GANGGUAN CEMAS
didefinisikan
sebagai
suatu
perasaan
yang
difus,
tidak
Gangguan Cemas
terhadap rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas
juga mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal
tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi. Aspek yang penting
pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan melakukan seleksi
terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan persepsi mereka
mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa cemas.
Teori psikoanalitik
Teori perilaku
Teori eksistensi
Teori Psikoanalitik
Rasa cemas dianggap sebagai sinyal terhadap hal-hal yang tidak
menguntungkan di alam bawah sadar. Sebagai respon terhadap sinyal tersebut,
ego seseorang membentuk suatu mekanisme pertahanan untuk mencegah perasaan
dan pikiran, yang tidak dapat diterima, untuk tidak muncul ke alam sadar. Tujuan
terapi pada gangguan cemas adalah bukan untuk menghilangkan rasa cemas itu,
melainkan untuk meningkatkan tingkat toleransi seseorang terhadap rasa cemas
itu, sehingga seseorang itu dapat mengidentifikasi masalah yang menimbulkan
rasa cemas itu.
Teori Perilaku
Berdasarkan teori perilaku, rasa cemas dianggap timbul sebagai respon
dari stimulus lingkungan yang spesifik. Contohnya, seorang anak perempuan yang
dibesarkan oleh ayah yang memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa
cemas bila ia melihat ayahnya. Dan melalui proses generalisasi, ia akan menjadi
tidak percaya dengan pria-pria disekitarnya. Selain itu, diduga bila rasa cemas itu
dapat ditiru, seperti seorang anak yang meniru sifat orangtuanya yang cemas.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 6 Februari 10 Maret 2012
Gangguan Cemas
Teori Eksistensi
Teori eksistensi memberikan penjelasan mengenai gangguan cemas
menyeluruh, dimana sesungguhnya tidak didapatkan stimulus rasa cemas yang
bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di dalam
dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap rasa
kekosongan eksistensi dan arti.
Riset genetik menunjukan terdapatnya komponen gen yang berkontribusi
pada kelainan gangguan cemas. Hereditas telah diakui sebagai faktor predisposisi
pembentukan kelainan gangguan cemas. Hampir separuh dari pasien dengan
gangguan cemas juga memiliki seseorang dalam keluarganya yang mengalami
gangguan serupa. Data dari kelahiran kembar juga mendukung hipotesis gen yang
berperan dalam kelainan gangguan cemas.
Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari
timbulnya cemas yang patologis antara lain:
Neurotransmiter
sistem
kardiovaskuler
(palpitasi),
muskuloskeletal
(nyeri
kepala),
gastrointestinal (diare), dan respirasi (takipneu). Sistem saraf otonom pada pasien
dengan gangguan cemas, terutama pada pasien dengan gangguan serangan panik,
mempertunjukan peningkatan tonus simpatetik, yang beradaptasi lambat pada
stimuli repetitif dan berlebih pada stimuli yang sedang.
Neurotransmiter
Ditemukan tiga neurotransmiter yang berkaitan dengan rasa cemas, yakni
norepinephrine ( NE ), serotonin, dan -aminobutryic acid ( GABA ).
Gangguan Cemas
Norepinephrine
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa
serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan
karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan
norepinephrine pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki
kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan
aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara
primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus
pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis.
Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut
menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak
menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien dengan
gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor -adrenergik
( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor -2 adrenergik dapat mencetuskan
serangan panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine,
agonis reseptor -2 menunjukan pengurangan gejala cemas.
Serotonin
Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian
peran serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkan
peningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens,
amygdala, dan hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan
penggunaan obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan
obsesif kompulsif. Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukan
kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki
reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral
brainstem dan menuju pada korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.
GABA
Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obatobatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA
Gangguan Cemas
Gangguan Cemas
Korteks Serebri
Korteks
serebri
bagian
frontal
berhubungan
dengan
regio
Gangguan Cemas
Gangguan Cemas
2.1 FOBIA
Definisi Fobia
Fobia adalah suatu ketakutan irasional yang jelas, menetap, dan berlebihan
terhadap suatu objek spesifik, keadaan atau situasi. Berasal dari bahasa Yunani
yaitu Fobos yang berarti ketakutan.
