waham /
pikiran obsesif
Anxietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu saja

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

19

Gangguan Cemas

Penghindaran dari situasi fobik harus merupakan gambaran yang menonjol


Fobia Khas (Terisolasi)
Semua kriteria yang dibawah ini untuk diagnosis :
a. Gejala psikologis atau otonomik harus merupakan manifestasi primer dari
anxietas, dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti waham atau
pikiran obsesif.
b. Anxietas harus terbatas pada adanya objek situasi fobik tertentu.
c. Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.

Diagnosa Banding Fobia


Diagnosis fobia harus dapat dibandingkan dengan rasa takut yang wajar
dan malu yang umum. DSM-IV-TR membantu dalam memberikan penegakan
diagnosis, dengan memberi syarat bahwa rasa takut atau malu yang dialami pasien
telah mengganggu kemampuan berfungsi orang tersebut. Keadaan medis lain yang
bersifat non-psikiatrik yang dapat mencetuskan fobia berupa penggunaan obatobat atau zat-zat terlarang, tumor sistem saraf pusat, dan penyakit serebrovaskuler.
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang perlu dibandingkan dengan
fobia, karena fobia dapat menjadi salah satu gejala psikosis mereka. Namun
berbeda dengan pasien skizofrenia, pasien yang mengalami fobia menyadari
ketidaklogisan dari rasa cemasnya dan tidak memiliki imajinasi yang bizar seperti
pada psikosis.
Dalam penegakan diagnosis fobia, dokter perlu memperhatikan dan
menimbang kemungkinan diagnosa serangan panik, agoraphobia, dan gangguan
pribadi menghindar. Pada kasus-kasus individual, penegakan diagnosisnya cukup
sulit, namun secara umum pasien yang mengalami fobia akan segera merasa
cemas ketika dihadapkan dengan stimulannya. Dan umumnya pada fobia sosial,
pasien akan merasa cemas bila dihadapkan pada situasi yang spesifik.
Pasien dengan agoraphobia akan menunjukan rasa lebih tenang ketika ada
seseorang lain dalam keadaan yang mencetuskan rasa cemas, dimana pasien

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

20

Gangguan Cemas

dengan fobia sosial akan semakin merasa cemas. Gejala yang umum muncul pada
fobia sosial berupa wajah yang merona, kedut-kedutan, dan rasa cemas yang
menyebabkannya ingin segera meninggalkan situasi mencemaskan itu.
Diagnosis banding untuk fobia spesifik dapat berupa hipokondriasis,
gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan pribadi paranoid. Hipokondriasis
dibedakan dimana pasien merasa sudah sakit, sedangkan fobia pasien merasa takut
akan terkena penyakit. Pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif,
penegakan diagnosis lebih sulit karena untuk membedakan alasan mereka
menjauhi stimulan tersebut kadang-kadang kurang jelas. Pasien dengan gangguan
pribadi paranoid akan cenderung menghindari segala macam stimuli dibandingkan
dengan fobia spesifik yang akan merasa cemas hanya pada stimuli tertentu.
Diagnosis banding untuk fobia sosial adalah gangguan depresi berat dan
gangguan kepribadian schizoid. Penghindaran dari segala bentuk sosialisasi akan
mengarah pada gangguan depresi berat. Pada gangguan kepribadian schizoid,
pasien umumnya tidak ingin berinteraksi dibandingkan takut berinteraksi dengan
sosial.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis Fobia


Belum banyak diketahui tentang prognosis fobia, namun kecenderungan
menjadi kronis dan dapat terjadi komorbiditas dengan gangguan lain seperti
depresi, penyalahgunaan alkohol, dan obat bila tidak mendapat terapi.

75% orang dengan fobia spesifik dapat mengatasi ketakutannya dengan


terapi kognitif perilaku
80% orang dengan fobia sosial membaik dengan farmakoterapi, terapi
kognitif perilaku atau kombinasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

21

Gangguan Cemas

Agorafobia dengan gangguan panik yang diterapi :


o
30-40%
: bebas gejala untuk waktu yang lama
o
50%
: gejala ringan
o
10-20%
: tidak membaik

Penatalaksanaan Fobia
Terdapat beberapa macam bentuk terapi, yakni terapi perilaku, psikoterapi
dan berbagai modalitas terapi lainnya.
Terapi Perilaku
Terapi yang paling sering digunakan dan dipelajari adalah terapi perilaku.
Kunci kesuksesan bergantung pada :

komitmen pasien dengan terapi

permasalahan dan tujuan terapi yang jelas

berbagai strategi yang dapat digunakan untuk menangani masalah.


