Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

DEPRESI

DISUSUN OLEH:
Ilham Syahputra
1102015095

PEMBIMBING:
dr. Dian Vietara Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


PERIODE 12 JULI – 25 JULI 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Depresi”. Referat
ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa.

Penyusunan referat ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dian Vietara Sp.KJ atas
bimbingnnya selama penulis menyelesaikan referat ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada rekan-rekan coass atas dukungan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan
materi penulisan dan menambah wawasan penulis.

Jakarta, 23 Juli 2021

2
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................3
BAB 1......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 PENDAHULUAN.................................................................................4
1.2 TUJUAN PENULISAN.........................................................................5
BAB 2......................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................6
2.1 DEPRESI................................................................................................6
2.1.1 DEFINISI DEPRESI.............................................................................6
2.1.2 EPIDEMIOLOGI DEPRESI................................................................6
2.1.3 ETIOLOGI DEPRESI...........................................................................6
2.1.4 MANIFESTASI KLINIS DEPRESI....................................................9
2.1.5 DIAGNOSIS DEPRESI.........................................................................9
2.1.6 TATALAKSANA DEPRESI...............................................................10
KESIMPULAN......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Menurut hasil survey di 14 negara pada tahun 1990, data
menunjukan bahwa depresi merupakan masalah kesehatan dengan urutan ke-4 terbesar
di dunia yang mengakibatkan beban sosial. Dari data prevalensi depresi di dunia dan
Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada
tahun 2004, diperkirakan sebanyak 17-25% penduduk Indonesia dan 5-10%
penduduk dunia per tahun mengalami depresi. Sedangkan data Organisasi Kesehatan
Dunia memperkirakan bahwa pada tahun 2020, depresi akan menjadi beban global
penyakit ke-2 di dunia setelah penyakit jantung iskemik.
Gangguan depresi dalam PPDGJ dimasukan kedalam kelompok gangguan
suasana perasaan (mood/ afektif). Mood merupakan nada perasaan yang
meresap dan menetap yang dirasakan di dalam diri seseorang dan mempengaruhi
kebiasaan dan persepsi orang tersebut terhadap dunia. Sedangkan afek adalah ekspresi
eksternal dari mood. Mood dapat beragam dari tingkatan normal, meningkat atau
menurun. Seseorang yang sehat mengalami berbagai suasana mood dan memiliki
afek yang sama luasnya dengan mood tersebut. Sebuah mood dan afek harus dapat
dikontrol oleh manusia.
Pada gangguan depresi, terdapat penurunan mood, energi dan minat; perasaan
bersalah, kesulitan berkonsentrasi, gangguan nafsu makan, dan pikiran untuk mati
atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan tingkat aktivitas,
kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative yaitu tidur, aktivitas seksual dan
ritme biologik lain. Gangguan ini pada umumnya mengakibatkan penurunan
kualitas hidup dalam hubungan interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan;
peningkatan resiko kematian sehubungan dengan keinginan bunuh diri dan
kecelakaan serta penyakit kardiovaskular.
Tatalaksana gangguan depresi terdiri dari pengobatan non-farmakologi
dan farmakologi. Akan tetapi pada kebanyakan kasus, seringkali memiliki banyak
hambatan dari pasien ataupun tenaga kesehatan. Stigma dan diskriminasi kadang
menimbulkan keengganan pasien untuk berobat, sedangkan pada dokter umum atau
tenaga kesehatan yang lain seringkali memilki kepekaan yang kurang terhadap gejala
depresi. Contohnya, banyak dokter umum yang merasa gejala depresi tidak

4
berbahaya dan tidak membutuhkan terapi tertentu. Selain itu, penyampaian terapi
juga kadang tidak efektif dan adekuat terhadap kesembuhan pasien. Beberapa
dokter tidak mengerti bahwa pengobatan jangka panjang pada pasien depresi
sangat diperlukan untuk mencegah kekambuhan dan keparahan di masa yang akan
datang. Selain itu beberapa pusat tenaga kesehatan menganggap remeh gangguan
depresi, mereka lebih fokus terhadap masalah gangguan jiwa yang cenderung lebih
parah dan menonjol, contohnya skizofren. Hal ini seringkali menyebabkan gangguan
depresi dini terlewatkan untuk diobati.
Maka dari itu, penting bagi dokter umum untuk mengetahui lebih dalam
mengenai tanda dan gejala depresi serta penatalaksanaannya yang sesuai dan adekuat.
Dengan demikian kejadian yang tidak diharapkan dari gangguan depresi, seperti
bunuh diri ataupun penyakit lain yang menyertai dapat dihindari lebih dini. Selain itu,
edukasi dan tindakan awal yang adekuat dari dokter umum sekiranya dapat
menurunkan jumlah prevalensi depresi di Indonesia dikemudian hari.

