Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Gangguan waham menetap merupakan bagian kelompok gangguan

psikotik non organik, ciri khas gangguan jiwa yang tergolong dalam kelompok
gangguan ini adalah terdapatnya gejala psikotik yang cukup bermakna dan yang
tidak disebabkan oleh gangguan mental organik dan gangguan mental dan
perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (Dharmono, 2014)
Gejala psikotik adalah halusinasi, perilaku gaduh gelisah, kacau, aktivitas
berlebihan atau retardasi psikomotor berat, perilaku katatonik, pembicaraan yang
kacau atau waham tanpa tilikan yang baik (akan tetapi dalam keadaan remisi
tilikannya dapat bertambah baik) (Dharmono, 2014)
Gangguan waham menetap memiliki ciri khas yaitu hanya terdapat waham
yanh tidak aneh (non bizzare) dan berlangsung paling sedikit tiga bulan
(Dharmono, 2014). Prevalensi gangguan waham menetap di dunia sangat
bervariasi, berdasarkan beberapa literatur prevalensi pasien yang dirawat inap
dilaporkan sebesar 0,5-0,9 % dan pada pasien yang dirawat jalan, berkisar antara
0,83-1,2 %. Sementara pada populasi dunia, angka prevalensi dari gangguan ini
mencapai 24-30 kasus dari 100.000 orang. Onset umur paling banyak ditemukan
pada umur 40 tahun dengan wanita lebih banyak dibandingkan pria berkisar antara
1,18-3 : 1 (Ariawan, 2014)
Di Indonesia gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan
salah satu contoh psikosis adalah skizofrenia, gangguan waham menetap, maupun
skizoafektif . Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh
terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk.
Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham,
gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya
agresivitas atau katatonik. Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai
1.7 permil dari seluruh kepala rumah tangga (Depkes RI, 2013).

1.2.

Tujuan

a. Tujuan Umum
Melengkapi persyaratan tugas kepanitraan klinik stase Jiwa Rumah
Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam.
b. Tujuan Khusus
Mengetahui dan mengerti segala yang berhubungan dengan penyakit
Gangguan Waham Menetap meliputi definisi penyakit Gangguan Waham
Menetap sampai pada prognosis penyakit Gangguan Waham Menetap.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gangguan Waham Menetap


Gangguan waham menetap merupakan suatu kelompok gangguan psikiatri
yang meliputi suatu variasi gangguan dengan waham-waham yang
berlangsung lama (sedikitnya 3 bulan lamanya), sebagai satu-satunya gejala
klinis yang khas atau yang paling mencolok dan yang tidak dapat digolongkan
sebagai gangguan organik, skizofrenik, atau afektif menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III)
(Depkes RI, 1993).
Berdasarkan revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statistica Manual of
Mental Disorders (DSM IV), diagnosis gangguan waham ditegakkan bila
seseorang memperlihatkan waham yang tidak bizar dengan durasi sekurang
kurangnya 1 bulan dan tidak disebabkan oleh gangguan psikiatri lain (Sadock,
B.J dan Sadock V.A, 2010).
Waham atau delusi merupakan bagian gangguan spesifik pada isi pikiran
yaitu keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang
kenyataan eksternal, tidak sejalan dengan inteligensia pasien dan latar
belakang kultral, yang tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan (Kaplan,
dkk., 2014). Tidak bizar berarti bahwa waham harus mengenai situasi yang
dapat terjadi dalam kehidupan nyata, seperti merasa diikuti, terinfeksi, dicintai
dari jauh, dan lain-lain, dimana mereka harus mengalami fenomena tersebut
yang meskipun tidak nyata, dapat terjadi (Sadock, B.J dan Sadock V.A, 2010).
2.2 Epidemiologi Gangguan Waham Menetap
Berdasarkan DSM-5 prevalensi gangguan delusional di Amerika Serikat
diperkirakan sekita 0,02 %, yang jauh lebih rendah dari prevalensi skizofrenia
sekitar 1 % dan gangguan mood sekitar 5% (Bourgeois, 2015). Insiden
tahunan gangguan waham adalah 1 sampai 3 kasus baru per 100.000 orang
(Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010). Sebuah penelitian di Inggris yang
dilakukan selama 3 tahun pada 227 pasien pusat kesehatan mental dengan
episode pertama psikosis, didapatkan 7% didiagnosis dengan gangguan
waham menetap, 11% dengan skizofrenia dan 19% pada depresi psikotik
(Bourgeois, 2015).

