NASKAH PSIKIATRI
Oleh:
Preseptor:
PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Resiko terbesar dari depresi adalah bunuh diri. Depresi kadang menjadi kronis,
dalam kasus demikian pasien tidak dapat sepenuhnya kembali ke tingkat
keberfungsian sebelumnya di antara episode-episode depresi. Keyakinan-
keyakinan delusional pada penderita episode depresif dengan gejala psikotik
merupakan suatu distorsi kognitif. Pola berpikir yang rancu dan menimbulkan
kesalahan secara negatif ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap depresi.4
2
muncul halusinasi. Delusi mengalami kemiskinan, ketidakberhargaan, dan sedang
dihukum juga terjadi pada penderita depresi.6
Metode penullisan yang dipakai dalam laporan kasus ini berupa tinjauan
kepustakaan yang merujuk pada kasus dan berbagai literatur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
1. Jenis Kelamin
Perempuan 2x lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya
perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial
antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang
ketidakberdayaan.4
Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi
gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar ada wanita dibandingkan
4
dengan laki-laki.1 Pada penelitian lain disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3
kali lebih rentan terkena depresi dibandingkan laki-laki.5
Berdasarkan penelitian yang dilakukan NIMH (National Institute of
Mental Health) ditemukan bahwa prevalensi yang tinggi pada wanita
dibandingkan pria kemungkinan dikarenakan adanya ketidakseimbangan
regulasi hormon yang langsung mempengaruhi substansi otak yang mengatur
emosi dan mood contohnya dapat dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual
Syndrome). Untuk wanita yang telah menikah, depresi dapat diperparah
dengan masalah keluarga dan pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut
usia, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.6
2. Usia
Rata-rata depresi terjadi sekitar usia 40 tahun. Hampir 50% onset
diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa
anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat
diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya
pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.4
3. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah.
Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk
5
menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini
berbanding terbalik untuk laki-laki.5 Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Akhtar memperlihatkan bahwa prevalensi tertinggi dari
depresi didapatkan pada pasangan yang bercerai atau berpisah.5
4. Faktor Sosioekonomi dan Pendidikan
Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah
perkotaan.4 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Academy
on An Aging Society didapatkan data bahwa pada kelompok responden
dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang cukup tinggi
yaitu sebesar 51%.7 Pada penelitian Akhtar ditemukan tingkat depresi
terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan pada
responden dengan kelompok pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%).5
Walaupun hasil ini dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi
pada tingkat pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif
dengan terjadinya gangguan depresif.1
2.3 Etiologi
1. Faktor genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan
gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak
kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga
tersebut.
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting
di dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola
penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks.
Bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi
faktor non genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam
perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang.
Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari
6
penderita gangguan depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih
besar daripada sanak saudara derajat pertama.1,8
2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di
dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter
norepinefrin, serotonin dan dopamine (Gambar 2.1.4.1). Dalam penelitian
lain juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah
disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan
timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA
(Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi
neurendokrin dan neuroanatomis.1
Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan
terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon
pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah digambarkan pada pasien
dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nokturnal melantonin,
penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptopan, penurunan
kadar dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH (Luteinizing
Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki.1
7
Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu:
a. Hipotesis Katekolamin
Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi
katekolamin pada reseptor otak. Reserpin yang menekan amina
otak diketahui kadang-kadang menimbulkan depresi lambat.3
Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin otak)
menurun dalam urin pasien depresi sewaktu mereka mengalami
episode depresi dan meningkat di saat mereka gembira.3
b. Hipotesis Indolamin
Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-
hidroxitriptamin (5-HT). metabolit utamnya asam 5-hidroksi
indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi, dan 5
HIAA rendah pada otak pasien yang bunuh diri. L-Triptofan, yang
mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak.3
3. Faktor Hormon
Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol
dan kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason.
Pasien depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil
abnormal ini didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien
dengan depresi bipolar, waham dan ada riwayat penyakit ini dalam
keluarga.3
Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan puerperium atau
menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum
menstruasi. Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore.