Bentuk terapi perilaku yang sering digunakan adalah desensitisasi

sistematis, dimana pasien dipajankan dengan stimuli-stimuli yang berkekuatan


menimbulkan cemas yang paling rendah hingga yang paling kuat. Dengan
penggunaan obat-obat antianxietas, hipnosis, dan instruksi relaksasi otot, pasien
diajarkan untuk membentuk suatu mekanisme respon yang baru terhadap
stimulus-stimulus tersebut. Selain terapi desensitisasi sistematis, ada terapi
perilaku yang lain yakni image flooding. Pada terapi perilaku ini, pasien
dipajankan dengan gambar-gambar stimulus cemas sampai pada masa dimana
pasien tidak merasakan cemas lagi.
Psikoterapi
Dahulu psikiater-psikiater percaya jikalau psikoterapi merupakan terapi
yang terutama, namun dengan seiring berjalannya waktu, psikiater dihadapkan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

22

Gangguan Cemas

pada kenyataan bahwa psikoterapi tidak mengurangi kecemasan yang timbul dari
respon pasien terhadap stimulus tersebut. Psikiater kemudian berinisiatif untuk
menghimbau pasien menghadapi sumber-sumber kecemasannya.
Terapi Modalitas Lainnya
Hipnosis, terapi suportif, dan terapi keluarga dapat berguna pada terapi
gangguan fobia. Hipnosis digunakan dengan cara pasien diyakinkan bila stimulus
tersebut tidaklah berbahaya, dan teknik hipnosis diri untuk digunakan ketika
pasien berhadapan dengan stimulus tersebut. Terapi suportif dan terapi keluarga
sangat membantu terutama bila pasien sering berkonfrontasi dengan stimulusnya.
Obat-obatan seperti antagonis reseptor -2 adrenergik dapat berguna pada pasien
dengan fobia spesifik, benzodiazepine, psikoterapi, atau terapi kombinasi dapat
digunakan pada kasus fobia spesifik. Pada kasus fobia sosial, psikoterapi dan
farmakoterapi berguna untuk menangani gangguan fobia sosial. Menggabungkan
kedua bentuk terapi diduga meningkatkan efektivitas terapi. Obat-obatan yang
dapat digunakan pada fobia sosial berupa :

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor

Benzodiazepine

Venlafaxine

Buspirone

2.2 GANGGUAN ANXIETAS MENYELURUH

Definisi Gangguan Anxietas Menyeluruh


Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)
merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran
yang berlebihan dan tidak rasional bahkan tidak realistik terhadap berbagai
peristiwa kehidupan sehari-hari serta tidak terbatas pada atau hanya menonjol

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

23

Gangguan Cemas

pada setiap lingkungan tertentu saja (misalnya sifat mengambang atau free
floating). Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurangkurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan
dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot,
iritabilitas, kesulitan tidur, keluhan epigastrik dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi
sosial dan pekerjaan. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan
mengalami kecelakaan atau mengalami sakit dalam waktu dekat, merupakan
keluhan

yang

sering

kali

diungkapkan,

bersamaan

dengan

berbagai

kekhawatirandan firasat lain.

Epidemiologi Gangguan Anxietas Menyeluruh


Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8% dan rasio
antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Pasien gangguan cemas menyeluruh
sering mengalami komorbiditas dengan gangguan mental lainnya seperti
gangguan panik, gangguan obsesif kompulsif, dan gangguan depresi berat.

Etiologi Gangguan Anxietas Menyeluruh


Teori Biologi
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya gangguan ini adalah lobus
oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepin tertinggi di otak. Basal
ganglia, sistem limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada
timbulnya gangguan ini. Pada pasien juga ditemukan sistem serotonergik yang
abnormal.