1.1 TUJUAN PENULISAN


1. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang bagaimana timbulnya
depresi
2. Untuk memenuhi tugas referat di bagian kepaniteraan Ilmu Jiwa

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEPRESI
2.1.1 DEFINISI
Depresi adalah gangguan mental yang umumnya ditandai dengan kehilangan
minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah, atau rendah diri, sulit
tidur, atau nafsu makan berkurang, perasaan kelelahan dan kurang konsentrasi.
Kondisi tersebut dapat menjadi kronis dan berulang dan secara substansial dapat
mengganggu kemampuan individu dalam menjalankan tanggung jawab sehari-hari. Di
tingkat yang paling parah, depresi dapat menyebabkan bunuh diri (WHO, 2012).
Depresi biasanya terjadi saat stres yang dialami oleh seseorang tidak kunjung
reda, dan depresi yang dialami berkolerasi dengan kejadian dramatis yang baru saja
terjadi atau menimpa seseorang (Lubis, 2009).

2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Peltzer dan Pengpid (2018) menemukan bahwa 21,8% orang yang disurvei
melaporkan gejala depresi sedang atau berat. Dari prevalensi tersebut, perempuan
memiliki tingkat gejala depresi yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, meskipun
perbedaan ini tidak signifikan. Dari keseluruhan orang yang disurvei, 21,4% laki-laki
dan 22,3% perempuan melaporkan gejala depresi sedang atau berat. Pada perempuan
yang disurvei, kelompok remaja (15-19 tahun) menunjukkan prevalensi gejala depresi
tertinggi dibandingkan kelompok usia lain. Sebanyak 32% dari remaja perempuan
yang disurvei melaporkan gejala depresi sedang atau berat. Sementara itu, pada laki-
laki yang disurvei, laki-laki berusia 20-29 tahun menunjukkan prevalensi gejala
depresi sedang atau berat tertinggi (29%) disusul remaja laki-laki (26,6%) dibanding
kelompok usia lain.

2.1.3 ETIOLOGI
Faktor penyebab timbulnya depresi yang dikemukakan Lubis (2009) yaitu:
a. Faktor Fisik
1. Faktor Genetik

6
Seseorang yang dalam keluarganya diketahui menderita depresi berat memiliki
risiko lebih besar menderita gangguan depresi dari pada masyarakat pada
umumnya.
2. Susunan Kimia Otak dan Tubuh
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memegang peranan yang besar
dalam mengendalikan emosi kita. Pada orang yang depresi ditemukan adanya
perubahan akibat pengaruh bahan kimia seperti mengkonsumsi obat-obatan,
minum-minuman yang beralkohol, dan merokok.
3. Faktor Usia
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu remaja
dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Namun sekarang ini usia rata-
rata penderita depresi semakin menurun yang menunjukkan bahwa remaja dan
anak-anak semakin banyak terkena depresi.
4. Gender
Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi dari pada pria.
Bukan berarti wanita lebih mudah terserang depresi, karena wanita lebih sering
mengakui adanya depresi dari pada pria dan dokter lebih dapat mengenali
depresi pada wanita.
5. Gaya Hidup
Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat berdampak pada penyakit
misalnya penyakit jantung juga dapat memicu kecemasan dan depresi.
6. Penyakit Fisik
Penyakit fisik dapat menyebabkan penyakit. Perasaan terkejut karena
mengetahui seseorang memiliki penyakit serius dapat mengarahkan pada
hilangnya kepercayaan diri dan penghargaan diri (self-esteem), juga depresi.
7. Obat-obatanTerlarang
Obat-obatan terlarang telah terbukti dapat menyebabkan depresi karena
mempengaruhi kimia dalam otak dan menimbulkan ketergantungan.
8. Kurangnya Cahaya Matahari
Kebanyakan dari seseorang merasa lebih baik di bawah sinar mataharidari pada
hari mendung, tetapi hal ini sangat berpengaruh pada beberapa individu. Mereka
baik-baik saja ketika musim panas tetapi menjadi depresi ketika musim dingin.
Mereka disebut menderita seasonal affective disorder (SAD).