Fobia merupakan suatu gangguan jiwa yang merupakan salah satu tipe dari
gangguan anxietas dan dibedakan dalam tiga jenis menurut jenis objek atau situasi
ketakutan yaitu agorafobia, fobia spesifik, dan fobia sosial.
Fobia spesifik adalah suatu rasa takut yang kuat dan persisten pada suatu
objek atau situasi. Fobia sosial adalah rasa takut yang kuat dan persisten dimana
dapat timbul rasa malu.
Epidemiologi Fobia
Fobia merupakan salah satu gangguan jiwa yang umum, dimana terdapat
kurang lebih 5 10 % dari seluruh populasi yang mengalaminya. Gangguan yang
ditimbulkan dari fobia, terutama apabila mereka tidak dihiraukan, dapat
menyebabkan munculnya gangguan cemas lainnya, depresi, dan gangguan yang
berhubungan dengan penggunaan obat terlarang.
Fobia spesifik lebih sering dijumpai dibandingkan dengan fobia sosial.
Diduga fobia spesifik merupakan gangguan yang paling sering dialami perempuan
dan kedua tersering pada pria. Prevalensi 6 bulan fobia spesifik berkisar antara 5
10 / 100 orang. Tingkat prevalensi fobia spesifik pada perempuan berkisar antara
13.6 16.1 % lebih tinggi dibandingkan pria, yakni 5.2 6.7 %, walaupun rasio
untuk fobia terhadap darah, suntikan, dan sakit berkisar antara 1 : 1. Puncak onset
10
Gangguan Cemas
Etiopatogenesis Fobia
Prinsip-prinsip umum pada fobia terdiri dari faktor perilaku dan faktor
psikoanalitik.
Faktor Perilaku
Pada tahun 1920, John B. Watson memiliki hipotesis mengenai fobia,
yakni fobia muncul dari rasa cemas dari stimuli yang menakutkan yang muncul
bersamaan dengan stimuli lain yang bersifat netral. Sebagai hasil dari kemunculan
stimuli yang bersamaan tersebut, stimuli netral tersebut menjadi menakutkan juga.
Contohnya pada seseorang yang fobia dengan anjing, dahulu ia pernah digigit
oleh anjing, dimana gigitan tersebut merupakan stimuli yang menakutkan,
sedangkan anjing tersebut merupakan stimuli yang netral, namun karena stimuli
11
Gangguan Cemas
tersebut muncul secara bersamaan, sehingga anjing tersebut juga menjadi stimuli
yang menakutkan.
Didapatkan juga teori lain, yakni teori klasik stimulus-respon. Rasa cemas
adalah suatu motor penggerak pada organisme yang menyebabkannya melakukan
perilaku tertentu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Perilaku yang
dilakukan dapat berupa penghindaran untuk mengurangi rasa cemas tersebut.
Teori ini dapat diaplikasikan pada fobia spesifik terhadap situasi tertentu atau
fobia sosial, dimana seseorang dapat menghindari elevator atau berbicara didepan
khayalak ramai.
Faktor Psikoanalitik
Formulasi Sigmund Freud mengenai phobic neurosis masih merupakan
penjelasan psikoanalisis untuk fobia spesifik dan fobia sosial. Hipotesa Freud
adalah, rasa cemas merupakan sinyal untuk menyadarkan ego, jikalau terdapat
dorongan terlarang di alam bawah sadar yang akan memuncak dan untuk
menyadarkan ego untuk melakukan mekanisme defensif terhadap daya insting.
Freud melihat jikalau fobia merupakan hasil konflik yang terpusat pada masalah
masa kanak-kanak yang tidak terselesaikan. Ketika tindakan represi untuk
mencegah cemas gagal, sistem ego seseorang akan mengaktifkan mekanisme
pertahanan yang berupa mempersalahkan ( displacement ), dimana masalah
yang tidak selesai dari masa kanak-kanak akan dialihkan kepada objek atau situasi
yang memiliki kemampuan untuk membangkitkan rasa cemas. Objek atau situasi
tersebut menjadi simbol dari masalah yang dahulu dialaminya ( Symbolization ).
Mekanisme pertahanan ego terhadap rasa cemas terdiri dari tiga hal, yakni
represion, displacement, dan symbolization. Sehingga rasa cemas tersebut teratasi
dengan membentuk phobic neurosis.