Neurotransmitter

yang

berkaitan

adalah

GABA,

serotonin,

norepinefrin, glutamat, dan kolesitokinin. Pemeriksaan PET (Positron Emission

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

24

Gangguan Cemas

Tomography) ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih


otak.
Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien
gangguan anxietas menyeluruh dan gangguan depresi mayor pada pasien wanita.
Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita juga mengalami gangguan
yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50%
pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.
Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari
konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif
anxietas dihubungkan dengan perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang
lebih matang lagi dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang penting.
Anxietas kastrasi berhubungan dengan fase oedipal sedangkan anxietas superego
merupakan ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya
sendiri (merupakan anxietas yang paling matang).
Teori Kognitif Perilaku
Penderita berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,
disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada
lingkungannya, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang
sangat negatif terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.

Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Anxietas Menyeluruh


Gejala utama adalah anxietas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom,
dan

kewaspadaan

secara

kognitif.

Kecemasan

bersifat

berlebihan

dan

mempengaruhi aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

25

Gangguan Cemas

sebagai bergetar, kelelahan dan sakit kepala. Hiperaktivotas otonom timbul dalam
bentuk pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran
pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.

Pedoman Diagnostik Gangguan Anxietas Menyeluruh


Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ
III)
Penderita harus menunjukkan gejala primer anxietas yang berlangsung
hampir setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa
bulan. Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut :
a) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan
gelisah seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya) ;
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) ;
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, takikardi,
takipneu, keluhan epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan
sebagainya).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan serta keluhan somatik berulang-ulang. Adanya gejala-gejala lain yang
bersifat sementara, terutama depresi, tidak menyingkirkan gangguan anxietas
menyeluruh sebagai diagnosis utama, selama pasien tidak memenuhi kriteria
lengkap dari episode depresif (F32), gangguan anxietas fobik (F40), gangguan
panik (F41.0) atau gangguan obsesif kompulsif (F42).
Termasuk :

Neurosis anxietas

Reaksi anxietas

Keadaan anxietas

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IVTR)


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

26

Gangguan Cemas

Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR :


A. Kecemasan

dan

kekhawatiran

berlebihan

(harapan

yang

mengkhawatirkan), terjadi lebih banyak dibandingkan tidak selama paling


kurang 6 bulan, tentang sejumlah peristiwa atau aktivitas (seperti
pekerjaab atau prestasi sekolah).
B. Orang kesulitan untuk mengendalikan kekhawatiran.
C. Kecemasan dan kekhawatiran adalah dihubungkan dengan tiga (atau lebih)
dari enam gejala berikut (dengan paling kurang beberapa gejala terjadi
lebih banyak dibandingkan tidak selama 6 bulan terakhir). Catatan

Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak.


Catatan : Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak :
1. Gelisah atau perasaan tegang atau cemas
2. Merasa mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai atau tetap tertidur, atau
tidur yang gelisah dan tidak memuaskan)
D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran adalah tidak dibatasi pada gambaran
utama gangguan Aksis I, misalnya, kecemasan atau ketakutan adalah
bukan suatu Serangan Panik (seperti pada Gangguan Panik), merasa malu
di depan umum(seperti pada Fobia Sosial), terkontaminasi (seperti pada
Gangguan Obsesif Kompulsif), merasa jauh dari rumah atau kerabat dekat
(seperti pada Gangguan Cemas Perpisan), pertambahan berat badan
(seperti pada Anoreksia Nervosa), menderita berbagai keluhan fisik
(seperti pada Gangguan Somatisasi), atau menderita penyakit serius
(seperti pada Hipokondriasis), serta kecemasan dan kekhawatiran tidak
terjadi secara eksklusif selama Gangguan Stres Pascatrauma.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

27

Gangguan Cemas

E. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan


yang bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lainnya.
F. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat
(misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis
umum (misalnya hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara eksklusif selama
suatu Gangguan Mood, Ganguan Psikotik, atau Gangguan Perkembangan
Pervasif.

