Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………...………….…….. .......ii

BAB 1PENDAHULUAN …....…………………………………..…….........….……..… 1

BAB 2 PEMBAHASAN ……...…………………………………..…….……….........… 2

2.1 Definisi Waham ...................................…………………………….….….…….......... 2

2.2 Epidemiologi …………………………………………………….……….…….. ........2

2.3 Etiologi ………….…………...…………………………………….……….…........... 2

2.4 Klasifikasi Waham …....…..……………………………………….……….…........... 5

2.5 Gejala dan Tanda …………...……..………………………………..…….…............ 12

2.6 Perjalanan Penyakit................................................ ….……….……..…………........ 13

2.7 Diagnosis dan Kriteria Diagnostik …......…………………………..…………......... 13

2.8 Diagnosis Banding ….........………………………………………..……………...... 13

2.9 Penatalaksanaan……………..……………….……………………..…………........15

2.10 Prognosis .......................................................................,..........................................16

BAB 3 KESIMPULAN …………………………………...…………..………….......... 17

DAFTAR PUSTAKA ……………........……………………………...…….………… .18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Waham adalah keyakinan palsu tetap tidak sesuai dengan realita. Mereka adalah salah
satu yang paling menarik dari gejala kejiwaan karena berbagai macam keyakinan palsu yang
dapat dipegang oleh begitu banyak orang dan karena mereka begitu sulit untuk mengobati.
Waham atau delusi itu sendiri didefinisikan sebagai suatu keyakinan palsu yang didasarkan
pada kesimpulan yang salah tentang realitas eksternal yang tetap bertahan meskipun sudah
terbukti sebaliknya dan keyakinan ini biasanya tidak diterima oleh anggota lain dari budaya
atau subkultur seseorang.Waham yang dialami pada gangguan waham menetap adalah
waham yang bersifat nonbizzare, dalam artian bahwa tipe delusi ini merupakan suatu
kejadian yang mungkin terjadi dalam dunia nyata, seperti misalnya merasa diikuti, merasa
dicintai oleh seseorang, dan merasa dikhianati serta curiga terhadap pasangan .Gangguan
waham menetap meliputi serangkaian waham yang berlangsung lama, sebagai satu-satunya
gejala klinis yang khas atau paling mencolok.

Penilaian yang akurat tentang epidemiologi gangguan waham terhambat oleh langka
relatif dari gangguan, serta dengan definisi yang berubah dalam sejarah .Selain itu, gangguan
waham dapat dilaporkan karena pasien delusi jarang mencari bantuan psikiater kecuali
dipaksa untuk melakukannya oleh keluarga mereka. Bahkan dengan keterbatasan ini ,
bagaimanapun , literatur tidak mendukung anggapan bahwa gangguan waham , meskipun
jarang , memiliki tingkat yang relatif stabil.

Konsep gangguan waham memiliki kedua sejarah yang sangat singkat, secara formal,
tapi sejarah yang sangat panjang ketika salah satu mengintegrasikan laporan dan pengamatan
selama 150 tahun terakhir.Istilah gangguan waham hanya diciptakan pada tahun 1977.Istilah
ini telah digunakan untuk menggambarkan suatu penyakit dengan waham menetap dan tentu
stabil, dipisahkan meskipun dari waham yang terjadi dalam kondisi medis dan psikiatris
lainnya. Orang Yunani menggunakan istilah paranoia untuk menggambarkan kelainan mental
yang mirip dengan bagaimana kita menggunakan kata kegilaan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Waham


Suatu keyakinan yang salah didasarkan pada kesimpulan salah mengenai realita eksterna
yang sangat kuat bertahan meskipun hampir semua orang percaya dan meskipun isi
waham tersebut membuktikan bahwa kenyataan tebukti berbeda dengan yang dipercaya.
Keyakinan yang secara umum tidak diterima anggota lain dalam budaya atau subkultur
seseorang (contoh, bukan merupakan bagian keyakinan agamanya). Bila melibatkan
penilaian yang berharga, keyakinan yang salah akan dianggap waham hanya bila
penilaian sangat ekstrim sehingga menentang kredibilitas keyakinan mengenai waham
terjadi terus menerus dan terkadang dapat disimpulkan dari perilaku seseorang. Sering
sulit membedakan antara waham dan ide berlebih (seseorang mempunyai keyakinan atau
ide yang tidak masuk akal tetapi tidak sekuat waham).