Namun pada agoraphobia atau erythrophobia, rasa cemas diduga datang
dari rasa malu yang mempengaruhi superego. Perlu diperhatikan juga bahwa
12
Gangguan Cemas
13
Gangguan Cemas
perduli, dan terlalu protektif mengenai anak mereka. Kadang-kadang beberapa hal
kecil dapat menjadi indikator dari sifat seseorang, seperti seseorang yang berjalan
dengan dagu terangkat dan melakukan kontak mata umumnya memiliki sifat yang
dominan, bila dibandingkan dengan seseorang yang sering berjalan dengan kepala
tertunduk dan jarang melakukan kontak mata yang umumnya bersifat submisif.
Kesuksesan memberikan terapi pada pasien dengan fobia sosial telah
menimbulkan dua hipotesa neurokima yang spesifik terhadap dua jenis fobia
sosial. Secara spesifik, penggunaan obat antagonis reseptor -adrenergik
( propanolol ) untuk fobia pertunjukan. Seseorang dengan fobia pertunjukan
umumnya melepaskan lebih banyak norepinephrine atau epinephrine, secara
sentral maupun perifer, dibandingkan orang-orang non-fobik, atau orang-orang
tersebut lebih sensitif terhadap stimulasi kadar adrenergik yang normal.
Berdasarkan hasil observasi mengenai penggunaan obat monoamine oxidase
inhibitor (MAOI) yang lebih efektif dibandingkan obat-obatan tricylcic pada
terapi
fobia
sosial
menyeluruh,
diduga
jikalau
aktivitas
dopaminergik
berhubungan dengan patogenesis gangguan fobia sosial. Pada salah studi dengan
single photon emission computed tomography (SPECT) menunjukan penurunan
reuptake dopamine pada daerah striatal.
Faktor genetik diduga memiliki keterkaitan dengan fobia sosial. Anggota
keluarga tingkat pertama pada seseorang dengan gangguan fobia memiliki
kecenderungan untuk mengalami fobia sosial sebanyak tiga kali lebih sering
dibandingkan dengan yang tidak. Selain itu, pada kembar monozigotik juga
didapatkan prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik.
14
Gangguan Cemas
menyatakan bila serangan panik dapat terjadi pada pasien dengan fobia spesifik
atau fobia sosial, namun mereka sudah mengetahui kemungkinan terjadinya
serangan panik tersebut. Pajanan terhadap stimulan tertentu dapat mencetuskan
terjadinya serangan panik.
Seseorang yang memiliki fobia akan menghindari stimulus fobianya,
bahkan sampai pada taraf yang berlebihan. Contohnya seseorang yang fobia
terhadap pesawat akan memilih untuk melintasi negara dengan bus dibandingkan
naik pesawat. Seringkali, pasien dengan gangguan fobia juga memiliki masalah
dengan gangguan penggunaan zat-zat terlarang sebagai upaya pelarian mereka
dari rasa cemas tersebut. Secara keseluruhan, sepertiga dari seluruh pasien fobia
juga memiliki keadaan depresif yang berat.
Tanda dan gejala yang paling terlihat pada seseorang dengan fobia adalah
adanya pemikiran yang tidak logis dan rasa takut yang ego-distonik mengenai
suatu stimulus. Pasien umumnya dapat menceritakan bagaimana cara mereka
menghindari stimulus tersebut. Umumnya pasien dengan fobia juga memiliki
gejala depresi.
Pedoman Diagnosis Fobia
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IVTR)
Fobia Spesifik
Berdasarkan revisi keempat dari Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders ( DSM-IV-TR ), hasil revisi tersebut menggunakan isitilah fobia
spesifik untuk dicocokkan dengan hasil revisi kesepuluh dari International
Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems ( ICD-10 ).
15
Gangguan Cemas
16
Gangguan Cemas
Fobia Sosial
17
Gangguan Cemas
18
Gangguan Cemas
Fobia Sosial
Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:
Gejala-gejala psikologis, perilaku /otonomik harus merupakan manifestasi
primer dari anxietas dan bukan sekundari gejala lain seperti waham /
pikiran obsesif
Anxietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu saja
19
Gangguan Cemas
20
Gangguan Cemas
dengan fobia sosial akan semakin merasa cemas. Gejala yang umum muncul pada
fobia sosial berupa wajah yang merona, kedut-kedutan, dan rasa cemas yang
menyebabkannya ingin segera meninggalkan situasi mencemaskan itu.