Diagnosis Banding Gangguan Anxietas Menyeluruh


Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat
kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan
zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, EKG dan fungsi
tiroid. Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding adalah
gangguan panik, fobia, gangguan obsesfi kompulsif, hipokondriasis, gangguan
somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.

Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh


a. Farmakoterapi
Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai
dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi,
Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat
mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata
adalah 2-6 minggu.
Buspiron

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

28

Gangguan Cemas

Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding


dengan gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah
efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita
yang sudah menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang
baik dengan buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepin
dengan buspiron kemudian dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu,
disaat efek terapi buspiron sudah mencapai maksimal.
SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada
fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif
terutama pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.
b. Psikoterapi
Terapi Kognitif Perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung.
Teknik utama yang digunakan adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi
dan biofeedback.
Terapi Suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang
ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal
dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah
sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari
pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat
memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila tidak
tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi
sosial dan pekerjaannya.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

29

Gangguan Cemas

Prognosis Gangguan Anxietas Menyeluruh


Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang
mungkin berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya
mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.

2.3 GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif


Ciri gangguan ini adalah adanya pikiran obsesif atau tindakan kompulsif
yang berulang. Pikiran obsesional adalah gagasan, bayangan, pikiran atau impuls

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

30

Gangguan Cemas

yang timbul dalam pikiran individu secara berulang-ulang dalam bentuk yang
sama. Umumnya hal tersebut dirasakan mengganggu dan penderita sering kali
mencoba menghilangkan tanpa hasil. Meskipun terjadinya secara involunter dan
seringkali tidak dikehendaki, pikiran tersebut dikenali sebagai pikiran individu
sendiri.
Tindakan atau ritual yang kompulsif merupakan perilaku yang stereotipik,
yang diulang berkali-kali. Tindakan ini merupakan usaha untuk meredakan
kecemasan yang berhubungan dengan obsesi namun tidak selalu berhasil
meredakan ketegangan dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Biasanya,
walaupun tidak selalu, individu menyadari bahwa perilaku tersebut tidak ada
tujuannya atau tidak ada manfaatnya dan berulang kali untuk menentangnya; pada
kasus yang sudah berlangsung sangat lama, resistensi sudah menjadi minimal.
Meskipun sering kali terlihat gejala otonomik dan anxietas, bisa juga terjadi
perasaan tertekan dan ketegangan psikis tanpa disertai gejala otonomik yang jelas.
Ada kaitan erat antara gejala obsesional , terutama pikiran obsesional,
dengan depresi. Individu dengan gangguan obsesi kompulsif sering kali juga
menunjukkan gejala depresi, dan sebaliknya pasien dengan gangguan depresif
berulang dapat mengembangkan pikiran-pikiran obsesional selama episode
depresinya. Dalam situasi manapun dari keduanya, peningkatan atau penurunan
keparahan gejala depresif umumnya disertai oleh perubahan yang sejajar dalam
keparahan gejala obsesionalnya.
Epidemiologi Gangguan Obsesif Kompulsif
Prevalensi gangguan obsesi kompulsif sebesar 2-2,4%. Sebagian besar
gangguan dialami pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi
bisa terjadi pada masa kayak. Perbandingan laki-laki : perempuan berimbang, dan
seringkali dilatar belakangi oleh ciri kepribadian anankastik yang menonjol.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