Hal ini menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan
faktor penting dalam menentukan etiologi.3
4. Faktor Kepribadian Premorbid
Kepribadian siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan
selama hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab
eksterna. Kepribadian depresi ditunjukkan dengan perilaku murung,
pesimis dan kurang bersemangat. 3
8
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya
dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres
besar, mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog
menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif
mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan
perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru
dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon
mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang
belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres
kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan
lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan
psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran
sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik
kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke
generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan
untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan
berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif.4
5. Faktor Lingkungan
Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih
banyak peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak
memuaskan dan mereka keluar dari lingkungan sosial. 80% serangan
pertama depresi didahului oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi
hanya 50% pada serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih
sering pada anak yang kehilangan orang tua di masa kanak-kanak
dibandingkan dengan populasi lainnya.3
Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai,
pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal,
sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode
gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan
lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan depresif
muncul.4
9
Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa
peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului
episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya1. Satu teori
yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa
stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi
otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat
meyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut
akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk
menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stresor eksternal.1
2.4 Klasifikasi
10
2.5 Gejala
11
berkonsentrasi. Pada kasus lain agitasi mungkin menjadi gejala dominan,
disertai dengan adanya kegelisahan motorik yang nyata.
5. Perasaan bersalah sering ditemukan disertai mengomeli diri sendiri dan
turunnya penilaian diri. Dalam kasus berat, bisa timbul waham dimana
penyakit yang dideritanya merupakan suatu hukuman untuk dosanya di masa
lampau, baik itu dosa yang dikhayalkannya maupun kesalahan yang memang
benar-benar pernah ia lakukan. Pasien juga bisa merasa bahwa dia dipandang
rendah dan dituduh bejad oleh orang lain. Kemungkinan ada keasyikan sendiri,
hipokondriasis dan waham hipokondria. Mungkin juga ada waham kemiskinan
atau waham nihilistik.
6. Halusinasi jarang ditemukan, tetapi dapat timbul pada kasus berat.
7. Depersonalisasi dan derealisasi tidak jarang terjadi. Pasien menyatakan bahwa
dia kehilangan perasaan dan mempunyai sensasi asing. Dia merasa tidak nyata
dan baginya benda-benda terlihat tidak nyata.
8. Pikiran dan tindakan berisi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri
mungkin ditemukan.
9. Insomnia sering ditemukan. Gejala khasnya pasien mula-mula bangun dini hari,
kemudian semakin lama semakin pagi dan bahkan akhirnya dapat menjadi
insomnia total.
10. Anoreksia, konstipasi, gangguan pencernaan, penurunan berat badan, amenore
dan kehilangan libido biasa ditemukan. Mungkin terjadi kelelahan dan letargi,
atau tanda autonom ansietas.
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga
pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah
sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup
lebih panjang disbanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang
tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan
mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktifitas yang
sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh
tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesikan
tugas, mengalami kendala disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi
untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur,
12
khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun dimalam hari
karena memikirkan masalh yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan
peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah dan
menurunnya berat badan serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasa.9
2.6 Diagnosis
1. Mood menurun hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan baik melalui laporan subjektif (perasaan sedih atau kosong), atau
pengamatan orang lain (tampak bersedih)
2. Menurunnya minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir
semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang bermakna walaupun tidak diet atau berat badan
bertambah.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotor atau kegelisahan hampir setiap hari
6. Lelah atau hilang energi hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berarti atau rasa bersalah yang tidak sesuai atau berlebihan
13
8. Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, ataun keragu-raguan
hampir setiap hari
9. Pikiran berulang mengenai kematian, upaya melakukan bunuh diri.
10. Waham dan halusinasi.
a. Ciri psikotik kongruen mood : waham dan halusinasi yang seluruh isinya
konsisten dengan depresif yang khas yaitu ketidakmampuan pribadi, rasa
bersalah, kematian.
b. Ciri psikotik tidak kongruen mood : Waham dan halusinasi yang isinya
tidak meliputi depresif khas yaitu ketidakmampuan pribadi, rasa bersalah,
kematian. Waham yang termasuk adalah gejala seperti waham kejar,
insersi pikiran, siar pikiran dan waham kendali.