Kisaran usia awitan dimulai dari 18 sampai 90 tahun dengan onset usia
rata-rata adalah sekitar 40 dan 55 tahun, namun gangguan ini dapat terjadi
kapan saja dalam periode usia lanjut. Sebuah penelitian di Spanyol yang
mengamati rekam medis dari 370 orang dengan diagnosis gangguan waham
menetap menemukan usia rata-rata pada populasi tersebut adalah 55 tahun
dengan 56,5 % dari pasien adalah perempuan (Damping, 2014., Bourgeois,
2015). Terdapat sedikit kecenderungan bahwa perempuan lebih sering terkena.
Laki-laki lebih mungkin mengalami waham paranoid dari pada perempuan,
sedengkan perempuan lebih mungkin mengalami waham erotomania
dibandingkan pria. Ini terkait faktor menikah, bekerja, imigrasi, status sosial
ekonomi rendah (Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).
2.3 Etiologi Gangguan Waham Menetap
Penyebab gangguan waham menetap tidak diketahui. Pasien yang saat ini
digolongkan mengalami gangguan waham mungkin mengalami sekolompok
keadaan heterogen dengan waham sebagai gejala yang menonjol. Konsep
utama mengenai penyebab gangguan waham adalah perbedaannya dengan
skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan waham jauh lebih jarang dari pada
skizofrenia maupun gangguan mood, awitannya lebih lambat dari pada
skizofrenia dan dominasi perempuan kurang nyata dari pada gangguan mood.
Beberapa teori untuk terjadinya gangguan waham menetap yaitu :
1. Faktor Biologis
Faktor biologis yang nyata dapat menyebabkan waham., tetapi tidak
semua penderita tumor otak misalnya mempunyai waham. Keadaan
neurologis yang paing sering disertai waham adalah keadaan yang
mengenai sistem limbik dan ganglia basalis. Pasien yang wahamnya
disebabkan penyakit neurologis dan yang tidak memperlihatkan gangguan
intelektual cenderung mengalami waham kompleks yang serupa dengan
penderita gangguan waham. Sebaliknya, penderita gangguan neurologis
dengan gangguan intelektual sering mengalami waham sederhana tidak
seperti waham pada pasien dengan gangguan waham. Oleh karena itu,
gangguan waham dapat melibatkan sistem limbik atau ganglia basalis pada

pasien yang mempunyai fungsi korteks serebri intak (Sadock, B.J dan
Sadock V.A., 2010).
2. Faktor Psikodinamik
Teori psikodinamik spesifik mengenai penyebab dan evolusi gejala
waham melibatkan anggapan mengenai orang hipersensitif dan mekanisme
ego spesifik seperti pembentukan reaksi, proyeksi, dan penyangkalan
(Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).
3. Kontribusi Freud
Freud yakin bahwa waham bukan gejala gangguan, merupakan bagian
proses penyembuhan. Freud menjelaskan proyeksi sebagai mekanisme
defensi utama pada paranoia. Freud membuat teori dari ulasan sebuah
autobiografi Schreber, yaitu kecenderungan hormoseksual yang tidak
didasari akan dipertahankan melalui penyangkalan dan proyeksi.
Berdasarkan teori psikodinamik klasik, dinamika yang mendasari
pembentukan waham untuk seorang pasien perempuan sama seperti pasien
laki-laki. Strudi yang cermat terhadap pasien dengan waham tidak mampu
menguatkan teori Freud, meskipun relevan terhadap masing-masing kasus.
Namun, kontribusi utama Freud , memperlihatkan peran proyeksi pada
pembentukan pikiran waham (Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).
4. Pseudokomunitas Paranoid
Norman Cameron menguraikan tujuh situasi yang mempermudah
perkembangan gangguan waham, yaitu peningkatan harapan mendapatkan
perlakuan yang statistik , situasi yang meningkatkan ketidakpercayaan dan
kecurigaan, isolasi sosial, situasi yang meningkatkan rasa iri dan cemburu,
situasi yang merendahkan harga diri, situasi yang menyebabkan orang
untuk melihat kekurangan mereka dalam diri orang lain, dan situasi yang
meningkatkan potensi untuk perenungan terhadap kemungkinan arti dan
mmotivasi. Bila frustasi akibat setiap kombinasi keadaan tersebut melebihi
batas yang dapat seseorang toleransi, ia akan menarik diri dan cemas,
mereka menyadari ada sesuatu yang salah, mencari penjelasan masalah,

dan mengkristalkan sistem waham sebagai suatu solusi (Sadock, B.J dan
Sadock V.A., 2010).
5. Faktor Psikodinamik Lain
Observasi klinis menunjukkan bahwa banyak, jika tidak semua, pasien
paranoid

tidak

memiliki

rasa

percaya

dalam

berhubungan.