7
b. Faktor Psikologis
1. Kepribadian
Aspek-aspek kepribadian ikut pula mempengaruhi tinggi rendahnya depresi
yang dialami serta kerentanan terhadap depresi. Ada narapidana yang lebih
rentan terhadap depresi, yaitu yang mempunyai konsep diri serta pola pikir yang
negatif, pesimis, juga tipe kepribadian introvert salah satu aspek kepribadian itu
adalah penyesuaian diri. Penyesuaian diri adalah suatu proses yang dipengaruhi
oleh banyak faktor, baik berasal dari diri seseorang seperti keluarga, masyarakat,
dan luar diri individu seperti lingkungan sosial, antara lain melalui gambaran
diri yang positif, hubungan interpersonal yang baik dengan keluarga dan
lingkungan sosial, kemampuan mengontrol emosi dan rasa percaya diri.
2. Pola Pikir
Pada tahun 1967 psikiatri Amerika Aaron Beck menggambarkan pola pemikiran
yang umum pada depresi dan dipercaya membuat seseorang rentan terkena
depresi. Secara singkat, dia percaya bahwa seseorang yang merasa negatif
mengenai diri sendiri rentan terkena depresi.
3. Harga Diri (self-esteem)
Harga diri yang rendah akan berpengaruh negatif pada seseorang yang
bersangkutan dan mengakibatkan seseorang tersebut akan menjadi stres dan
depresi.
4. Stres
Kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pindah rumah, atau stres
berat yang lain dianggap dapat menyebabkan depresi. Reaksi terhadap stres
sering kali di tangguhkan dan depresi dapat terjadi beberapa bulan sesudah
peristiwa itu terjadi.
5. Lingkungan Keluarga
Ada tiga hal seseorang menjadi depresi di dalam lingkungan keluarga yaitu
dikarenakan kehilangan orangtua ketika masih anak-anak, jenis pengasuhan
yang kurang kasih sayang ketika kecil, dan penyiksaan fisik dan seksual ketika
kecil.
6. Penyakit Jangka Panjang
Ketidaknyamanan, ketidakmampuan, ketergantungan, dan ketidakamanan dapat
membuat seseorang cenderung menjadi depresi.

8
2.1.4 MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
1) Afek depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
Gejala Lainnya :
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan psimistik
5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.

2.1.5 DIAGNOSIS
Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis episode depresif (F32) adalah sebagai
berikut:
F32.0 Episode Depresif Ringan
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: 1) sampai
dengan 2)
- Tidak boleh ada gejala berat diantaranya
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu.
- Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang
biasa dilakukannya.
F32.1 Episode Depresif Sedang

9
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
pada episode depresi ringan.
- Ditambah 3 (dan sebaliknya 4) dari gejala lainnya.
- Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social,
pekerjaan dan urusan rumah tangga,.
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
-  Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
-  Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di
antaranya harus berintensitas berat.
-   Bila ada gejala penting ( misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode
depresif berat masih dapa dibenarkan.
-   Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang- kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu.
-  Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
- Episode depresif berat yang memenuhi kriteri menurut F32.2 tersebut
diatas.
- Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham malapetaka
yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent).

