Anda di halaman 1dari 49

Case Report Session

NASKAH PSIKIATRI

F.32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Oleh:

Rahmatul Firdaushty P. 3130

Muhammad Halim Triwirani Syam P. 3115

Preseptor:

dr. Rini Gusya Liza, M.Ked.KJ, Sp.KJ

BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS / SMF PSIKIATRI

RSUP DR. M. DJAMIL

PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada


Allah SWT dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Case Report Session
dengan judul “F.32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik” yang
merupakan salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Dalam usaha penyelesaian tugas Case Report Session ini, penulis


mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Rini Gusya Liza,
M.Ked.KJ, Sp.KJ, selaku pembimbing dalam penyusunan Case Report Session ini.

Kami menyadari bahwa didalam penulisan ini masih banyak kekurangan.


Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan
kritik yang membangun guna penyempurnaan tugas ini. Akhir kata, semoga Case
Report Session ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, 30 Juni 2021

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan


kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari
orang lain, dan tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan
minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan. Orang-orang yang
depresi berbicara dengan lambat, setelah lama terdiam hanya menggunakan
beberapa kata dan nada suara yang monoton. Banyak yang lebih suka duduk
sendirian dan berdiam diri. Depresi sering kali berhubungan atau komorbid
dengan berbagai masalah psikologis lain, seperti panik, penyalahgunaan zat,
disfungsi seksual, dan gangguan kepribadian.1

Data World Health Organization (WHO) menunjukkan 322 juta penduduk


dunia terpapar depresi. Sebanyak 27% dari total populasi tersebut berada di
wilayah Asia Tenggara.2 Prevalensi depresi di kalangan penduduk berusia dewasa
di Indonesia mencapai 21,8%.3

Resiko terbesar dari depresi adalah bunuh diri. Depresi kadang menjadi kronis,
dalam kasus demikian pasien tidak dapat sepenuhnya kembali ke tingkat
keberfungsian sebelumnya di antara episode-episode depresi. Keyakinan-
keyakinan delusional pada penderita episode depresif dengan gejala psikotik
merupakan suatu distorsi kognitif. Pola berpikir yang rancu dan menimbulkan
kesalahan secara negatif ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap depresi.4

Episode depresi sendiri digolongkan menjadi lima, yaitu episode depresif


ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik, berat dengan gejala psikotik, episode
depresif lainnya, dan episode depresif YTT.5 Episode depresif berat dengan gejala
psikotik merupakan bentuk dari depresi berat yang disertai gejala psikotik yang
khas seperti waham atau delusi non-bizarre nihilistik, somatik, atau adanya
keyakinan-keyakinan delusional tentang perasaan bersalah dan kadang-kadang

2
muncul halusinasi. Delusi mengalami kemiskinan, ketidakberhargaan, dan sedang
dihukum juga terjadi pada penderita depresi.6

1.2 Batasan Masalah

Laporan kasus ini membahas tentang definisi, etiologi, gambaran klinis,


diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis depresi berat dengan gejala psikotik.

1.3 Metode Penulisan

Metode penullisan yang dipakai dalam laporan kasus ini berupa tinjauan
kepustakaan yang merujuk pada kasus dan berbagai literatur.

1.4 Tujuan Penelitian

Laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman


mengenai etiologi, gambaran klinis , diagnosis, penatalaksanaan, serta prognosisi
depresi berat dengan gejala psikotik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Depresi adalah keadaan seseorang yang ditandai dengan adanya


kehilangan minat, kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah serta menurunnya aktivitas.2
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.1
Depresi berat dengan gejala psikotik adalah perasaan sedih, rasa lelah
yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat,
malas beraktivitas dan biasanya menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan
kegiatan sosial, perkerjaan rumah dan urusan rumah tangga, gangguan pola tidur
dan terdapat waham dan halunsinasi atau stupor depresi.

2.2 Epidemiologi

Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur


hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% perawatan
primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi
sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki
gangguan depresif berat.4

1. Jenis Kelamin
Perempuan 2x lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya
perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial
antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang
ketidakberdayaan.4
Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi
gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar ada wanita dibandingkan

4
dengan laki-laki.1 Pada penelitian lain disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3
kali lebih rentan terkena depresi dibandingkan laki-laki.5
Berdasarkan penelitian yang dilakukan NIMH (National Institute of
Mental Health) ditemukan bahwa prevalensi yang tinggi pada wanita
dibandingkan pria kemungkinan dikarenakan adanya ketidakseimbangan
regulasi hormon yang langsung mempengaruhi substansi otak yang mengatur
emosi dan mood contohnya dapat dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual
Syndrome). Untuk wanita yang telah menikah, depresi dapat diperparah
dengan masalah keluarga dan pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut
usia, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.6
2. Usia
Rata-rata depresi terjadi sekitar usia 40 tahun. Hampir 50% onset
diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa
anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat
diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya
pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.4

Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat


adalah kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset
antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga memiliki onset
selama masa anak-anak atau pada lanjut usia. Beberapa data epidemiologis
menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat
pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun.1 Pada penelitian lain
didapatkan bahwa tingkat prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok usia
20-24 tahun (14,3%) dan yang terendah pada kelompok usia >75 tahun
(4,3%), sementara data yang didapatkan dari NIMH menyebutkan bahwa
tingkat depresi terbanyak ditemukan pada kelompok usia >18 tahun
(10%).5,6

3. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah.
Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk

5
menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini
berbanding terbalik untuk laki-laki.5 Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Akhtar memperlihatkan bahwa prevalensi tertinggi dari
depresi didapatkan pada pasangan yang bercerai atau berpisah.5
4. Faktor Sosioekonomi dan Pendidikan
Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah
perkotaan.4 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Academy
on An Aging Society didapatkan data bahwa pada kelompok responden
dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang cukup tinggi
yaitu sebesar 51%.7 Pada penelitian Akhtar ditemukan tingkat depresi
terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan pada
responden dengan kelompok pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%).5
Walaupun hasil ini dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi
pada tingkat pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif
dengan terjadinya gangguan depresif.1

2.3 Etiologi

1. Faktor genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan
gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak
kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga
tersebut.
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting
di dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola
penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks.
Bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi
faktor non genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam
perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang.
Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari

6
penderita gangguan depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih
besar daripada sanak saudara derajat pertama.1,8
2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di
dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter
norepinefrin, serotonin dan dopamine (Gambar 2.1.4.1). Dalam penelitian
lain juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah
disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan
timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA
(Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi
neurendokrin dan neuroanatomis.1
Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan
terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon
pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien
dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nokturnal melantonin,
penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptopan, penurunan
kadar dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH (Luteinizing
Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki.1

Gambar 2.1.4.1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter

7
Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu:

a. Hipotesis Katekolamin
Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi
katekolamin pada reseptor otak. Reserpin yang menekan amina
otak diketahui kadang-kadang menimbulkan depresi lambat.3
Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin otak)
menurun dalam urin pasien depresi sewaktu mereka mengalami
episode depresi dan meningkat di saat mereka gembira.3
b. Hipotesis Indolamin
Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-
hidroxitriptamin (5-HT). metabolit utamnya asam 5-hidroksi
indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi, dan 5
HIAA rendah pada otak pasien yang bunuh diri. L-Triptofan, yang
mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak.3
3. Faktor Hormon
Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol
dan kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason.
Pasien depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil
abnormal ini didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien
dengan depresi bipolar, waham dan ada riwayat penyakit ini dalam
keluarga.3
Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan puerperium atau
menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum
menstruasi. Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore.
Hal ini menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan
faktor penting dalam menentukan etiologi.3
4. Faktor Kepribadian Premorbid
Kepribadian siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan
selama hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab
eksterna. Kepribadian depresi ditunjukkan dengan perilaku murung,
pesimis dan kurang bersemangat. 3