2.2 Epidemiologi
Prevalensi gangguan waham di Amerika Serikat akhir-akhir ini diperkirakan 0,025
sampai 0,03 persen. Oleh karena itu, gangguan waham lebih jarang daripada Skizofrenia,
yang mempunyai prevalensi sekitar 1 persen, dan gangguan mood, yang mempunyai
prevalensi sekitar 5 persen. Insiden tahunan gangguan waham adalah 1 sampai 3 kasus
baru per 100.000 orang. Berdasarkan DSM-IV-TR, gangguan waham menyebabkan
hanya 1 sampai 2 persen semua pasien yang datang ke fasilitas kesehatan mental rawat
inap. Usia rerata awitan adalah sekitar 40 tahun, tetapi kisaran usia awitan dimulai dari
18-90-an. Terdapat sedikit kecendrungan bahwa perempuan lebih sering terkena. Laki-
laki lebih mungkin mengalami waham paranoid daripada perempuan yang lebih mungkin
mengalami waham erotomania. Banyak pasien menikah dan bekerja, tetapi mungkin juga
disebabkan oleh imigrasi akhir-akhir ini dan status sosioekonomi yang rendah.

2.3 Etiologi
Penyebab gangguan waham tidak diketahui. Pasien yang saat ini digolongkan mengalami
gangguan waham mungkin mengalami sekelompok keadaan heterogen dengan waham
sebagai gejala yang menonjol. Konsep utama mengenai penyebab gangguan waham
adalah perbedaannya dengan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan waham jauh
lebih jarang daripada skizofrenia maupun gangguan mood; awitannya lebih lambat

2
daripada skizofrenia dan dominansi perempuan kurang nyata daripada gangguan mood.
Data yang paling meyakinkan berasal dari studi keluarga yang melaporkan peningkatan
prevalensi gangguan waham dan ciri kepribadian (misalnya curiga, cemburu, dan suka
berahasia) pada keluarga proban skizofrenik. Studi keluarga melaporkan tidak terjadi
peningkatan insiden skizofrenia dan gangguan mood pada keluarga proban gangguan
waham, demikian juga tidak terjadi peningkatan insiden gangguan waham dalam keluarga
proban skizofrenik. Pemantuan lanjutan jangka panjang pasien dengan gangguan waham
menunjukkan bahwa diagnosis gangguan waham relatif menetap, kurang dari seperempat
pasien akhirnya direklasifikasi sebagai penderita skizofrenia dan kurang dari 10 persen
pasien akhirnya direklasifikasi mengalami gangguan mood. Data tersebut menunjukkan
bahwa gangguan waham bukan suatu stadium awal perkembangan salah satu atau kedua
gangguan yang lebih sering tersebut.
Faktor Biologis
Substansi dan keadaan medis nonpsikiatri dalam kisaran luas, termasuk faktor bilologis
yang nyata, dapat menyebabkan waham, tetapi tidak setiap penderita tumor otak,
misalnya, mempunyai waham. Faktor yang unik dan masih belum dipahami dalam otak
dan kepribadian pasien mungkin relevan dengan patofisiologi spesifik gangguan waham.
Keadaan neurologis yang paling sering disertai waham adalah keadaan yang
mengenai sistem limbik dan ganglia basalis. Pasien yang wahamnya disebabkan penyakit
neurologis dan yang tidak memperlihatkan gangguan intelektual cenderung mengalami
waham kompleks yang serupa dengan penderita gangguan waham. Sebaliknya, penderita
gangguan neourologis dengan gangguan intelektual sering mengalami waham sederhana
tidak seperti waham pada pasien dengan gangguan waham. Oleh karena itu, gangguan
waham dapat melibatkan sistem limbik atau ganglia basalis pada pasien yang mempunyai
fungsi korteks serebri intak.
Gangguan waham dapat timbul sebagai respons normal terhadap pengalaman
abnormal pada lingkungan, sistem saraf tepi, atau sistem saraf pusat. Oleh karena itu, jika
pasien mengalami pengalaman sensorik salah yaitu merasa diikuti (misalnya, mendengar
langkah kaki), pasien mungkin percaya bahwa mereka sebenarnya diikuti. Hipotesis
tersebut bergantung adanya pengalaman seperti halusinasi yang perlu dijelaskan. Adanya
pengalaman halusinasi tersebut pada gangguan waham tidak terbukti.
Faktor Psikodinamik
Praktisi mempunyai impresi klinis kuat terhadap banyak pasien dengan gangguan waham
yang secara sosial terisolasi dan mencapai tingkat pencapaian kurang dari yang