2.1.6 TATALAKSANA
10
Untuk melakukan pengobatan pada pasien dengan gangguan depresi, ada 3
tahapan yang harus dipertimbangkan antara lain :
1. Fase akut, fase ini berlangsung 6 sampai 10 minggu. pada fase ini bertujuan
untuk mencapai masa remisi ( tidak ada gejala ).
2. Fase lanjutan, fase ini berlangsung selama 4 sampai 9 bulan setelah mencapai
remisi. pada fase ini bertujuan untuk menghilangkan gejala sisa atau mencegah
kekambuhan kembali.
3. Fase pemeliharaan, fase ini berlangsung 12 sampai 36 bulan. Pada fase ini
tujuannya untuk mencegah kekambuhan kembali.
a. Terapi non farmakologi
1) Psikoterapi
Teknik psikoterapi tersusun seperti teori terapi tingkah laku, terapi
interpersonal, dan terapi untuk pemecahan sebuah masalah. Dalam fase akut terapi
efektif dan dapat menunda terjadinya kekambuhan selama menjalani terapi lanjutan
pada depresi ringan atau sedang. Pasien dengan menderita depresi parah dan atau
dengan psikotik tidak direkomendasikan untuk menggunakan psikoterapi. Psikoterapi
merupakan terapi pilihan utama utuk pasien dengan menderita depresi ringan atau
sedang (Teter et al, 2007)
2) Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy adalah terapi dengan mengalirkan arus listrik ke
otak. Terapi menggunakan ECT biasa digunakan untuk kasus depresi berat yang
mempunyai resiko untuk bunuh diri. ECT juga diindikasikan untuk pasien depresi
yang tidak merespon terhadap obat antidepresan (Lisanby, 2007).

b. Terapi Farmakologi
1) Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).
Obat antidepresan yang mekanisme kerjanya menghambat pengambilan
serotonin yang telah disekresikan dalam sinap (gap antar neuron), sehingga kadar
serotonin dalam otak meningkat. Pada pasien depresi yang tidak merespon
antidepresan trisiklik (TCA) dapat diberikan SSRI. Untuk gangguan depresi berat
dengan melankolis antidepresan trisiklik memiki efikasi yang lebih besar daripada
SSRI, namun untuk gangguan depresi bipolar SSRI lebih efektif dibandingkan
antidepresan trisiklik , hal ini dikarenakan antidepresan trisiklik dapat memicu
timbulnya mania dan hipomania (Gijsman, 2004).

11
Obat antidepresan yang termasuk dalam golongan SSRI seperti Citalopram,
Escitalopram, Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, dan Sertraline. Efek samping
yang ditimbulkan antidepresan SSRI yaitu gejala gastrointestinal ( mual, muntah, dan
diare), disfungsi sexsual pada pria dan wanita, pusing, dan gangguan tidur (Teter et al,
2007).

2) Antidepresan Trisiklik (TCA)


Obat antidepresan yang mekanisme kerjanya menghambat pengambilan
kembali amin biogenik seperti norepinerin (NE), serotonin (5-HT) dan dopamin
didalam otak, karena menghambat ambilan kembali neurotransmitter yang tidak
selektif, sehingga menyebabkan efek samping yang besar. Efek samping yang sering
ditimbulkan TCA yaitu efek kolinergik seperti mulut kering, sembelit, penglihatan
kabur, pusing, takikardi, ingatan menurun, dan retensi urin. Obat – obat yang termasuk
golongan TCA antara lain Amitripilin, Clomipramine, Doxepin, Imipramine,
Desipiramine, Nortriptyline (Gijsman, 2004).

3) Mono Amin Oxidase Inhibitor ( MAOI )


Mono Amin Oxidase Inhibitor adalah suatu enzim komplek yang terdistribusi
didalam tubuh, yang digunakan dalam dekomposisi amin biogenik (norepinefrin,
epinefrin, dopamin, dan serotonin). MAOI bekerja memetabolisme NE dan serotonin
untuk mengakhiri kerjanya dan supaya mudah disekresikan. Dengan dihambatnya
MAO, akan terjadi peningkatan kadar NE dan serotonin di sinap, sehingga akan terjadi
perangsangan SSP. Obat – obat yang tergolong dalam MAOI yaitu Phenelzine,
Tranylcypromine, dan Selegiline. Efek samping yang sering muncul yaitu postural
hipotensi (efek samping tersebut lebih sering muncul pada pengguna phenelzine dan
Tranylcypromine), penambahan berat badan, gangguan sexual (penurunan libido,
anorgasmia) (Teter et al, 2007).
c. Terapi Tambahan
Digunakannya terapi tambahan yang untuk meningkatkan efek antidepresan
serta mencegah terjadinya mania.
1) Mood Stabilizer; Lithium dan Lomotrigin biasa digunakan sebagai mood stabilizer.
Beberapa mood stabilizer yang lain yaitu Valproic acid, divalproex dan Carbamazepin
ini semua digunakan untuk terapi mania pada bipolar disorder (Mann, 2005).