8
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya
dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres
besar, mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog
menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif
mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan
perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru
dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon
mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang
belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres
kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan
lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan
psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran
sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik
kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke
generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan
untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan
berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif.4
5. Faktor Lingkungan
Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih
banyak peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak
memuaskan dan mereka keluar dari lingkungan sosial. 80% serangan
pertama depresi didahului oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi
hanya 50% pada serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih
sering pada anak yang kehilangan orang tua di masa kanak-kanak
dibandingkan dengan populasi lainnya.3
Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai,
pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal,
sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode
gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan
lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan depresif
muncul.4

9
Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa
peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului
episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya1. Satu teori
yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa
stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi
otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat
meyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut
akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk
menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stresor eksternal.1

2.4 Klasifikasi

Menurut PPDGJ-III klasifikasi gangguan afektif berupa depresi dapat


terbagi menjadi:2
1. Episode Depresif (F32)
a. Episode depresif ringan (F32.0)
b. Episode depresif sedang (F32.1)
c. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2)
d. Episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3)
e. Episode depresif lainnya (F32.8)
f. Episode depresif YTT (F32.9)
2. Episode Depresif berulang (F33)
a. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Ringan (F33.0)
b. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Sedang (F33.1)
c. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Berat tanpa gejala
Psikotik (F33.2)
d. Gangguan Depresif Berulang, Episode kini Berat dengan gejala
Psikotik (F33.3)
e. Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi (F33.4)
f. Gangguan Depresif Berulang lainnya (F33.8)
g. Gangguan Depresif Berulang YTT (F33.9)

10
2.5 Gejala

Gejala utama episode depresi (pada derajat ringan, sedang, berat):2


- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi dan menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya adalah:2
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada
episode tipe ringan sekalipun)
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan berkurang

Adapun gambaran klinik dari pasien depresi ini antara lain:3

1. Adanya gejala psikologis berupa penurunan vitalitas umum, yang mungkin


dinyatakan pasien sebagai suatu kehilangan dan sedih. Biasanya dia menarik
diri dari kehidupan sosialnya. Segala sesuatu kelihatannya tanpa harapan,
selalu murung, ansietas mungkin ada atau pasien mungkin mencoba untuk
menyembunyikan keluhannya (depresi senyum).
2. Variasi diurnal, dimana semua gejala cenderung memburuk pada dini hari dan
membaik di siang hari.
3. Bunuh diri, dapat menjadi tanda awal penyakit. Kemungkinan bunuh diri sulit
diduga sebelumnya, tetapi selalu harus diperhitungkan. Pikiran bunuh diri
seharusnya selalu ditanyakan dan jika ada harus dianggap serius. Penderita
depresi jarang membunuh keluarganya, tetapi kalau terjadi biasanya karena dia
merasa harus menyelamatkan keluarganya dari kehidupan yang sengsara.
4. Retardasi atau perlambatan berpikir biasa ditemukan dan dicerminkan dalam
pembicaraan serta pergerakannya. Ada kemiskinan pikiran dan kesulitan

11
berkonsentrasi. Pada kasus lain agitasi mungkin menjadi gejala dominan,
disertai dengan adanya kegelisahan motorik yang nyata.
5. Perasaan bersalah sering ditemukan disertai mengomeli diri sendiri dan
turunnya penilaian diri. Dalam kasus berat, bisa timbul waham dimana
penyakit yang dideritanya merupakan suatu hukuman untuk dosanya di masa
lampau, baik itu dosa yang dikhayalkannya maupun kesalahan yang memang
benar-benar pernah ia lakukan. Pasien juga bisa merasa bahwa dia dipandang
rendah dan dituduh bejad oleh orang lain. Kemungkinan ada keasyikan sendiri,
hipokondriasis dan waham hipokondria. Mungkin juga ada waham kemiskinan
atau waham nihilistik.
6. Halusinasi jarang ditemukan, tetapi dapat timbul pada kasus berat.
7. Depersonalisasi dan derealisasi tidak jarang terjadi. Pasien menyatakan bahwa
dia kehilangan perasaan dan mempunyai sensasi asing. Dia merasa tidak nyata
dan baginya benda-benda terlihat tidak nyata.
8. Pikiran dan tindakan berisi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri
mungkin ditemukan.
9. Insomnia sering ditemukan. Gejala khasnya pasien mula-mula bangun dini hari,
kemudian semakin lama semakin pagi dan bahkan akhirnya dapat menjadi
insomnia total.
10. Anoreksia, konstipasi, gangguan pencernaan, penurunan berat badan, amenore
dan kehilangan libido biasa ditemukan. Mungkin terjadi kelelahan dan letargi,
atau tanda autonom ansietas.

Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga
pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah
sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup
lebih panjang disbanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang
tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan
mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktifitas yang
sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh
tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesikan
tugas, mengalami kendala disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi
untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur,

12
khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun dimalam hari
karena memikirkan masalh yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan
peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah dan
menurunnya berat badan serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasa.9

2.6 Diagnosis

Pedoman diagnosis episode berat dengan gejala psikotik menurut PPDGJ-III:2


 Semua gejala utama depresi harus ada
 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat.
 Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
 Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent)

Kriteria depresi berat dengan gejala psikotik menurut DSM-V:2

1. Mood menurun hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan baik melalui laporan subjektif (perasaan sedih atau kosong), atau
pengamatan orang lain (tampak bersedih)
2. Menurunnya minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir
semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang bermakna walaupun tidak diet atau berat badan
bertambah.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor atau kegelisahan hampir setiap hari
6. Lelah atau hilang energi hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berarti atau rasa bersalah yang tidak sesuai atau berlebihan

13
8. Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, ataun keragu-raguan
hampir setiap hari
9. Pikiran berulang mengenai kematian, upaya melakukan bunuh diri.
10. Waham dan halusinasi.
a. Ciri psikotik kongruen mood : waham dan halusinasi yang seluruh isinya
konsisten dengan depresif yang khas yaitu ketidakmampuan pribadi, rasa
bersalah, kematian.
b. Ciri psikotik tidak kongruen mood : Waham dan halusinasi yang isinya
tidak meliputi depresif khas yaitu ketidakmampuan pribadi, rasa bersalah,
kematian. Waham yang termasuk adalah gejala seperti waham kejar,
insersi pikiran, siar pikiran dan waham kendali.
Lima atau lebih gejala/ kriteria diatas telah ada selama periode waktu 2
minggu dan menunjukan perubahan fungsi sebelumnya. Setidaknya 1 gejala mood
menurun atau 2 gejala kehilangan minat atau kesenangan.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa


instrumen-instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk membantu
memberikan penilaian yang objektif terhadap kondisi depresi yang dialami oleh
pasien. Berikut ini adalah beberapa instrumen yang sering digunakan, yaitu:
a. Beck’s Depression Inventory
b. Hamilton Depression Scale
c. The Zung Self-Rating Depression Scale