3
diharapkan. Teori psikodinamik spesifik mengenai penyebab dan evolusi gejala waham
melibatkan anggapan mengenai orang hipersensitif dan mekanisme ego spesifik;
pembentukan reaksi, proyeksi, dan penyangkalan.
Kontribusi Freud
Freud yakin bahwa waham, bukan gejala gangguan, merupakan bagian proses
penyembuhan. Pada tahun 1896, ia menjelaskan proyeksi sebagai mekanisme defensi
utama pada paranoia. Kemudian, Freud membaca Memories of My Nernous Illness, suatu
autobiografi yang ditulis Daniel Paul Schreber. Meskipun tidak pernah bertemu Schreber,
Freud membuat teori dari ulasan autobiografi, yaitu kecendrungan homoseksual yang
tidak disadari akan dipertahankan melalui penyangkalan dan proyeksi. Berdasarkan teori
psikodinamik klasik, dinamika yang mendasari pembentukan waham untuk seorang
pasien perempuan sama seperti pasien laki-laki. Studi yang cermat terhadap pasien
dengan waham tidak mampu menguatkan teori Freud, meskipun relevan terhadap masing-
masing kasus. Secara keseluruhan, tidak ada insiden aktivitas atau ide homoseksual yang
lebih tinggi pada pasien dengan waham daripada kelompok lain. Namun, kontribusi
utama teori Freud, memperlihatkan peran proyeksi pada pembentukan pikiran waham.
Pseudokomunitas Paranoid
Norman Cameron menguraikan tujuh situasi yang mempermudah perkembangan
gangguan waham: peningkatan harapan mendapatkan perlakuan yang sadistik, situasi
yang meningkatkan ketidakpercayaan dan kecurigaan, isolasi sosial, situasi yang
meningkatkan rasa iri dan cemburu, situasi yang merendahan harga diri, situasi yang
menyebabkan orang untuk melihat kekurangan mereka dalam diri orang lain, dan situasi
yang meningkatkan potensi untuk perenungan terhadap kemungkinan arti dan motivasi.
Bila frustasi akibat setiap kombinasi keadaan tersebut melebihi batas yang dapat
seseorang toleransi, ia akan menarik diri dan cemas; mereka menyadari ada sesuatu yang
salah, mencari penjelasan masalah, dan mengkristalkan sistem waham sebagai suatu
solusi. Elaborasi waham yang melibatkan orang khayalan dan keterlibatan motivasi yang
merusak terhadap orang baik yang nyata maupun khayalan menyebabkan terbentuknya
komunitas semu-komunitas komplotan. Entitas waham ini secara hipotesis menyatu
dengan kekuatan dan harapan yang diproyeksikan untuk membenarkan agresi pasien dan
memberikan target yang nyata terhadap perilaku bermusuhan pasien.
Faktor Psikodinamik Lain
Observasi klinis menunjukkan bahwa banyak, jika tidak semua, pasien paranoid tidak
memiliki rasa percaya dalam hubungan. Ketidakpercayaan tersebut telah dihipotesiskan