Lima atau lebih gejala/ kriteria diatas telah ada selama periode waktu 2
minggu dan menunjukan perubahan fungsi sebelumnya. Setidaknya 1 gejala mood
menurun atau 2 gejala kehilangan minat atau kesenangan.
14
dengan kriteria dari DSM-V. Pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada BDI II
menilai gejala-gejala khas dari depresi seperti gangguan mood, pesimisme,
perasaan gagal, ketidakpuasan diri, perasaan bersalah, merasa dihukum,
ketidaksukaan terhadap diri sendiri, pendakwaan terhadap diri, pikiran untuk
bunuh diri, menangis, irittabilitas, penarikan diri dari kehidupan sosial, gambaran
tubuh, kesulitan bekerja, insomnia, kelelahan, nafsu makan, kehilangan berat
badan dan kehilangan libido.
2.8 Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek
farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan
bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya.
Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping
yang terlihat pada antidepresan.1
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada
proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki
efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan
kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine
oksidasi. bekerja untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di
15
otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada
dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan
diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak.7 Obat
antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama
(Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan antidepresi
golongan ketiga (SRNIs).10
a. Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan
sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat.1
Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu
trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptiline, desipramine)
dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptline). Dari ketiga golongan
obat tersebut, yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin
sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat
golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi
dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari
obat ini tersedia dalam formulasi generic.1
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake
neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga
bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin
tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini
mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin
lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat
kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier.10
16
krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari
makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga
dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang
akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati.1
c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini
pertama pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik.1 Obat
golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs
sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data
penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih
baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup
minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem
kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik
yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs,
karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang
disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps
kardiovaskular dan gangguan tanda vital.10
d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitor)
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang
hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga
menghambat dari reuptake norepinefrin.7
17
Gambar 2.1.10. Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama11
18
Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang
memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan
depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif
dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi
dan uji kognitif negative.1
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman,
memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang
sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan: pertama,
masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki akar pada
hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal
sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat
gejala depresif sekarang.1
2.9 Prognosis
19
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
20
3.2 RIWAYAT PSIKIATRI
1. Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 28 Juni 2021 di Poli Jiwa RSUP
DR M Djamil Padang
2. Alloanamnesis dengan suami pasien pada tanggal 30 Juni 2021 via telfon
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim Dan lain-lain
2. Sebab Utama
2 bulan setelah operasi, pasien mengalami sulit tidur, sering merasa sedih,
nafsu makan menurun, dan cepat lelah. Pasien berobat ke puskesmas dan
dijelaskan bahwa pasien mengalami gangguan depresi dan dirujuk ke rumah
sakit BMC Padang dan meminum obat yang diresepkan dokter spesialis jiwa.
Setelah 6 bulan berobat, keluhan tidak kunjung membaik dan emosi pasien
21
menjadi labil, sering merasa sedih dan mudah menangis akan hal-hal yang tidak
wajar seperti ketika melihat orang-orang berjualan di lampu merah. Pasien
sering terlihat murung dan melamun. Pasien suka merasa teman kerjanya sering
membicarakan dirinya, merasa sedih akan kondisinya sampai pasien tidak
sanggup untuk berkumpul dengan temannya karena merasa dirinya sakit
sedangkan teman-temannya sehat. Pasien sering konflik dengan teman kerjanya.
Pasien terkadang merasa berdebar-debar, pusing, dan mual. Pasien memutuskan
untuk berhenti bekerja. Pasien di rujuk ke RSUP Dr. M Djamil Padang dan
masih rutin kontrol sampai saat ini dan keluhan sudah banyak berkurang.
6. Riwayat Keluarga
Orang Tua/Pengganti
IDENTITAS Keterangan
Bapak Ibu
22
Pendidikan SD SD -
Pekerjaan berdagang - -
Usia 80 tahun - -
Alamat Palembang - -
Dan lain-
lain
c) Saudara
Jumlah Saudara 6 orang dan pasien anak ke 6.