Ketidakpercayaan tersebut telah dihipotesiskan menyebabkan lingkungan


keluarga yang secara konsisten bermusuhan, sering karena ibu yang terlalu
mengontrol anak-anaknya dan ayah yang sadis atau tidak ramah (Sadock,
B.J dan Sadock V.A., 2010).
6. Mekanisme Defensi
Pasien dengan gangguan waham terutama menggunakan mekanisme
defensi berupa proyeksi, penyangkalan, dan pembentukan reaksi. Mereka
menggunakan pembentukan reaksi sebagai pertahanan terhadap agresi,
kebutuhan untuk bergantung, dan perasaan afeksi serta transformasi
kebutuhan akan ketergantungan menjadi ketidaktergantungan yang
berkepanjangan. Pasien menggunakan penyangkalan untuk menghindari
kesadaran terhadap realita yang menyakitkan (Sadock, B.J dan Sadock
V.A., 2010).
7. Faktor Relevan Lain
Waham telah dihubungkan dengan berbagai faktor tambahan seperti
isolasi sensorik dan sosial, deprivasi sosioekonomik, dan gangguan
kepribadian. Orang yang tuli, buta, dan kemungkinan imigran dengan
kemampuan bahasa setempat yang terbatas dapat lebih rentan mengalami
waham dari pada populasi normal. Kerentanan meningkat seiring
pertambahan usia (Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).

2.4 Gambaran Klinis Gangguan Waham Menetap


1. Status Mental
a. Deskripsi Umum
Pasien dengan gangguan waham menetap biasanya tampak
berdandan dengan baik dan berpakaian baik, tanpa bukti adanya
disintegritas nyata pada kepribadian atau aktifitas harian. Tetapi

pasien mungkin terlihat aneh, pencuriga atau bermusuhan (Astuti,


2010).
b. Mood, Perasaan dan Afek
Mood pasien biasanya konsisten atau sejalan dengan isi waham.
Misalnya pasien dengan waham kejar akan curiga (Astuti, 2010).
c. Gangguan Persepsi
Waham raba atau cium mungkin mungkin ditemukan jiika hal
tersebut konsisten dengan waham (Astuti, 2010).
d. Pikiran
Gangguan isi pikiran berupa waham merupakan gejala utama dari
gangguan

ini.

Waham

biasanya

bersifat

sistematis

dan

karakteristiknya adalah dimungkinkan (Astuti, 2010).


2. Sensorium dan Kognisi
a. Orientasi dan Daya Ingat
Pasien dengan gangguan waham menetap biasanya tidak memiliki
kelainan dalam orientasi, serta daya ingat dan proses kognitif
lainnya tidak terganggu (Astuti, 2010).
b. Pengendalian Impuls
Klinis harus memeriksa pasien dengan gangguan waham menetap
untuk menentukan ada atau tidak gagasan atau rencana melakukan
material wahamnya dengan bunuh diri, membunuh atau melakukan
tindakan kekerasan (Astuti, 2010).
c. Pertimbangan dan Tilikan
Pasien gangguan waham menetap hampir seluruhnya tidak
memiliki tilikan terhadap konsisi mereka dan hampir seluruhnya
dibawa ke Rumah Sakit oleh keluarga, perusahaan, atau polisi
(Astuti, 2010).
d. Kejujuran
Pasien pada gangguan ini biasanya dapat dipercaya dalam
informasinya (Astuti, 2010).
2.5 Tipe-Tipe Gangguan Waham Menetap
1. Waham Kejar
Waham kejar adalah gejala klasik gangguan waham dan yang
merupakan waham yang paling sering ditemukan, yaitu pasien yakin

bahwa mereka sedang dimata-matai (Damping, 2014). Kebalikan


dengan waham kejar pada skizofrenia, kejernihan, logika, dan
elaborasi sistematik terhadap masalah penganiyaan pada gangguan
waham meninggalkan cap yang nyata pada keadaan ini. Tidak adanya
psikopatologi lain, seperti gangguan kepribadian, atau gangguan pada
sebagian besar kemampuan berfungsi (Sadock, B.J dan Sadock V.A.,
2010).