4
menyebabkan lingkungan keluarga yang secara konsisten bermusuhan, sering karena ibu
yang terlalu mengontrol anak-anaknya dan ayah yang sadis atau tidak marah.
Konsep Erik Erikson mengenai kepercayaan atau ketidakpercayaan pada
perkembangan dini merupakan model yang berguna untuk menjelaskan kecurigaan
paranoid yang tidak pernah merasa dipuaskan oleh “pihak luar”. Oleh karena itu, mereka
merasa tidak percaya secara umum terhadap lingkungannya.
Mekanisme Defensi
Pasien dengan gangguan waham terutama menggunakan mekanisme defensi berupa
proyeksi, penyangkalan, dan pembentukan reaksi. Mereka menggunakan pembentukan
reaksi sebagai pertahanan terhadap agresi, kebutuhan untuk bergantung, dan perasaan
afeksi serta transformasi kebutuhan akan ketergantungan menjadi ketidaktergantungan
yang berkepanjangan. Pasien menggunakan penyangkalan untuk menghindari kesadaran
terhadap realita yang menyakitkan. Dihabiskan dengan kemarahan dan permusuhan serta
tidak mampu menghadapi tanggung jawab untuk kemarahan, mereka memproyeksikan
dendam dan kemarahan mereka kepada orang lain dan menggunakan proyeksi untuk
melindungi diri mereka sendiri dari pengenalan impuls yang tidak dapat diterima dalam
diri mereka.
Faktor Relevan Lain
Waham telah dihubungkan dengan berbagai faktor tambahan seperti isolasi sensorik dan
sosial, deprivasi sosioekonomik, dan gangguan kepribadian. Orang yang tuli, buta, dan
kemungkinan imigran dengan kemampuan bahasa setempat yang terbatas dapat lebih
rentan mengalami waham daripada populasi normal. Kerentanan meningkat seiring
pertambahan usia. Gangguan waham dan gambaran paranoid lain sering terjadi pada
orang tua. Singkatnya, berbagai faktor menyebabkan terjadinya waham dan sumber serta
patogenesis gangguan waham pada hakekatnya telah dispesifikasi.

2.4 Klasifikasi Waham


Terdapat beberapa tipe pada waham, yaitu :
1. Waham Kejar.
Waham kejar adalah gejala klasik gangguan waham; waham kejar dan waham
cemburu mungkin adalah dua bentuk yang paling sering dijumpai ahli psikiatri.
Kebalikan dengan waham kejar pada skizofrenia, kejernihan, logika, dan elaborasi
sistematik terhadap masalah penganiayaan pada gangguan waham meninggalkan cap