23
d) Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk pasien
sendiri lingkari nomornya.*
1. Lk/pr (51 tahun )
2. Lk/pr (50 tahun )
3. Lk/pr (49 tahun )
4. Lk/pr (48 tahun )
5. Lk/pr (47 tahun )
6. Lk/ pr ( 41 tahun)
e) Gambaran sikap/ perilaku masing-masing saudara pasien dan hubungan
pasien terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan
serupa dengan yang dinyatakan pada gambaran sikap/ perilaku pada orang
tua.*
1 biasa akrab
2 biasa akrab
3 biasa akrab
4 biasa akrab
5 biasa akrab
f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka.*
24
2. Anak 1 Baik Akrab
Ket:
untuk e) dan f) hanya diisi bila informan benar-benar mengetahuinya.
Bapak - - -
Ibu - - -
Saudara 1 - - -
Saudara 2 - - -
Saudara 3 - - -
Saudara 4 - - -
Saudara 5 - - -
Kakek - - -
Nenek - - -
25
Skema Pedegree
2. Rumah Sendiri + + + -
i) Dan lain-lain
26
7. Gambaran seluruh faktor-faktor dan mental yang bersangkut paut dengan
perkembangan kejiwaan pasien selama masa sebelum sakit (premorbid) yang
meliputi :
a) Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan.
- Keadaan ibu sewaktu hamil (sebutkan penyakit-penyakit fisik
dan atau kondisi- kondisi mental yang diderita si ibu )
Kesehatan Fisik : Sehat
Kesehatan Mental : Sehat
- Keadaan melahirkan :
Aterm (+), partus spontan (+), partus tindakan (-)
Vakum
Pasien adalah anak yang direncanakan/ diinginkan
(ya/ tidak )
Jenis kelamin anak sesuai harapan ( ya/ tidak )
b) Riwayat masa bayi dan kanak-kanak
Pertumbuhan Fisik : Baik, biasa, kurang*
Minum ASI : sampai usia 2 tahun
Usia mulai bicara : usia 1 tahun 6 bulan
Usia mulai jalan : usia 1 tahun 6 bulan
Sukar makan ( - ), anoreksia nervosa ( - ), bulimia ( - ),
pika ( - ), gangguan hubungan ibu-anak ( - ), pola tidur
baik (+), cemas terhadap orang asing sesuai umum ( - ),
cemas perpisahan (- ), dan lain-lain.....
c) Simtom-simtom sehubungan dengan problem perilaku yang
dijumpai pada masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari( - ),
ngompol ( - ), BAB di tempat tidur (- ), night teror ( - ), temper
tantrum ( - ), gagap ( - ), tik (- ), masturbasi (- ), mutisme
selektif ( - ), dan lain-lain.
d) Toilet training
Umur : tidak diketahui
27
Perasaan anak untuk toilet training ini: tidak diketahui
28
Tingkah Laku ( baik ) ( baik ) ( baik ) -
i) Riwayat Pekerjaan
Tahun 1998-2000 pernah bekerja di Batam, kemudian berhenti
karena menikah. Tahun 2017-2019 mulai bekerja sebagai koki.
Berhenti bekerja tahun 2019 karena konflik dengan teman kerja dan
suasana sudah tidak nyaman
Konflik dalam pekerjaan : ( - ), konflik dengan atasan ( - ), konflik
dengan bawahan ( - ), konflik dengan kelompok ( +).
Keadaan ekonomi*: sedang(menurut pasien)
29
Pekerjaan : Sopir
Pendidikan : SMK
Status sosial/ekonomi : tinggi, menengah, rendah *
Perkawinan didahului dengan pacaran (+), kawin terpaksa (-
), kawin paksa (-), perkawinan kurang disetujui orang tua (-),
kawin lari (-). Kepuasaan dalam hubungan suami istri -
Kelainan hubungan seksual (-) (bila ada jelaskan di halaman
kiri).
Kehidupan rumah tangga: rukun (+), masalah rumah tangga (-)
Keuangan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi (+),
pengeluaran dan pendapatan seimbang (-), dapat menabung (-).
Mendidik Anak : suami-istri bersama-sama (+), istri saja (-)
suami saja (-), selain orang tua sebutkan
k) Situasi sosial saat ini:
1. Tempat tinggal : rumah sendiri (+), rumah kontrak (-),
rumah susun (-), apartemen (-), rumah orang tua (-),
serumah dengan mertua (-), di asrama (-) dan lain-lain (-).
2. Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-) dan
lain-lain.