Diagnosis banding untuk fobia spesifik dapat berupa hipokondriasis,
gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan pribadi paranoid. Hipokondriasis
dibedakan dimana pasien merasa sudah sakit, sedangkan fobia pasien merasa takut
akan terkena penyakit. Pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif,
penegakan diagnosis lebih sulit karena untuk membedakan alasan mereka
menjauhi stimulan tersebut kadang-kadang kurang jelas. Pasien dengan gangguan
pribadi paranoid akan cenderung menghindari segala macam stimuli dibandingkan
dengan fobia spesifik yang akan merasa cemas hanya pada stimuli tertentu.
Diagnosis banding untuk fobia sosial adalah gangguan depresi berat dan
gangguan kepribadian schizoid. Penghindaran dari segala bentuk sosialisasi akan
mengarah pada gangguan depresi berat. Pada gangguan kepribadian schizoid,
pasien umumnya tidak ingin berinteraksi dibandingkan takut berinteraksi dengan
sosial.
21
Gangguan Cemas
Penatalaksanaan Fobia
Terdapat beberapa macam bentuk terapi, yakni terapi perilaku, psikoterapi
dan berbagai modalitas terapi lainnya.
Terapi Perilaku
Terapi yang paling sering digunakan dan dipelajari adalah terapi perilaku.
Kunci kesuksesan bergantung pada :
22
Gangguan Cemas
pada kenyataan bahwa psikoterapi tidak mengurangi kecemasan yang timbul dari
respon pasien terhadap stimulus tersebut. Psikiater kemudian berinisiatif untuk
menghimbau pasien menghadapi sumber-sumber kecemasannya.
Terapi Modalitas Lainnya
Hipnosis, terapi suportif, dan terapi keluarga dapat berguna pada terapi
gangguan fobia. Hipnosis digunakan dengan cara pasien diyakinkan bila stimulus
tersebut tidaklah berbahaya, dan teknik hipnosis diri untuk digunakan ketika
pasien berhadapan dengan stimulus tersebut. Terapi suportif dan terapi keluarga
sangat membantu terutama bila pasien sering berkonfrontasi dengan stimulusnya.
Obat-obatan seperti antagonis reseptor -2 adrenergik dapat berguna pada pasien
dengan fobia spesifik, benzodiazepine, psikoterapi, atau terapi kombinasi dapat
digunakan pada kasus fobia spesifik. Pada kasus fobia sosial, psikoterapi dan
farmakoterapi berguna untuk menangani gangguan fobia sosial. Menggabungkan
kedua bentuk terapi diduga meningkatkan efektivitas terapi. Obat-obatan yang
dapat digunakan pada fobia sosial berupa :
Benzodiazepine
Venlafaxine
Buspirone
23
Gangguan Cemas
pada setiap lingkungan tertentu saja (misalnya sifat mengambang atau free
floating). Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurangkurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan
dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot,
iritabilitas, kesulitan tidur, keluhan epigastrik dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi
sosial dan pekerjaan. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan
mengalami kecelakaan atau mengalami sakit dalam waktu dekat, merupakan
keluhan
yang
sering
kali
diungkapkan,
bersamaan
dengan
berbagai
Neurotransmitter
yang
berkaitan
adalah
GABA,
serotonin,
24
Gangguan Cemas
kewaspadaan
secara
kognitif.
Kecemasan
bersifat
berlebihan
dan
25
Gangguan Cemas
sebagai bergetar, kelelahan dan sakit kepala. Hiperaktivotas otonom timbul dalam
bentuk pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran
pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.
Neurosis anxietas
Reaksi anxietas
Keadaan anxietas
26
Gangguan Cemas
dan
kekhawatiran
berlebihan
(harapan
yang
27
Gangguan Cemas
28
Gangguan Cemas
29
Gangguan Cemas
30
Gangguan Cemas
yang timbul dalam pikiran individu secara berulang-ulang dalam bentuk yang
sama. Umumnya hal tersebut dirasakan mengganggu dan penderita sering kali
mencoba menghilangkan tanpa hasil. Meskipun terjadinya secara involunter dan
seringkali tidak dikehendaki, pikiran tersebut dikenali sebagai pikiran individu
sendiri.