31

Gangguan Cemas

Etiologi Gangguan Obsesif Kompulsif


Penyebab gangguan obsesi kompulsif bersifat multifactorial, yaitu
interaksi antara factor biologik, genetik, factor psikososial.
Faktor Biologik
Neurotransmitter
1. Sistem Serotonergik
Telah banyak pengujian obat yang mendukung hipotesis bahwa disregulasi
dari obat-obat serotonergik lebih efektif dari obat yang mempengaruhi
sistem neurotransmitter lain, tetapi patofisiologi jelas hubungan serotonin
dapat mempengaruhi gangguan obsesif kompulsif masih belum jelas. Studi
klinis yang telah meneliti konsentrasi metabolisme serotonin pada cairan
serebrospinal dan afinitasnya dan jumlah platelet-binding sites dari
tritiated imipramine (Trofranil), yang berhubungan dengan daerah
perlekatan reuptake serotonin, dan telah dilaporkan temuan variabel pada
pasien gangguan obsesi kompulsif.
2. Sistem noradrenergik
Pada masa sekarang ini, sudah berkurang bukti-bukti nyata yang
menyatakan bahwa disfungsi pada sistem noradrenergik pada gangguan
obsesi kompulsif. Laporan anekdotal menunjukkan kemajuan pada gejala
obsesi kompulsif yang menggunakan clonidine oral, obat yang
menurunkan jumlah pelepasan norephineprin dari ujung saraf presinaptik.
Neuroimunnologi
Berdasarkan sejumlah kejadian nyata, terdapat hubungan positif antara
infeksi streptokokus dan gangguan obsesi kompulsif. Infeksi Streptokokus
hemoliticus grup-a dapat menyebabkan demam rematik, dan berkisar antara 1030% dari pasien tersebut berkembang menjadi Sydenhams chorea dan
menunjukkan gejala obsesi kompulsif.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

32

Gangguan Cemas

Studi Pencitraan Otak


Neuroimaging pada pasien dengan gangguan obsesi kompulsif telah
menghasilkan data yang menunjukkan kelainan fungsi pada jalinan saraf antara
korteks orbitofrontal, kaudatus, dan thalamus. Contoh studi pencitraan otak
lainnya yaitu positron emission tomography (PET) telah menunjukkan aktivitas
yang meningkat (metabolisme dan aliran darah) pada lobus frontal, basal ganglia
(terutama pada kaudatus), dan cingulum pada pasien dengan gangguan obsesi
kompulsif. Keterlibatan pada area tersebut pada patologi pasien dengan gangguan
obsesi kompulsif. Tampak lebih berhubungan dengan jalur kortikostiatal daripada
jalur amigdala yang lebih fokus pada penelitian gangguan cemas. Tatalaksana
secara farmakologi dan kebiasaan dilaporkan dapat memperbaiki abnormalitas.
Data dari studi fungsi kerja otak sesuai dengan data dari studi gambaran otak
secara struktural. Studi computed tomographic (CT) dan magnetic resonance
imaging (MRI) menemukan bahwa bagian kaudatus bilateral lebih kecil pada
pasien dengan gangguan obsesi kompulsif. Kedua studi pencitraan otak tersebut
juga menunjukkan hasil yang mendukung observasi prosedur neurologis yang
melibatkan cingulum, kadang menunjukkan hasil efektif pada pengobatan
gangguan obsesi kompulsif. Pernah dilaporkan pada studi MRI, terdapat
peningkatan waktu relaksasi T1 pada korteks frontal, temuan tersebut sesuai
dengan lokasi abnormalitas pada studi PET.
Genetik
Terdapat studi yang mendukung hipotesis bahwa terdapat pengaruh
genetik pada gangguan obsesi kompulsif. Terdapat bukti tiga sampai lima kali
lebih besar kemungkinan mendapatkan gangguan obsesi kompulsif atau jenis
lainnya pada angka kejadian. Studi juga menunjukkan hubungan gangguan obsesi
kompulsif pada pasien kembar lebih tinggi pada kembar monozigot daripada
kembar dizigot. Studi lain juga menunjukkan peningkatan angka kejadian pada
gangguan yang menyerupai obsesi kompulsif, gangguan tik, gangguan bentuk
tubuh, hipokondriasis, gangguan makan, dan gangguan kebiasaan, seperti
menggigit kuku.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