12
2) Antipsikotik; Ada 2 macam antipsikotik yaitu typical antipsikotik dan atypical
antipsikotik. Obat – obat yang termasuk typical antipsikotik yaitu Chorpromazine,
Fluphenazine, dan Haloperidol. Antipsikotik typical bekerja memblok dopamine D2
reseptor. Atypical antipsikotik hanya digunakan untuk terapi pada depresi resisten dan
bipolar depresi. Obat – obat yang termasuk dalam Atypical antipsikotik clozapine,
olanzapine, dan aripripazole (Mann, 2005).

13
KESIMPULAN

Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius.


Depresi merupakan suatu gangguan alam perasaan (suasana hati atau mood) yang
ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa
tidak berharga, merasa hidupnya hampa dan tidak ada harapan pemikirannya
berpusat pada kegagalan dan kesalahan diri atau menuduh diri, dan sering disertai iri
dan pikiran bunuh diri. Penderita depresi sering tidak berminat pada penampilan diri
dan aktivitas sehari-hari.
Depresi bukan hanya disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan kimia
didalam otak yang cukup disembuhkan dengan minum obat-obatan. Para ahli
berpendapat bahwa depresi disebabkan oleh kombinasi faktor biologis, psikologis dan
sosial. Gejala dapat digolongkan dalam kelompok terkait perubahan dalam cara pikir,
perasaan dan perilaku. Bentuk gangguan ini ada dua (diluar gangguan bipolar atau
gangguan mania- depresif) yakni : bentuk akut dan biasanya berulang, dikenal sebagai
gangguan episode depresif dan bentuk kronik dan biasanya lebih ringan gejalanya,
dikenal sebagai distimia.
Berbagai obat dan teknik psikoterapi telah dikembangkan untuk
memulihkan penderita depresi. Bagi sebagian besar penderita depresi, berbagai obat
dan teknik psikoterapi tersebut telah terbukti efektif. Namun pada sebagian besar
kasus, pengobatan penderita depresi akan paling efektif dengan mengkombinasikan
pemberian obat-obatan oleh psikiater dengan pemberian psikoterapi oleh
psikolog.

14
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, SK, Webster RK, Smith LE, et al. 2020. The psychological impact of
quarantine and how to reduce it: rapid review of the evidence. Lancet. 395:912-
920

Castrén, E., 2013. Neuronal network plasticity and recovery from depression. JAMA
Psychiatry. 70(9):983-989.

Harvard Health Publication. 2009. What causes depression? Diunduh 21 April 20202
dari http://www.health.harvard.edu/mind-and- mood/what-causes-depression.

IFRC. 2020. Mental Health and Psychosocial Support for Staff, Volunteers and
Communities in an Outbreak of Novel Coronavirus: Hong Kong

Jeon, SW dan Kim YK. 2016. Molecular Neurobiology and Promising New Treatment
in Depression. International Journal of Molecular Sciences. 17(381):1-17

Lisanby, SH, 2007. Electrocovulsive Therapy for Depression. The New England
Journal of Medicine. 19(357):1939-1945.

Lubis. 2009. Depresi: Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana.

Mann, JJ. 2005, The Medical Management of Depressi, The New England Journal of
Medicine 17(353):1819–1834.

Maslim R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa–Rujukan Ringkas dari PPDGJ III.


Jakarta : EGC

Teter, CS, Kando, JC, Wells, BG, et al. 2007. Depressive Disorder: Pharmacotherapy
A Pathophysiologic Approach 7th Edition, Appleton and lange, New York.

Townsend, AK, Clark, AB, McGowan, KJ, et al. 2009. Disease-mediated inbreeding
depression in a large, open population of cooperative crows. Proceedings of the
Royal Society B: Biological Sciences, 276(1664):2057-2064.

WHO (2012). Depression: A global public health concern. Diunduh 21 April 2020
dari
http://www.who.int/mentalhealth/management/depression/whopaperdepression_w
fmh2012.pdf

Zhu, S, Shi K, Yan J, et al. 2018. A modified 6-form Tai Chi for patients with COPD.
Complement Ther Med. 39:36-42.

15
16

Anda mungkin juga menyukai