Beck Depression Inventory (BDI) adalah tes depresi untuk mengukur


keparahan dan kedalaman dari gejala-gejala depresi seperti yang tertera dalam the
American Psychiatric Association's Diagnostik and Statistical Manual of Mental
Disorders Five Edition (DSM-V) pada pasien dengan depresi klinis. BDI dapat
digunakan untuk dewasa ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke atas, dan
merupakan sebuah ukuran standar dari depresi yang terutama digunakan dalam
penelitian dan untuk mengevaluasi dari efekttivitas pengobatan dan terapi.2
BDI tidak dapat digunakan sebagai instrumen untuk mendiagnosis, tetapi
lebih kepada identifikasi dari adanya depresi dan tingkat keparahannya sesuai

14
dengan kriteria dari DSM-V. Pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada BDI II
menilai gejala-gejala khas dari depresi seperti gangguan mood, pesimisme,
perasaan gagal, ketidakpuasan diri, perasaan bersalah, merasa dihukum,
ketidaksukaan terhadap diri sendiri, pendakwaan terhadap diri, pikiran untuk
bunuh diri, menangis, irittabilitas, penarikan diri dari kehidupan sosial, gambaran
tubuh, kesulitan bekerja, insomnia, kelelahan, nafsu makan, kehilangan berat
badan dan kehilangan libido.
2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada


sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan
diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana
pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi
juga kesehatan pasien selanjutnya.1

Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi


psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya
berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat
dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis
yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter
mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin
terganggu.7

1. Terapi Farmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek
farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan
bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya.
Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping
yang terlihat pada antidepresan.1
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada
proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki
efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan
kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine
oksidasi. bekerja untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di

15
otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada
dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan
diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak.7 Obat
antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama
(Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan antidepresi
golongan ketiga (SRNIs).10
a. Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan
sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat.1
Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu
trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptiline, desipramine)
dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptline). Dari ketiga golongan
obat tersebut, yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin
sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat
golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi
dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari
obat ini tersedia dalam formulasi generic.1
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake
neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga
bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin
tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini
mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin
lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat
kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier.10

b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)


MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun
yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi
oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar epinefrin,
noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik.11 Obat ini sekarang jarang
digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan depresi karena
bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat menyebabkan

16
krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari
makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga
dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang
akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati.1
c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini
pertama pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik.1 Obat
golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs
sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data
penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih
baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup
minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem
kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik
yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs,
karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang
disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps
kardiovaskular dan gangguan tanda vital.10
d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitor)
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang
hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga
menghambat dari reuptake norepinefrin.7

17
Gambar 2.1.10. Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama11

e. Terapi Non Farmakologis


Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam
pengobatan depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan
terapi perilaku.1 NIMH telah menemukan predictor respons terhadap
berbagai pengobatan sebagai berikut ini:6
1. Disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik
terhadap terapi interpersonal
2. Disfungsi kognitif yang rendah menyatakan respons yang baik
terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi
3. Disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik
terhadap farmakoterapi
4. Keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik
terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi.

18
Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang
memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan
depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif
dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi
dan uji kognitif negative.1
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman,
memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang
sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan: pertama,
masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki akar pada
hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal
sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat
gejala depresif sekarang.1

2.9 Prognosis

Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang


dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak
diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang
diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3
bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala.1
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan
depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama.
Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik
yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan,
tidak adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yang stabil, tidak adanya gangguan
kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang
singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator
prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta
gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan
kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya.1

19
BAB 3

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

KETERANGAN PRIBADI PASIEN

Nama ( Inisial ) : Ny. J Panggilan: Meni


Jenis kelamin : Perempuan
Tempat&tanggal lahir /umur : Palembang,28 Oktober 1979/ 41 tahun
Status perkawinan : Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Melayu
Negeri asal : Palembang
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Belimbing, Padang
KETERANGAN DIRI ALLO/INFORMAN
Nama :Deswandi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Sopir
Pendidikan : SMK
Alamat & Telepon : Belimbing, Padang / 0895136445xx
Hubungan dengan pasien : suami
Keakraban dengan pasien : akrab
Sudah berapa lama mengenal pasien : 22 tahun
Kesan pemeriksa/dokter terhadap keterangan yang diberikannya: (dapat dipercaya
/ kurang dapat dipercaya)

20
3.2 RIWAYAT PSIKIATRI

Keterangan/anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini)

1. Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 28 Juni 2021 di Poli Jiwa RSUP
DR M Djamil Padang

2. Alloanamnesis dengan suami pasien pada tanggal 30 Juni 2021 via telfon

1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim Dan lain-lain

2. Sebab Utama

Pasien sering terlihat sedih.

3. Keluhan Utama (Chief Complaint)

Pasien mengeluhkan perasaan sedih dan sulit tidur.

4. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poliklinik Jiwa RSUP Dr. M Djamil Padang karena


merasa sedih, sulit tidur, dan nafsu makan menurun. Awalnya pasien di
diagnosis kista ovarium pada tahun 2019 dan saat itu pasien merasa takut dan
cemas karena akan dioperasi serta sering memikirkan bahwa kista ini bisa
tumbuh kembali hingga ada perasaan takut mati, sering memikirkan bagaimana
nasib anak-anak jika pasien meninggal.

2 bulan setelah operasi, pasien mengalami sulit tidur, sering merasa sedih,
nafsu makan menurun, dan cepat lelah. Pasien berobat ke puskesmas dan
dijelaskan bahwa pasien mengalami gangguan depresi dan dirujuk ke rumah
sakit BMC Padang dan meminum obat yang diresepkan dokter spesialis jiwa.
Setelah 6 bulan berobat, keluhan tidak kunjung membaik dan emosi pasien

21
menjadi labil, sering merasa sedih dan mudah menangis akan hal-hal yang tidak
wajar seperti ketika melihat orang-orang berjualan di lampu merah. Pasien
sering terlihat murung dan melamun. Pasien suka merasa teman kerjanya sering
membicarakan dirinya, merasa sedih akan kondisinya sampai pasien tidak
sanggup untuk berkumpul dengan temannya karena merasa dirinya sakit
sedangkan teman-temannya sehat. Pasien sering konflik dengan teman kerjanya.
Pasien terkadang merasa berdebar-debar, pusing, dan mual. Pasien memutuskan
untuk berhenti bekerja. Pasien di rujuk ke RSUP Dr. M Djamil Padang dan
masih rutin kontrol sampai saat ini dan keluhan sudah banyak berkurang.

5. Riwayat Penyakit Sebelumnya


a. Riwayat Gangguan Psikiatrik

 Pasien sudah didiagnosis depresi tahun 2019 rawat jalan di BMC


Padang selama 6 bulan, meminum obat-obatan dari dokter spesialis
jiwa namun keluhan tidak berkurang.
b. Riwayat Gangguan Medis

Riwayat kista ovarium tahun 2019

c. Riwayat Penggunaan NAPZA

Tidak ada riwayat penggunaan NAPZA.