2. Waham Cemburu
Gangguan waham dengan tipe ketidaksetiaan disebut juga
paranoia konjugal contohnya seperti waham bahwa pasangan tidak
setia. Eponim sindrom Othello telah digunakan untuk menjelaskan
kecemburuan abnormal yang dapat timbul dari banyak pertimbangan.
Kecemburuan yang nyata (biasa disebut kecemburuan patologis atau
sakit) merupakan suatu gejala pada banyak gangguan yang termasuk
skizofrenia, epilepsi, gangguan mood, penyalahgunaan obat, dan
alkoholisme. Cemburu adalah emosi yang kuat, bila terjadi pada
gangguan waham atau sebagai bagian keadaan lain, secara potensial
sangat berbahaya dan menyebabkan kekerasan, baik membunuh
maupun bunuh diri. Namun penyiksaan secara verbal dan fisik diantara
orang-orang dengan gejala ini terjadi lebih sering dari pada tindakan
yang ekstrim (Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).
3. Waham Erotomania
Pasien erotomania mengalami waham kekasih rahasia. Paling
sering dialami perempuan, tetapi laki-laki juga rentan terhadap waham
tersebut. Pasien percaya bahwa pelamar (yang biasanya secara sosial
lebih menonjol dari pada dirinya) jatuh cinta padanya. Waham menjadi
fokus sentral eksistensi pasien, dan awitan dapat mendadak (Sadock,
B.J dan Sadock V.A., 2010).

Pasien erotomania sering memperlihatkan ciri khas tertentu seperti


mereka biasanya tetapi tidak selalu perempua, penampilan tidak
menarik,bekerja di tingkat rendah, menarik diri, kesepian hidup
sendiri, dan mempunyai sedikit kontak seksual. Mereka memilih
kekasih rahasia yang sangat berbeda dengan dirinya. Mereka
memperlihatkan

konduksi

menginterprestasikan

paradoksal,

semua

fenomena

penyangkalan

cinta,

waham

yang

tidak

peduli

bagaimana jelasnya, sebagai penegasan cinta rahasia (Sadock, B.J dan


Sadock V.A., 2010).
4. Waham Somatik
Gangguan waham somatik disebut psikosis hipokondriasis
monosistomatik. Tingkat gangguan realita pada keadaan tersebut
berbeda dari keadaan gejala hipokondriasis. Pasien hipokondriasis
sering mengakui bahwa ketakutan mereka terhadap penyakitnya tidak
berdasar. Isi waham somatik sangat bervariasi untuk setiap kasus.
Terdapat tiga tipe utama yaitu (1) waham infestasi, (2) waham
dismorfofobia, seperti bentuk tidak indah, merasa diri jelek, atau
ukuran tubuh bertambah besar dan (3) waham bau tubuh yang tidak
sedap atau halitosis, kadang sering disebut sindrom referensi
olfaktorius (Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).
5. Waham Kebesaran
Waham kebesaran atau megalomania merupakan gambaran
kepentigan, kekuatan, atau identitas seseoran yang berlebihan. Waham
tipe ini masih diperdebatkan apakah terjadi dalam praktis klinis dan
perlu klasifikasi (Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).
6. Waham Campuran
Kategori waham campuran diterapkan pada pasien dengan dua atau
lebih tema waham. Namun, diagnosis tersebut harus dipersiapkan
untuk kasus-kasus tanpa satu tipe waham apapun yang menonjol
(Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).
7. Waham yang Tak Terinci

Kategori tipe ini digunakan untuk kasus dengan waham yang


menonjol tidak dapat disubgolongkan dalam kategori sebelumnya.
Contoh

yang

mungkin

adalah

suatu

waham

yang

salah

mengidentifikasi, misalnya sindrom Capgras. Waham pada sindrom


Capgras adalah keyakinan bahwa orang yang dikenalnya telah
digantikan oleh penipu yang lihai. Pendapat lain menerangkan varian
sindrom Capgras yaitu waham bahwa penyiksa atau orang yang
dikenal dapat berkedok sebagai orang asing (fenomena Fregoli) dan
waham yang sangat langka bahwa orang-orang yang dikenal dapat
mengubah

diri

mereka

menjadi

orang

lain

sewaktu-waktu

(intermetamarfosis) (Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).