33

Gangguan Cemas

Data Biologis Lainnya


Studi elektrofisiologi, studi elektroensepalogram saat tidur, dan studi
neuroendokrin telah memberkan data yang mengindikasi beberapa kesamaan
antara gangguan depresif dan gangguan obsesi kompulsif. Insiden menunjukkan
peningkatan pada abnormalitas EEG nonspesifik yang terdapat pada pasien
gangguan obsesi kompulsif. Studi sleep EEG menunjukkan abnormalitas yang
menyerupai gangguan depresif, seperti menurunnya rapid eye movement latency.
Studi neuroendokrin juga telah menunjukkan analogi dengan gangguan depresif,
seperti nonsupresi pada tes supresi dexametason pada satu pertiga pasien dan
turunnya sekresi hormon pertumbuhan dengan infus klonidin.
Seperti telah disebutkan, studi telah menyarankan hubungan yang
memungkinkan antara kasus gangguan obsesi kompulsif sebelunya dan beberapa
tipe sindrom tik motorik. Sebagian besar studi keluarga dari probandus dengan
gangguan obsesi kompulsif ditemukan peningkatan angka kejadian kelainan
Tourette dan tik motorik yang kronis hanya disekitar kerabat yang juga
mendapatkan kelainan tik. Hasil studi juga menunjukkan kotransmisi antara
sindrom Tourette, gangguan obsesi kompulsif, dan tik motorik kronis pada
keluarga.
Faktor Kebiasaan
Berdasarkan studi teori, obsesi adalah kondisi yang menstimulus.
Hubungan antara stimulus netral menjadi berasosiasi dengan ketakutan atau
anxietas melalui proses dari hasil pengkondisian yang berhubungan yang
menyebabkan anxietas. Pada objek sebelumnya dan dikatakan bahwa stimuli yang
sesuai dapat mencetuskan anxietas atau rasa tidak nyaman.
Kompulsi diartikan dalam arti lain. Ketika seseorang menemukan bahwa
melakukan suatu tindakan dapat mengurangi anxietas yang berhubungan dengan
pikiran yang obsesif, ia menjadikan kegiatan tersebut sebagai strategi untuk

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

34

Gangguan Cemas

melakukan kegiatan kompulsi atau kebiasaan

untuk mengendalikan anxietas.

Secara bertahap, karena efek pengurangan anxietas, strategi tersebut menjadi


menetap, menjadi suatu pola kebiasaan yang kompulsif. Mempelajari teori
menunjukkan teori yang berguna untuk menjelaskan beberapa aspek dari
gangguan obsesi kompulsif, sebagai contoh ide-ide yang mencetuskan anxietas
tidaklah sepenuhnya menyebabkan ketakutan, dan tindakan yang dilakukan
hanyalah berupa pola atau suatu kebiasaan.
Faktor Psikososial
Faktor Personalitas
Gangguan obsesi kompulsif dihubungkan dengan pikiran obsesif yang
perduli pada detail, perfeksionalitas, dan personalitas lainnya. Sebagian besar
orang dengan gangguan obsesi kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif yang
menyertai sebelumnya. Hanya sekitar lima belas sampai tiga puluh lima persen
dari pasien dengan gangguan obsesi kompulsif yang terdapat gangguan obsesif
yang berkembang.
Faktor Psikodinamik
Insight psikodinamik mungkin dapat membantu pada pemahaman masalah
pada penatalaksanaan, kesulitan interpersonal, dan masalah pesonalitas yang
sesuai dengan gangguan Axis I. Tidak sedikit pasien dengan gangguan obsesi
kompulsif menolak berkooperatif dengan pengobatan secara efektif dengan
selective

serotonin

reuptake

inhibitor

(SSRIs)

dan

terapi

kebiasaan.

Bagaimanapun juga gejala dari gangguan obsesi kompulsif mungkin saja disertai
secara biologis, gangguan psikodinamis mungkin menyertai. Pasien dapat menjadi
sadar bahwa gejalanya dapat menetap.
Kontribusi lainnya untuk pengertian psikodinamis melibatkan dimensi
interpersonal. Studi telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang saling
mendukung pasien melalui partisipasi aktif dalam ritual atau modifikasi pada
rutinitas sehari-hari. Akomodasi studi pada keluarga yang berhubungan dengan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

35

Gangguan Cemas

stress yang terjadi pada keluarga, penolakan kebiasaan yang dilakukan pasien, dan
keadaan keluarga yang miskin. Seringkali anggota keluarga terlibat dalam usaha
untuk mengurangi kecemasan atau mengontrol ekspresi kemarahan pasien. Pola
ini atau hubungannya disesuaikan dengan pola penatalaksanaan yang akan
dilakukan. Dengan melihat pada pola hubungan interpersonal dari perspektif
psikodinamik, pasien dapat mempelajari bagaimana kelainan pasien dapat
mempengaruhi orang lain.
Penelitian menyarankan bahwa gangguan obsesi kompulsif dapat
meningkatkan angka stresor lingkungan, terutama pada mereka yang dalam proses
kehamilan, kelahiran, atau proses tumbuh kembang pada anak-anak.