6. Riwayat Keluarga

a) Identitas orang tua/ penganti

Orang Tua/Pengganti
IDENTITAS Keterangan
Bapak Ibu

Kewarganegaraan Indonesia Indonesia -

Suku bangsa Palembang Palembang -

Agama Islam Islam

22
Pendidikan SD SD -

Pekerjaan berdagang - -

Usia 80 tahun - -

Alamat Palembang - -

Hubungan Akrab Akrab -


Pasien* Biasa Biasa
Kurang Kurang
Tak peduli Tak peduli

Dan lain-
lain

Ket : * coret yang tidak perlu

b) Sifat/ Perilaku Orang tuatua kandung/ pengganti............. :


Bapak (Dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan)

Pemalas ( - )**, Pendiam ( - ), Pemarah ( - ), Mudah tersinggung ( - ), Tak


suka Bergaul ( - ), Banyak teman ( + ), Pemalu ( - ), Perokok berat (+),
Penjudi (-), Peminum ( - ), Pecemas (- ), Penyedih ( - ), Perfeksionis (-),
Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ), Penakut
( - ), Tak bertanggung jawab (-)

Ibu ( Dijelaskan oleh pasien dapat dipercaya/ diragukan )

Pemalas ( - )**, Pendiam ( - ), Pemarah ( - ), Mudah tersinggung ( - ), Tak


suka Bergaul ( - ), Banyak teman (+), Pemalu ( - ), Perokok berat ( - ),
Penjudi ( - ), Peminum ( - ), Pencemas ( - ), Penyedih ( - ), Perfeksionis (-),
Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ), Penakut
( -), Tak bertanggung jawab ( - ).

c) Saudara
Jumlah Saudara 6 orang dan pasien anak ke 6.

23
d) Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk pasien
sendiri lingkari nomornya.*
1. Lk/pr (51 tahun )
2. Lk/pr (50 tahun )
3. Lk/pr (49 tahun )
4. Lk/pr (48 tahun )
5. Lk/pr (47 tahun )
6. Lk/ pr ( 41 tahun)
e) Gambaran sikap/ perilaku masing-masing saudara pasien dan hubungan
pasien terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan
serupa dengan yang dinyatakan pada gambaran sikap/ perilaku pada orang
tua.*

Saudara Gambaran sikap dan Kualitas hubungan dengan saudara


ke perilaku (akrab/ biasa,/kurang/tak peduli)

1 biasa akrab

2 biasa akrab

3 biasa akrab

4 biasa akrab

5 biasa akrab

f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka.*

Kualitas hubungan (akrab/


Hubungan Gambaran sikap dan biasa,/kurang/tak
No
dengan pasien tingkah laku
peduli)

1. Suami Baik Akrab

24
2. Anak 1 Baik Akrab

3. Anak 2 Baik Akrab

Ket:
untuk e) dan f) hanya diisi bila informan benar-benar mengetahuinya.

g) Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit fisik


(yang ada kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota keluarga pasien:

Anggota Keluarga Penyakit Jiwa Kebiasaan-kebiasaan Penyakit Fisik

Bapak - - -

Ibu - - -

Saudara 1 - - -

Saudara 2 - - -

Saudara 3 - - -

Saudara 4 - - -

Saudara 5 - - -

Kakek - - -

Nenek - - -

25
Skema Pedegree

: Perempuan : laki-laki : meninggal : pasien

h) Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami pasien:

No Rumah tempat tinggal Keadaan rumah

Tenang Cocok Nyaman Tidak Nyaman

1. Rumah Orang Tua + + + -

2. Rumah Sendiri + + + -

i) Dan lain-lain

26
7. Gambaran seluruh faktor-faktor dan mental yang bersangkut paut dengan
perkembangan kejiwaan pasien selama masa sebelum sakit (premorbid) yang
meliputi :
a) Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan.
- Keadaan ibu sewaktu hamil (sebutkan penyakit-penyakit fisik
dan atau kondisi- kondisi mental yang diderita si ibu )
 Kesehatan Fisik : Sehat
 Kesehatan Mental : Sehat
- Keadaan melahirkan :
 Aterm (+), partus spontan (+), partus tindakan (-)
Vakum
 Pasien adalah anak yang direncanakan/ diinginkan
(ya/ tidak )
 Jenis kelamin anak sesuai harapan ( ya/ tidak )
b) Riwayat masa bayi dan kanak-kanak
 Pertumbuhan Fisik : Baik, biasa, kurang*
 Minum ASI : sampai usia 2 tahun
 Usia mulai bicara : usia 1 tahun 6 bulan
 Usia mulai jalan : usia 1 tahun 6 bulan
 Sukar makan ( - ), anoreksia nervosa ( - ), bulimia ( - ),
pika ( - ), gangguan hubungan ibu-anak ( - ), pola tidur
baik (+), cemas terhadap orang asing sesuai umum ( - ),
cemas perpisahan (- ), dan lain-lain.....
c) Simtom-simtom sehubungan dengan problem perilaku yang
dijumpai pada masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari( - ),
ngompol ( - ), BAB di tempat tidur (- ), night teror ( - ), temper
tantrum ( - ), gagap ( - ), tik (- ), masturbasi (- ), mutisme
selektif ( - ), dan lain-lain.
d) Toilet training
Umur : tidak diketahui

Sikap orang tua : tidak diketahui

27
Perasaan anak untuk toilet training ini: tidak diketahui

e) Kesehatan fisik masa kanak-kanak : demam tinggi disertai


menggigau ( - ), kejang-kejang ( - ), demam berlangsung lama
( - ), trauma kapitis disertai hilangnya kesadaran ( -), dan lain-
lain.
f) Temperamen sewaktu anak-anak : pemalu ( - ), gelisah ( - )
overaktif ( - ), menarik diri ( - ), kurang suka bergaul ( - ), suka
berolahraga ( - ), dan lain-lain.
g) Masa Sekolah

Perihal SD SMP SMA PT

Umur 6-11 tahun 12-14 15-17 -


tahun tahun

Prestasi* Baik Baik Baik -

Sedang Sedang Sedang

Kurang Kurang Kurang

Aktifitas Sekolah* Baik Baik Baik -

Sedang Sedang Sedang

Kurang Kurang Kurang

Sikap Terhadap Teman * Baik Baik Baik -

Kurang Kurang Kurang

Sikap Terhadap Guru Baik Baik Baik -

Kurang Kurang Kurang

Kemampuan Khusus (Bakat) ( - ) (olahraga (olahraga -


voli ) voli )

28
Tingkah Laku ( baik ) ( baik ) ( baik ) -

h) Masa remaja: Fobia ( - ), masturbasi ( - ), ngompol ( - ), lari dari


rumah ( - ), kenakalan remaja ( - ), perokok berat ( - ), penggunaan
obat terlarang (- ), peminum minuman keras (- ), problem berat badan
( - ), anoreksia nervosa (-), bulimia ( - ), perasaan depresi (-), rasa
rendah diri ( - ), cemas ( - ), gangguan tidur ( - ), sering sakit kepala ( -
), dan lain-lain.