2.6 Diagnosis Gangguan Waham Menetap
Pedoman diganostik gangguan waham menetap di Indonesia berdasarkan
PPDGJ III yaitu :
F22.0 Gangguan Waham
Waham- waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang
paling mencolok. Waham-waham tersebut harus sudah ada sedikitnya 3 bulan
lamanya dan harus bersifat khas pribadi (personal) dan bukan subkultural.
Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang selengkapnya
(full-blown) mungkin terjadi secara intermitten denga syarat bahwa wahamwaham tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan suasana
perasaan (mood). Tidak boleh ada bukti-bukti penyakit otak, tidak boleh
terdapat halusinasi atau hanya kadang-kadang saja, dan tanpa ada riwayat
gejala skizofrenik (waham dikendalikan, siaran pikiran(thought broadcasting),
dan sebagainya) (Depkes RI, 1993).

F22.8 Gangguan Waham Menetap Lainnya


Ini adalah kategori residual untuk gangguan-gangguan waham menetap

yang tidak memenuhi kriteria untuk gangguan waham (F.22.0). Gangguangangguan dengan waham waham disertai oleh suara-suara halusinasi yang
menetap atau oleh gejala-gejala skizofrenik yang tidak cukup untuk memenuhi
kriteria skizofrenia (F.20) harus dimasukkan disini. Gangguan waham yang

10

berlangsung kurang dari 3 bulan lamanya harus, bagaimanapun juga,


setidaknya untuk sementara, dimasukkan dalam kode F23 (Depkes RI, 1993).

F22.9 Gangguan Waham Menetap YTT


(Depkes RI, 1993).

Diagnosis Gangguan waham dapat ditentukan melalui kriteria diganostik


DSM-IV-TR, yaitu :
A. Waham tidak bizar (yaitu melibatkan situasi yang terjadi didalam
kehidupan nyata, seperti sedang diikuti, diracuni, ditulari virus, dicintai
dari jarak atau dikhianati oleh pasangan atau kekasih atau menderita
suatu penyakit) selama sekurangnya 1 bulan .
B. Kriteria A untuk skizofrenia tidak pernah terpenuhi. Catatan :
Halusinasi taktil dan olfaktori dapat terjadi pada gangguan waham jika
sesuai dengan tema waham.
C. Berbeda dengan dampak waham atau hasil akhirnya, fungsi tidak
terganggu secara nyata dan perilaku tidak secara jelas aneh atau bizar.
D. Jika episode mood telah terjadi bersamaan dengan waham, durasi
totalnya singkat dibandingkan durasi periode waham.
E. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis suatu zat secara langsung
(contoh penyalahgunaan obat, suatu obat) atau kondisi medis umum.
Tentukan jenis (jenis berikut didasarkan pada tema waham yang menonjol)
:
Waham erotomania yaitu pada tipe waham ini, orang lain, biasanya dengan
status lebih tinggi, jatuh cinta kepada dirinya.
Waham kebesaran yaitu pada tipe ini, terdapat kekuatan, pengetahuan,
penghargaan, identitas yang berlebihan atau hubungan khusus terhadap
orang yang terkenal atau dewa
Waham cemburu yaitu pada tipe waham ini, pasangan seksual seseorang
dianggap tidak setia.
Waham kejar yaitu pada tipe waham ini, orang (atau seseorang yang dekat)
dianggap diperlakukan dengan kasar.
Waham somatik yaitu pada tipe waham ini, orang mempunyai bebrapa
cacat fisik atau kondisi medis umum.
Waham campuran yaitu pada tipe waham ini ciri khas lebih dari satu tipe
di atas tetapi tidak ada tema yang menonjol
Waham yang tidak ditentukan (Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).