Ket: * coret yang tidak perlu, ** ( ), diisi (+) atau (-) ai : atas indikasi
30
Kepribadian Gambaran Klinis
31
Histrionik Dramatisasi (- ), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya
(- ), mendambakan ransangan aktivitas yang menggairahkan ( -
), bereaksi berlebihan terhadap hal-hal sepele (- ), egosentris ( -
), suka menuntut ( - ), dependen ( - ), dan lain-lain.
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil (-),
kurangnya pengendalian terhadap kemarahan ( - ), gangguan
identitas (-), afek yang tidak mantap ( - ) tidak tahan untuk
berada sendirian (-), tindakan mencederai diri sendiri ( - ), rasa
bosan kronik ( - ), dan lain-lain
32
sosial atau pkerjaan
33
hutang ( -), usaha bangkrut ( - ), masalah warisan ( - ), mengalami tuntutan
hukum ( -), masuk penjara ( - ), memasuki masa pubertas ( - ), memasuki usia
dewasa ( - ), menopause ( - ), mencapai usia 50 tahun ( - ), menderita penyakit
fisik yang parah ( + ), kecelakaan ( - ), pembedahan ( + ), abortus (-),
hubungan yang buruk antar orang tua ( - ), terdapatnya gangguan fisik atau
mental dalam keluarga ( - ), cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua
orang tua atau kakek nenek ( - ), sikap orang tau yang acuh tak acuh pada anak (-
), sikap orang tua yang kasar atau keras terhadap anak ( - ), campur tangan atau
perhatian yang lebih dari orang tua terhadap anak ( -), orang tua yang jarang
berada di rumah ( - ), terdapat istri lain ( - ), sikap atau kontrol yang tidak
konsisten ( - ), kontrol yang tidak cukup ( - ), kurang stimulasi kognitif dan
sosial ( -), bencana alam ( - ), amukan masa ( - ), diskriminasi sosial ( - ),
perkosaan (-), tugas militer ( - ), kehamilan (-), melahirkan di luar perkawinan
( - ), dan lain-lain.
34
3.3 GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT
Setelah 6 bulan
2 bulan post operasi, pengobatan, tidak
Pasien mulai
pasien sering merasa ada kemajuan, pasien
merasa takut Dirujuk ke M.
sedih, sulit tidur, menjadi mudah
dan cemas Djamil, rutin
nafsu makan menangis akan hal
setelah kontrol ke
menurun, dan mulai tidak wajar, sering
didiagnosis dokter spesialis
berobat ke dokter curiga kepada teman,
kista ovarium jiwa
spesialis jiwa menarik diri dari
pertemanan, pasien
memutuskan
berhenti kerja
35
3.4 STATUS INTERNUS
GCS : E4M6V5
555 555
36
Sensorik : baik
Refleks : refleks fisiologi ++/++, refleks patologis -/-
A. Keadaan Umum
1. Kesadaran/ sensorium : compos mentis ( + ), somnolen (-),
stupor (-), kesadaran berkabut (-), konfusi (-), koma (-), delirium (-),
kesadaran berubah (-), dan lain-lain…..
2. Penampilan
3. Kontak psikis
4. Sikap
37
Ekhopraksia ( - ), katalepsi ( - ), luapan katatonik ( - ), stupor
katatonik ( - ), rigiditas katatonik ( - ), posturing katatonik ( - ), cerea
flexibilitas ( - ), negativisme ( - ), katapleksi ( - ), stereotipik ( - ),
mannerisme ( - ), otomatisme ( - ), otomatisme perintah ( - ),
mutisme ( - ), agitasi psikomotor ( - ), hiperaktivitas/ hiperkinesis
( - ), tik ( - ), somnabulisme ( - ), akathisia ( - ), kompulsi( - ),
ataksia, hipoaktivitas ( + ), mimikri ( - ), agresi ( - ), acting out
( - ), abulia ( - ), tremor ( - ), ataksia ( - ), chorea ( - ), distonia ( - ),
bradikinesia ( - ), rigiditas otot ( - ), diskinesia ( - ), convulsi ( - ),
seizure ( - ), piromania ( - ), vagabondage ( - ).