Ket: * coret yang tidak perlu


** ( ) diisi (+) atau (-)

i) Riwayat Pekerjaan
Tahun 1998-2000 pernah bekerja di Batam, kemudian berhenti
karena menikah. Tahun 2017-2019 mulai bekerja sebagai koki.
Berhenti bekerja tahun 2019 karena konflik dengan teman kerja dan
suasana sudah tidak nyaman
Konflik dalam pekerjaan : ( - ), konflik dengan atasan ( - ), konflik
dengan bawahan ( - ), konflik dengan kelompok ( +).
Keadaan ekonomi*: sedang(menurut pasien)

j) Percintaan, Perkawinan, Kehidupan Seksual dan Rumah Tangga


 Pasien sudah menikah
 Haid pertama (sudah) usia haid pertama 12 tahun.
 Hubungan seks sebelum menikah (-)
 Riwayat pelecehan seksual (-)
 Orientasi seksual (normal)
 Keterangan pribadi suami
Nama : Deswandi
Umur : 49 tahun
Suku : Sikumbang
Kebangsan : Indonesia
Agama : Islam

29
Pekerjaan : Sopir
Pendidikan : SMK
Status sosial/ekonomi : tinggi, menengah, rendah *
 Perkawinan didahului dengan pacaran (+), kawin terpaksa (-
), kawin paksa (-), perkawinan kurang disetujui orang tua (-),
kawin lari (-). Kepuasaan dalam hubungan suami istri -
Kelainan hubungan seksual (-) (bila ada jelaskan di halaman
kiri).
 Kehidupan rumah tangga: rukun (+), masalah rumah tangga (-)
 Keuangan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi (+),
pengeluaran dan pendapatan seimbang (-), dapat menabung (-).
 Mendidik Anak : suami-istri bersama-sama (+), istri saja (-)
suami saja (-), selain orang tua sebutkan
k) Situasi sosial saat ini:
1. Tempat tinggal : rumah sendiri (+), rumah kontrak (-),
rumah susun (-), apartemen (-), rumah orang tua (-),
serumah dengan mertua (-), di asrama (-) dan lain-lain (-).
2. Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-) dan
lain-lain.

Ket: * coret yang tidak perlu, ** ( ), diisi (+) atau (-) ai : atas indikasi

l) Perihal anak-anak pasien meliputi: pasien memiliki 2 orang anak

Sikap & Sikap pada


No Sex Umur Pendidikan Kesehatan
perilaku anak

1 Pr 21 Tamat Baik Baik Baik


SMA

2 Lk 16 Tamat SMP Baik Baik Baik

m) Ciri Kepribadian sebelumnya/ Gangguan kepribadian (untuk axis II)


Keterangan : ( ) beri tanda (+) atau (-)

30
Kepribadian Gambaran Klinis

Skizoid Emosi dingin ( - ), tidak acuh pada orang lain ( - ), perasaan


hangat atau lembut pada orang lain ( - ), peduli terhadap pujian
maupun kecaman ( - ), kurang teman ( - ), pemalu ( - ), sering
melamun(-), kurang tertarik untuk mengalami pengalaman
seksual (-), suka aktivitas yang dilakukan sendiri ( - )

Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan ( - ), kewaspadaan berlebihan


(- ), sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi ( - ), tidak mau
menerima kritik ( - ), meragukan kesetiaan orang lain ( - ),
secara intensif mencari-cari kesalahan dan bukti tentang
prasangkanya ( - ), perhatian yang berlebihan terhadap motif-
motif yang tersembunyi ( -),cemburu patologik ( - ),
hipersensifitas ( -), keterbatasan kehidupan afektif ( - ).

Skizotipal Pikiran gaib ( - ), ideas of reference (- ), isolasi sosial ( - ), ilusi

berulang (- ), pembicaraan yang ganjil ( - ), bila bertatap


muka dengan orang lain tampak dingin atau tidak acuh ( - ).

Siklotimik Ambisi berlebihan ( - ), optimis berlebihan ( - ), aktivitas


seksual yang berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang
merugikan ( - ), melibatkan dirinya secara berlebihan dalam
aktivitas yang menyenangkan tanpa menghiraukan
kemungkinan yang merugikan dirinya ( - ), melucu berlebihan
( - ), kurangnya kebutuhan tidur ( - ), pesimis (- ), putus asa (-
), insomnia ( - ), hipersomnia ( - ), kurang bersemangat (-),
rasa rendah diri (- ), penurunan aktivitas ( - ), mudah merasa
sedih dan menangis ( - ), dan lain-lain.

31
Histrionik Dramatisasi (- ), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya
(- ), mendambakan ransangan aktivitas yang menggairahkan ( -
), bereaksi berlebihan terhadap hal-hal sepele (- ), egosentris ( -
), suka menuntut ( - ), dependen ( - ), dan lain-lain.

Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya ( - ),


preokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan
kecantikan ( - ), ekshibisionisme ( - ), membutuhkan perhatian
dan pujian yang terus menerus ( - ), hubungan interpersonal
yang eksploitatif (- ), merasa marah, malu, terhina dan rendah
diri bila dikritik (- ) dan lain- lain.
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain( - ), sikap yang amat
tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus ( - ),
tidak mampu mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat
dari pengalaman ( - ), tidak peduli pada norma-norma, peraturan
dan kewajiban sosial ( - ), tidak mampu memelihara suatu
hubungan agar berlangsung lama ( - ), iritabilitas ( - ),
agresivitas ( - ), impulsif (-

), sering berbohong ( - ), sangat cendrung menyalahkan orang


lain atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk
perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat ( - )

Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil (-),
kurangnya pengendalian terhadap kemarahan ( - ), gangguan
identitas (-), afek yang tidak mantap ( - ) tidak tahan untuk
berada sendirian (-), tindakan mencederai diri sendiri ( - ), rasa
bosan kronik ( - ), dan lain-lain

Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif ( - ), merasa dirinya


tidak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain ( -
), kengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa
yakin disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik
dan penolkan dalam situasi social (-), menghindari aktivitas

32
sosial atau pkerjaan

yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut


dikritik, tidak didukung atau ditolak.

Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan ( - ),


preokupasi pada hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar,
urutan, organisasi dan jadwal ( - ), perfeksionisme ( - ),
ketelitian yang berlebihan ( - ), kaku da keras kepala ( - ),
pengabdian yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga
menyampingkan kesenangan dan nilai-nilai hubungan
interpersonal ( - ), pemaksaan yang berlebihan agar orang lain
mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu ( - ), keterpakuan
yang berlebihan pada kebiasaan sosial ( - ) dan lain-lain.
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari
tanpa nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan
orang lain untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal
dalam hidupnya
(-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian,
karena ketakutan yang dibesar-besarkan tentang
ketidakmampuan mengurus diri sendiri (-), takut ditinggalkan
oleh orang yang dekat dengannya(-)

8. Stresor psikososial (axis IV)

Pertunangan ( - ), perkawinan ( - ), perceraian ( - ), kawin paksa ( - ), kawin lari


( - ), kawin terpaksa ( - ), kawin gantung ( - ), kematian pasangan ( - ), problem
punya anak ( - ), anak sakit ( - ), persoalan dengan anak ( - ), persoalan dengan
orang tua (-), persoalan dengan mertua ( - ), masalah dengan teman dekat ( - ),
masalah dengan atasan/ bawahan ( - ), mulai pertama kali bekerja ( - ), masuk
sekolah ( - ), pindah kerja ( - ), persiapan masuk pensiun ( - ), pensiun ( - ),
berhenti bekerja ( - ), masalah di sekolah (-), masalah jabatan/ kenaikan pangkat
( - ), pindah rumah ( -), pindah ke kota lain ( - ), transmigrasi ( - ), pencurian ( -
), perampokan ( - ), ancaman ( - ), keadaan ekonomi yang kurang (-), memiliki

33
hutang ( -), usaha bangkrut ( - ), masalah warisan ( - ), mengalami tuntutan
hukum ( -), masuk penjara ( - ), memasuki masa pubertas ( - ), memasuki usia
dewasa ( - ), menopause ( - ), mencapai usia 50 tahun ( - ), menderita penyakit
fisik yang parah ( + ), kecelakaan ( - ), pembedahan ( + ), abortus (-),
hubungan yang buruk antar orang tua ( - ), terdapatnya gangguan fisik atau
mental dalam keluarga ( - ), cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua
orang tua atau kakek nenek ( - ), sikap orang tau yang acuh tak acuh pada anak (-
), sikap orang tua yang kasar atau keras terhadap anak ( - ), campur tangan atau
perhatian yang lebih dari orang tua terhadap anak ( -), orang tua yang jarang
berada di rumah ( - ), terdapat istri lain ( - ), sikap atau kontrol yang tidak
konsisten ( - ), kontrol yang tidak cukup ( - ), kurang stimulasi kognitif dan
sosial ( -), bencana alam ( - ), amukan masa ( - ), diskriminasi sosial ( - ),
perkosaan (-), tugas militer ( - ), kehamilan (-), melahirkan di luar perkawinan
( - ), dan lain-lain.