11

2.7 Diagnosis Banding Gangguan Waham Menetap


a. Gangguan kepribadian paranoid
Ini merupakan bagian gangguan kepribadian khas, dimana suatu
gangguan berat dalam konstitusi karakterologis dan kecenderungan
perilaku dari individu, biasanya meliputi beberapa bidang dari kepribadia
dan hampir selalu berhubungan dengan kekacauan pribadi dan sosia
(Depkes RI, 1993).
b. Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham
Gangguan psikotik akut dengan waham dan halusinasi yang secara
komparatif stabil merupakan gambaran klinis utama, tetapi tidak
memenuhi kriteria untuk skizofrenia (Depkes RI, 1993).
c. Skizofrenia paranoid
Ini merupakan jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai di negara
manapun. Gambaran klinis didominasi oleh waham waham yang secara
relatif stabil, seringkali bersifat paranoid, biasanya disertai oleh halusinasihalusinasi, terutama halusinasi pendengaran, dan gangguan persepsi.
Gangguan afektif, dorongan kehendak (volition) dan pembicaraan serta
gejala-gejala katatonik tidak menonjol (Depkes RI, 1993).
2.8 Penatalaksanaan Gangguan Waham Menetap
Gangguan waham umumnya dianggap resisten terhadap pengobatan, dan
intervensi sering difokuskan pada penanganan morbiditas gangguan dengan
mengurangi efek waham terhadap kehidupan pasien (dan keluarga). Tujuan
pengobatan adalah untuk menegakkan diagnosis, memutuskan intervensi yang
sesuai, dan menangani komplikasi (Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).
1. Psikoterapi
Unsur penting dalam psikoterapi yang efektif adalah menegakkan
suatu hubungan yang menyebabkan pasien mulai mempercayai terapis.
Terapi individual lebih efektif dari pada terapi kelompok, seperti terapi
perilaku, kognitif, dan suportif yang berorientasi pemahaman sering
efektif. Dokter dapat merangsang motivasi pasien agar menerima bantuan
dengan menekankan keinginan untuk membantu pasien terhadap ansietas
atau iritabilitasnya, tanpa menunjukkan bahwa waham diobati, tetapi

12

terapis sebaiknya tidak mendukung secara aktif gagasan bahwa waham


benar-benar ada (Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).
Seorang terapis harus memiliki sikap dapat dipercaya seperti tepat
waktu dan membuat janji dengan teratur. Pendekatan juga berguna dalam
membangun persekutuan terapeutik yaitu membentuk empati terhadap
pengalaman internal pasien. Bila ada anggota keluarga, klinisi dapat
melibatkan mereka dalam rencana pengobatan (Sadock, B.J dan Sadock
V.A., 2010).
Hasil terapi yang baik bergantung pada kemampuan psikiater
memberikan respon atau ketidakpercayaan pasien terhadap orang lain dan
konflik interpersonal, frustasi dan kegagalan yang terjadi. Tanda
pengobatan yang berhasil dapat berupa penyesuaian sosial yang
memuaskan bukan pengurangan waham pasien (Sadock, B.J dan Sadock
V.A., 2010).
2. Rawat Inap
Pasien dengan gangguan waham menetap biasanya dapat menjalani
pengobatan sebagai pasien rawat jalan. Indikasi untuk pasien rawat inap
yaitu :
a. Pasien mungkin memerlukan evaluasi neurologis dan medis lengkap
untuk menentukan apakah keadaan medis nonpsikiatri menyebabkan
gejala waham.
b. Pasien memerlukan penilaian kemampuan pasien mengontrol implus
kekerasan, seperti melakukan pembunuhan dan bunuh diri, yang
mungkin disebabkan oleh isi waham.
c. Perilaku pasien mengenai waham
mempengaruhi kemampuannya

secara

signifikan

dapat

berfungsi dalam keluarga atau

pekerjaannya (Sadock, B.J dan Sadock V.A., 2010).


3. Farmakoterapi
Pada situasi gawat darurat, pasien yang teragitasi berat harus diberikan
obat antipsikotik intramuskular. Riwayat

pasien terhadap respon

pengobatan adalah petunjuk terbaik untuk memilih obat. Antipsikotik


diberikan dengan dosis terendah dan dinaikkan secara perlahan. Jika gagal
respon terhadap obat pada rentang dosis terapeutik setah 6 minggu, obat

13

antipsikotik lain harus diberikan dalam uji coba klinis. Jika dengan
pengobatan antipsikotik tidak sembuh, obat harus dihentikan (Sadock, B.J
dan Sadock V.A., 2010).