Gambaran Klinis Gangguan Obsesif Kompulsif


Pada umumnya obsesi dan kompulsif mempunyai gambaran tertentu
seperti :

Adanya ide atau impuls yang terus-menerus menekan ke dalam kesaran


individu.

Perasaan cemas/takut akan ide atau impus yang aneh

Obsesi dan kompulsi yang egoalien

Pasien mengenali obsesi dan kompulsif merupakan sesuatu yang abstrae


dan irasional

Individu yang tenderita obsesi kompulsif merasa adanya keinginan kyat


untuk melawan
Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :

1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku
mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi
2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang ikuti
dengan perilaku mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

36

Gangguan Cemas

berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak


mengunci rumah).
3. Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai
kompulsi, biasanya pikira berulang tentang seksual atau tindakan agresif.
4. Simetri; obsesi yang tema kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga
bertindak lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau
mencukur kumis dan janggut.
Pola yang lain : obsesi bertema keagamaan, trichotilomania, dan
menggigit-gigit jari.

Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif dan Kompulsif


Menurut International Classification of Diseasaes X (ICD-10)
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesional dan tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua
minggu berturut-turut, dan merupakan sumber distres dan gangguan aktivitas.
Gejala-gejala obsesional harus memiliki ciri-ciri berikut :
a) Harus dikenal/disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri individu
sendiri;
b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil
dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;
c) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekadar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
dimaksud di atas);
d) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan.
Termasuk :

Neurosis anankastik

Neurosis obsesional

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

37

Gangguan Cemas

Neurosis obsesif-kompulsif

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IVTR)


Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR
A. Salah satu obsesi atau kompulsi :
Obsesi seperti yang didefinisikan oleh (1),(2),(3), dan (4) :
1. Pikiran, impuls, atau layangan yang berulang dan menetap yang dialami, pada
suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan
menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang
masalah kehidupan yang nyata.
3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, Impuls, atau bayangan
tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah hasil
dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)
Kompulsi seperti yang didefinisikan oleh (1) dan (2) :
1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam
hati) yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap
suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan; akan
tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara
yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau
mencegah, atau secara jelas berlebihan.
B. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari bahwa obsesi
atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : hal ini tidak
berlaku untuk anak-anak.
C. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaaan yang jelas, menghabiskan
waktu (lebih dari 1 jam sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas
normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau kegiatan atau hubungan sosial
biasanya.
D. Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, Isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas
padanya (misalnya, preokupasi dengan makanan yang terdapat pada Gangguan
Makan; mencabut rambut yang terdapat pada Trikotilomania; perhatian pada
penampilan yang terdapat pada Gangguan Dismorfik Tubuh; preokupasi dengan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

38

Gangguan Cemas

zat yang terdapat pada suatu Gangguan Penggunaan Zat; preokupasi dengan
menderita suatu penyakit serius yang terdapat pada Hipokondriasis; preokupasi
dengan dorongan atau fantasi seksual yang terdapat pada Parafilia; atau
perenungan bersalah yang terdapat pada Gangguan Depresi Mayor.
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misal,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum

Sebutkan Jika :
Dengan tilikan buruk : jika, selama sebagian besar waktu episode terakhir, orang
tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak
beralasan.

Diagnosa Banding Gangguan Obsesif Kompulsif


Untuk membedakan gangguan obsesif kompulsif dengan gangguan depresi
mungkin sulit, karena gejala-gejala dari kedua jenis tersebut sering kali terjadi
bersamaan. Dalam suatu episode akut, dari gangguan, maka harus diutamakan
gejala-gejala yang timbul lebih dahulu; apabila kedua jenis ada tetapi tidak ada
yang menonjol, maka biasanya yang terbaik adalah untuk menganggap depresi
sebagai diagnosis primer. Pada gangguan yang kronis, maka prioritas diberikan
pada gejala yang paling sering bertahan saat gejala yang lain menghilang.
Serangan panik atau gejala fobik ringan yang hanya sekali-kali saja, tidak
harus didiagnosis. Namun demikian, gejala obsesional yang terjadi/berkembang
pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau gangguan mental organik,
harus dianggap sebagai bagian dari kondisi-kondisi tersebut.