9. Pernah suicide ( - ), tidak pernah.

10. Riwayat pelanggaran hukum

Tidak pernah ada riwayat pelanggaran hukum

11. Riwayat agama


Pasien beragama Islam, sholat 5 waktu sehari semalam.

12. Persepsi Dan Harapan Keluarga

Keluarga berharap agar pasien dapat sehat dan bersemangat kembali

13. Persepsi Dan Harapan Pasien


Pasien menyatakan ingin sembuh dan ingin bebas dari obat.

Ket: ( ) diisi (+) atau (-)

34
3.3 GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT

tahun 2019 tahun 2020

Setelah 6 bulan
2 bulan post operasi, pengobatan, tidak
Pasien mulai
pasien sering merasa ada kemajuan, pasien
merasa takut Dirujuk ke M.
sedih, sulit tidur, menjadi mudah
dan cemas Djamil, rutin
nafsu makan menangis akan hal
setelah kontrol ke
menurun, dan mulai tidak wajar, sering
didiagnosis dokter spesialis
berobat ke dokter curiga kepada teman,
kista ovarium jiwa
spesialis jiwa menarik diri dari
pertemanan, pasien
memutuskan
berhenti kerja

35
3.4 STATUS INTERNUS

 Keadaan Umum : Sakit sedang


 Kesadaran : CMC
 Tekanan Darah : 110/80 mmHg
 Nadi : Teraba, kuat angkat, regular, 82x/menit
 Nafas : Ada, simetris, torakal abdominal, 18x/menit
 Suhu : 36,7 C
 Tinggi Badan : 153 cm
 Berat Badan : 60 kg
 Status Gizi : Normoweight
 Sistem Kardiovaskuler : Bunyi jantung I, II reguler,
murmur(-),gallop(-)
 Sistem Respiratorik : Suara napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
 Kelainan Khusus : Tidak ditemukan

3.5 STATUS NEUROLOGIKUS

GCS : E4M6V5

Tanda ransangan Meningeal : kaku kuduk(-), Brudzinski I (-), Brudzinski


II(-)

Tanda-tanda efek samping piramidal :

 Tremor tangan : tidak ada


 Akatisia : tidak ada
 Bradikinesia : tidak ada
 Cara berjalan : tidak ada
 Keseimbangan : tidak ada
 Rigiditas : tidak ada

 Kekuatan motorik : 555 555

555 555

36
 Sensorik : baik
 Refleks : refleks fisiologi ++/++, refleks patologis -/-

3.6 STATUS MENTAL

A. Keadaan Umum
1. Kesadaran/ sensorium : compos mentis ( + ), somnolen (-),
stupor (-), kesadaran berkabut (-), konfusi (-), koma (-), delirium (-),
kesadaran berubah (-), dan lain-lain…..

2. Penampilan

 Sikap tubuh: biasa ( + ), diam ( ), aneh ( ), sikap tegang ( ), kaku ( ),


gelisah ( ), kelihatan seperti tua ( ), kelihatan seperti muda ( ),
berpakaian sesuai gender ( + ).
 Cara berpakaian : rapi ( + ), biasa (-), tak menentu (-), sesuai
dengan situasi ( + ),kotor (-), kesan ( dapat/ tidak dapat mengurus
diri)*
 Kesehatan fisik : sehat ( + ), pucat (-), lemas (-), apatis (-), telapak
tangan basah (-), dahi berkeringat (-), mata terbelalak (- ).

3. Kontak psikis

Dapat dilakukan ( + ), tidak dapat dilakukan ( - ), wajar

( - ), kurang wajar ( + ), sebentar ( - ), lama (+)

4. Sikap

Kooperatif ( + ), penuh perhatian ( - ), berterus terang ( -),


menggoda (-), bermusuhan ( - ), suka main-main ( - ), berusaha
supaya disayangi ( -) , selalu menghindar ( - ), berhati-hati (- ),
dependen (-), infantil ( - ), curiga ( - ), pasif ( - ), dan lain-lain.

5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor

 Cara berjalan : biasa ( + ), sempoyongan ( - ), kaku ( - ), dan lain-lain

37
 Ekhopraksia ( - ), katalepsi ( - ), luapan katatonik ( - ), stupor
katatonik ( - ), rigiditas katatonik ( - ), posturing katatonik ( - ), cerea
flexibilitas ( - ), negativisme ( - ), katapleksi ( - ), stereotipik ( - ),
mannerisme ( - ), otomatisme ( - ), otomatisme perintah ( - ),
mutisme ( - ), agitasi psikomotor ( - ), hiperaktivitas/ hiperkinesis
 ( - ), tik ( - ), somnabulisme ( - ), akathisia ( - ), kompulsi( - ),
ataksia, hipoaktivitas ( + ), mimikri ( - ), agresi ( - ), acting out
( - ), abulia ( - ), tremor ( - ), ataksia ( - ), chorea ( - ), distonia ( - ),
bradikinesia ( - ), rigiditas otot ( - ), diskinesia ( - ), convulsi ( - ),
seizure ( - ), piromania ( - ), vagabondage ( - ).

Ket : ( ) diisi (+) atau (-)

B. Verbalisasi dan cara berbicara

 Arus pembicaraan* : biasa, cepat, lambat

 Produktivitas pembicaraan* : biasa, sedikit, banyak

 Perbendaharaan* : biasa, , sedikit, banyak


 Nada pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi

 Volume pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi

 Isi pembicaraan* : sesuai / tidak sesuai


 Penekanan pada pembicaraan* : Ada/ tidak
 Spontanitas pembicaraan * : spontan/ tidak
 Logorrhea ( - ), poverty of speech ( - ), diprosodi ( - ), disatria ( - ),
gagap ( - ), afasia ( - ), bicara kacau ( - ).

C. Emosi
 Hidup emosi* : stabilitas (stabil/tidak), pengendalian (adekuat/tidak
adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi
( sempit/luas), arus emosi (biasa/lambat/cepat).

1. Afek

38
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak serasi(-),
afek tumpul ( - ), afek yang terbatas ( - ), afek datar
( - ), afek yang labil ( - ).

2. Mood
mood eutimik ( - ), mood disforik ( - ), mood yang meluap-luap
(expansive mood) ( - ), mood yang iritabel ( - ), mood yang labil
(swing mood) ( - ), mood meninggi (elevated mood/ hipertim) ( - ),
euforia ( - ), ectasy ( - ), mood depresi (hipotim) ( + ), anhedonia ( -
), duka cita ( - ), aleksitimia ( -), elasi ( ), hipomania (-), mania(-),
melankolia( - ), La belle indifference ( - ), tidak ada harapan ( - ).