Obat Anti Psikosis


Anti Psikosi Tipikal
Anti Psikosis Atipikal
Chlorpromazine (150-600
- Sulpiride (300-600 mg/h)

mg/h)
Perphenazine

(12-24 mg/h)
Thioridazine

Clozapine (25-100 mg/h)

Olanzapine (10-20 mg/h)

Quetiapin (50-400 mg/h)


Risperidon (2-6 mg/h)

(150-600

mg/h)
- Haloperidol (5-15 mg/h)
- Pimozide (2-4 mg/h)
(Maslim, 2002)

2.9 Prognosis Gangguan Waham Menetap


Prognosis gangguan waham menetap cukup baik pada sebagian besar
kasus, dengan hasil yang terbaik dicapai melalui kombinasi psikoterapi dan
farmakoterapi (Damping, 2014). Kurang dari 25% kasus gangguan waham
akhirnya didiagnosis sebagai skizofrenia, dan kurang dari 10 % pasien
mengalami gangguan mood. Sekitar 50 % pasien sembuh dengan flollow-up
jangka panjang, 20 % mengalami pengurangan gejala, dan 30% tidak
mengalami perubahan gejala (Maslim, 2002).

14

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Gangguan waham menetap merupakan suatu kelompok gangguan psikiatri
yang meliputi suatu variasi gangguan dengan waham-waham yang berlangsung
lama (sedikitnya 3 bulan lamanya), sebagai satu-satunya gejala klinis yang khas
atau yang paling mencolok dan yang tidak dapat digolongkan sebagai gangguan
organik, skizofrenik, atau afektif menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III).
Berdasarkan DSM-5 prevalensi gangguan delusional di Amerika Serikat
diperkirakan sekita 0,02 %, yang jauh lebih rendah dari prevalensi skizofrenia
sekitar 1 % dan gangguan mood sekitar 5%. Insiden tahunan gangguan waham
adalah 1 sampai 3 kasus baru per 100.000 orang.
Penyebab gangguan waham menetap tidak diketahui. Gangguan isi pikiran
berupa waham merupakan gejala utama dari gangguan ini. Waham biasanya
bersifat sistematis dan karakteristiknya adalah dimungkinkan. Pedoman diganostik
gangguan waham menetap di Indonesia berdasarkan PPDGJ III.
Penatalaksanaan gangguan waham menetap terdiri dari psikoterapi, rawat inap,
dan farmakoterapi. Prognosis gangguan waham menetap cukup baik pada

15

sebagian besar kasus, dengan hasil yang terbaik dicapai melalui kombinasi
psikoterapi dan farmakoterapi.
3.2 Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun mengenai Gangguan Waham
Menetap, yang meliputi definisi sampai penatalaksaan serta prognosa, demi
kesempurnaan makalah ini kami harapkan kritikan serta saran yang membangun.
Saran dari penulis kami harapkan agar pembaca dapat memaknai makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA
Ariawan, M.D., Ratep, N., Westa, W., 2015. Gangguan Waham Menetap pada
Pasien dengan Riwayat Penyalahgunaan Ganja. Available from:
[Accessed 1 Desember 2016]
Astuti, N.R., 2010. Gangguan Waham Menetap. Available from: [Accessed 1
Desember 2016]
Bourgeois, J.a., 2015. Delusional Disroder. Available from: [Accessed 1
Desember 2016]
Damping, S.E., 2014. Psikiatri Geriatri. Dalam : Elvira, S.D., Hadisukanto, G.,
eds. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 498-537
Dharmono, S., 2014. Tanda dan Gejala Klinis Psikiatri. Dalam : Elvira, S.D.,
Hadisukanto, G., eds. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua. Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 62-73
Depkes RI, 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III. Jakarta : Departemen Kesehatan

16

Departemen Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013.


Available

from:

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesda
%

202013.pdf [Accessed 1 Desember 2016]

Kaplan, H.I., Sadock B.J., Grebb, J.A.,

2010. Tanda dan Gejala Penyakit

Psikiatri. Dalam : Wiguna, M.I., ed. Sinopsis Psikiatri. Edisi VII. Jilid I.
Tangerang : Binarupa Aksara Publisher, 466-480
Maslim, R., 2002. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi III. Jakarta : Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya, 14-23
Sadock, B.J., Sadock, V.A. 2010. Gangguan Psikotik Lain. Dalam : Kaplan &
Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi II. Jakarta : EGC, 169-185

17

Anda mungkin juga menyukai