Perjalanan Penyakit/Prognosis Gangguan Obsesif Kompulsif


Lebih dari 50% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif gejala awalnya
muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

39

Gangguan Cemas

menimbulkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga.


Seringkali pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat.
Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien
mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain
menetap dan terus-menerus ada.
Kira-kira 20-30 % pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna,
sementara 40-50% perbaikan sedang, sedangkan sisanya 20-40% gejalanya
menetap atau memburuk. Sepertiga gangguan obsesif kompulsif disertai gangguan
depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki risiko
bunuh diri.
Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, awitan masa
kanak, kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada
komorbiditas dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke
waham dan adanya gangguan kepribadian(terutama kepribadian skizotipal).
Indikasi adanya prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian sosial dan
pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejaja yang
episodik.

Penatalaksaan Gangguan Obsesif Kompulsif


Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah
faktor

biologik,

maka

pengobatan

yang

disarankan

adalah

pemberian

farmakoterapi dan terapi perilaku. Banyak pasien gangguan obsesif kompulsif


yang resisten terhadap usaha pengobatan yang diberikan baik dengan obat
maupun terapi perilaku. Walaupun dasar gangguan obsesif kompulsif adalah
biologik, namun gejala obsesif kompulsifnya mungkin mempunyai makna
psikologis penting yang membuat pasien menolak akan pengobatan. Eksplorasi
psikodinamik terhadap resistensi pasien terhadap pengobatan sering memperbaiki
kepatuhan berobat. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa kombinasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

40

Gangguan Cemas

farmakoterapi dan terapi perilaku lebih efektif menurunkan gejala obsesifkompulsif.


Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-kompulsif
berupa SSRI sebagai terapi lini pertama contohnya fluoxetine, fluvoxamine,
paroxetine, sertraline, dan citalopram; antidepresan trisiklik seperti clomipramine
yang terbukti paling efektif dibandingkan dengan obat-obatan trisiklik lainnya.
Obat-obatan tersebut memiliki efek samping, SSRI memiliki efek samping berupa
rasa mual, gangguan tidur, nyeri kepala, dan rasa gelisah yang sifatnya transient
sehingga tidak terlalu mengganggu. Untuk pengobatan dengan clomipramine
perlu diperhatikan pemberian dosis awal, karena memiliki efek samping gangguan
sistem gastrointestinal, hipotensi ortostatik, dan efek antikolinergi serta sedasi
berat. Bila terapi dengan SSRI dan clomipramine tidak efektif, dapat diberikan
beberapa obat lain seperti valproat, litihium, atau carbamazepine. Venlafaxine,
pindolol, dan obat-obatan MAOI (phenelzine) juga dapat digunakan sebagai
tambahan.
Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat
berupa exposure and response prevention dimana pasien dipanjankan dengan
stimulusnya

namun

diingatkan

dan

diawasi

untuk

menahan

perasaan

kompulsifnya. Desensitisasi, thought stopping, dan thought flooding, merupakan


terapi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif.
Untuk keberhasilan dari terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan dengan
obat-obatan, psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien
yang tinggi. Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga yang cukup
sehingga pasien dapat mempertahankan tingkat komitmennya terhadap terapi
yang dijalaninya. Dalam kondisi tertentu, terapi kelompok juga dapat membantu
seorang pasien dalam terapinya.
Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektrokonvulsi dan bedah psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan kasus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

41

Gangguan Cemas

gangguan obsesif-kompulsif adalah cingulotomy yang sukses pada 25-30 %


pasien. Selain itu juga terdapat capsulotomy.Teknik bedah nonablasi dimana
menanamkan elektrode-elektrode pada nukleus-nukleus ganglia basal. Terapiterapi ini dilakukan dengan bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut
umumnya adalah kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012

42

Anda mungkin juga menyukai