3. Emosi lainnya
Ansietas (+), free floating-anxiety ( - ), ketakutan ( - ), agitasi
( - ), tension (ketegangan) ( - ), panic ( - ), apati ( - ), ambivalensi ( - ),
abreaksional ( - ), rasa malu ( - ), rasa berdosa/ bersalah( - ), kontrol
impuls ( - ).

4. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood


Anoreksia ( - ), hiperfagia ( - ), insomnia ( + ), hipersomnia
( - ), variasi diurnal ( - ), penurunan libido ( - ), konstispasi
( - ), fatigue ( - ), pica ( -), pseudocyesis ( - ), bulimia ( - ).

Keterangan : *)Coret yang tidak perlu,


( ) diisi (+) atau (-)

D. Pikiran/ Proses Pikir (Thinking)


 Kecepatan proses pikir (biasa/cepat /lambat)
 Mutu proses pikir (jelas/tajam)

1. Gangguan Umum dalam Bentuk Pikiran


Gangguan mental ( - ), psikosis ( - ), tes realitas ( terganggu/ tidak ),
gangguan pikiran formal ( - ), berpikir tidak logis ( - ), pikiran
autistik ( -), dereisme ( - ), berpikir magis ( - ), proses berpikir primer
( - ).

39
2. Gangguan Spesifik dalam Bentuk Pikiran

Neologisme ( - ), word salad ( - ), sirkumstansialitas ( - ),


tangensialitas (-), inkohenrensia ( - ), perseverasi ( - ), verbigerasi ( -
), ekolalia ( - ), kondensasi ( - ), jawaban yang tidak relevan ( - ),
pengenduran asosiasi (-), derailment ( - ), flight of ideas (- ), clang
association ( - ), blocking (-), glossolalia ( - ).

3. Gangguan Spesifik dalam Isi Pikiran

 Kemiskinan isi pikiran ( - ), Gagasan yang berlebihan (- )


 Delusi/ waham?
waham bizarre ( - ), waham tersistematisasi ( - ), waham yang
sejalan dengan mood ( - ), waham yang tidak sejalan dengan
mood (+), waham nihilistik ( - ), waham kemiskinan ( - ), waham
somatik ( - ), waham persekutorik (-), waham kebesaran ( - ),
waham referensi (-), thought of withdrawal (-), thought of
broadcasting ( - ), thought of insertion (-), thought of control (-),
Waham cemburu/ waham ketidaksetiaan (-),waham menyalahkan
diri sendiri ( - ), erotomania ( - ), pseudologia fantastika ( - ),
waham agama ( - ), waham curiga (-)
 Idea of reference

Preokupasi pikiran ( - ), egomania ( - ), hipokondria ( - ), obsesi ( -


), kompulsi ( - ), koprolalia ( - ), hipokondria ( - ), obsesi ( - ),
koprolalia (-), fobia ( - ) noesis ( - ), unio mystica ( - ).

E. Persepsi
 Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik ( - ), halusinasi hipnopompik
( - ), Halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (-), halusinasi
olfaktorik ( - ), halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil ( -),
halusinasi somatik ( -), halusinasi liliput ( - ), halusinasi sejalan
dengan mood ( - ), halusinasi yang tidak sejalan dengan mood ( - ),

40
halusinosis ( - ), sinestesia ( - ), halusinasi perintah (command
halusination), trailing phenomenon ( - ).
 Ilusi ( - )
 Depersonalisasi ( - ), derealisasi ( - )

F. Mimpi dan Fantasi

Mimpi : -

Fantasi : -

Keterangan : *)Coret yang tidak perlu, ( ) diisi (+) atau (-)

G. Fungsi kognitif dan fungsi intelektual

1. Orientasi waktu (baik/ terganggu), orientasi tempat (baik/


terganggu), orientasi personal (baik/ terganggu), orientasi situasi
(baik/ terganggu).
2. Atensi (perhatian) (+), distractibilty (-), inatensi selektif ( -),
hipervigilance ( - ), dan lain-lain
3. Konsentrasi (baik/terganggu), kalkulasi ( baik/ terganggu )
4. Memori (daya ingat) : gangguan memori jangka lama/ remote ( - ),
gangguan memori jangka menengah/ recent past ( - ), gangguan
memori jangka pendek/ baru saja/ recent ( - ), gangguan memori
segera/ immediate ( - ). Amnesia ( - ), konfabulasi ( - ), paramnesia
( - ).

5. Luas pengetahuan umum: baik/ terganggu

6. Pikiran konkrit : baik/ terganggu


7. Pikiran abstrak : baik/ terganggu
8. Kemunduran intelek : (Ada/ tidak), Retardasi mental ( - ),
demensia (-), pseudodemensia ( - ).
H. Dicriminative Insight*
Derajat I (penyangkalan)
Derajat II (ambigu)

41
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal
lain)\
Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)

I. Discriminative Judgement :

 Judgment tes :tidak terganggu


 Judgment sosial :tidak terganggu

3.7 Pemeriksaan Laboratorium dan diagnostik khusus lainnya

 Tidak dilakukan pemeriksaan

3.8 Pemeriksaan oleh Psikolog / petugas sosial lainnya


Tidak dilakukan
3.9 Ikhtisar Penemuan Bermakna

 Pasien datang ke Poliklinik Jiwa RSUP Dr. M Djamil Padang dengan


keluhan utama merasa sedih, sulit tidur, dan nafsu makan menurun sejak
2 bulan setelah operasi kista ovarium.

 Pasien sering memikirkan bahwa kista ini bisa tumbuh kembali hingga
ada perasaan takut mati, sering memikirkan bagaimana nasib anak-anak
jika pasien meninggal

 Setelah 6 bulan berobat, keluhan tidak kunjung membaik dan emosi


pasien menjadi labil, sering merasa sedih dan mudah menangis akan hal-
hal yang tidak wajar seperti ketika melihat orang-orang berjualan di
lampu merah. Pasien sering terlihat murung dan melamun

 Pasien suka merasa teman kerjanya sering membicarakan dirinya, merasa


sedih akan kondisinya sampai pasien tidak sanggup untuk berkumpul
dengan temannya karena merasa dirinya sakit sedangkan teman-
temannya sehat. Pasien sering konflik dengan teman kerjanya. Pasien

42
terkadang merasa berdebar-debar, pusing, dan mual. Pasien memutuskan
untuk berhenti bekerja.

 Dari status mental yang bermakna didapatkan pasien hipoaktivitas, mood


hipotim, afek appropiate, ansietas, insomnia, waham yang tidak sejalan
dengan mood,dan discriminative insight derajat V.

3.11 Diagnosis Multiaksial

Aksis I : F.32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Aksis II : Tidak ada diagnosa

Aksis III : Tidak ada diagnosa

Aksis IV : Masalah pekerjaan, masalah psikososial dan lingkungan


lain

Aksis V : GAF 60-51

3.10 Diagnosis Banding Axis I

F 25.1 gangguan skizoafektif tipe depresif

3.11 Daftar Masalah

 Organobiologik
Tidak ada

 Psikologis

Gangguan depresi, cemas, dan waham

 Lingkungan dan psikososial

Konflik dengan teman kerja , menarik diri dari teman-temannya.