Tindakan atau ritual yang kompulsif merupakan perilaku yang stereotipik,
yang diulang berkali-kali. Tindakan ini merupakan usaha untuk meredakan
kecemasan yang berhubungan dengan obsesi namun tidak selalu berhasil
meredakan ketegangan dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Biasanya,
walaupun tidak selalu, individu menyadari bahwa perilaku tersebut tidak ada
tujuannya atau tidak ada manfaatnya dan berulang kali untuk menentangnya; pada
kasus yang sudah berlangsung sangat lama, resistensi sudah menjadi minimal.
Meskipun sering kali terlihat gejala otonomik dan anxietas, bisa juga terjadi
perasaan tertekan dan ketegangan psikis tanpa disertai gejala otonomik yang jelas.
Ada kaitan erat antara gejala obsesional , terutama pikiran obsesional,
dengan depresi. Individu dengan gangguan obsesi kompulsif sering kali juga
menunjukkan gejala depresi, dan sebaliknya pasien dengan gangguan depresif
berulang dapat mengembangkan pikiran-pikiran obsesional selama episode
depresinya. Dalam situasi manapun dari keduanya, peningkatan atau penurunan
keparahan gejala depresif umumnya disertai oleh perubahan yang sejajar dalam
keparahan gejala obsesionalnya.
Epidemiologi Gangguan Obsesif Kompulsif
Prevalensi gangguan obsesi kompulsif sebesar 2-2,4%. Sebagian besar
gangguan dialami pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi
bisa terjadi pada masa kayak. Perbandingan laki-laki : perempuan berimbang, dan
seringkali dilatar belakangi oleh ciri kepribadian anankastik yang menonjol.
31
Gangguan Cemas
32
Gangguan Cemas
33
Gangguan Cemas
34
Gangguan Cemas
serotonin
reuptake
inhibitor
(SSRIs)
dan
terapi
kebiasaan.
Bagaimanapun juga gejala dari gangguan obsesi kompulsif mungkin saja disertai
secara biologis, gangguan psikodinamis mungkin menyertai. Pasien dapat menjadi
sadar bahwa gejalanya dapat menetap.
Kontribusi lainnya untuk pengertian psikodinamis melibatkan dimensi
interpersonal. Studi telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang saling
mendukung pasien melalui partisipasi aktif dalam ritual atau modifikasi pada
rutinitas sehari-hari. Akomodasi studi pada keluarga yang berhubungan dengan
35
Gangguan Cemas
stress yang terjadi pada keluarga, penolakan kebiasaan yang dilakukan pasien, dan
keadaan keluarga yang miskin. Seringkali anggota keluarga terlibat dalam usaha
untuk mengurangi kecemasan atau mengontrol ekspresi kemarahan pasien. Pola
ini atau hubungannya disesuaikan dengan pola penatalaksanaan yang akan
dilakukan. Dengan melihat pada pola hubungan interpersonal dari perspektif
psikodinamik, pasien dapat mempelajari bagaimana kelainan pasien dapat
mempengaruhi orang lain.
Penelitian menyarankan bahwa gangguan obsesi kompulsif dapat
meningkatkan angka stresor lingkungan, terutama pada mereka yang dalam proses
kehamilan, kelahiran, atau proses tumbuh kembang pada anak-anak.
1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku
mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi
2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang ikuti
dengan perilaku mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi
36
Gangguan Cemas
Neurosis anankastik
Neurosis obsesional
37
Gangguan Cemas
Neurosis obsesif-kompulsif
38
Gangguan Cemas
zat yang terdapat pada suatu Gangguan Penggunaan Zat; preokupasi dengan
menderita suatu penyakit serius yang terdapat pada Hipokondriasis; preokupasi
dengan dorongan atau fantasi seksual yang terdapat pada Parafilia; atau
perenungan bersalah yang terdapat pada Gangguan Depresi Mayor.
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misal,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum
Sebutkan Jika :
Dengan tilikan buruk : jika, selama sebagian besar waktu episode terakhir, orang
tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak
beralasan.
39
Gangguan Cemas
biologik,
maka
pengobatan
yang
disarankan
adalah
pemberian
40
Gangguan Cemas
namun
diingatkan
dan
diawasi
untuk
menahan
perasaan
41
Gangguan Cemas
42