C. Emosi
Hidup emosi* : stabilitas (stabil/tidak), pengendalian (adekuat/tidak
adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi
( sempit/luas), arus emosi (biasa/lambat/cepat).
1. Afek
38
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak serasi(-),
afek tumpul ( - ), afek yang terbatas ( - ), afek datar
( - ), afek yang labil ( - ).
2. Mood
mood eutimik ( - ), mood disforik ( - ), mood yang meluap-luap
(expansive mood) ( - ), mood yang iritabel ( - ), mood yang labil
(swing mood) ( - ), mood meninggi (elevated mood/ hipertim) ( - ),
euforia ( - ), ectasy ( - ), mood depresi (hipotim) ( + ), anhedonia ( -
), duka cita ( - ), aleksitimia ( -), elasi ( ), hipomania (-), mania(-),
melankolia( - ), La belle indifference ( - ), tidak ada harapan ( - ).
3. Emosi lainnya
Ansietas (+), free floating-anxiety ( - ), ketakutan ( - ), agitasi
( - ), tension (ketegangan) ( - ), panic ( - ), apati ( - ), ambivalensi ( - ),
abreaksional ( - ), rasa malu ( - ), rasa berdosa/ bersalah( - ), kontrol
impuls ( - ).
39
2. Gangguan Spesifik dalam Bentuk Pikiran
E. Persepsi
Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik ( - ), halusinasi hipnopompik
( - ), Halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (-), halusinasi
olfaktorik ( - ), halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil ( -),
halusinasi somatik ( -), halusinasi liliput ( - ), halusinasi sejalan
dengan mood ( - ), halusinasi yang tidak sejalan dengan mood ( - ),
40
halusinosis ( - ), sinestesia ( - ), halusinasi perintah (command
halusination), trailing phenomenon ( - ).
Ilusi ( - )
Depersonalisasi ( - ), derealisasi ( - )
Mimpi : -
Fantasi : -
41
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal
lain)\
Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)
I. Discriminative Judgement :
Pasien sering memikirkan bahwa kista ini bisa tumbuh kembali hingga
ada perasaan takut mati, sering memikirkan bagaimana nasib anak-anak
jika pasien meninggal
42
terkadang merasa berdebar-debar, pusing, dan mual. Pasien memutuskan
untuk berhenti bekerja.
Organobiologik
Tidak ada
Psikologis
3.12 Penatalaksanaan
A. Farmakoterapi
Olanzapine 1x5 mg
43
Clobazam 1x10 mg
B. Non Farmakoterapi
o Psikoterapi
o Psikoterapi suportif
Memberikan dukungan, kehangatan, empati, dan
optimistic kepada pasien, membantu pasien dalam
memperkuat coping mechanism
o Psikoedukasi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa
kepatuhan minum obat merupakan kebutuhan bagi
dirinya agar sembuh.
3.13 PROGNOSIS
44
BAB 4
DISKUSI
45
Pada pasien ini ditemukan ketiga gejala utama depresi disertai dengan 4 gejala
tambahan lainnya, yaitu tidur terganggu, nafsu makan menurun, kepercayaan diri
berkurang, tidur terganggu serta pandangan masa depan yang suram. Selain
gejala depresi, pasien juga mengalami waham yang tidak sejalan dengan mood
yaitu pasien merasa teman kerjanya sering membicarakan dirinya. Sesuai dengan
gejala yang dialami pasien, berdasarkan PPDGJ III, pasien didiagnosis dengan
episode depresi berat dengan gejala psikotik (F32.3)
Hasil pemeriksaan status mental, didapatkan: kesadaran compos mentis,
penampilan biasa,rapi dan sesuai gender, sikap kooperatif, kontak psikis dapat
dilakukan, kurang wajar dan lama, psikomotor hipoaktivitas, verbalisasi dan cara
berbicara arus biasa, volume dan nada biasa, isi sesuai, spontan, afek appropriate,
mood hipotim, proses pikir didapatkan koheren, isi pikir waham ada, persepsi
halusinasi tidak ada, orientasi tidak terganggu, discriminative insight derajat V,
discriminative judgement tidak terganggu.
46
mekanisme kerja berikatan dengan GABA reseptor sehingga meningkatkan GABA
dengan efek rasa tenang.
47
DAFTAR PUSTAKA
48