3.12 Penatalaksanaan

A. Farmakoterapi

 Olanzapine 1x5 mg

43
 Clobazam 1x10 mg

B. Non Farmakoterapi

o Psikoterapi
o Psikoterapi suportif
Memberikan dukungan, kehangatan, empati, dan
optimistic kepada pasien, membantu pasien dalam
memperkuat coping mechanism
o Psikoedukasi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa
kepatuhan minum obat merupakan kebutuhan bagi
dirinya agar sembuh.

3.13 PROGNOSIS

Quo et vitam : bonam

Quo et fungsionam : dubia ad bonam

Quo et sanationam : dubia ad bonam

44
BAB 4

DISKUSI

Seorang pasien perempuan 41 tahun datang ke Poliklinik Jiwa RSUP DR


M Djamil Padang. Berdasarkan wawancara psikiatri pada tanggal 28 Juni 2021
didapatkan keluhan bahwa pasien sering merasa sedih, sulit tidur, dan nafsu
makan menurun. Hal ini dirasakan sejak 2 bulan setelah pasien menjalani operasi
kista ovarium. Pasien sering memikirkan bahwa kista ini bisa tumbuh kembali
hingga ada perasaan takut mati, sering memikirkan bagaimana nasib anak-anak
jika pasien meninggal. Keluhan tidak kunjung membaik, emosi pasien menjadi
labil, mudah menangis akan hal yang tidak wajar seperti ketika melihat orang-
orang berjualan di lampu merah. Pasien sering terlihat murung dan melamun.
Pasien suka merasa teman kerjanya sering membicarakan dirinya, merasa sedih
akan kondisinya sampai pasien tidak sanggup untuk berkumpul dengan temannya
karena merasa dirinya sakit sedangkan teman-temannya sehat. Pasien sering
konflik dengan teman kerjanya. Pasien terkadang merasa berdebar-debar, pusing,
dan mual. Pasien memutuskan untuk berhenti bekerja.

Dari anamnesis didapatkan penderita menunjukkan gejala-gejala yang


berkaitan dengan episode depresi dan adanya gejala psikotik. Hal ini sesuai
dengan kriteria diagnostik PPDGJ III untuk episode depresi berat dengan gejala
psikotik. Berdasarkan PPDGJ III, kriteria diagnosis dari gangguan depresi
meliputi adanya gejala–gejala depresi yang terjadi selama 2 minggu atau lebih.
Namun, apabila gejala berlangsung cepat dengan intensitas yang sangat berat,
diagnosis dapat ditegakkan meskipun belum berlangsung selama 2 minggu. Gejala
gangguan depresi dikelompokkan menjadi gejala utama dan gejala tambahan
Terdapat tiga gejala utama dari gangguan depresi, yaitu suasana perasaan dan afek
depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Gejala
lainnya dari depresi meliputi konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,
pandangan masa depan suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan yang
membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.

45
Pada pasien ini ditemukan ketiga gejala utama depresi disertai dengan 4 gejala
tambahan lainnya, yaitu tidur terganggu, nafsu makan menurun, kepercayaan diri
berkurang, tidur terganggu serta pandangan masa depan yang suram. Selain
gejala depresi, pasien juga mengalami waham yang tidak sejalan dengan mood
yaitu pasien merasa teman kerjanya sering membicarakan dirinya. Sesuai dengan
gejala yang dialami pasien, berdasarkan PPDGJ III, pasien didiagnosis dengan
episode depresi berat dengan gejala psikotik (F32.3)
Hasil pemeriksaan status mental, didapatkan: kesadaran compos mentis,
penampilan biasa,rapi dan sesuai gender, sikap kooperatif, kontak psikis dapat
dilakukan, kurang wajar dan lama, psikomotor hipoaktivitas, verbalisasi dan cara
berbicara arus biasa, volume dan nada biasa, isi sesuai, spontan, afek appropriate,
mood hipotim, proses pikir didapatkan koheren, isi pikir waham ada, persepsi
halusinasi tidak ada, orientasi tidak terganggu, discriminative insight derajat V,
discriminative judgement tidak terganggu.

Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnostik episode depresi berat dengan


gejala psikotik ialah penderita harus memenuhi kriteria menurut F.32.2 disertai
waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya meliputi ide tentang dosa,
kemiskinan, malapetaka yang mengancam atau pasien merasa bertanggung jawab
akan hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya suara yang menghina
atau menuduh, atau bau kotoran atau bau daging busuk. 2

Untuk diagnosis aksis II, berdasarkan autoanamnesis dan aloanamnesis


pasien ditemukan tidak adanya gangguan kepribadian pada pasien. Untuk
diagnosis aksis III, berdasarkan autoanamnesis dan aloanamnesis pasien tidak
ditemukan adanya penyakit medis umum pada pasien. Terdapat gejala sedang
(moderate), disabilitas sedang, sehingga pada aksis V berdasarkan penilaian GAF
(Global Assesment of Functional Scale) saat ini pasien berada pada nilai 60-51.
Pasien diberikan terapi farmakologi dengan Olanzapine 1x 5 mg, dan Clobazam
1x10 mg. Olanzapine merupakan antipsikosis atipikal golongan dibenzodiazepine
yang efektif untuk gejala positif dan negatif dengan mekanisme kerja yaitu
berikatan dengan dopamine D2 receptors dan serotonin 5 HT receptors. Sedangkan
Clobazam merupakan obat anti ansietas gologan benzodiazepine dengan

46
mekanisme kerja berikatan dengan GABA reseptor sehingga meningkatkan GABA
dengan efek rasa tenang.

Pada pasien juga dilakukan psikoterapi berupa psikoterapi suprotif,


psikoedukasi, dan kepada keluarga pasien dilakukan psikoedukasi dan penjelasan
agar mensuport dan memantau kepatuhan pasien mengkonsumsi obat dan control
secara teratur.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, B. J. & Sadock, V. A. Kaplan and Sadock's Synopsis of Psychiatry:


Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10thEd. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2007
2. World Health Organization. Depression and other common mental disorders:
Global health estimates. World Health Organization.
https://apps.who.int/iris/handle/10665/2546 10. Licence: CC BY-NC-SA 3.0
IGO; 2017.
3. Peltzer K., & Pengpid S. High prevalence of depressive symptoms in a
national sample of adults in Indonesia: Childhood adversity,
sociodemographic factor and health risk behavior. Asian Journal of Psychiatry.
2013; 33:52-59.
4. Dozois DJA., & Beck AT. Cognitive schemas, beliefs and assumptions. In
Dobson KS,. & Dozois DJA, (Eds.). Risk factors in depression (pp. 121-143).
Oxford: Academic Press; 2008.
5. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa: Rujukan ringkas PPDGJ-III dan DSM-5.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya;
2013.
6. Ismail, R. I. & Siste, K. Gangguan Depresi, Dalam Elvira,Silvia D.,
Hadisukanto, Gitayanti, Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta; 2010
7. National Institute of Mental Health. Depression and Diabetes. Departement of
Health and Human Services. NIH Publication; 2011
8. National Academy on An Aging Society. Depresion A treatable disease.
Washington; 2000
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Gangguan suasana perasaan
(mood) episode depresif. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III, Cetakan 1. Jakarta: 1993
10. Arozal W., dan Gan S. Psikotropik dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi
kelima. Editor Sulistia G. Ganiswara. Jakarta; 2007

48

Anda mungkin juga menyukai