5
yang nyata pada keadaan ini. Tidak adanya psikopatologi lain, seperti gangguan
kepribadian, atau gangguan pada sebagian besar kemampuan berfungsi.
2. Waham Cemburu.
Gangguan waham dengan tipe ketidaksetiaan disebut juga paranola konjugal (contoh,
waham bahwa pasangan tidak setia). Eponim sindrom Othelloi telah digunakan untuk
menjelaskan kecemburuan abnormal yang dapat timbul dari banyak pertimbangan.
Waham biasanya mengenai laki-laki, seringnya mereka yang tidak memiliki penyakit
psikiatri lain. Keadaan tersebut dapat tampak mendadak dan dapat menjelaskan
kejadian saat ini dan masa lalu yang dialami pasien yang melibatkan perilaku
pasangan. Keadaan tersebut sulit ditangani dan hanya dikurangi dengan berpisah,
bercerai, atau kematian pasangan.
Kecemburuan yang nyata (biasa disebut kecemburuan patologis atau sakit)
merupakan suatu gejala pada banyak gangguan yang termasuk skizofrenia (pasien
perempuan lebih sering memperlihatkan gejala tersebut), epilepsi, gangguan mood,
penyalahgunaan obat, dan alkoholisme – pengobatan ditujukan pada gangguan
primer. Cemburu adalah emosi yang kuat; bila terjadi pada gangguan waham atau
sebagai bagian keadaan lain, secara potensial sangat berbahaya dan menyebabkan
kekerasan, baik membunuh maupun bunuh diri. Aspek forensik gejala telah dicatat
secara berulang, terutama peran sebagai suatu motif pembunuhan. Namun, penyiksaan
secara verbal dan fisik diantara orang-orang dengan gejala ini terjadi lebih sering
daripada tindakan yang ekstrim. Perawatan dan kehati-hatian dalam penanganan
gejala ini penting bukan hanya untuk diagnosis, tetapi juga dari sudut pandang
keamanan.
3. Waham Erotomania.
Pasien erotomania mengalami waham kekasih rahasia. Paling sering dialami
perempuan, tetapi laki-laki juga rentan terhadap waham tersebut, pasien percaya
bahwa pelamar (yang biasanya secara sosial lebih menonjol daripada dirinya) jatuh
cinta padanya. Waham menjadi fokus sentral eksistensi pasien, dan awitan dapat
mendadak.
Erotomania, psychose passionelle, juga disebut sindrom de Clerembault untuk
menekankan kejadiannya pada gangguan yang berbeda. Selain menjadi gejala kunci
pada beberapa kasus gangguan waham, keadaan tersebut juga diketahui terjadi pada
skizofrenia, gangguan mood, dan gangguan organik lain.

6
Pasien erotomania sering memperlihatkan ciri khas tertentu; mereka biasanya
tetapi tidak selalu perempuan, penampilan tidak menarik, bekerja di tingkat rendah,
menarik diri, kesepian hidup sendiri, dan mempunyai sedikit kontak seksual. Mereka
memilih kekasih rahasia yang sangat berbeda dengan dirinya. Mereka
memperlihatkan konduksi paradoksal, fenomena waham yang menginterpretasikan
semua penyangkalan cinta, tidak peduli bagaimana jelasnya, sebagai penegasan cinta
rahasia. Perjalanan gangguan dapat kronik, rekuren, atau singkat. Dipisahkan dari
objek cinta dapat menjadi satu-satunya tindakan intervensi yang memuaskan.
Meskipun kurang sering mengalami keadaan ini daripada perempuan, laki-laki lebih
agresif dan mungkin bertindak kasar dalam mengejar cinta. Oleh karena itu, pada
populasi forensik, laki-laki dengan keadaan tersebut lebih dominan. Objek agresi
mungkin bukan orang yang dicintai tetapi teman atau pelindung objek yang dianggap
menjadi penghalang mereka. Kecenderungan melakukan kekerasan pada laki-laki
dengan erotomania dapat membuat pasien awalnya berurusan dengan polisi bukan
dengan ahli psikiatri. Pada kasus tertentu, kemarahan sebagai respons terhadap tidak
adanya dari semua bentuk komunikasi cinta dapat meningkat ke titik yang objeknya
berada dalam bahaya. Orang-orang yang disebut pengejar, yang secara kontinu
mengikuti (yang dianggap) kekasihnya, sering mempunyai waham. Meskipun
kebanyakan pengejar adalah laki-laki, tetapi dapat juga perempuan, dan kedua
kelompok jenis kelamin tersebut berpotensi tinggi melakukan kekerasan.
4. Waham Somatik.
Gangguan waham somatik disebut psikosis hipokondriasis monosimtomatik. Tingkat
gangguan realita pada keadaan tersebut berbeda dari keadaan gejala hipokondriasis.
Pada gangguan waham, waham menetap, tidak dapat dibantah, dan sangat kuat,
karena pasien secara total diyakinkan oleh sifat fisik gangguan. Sebaliknya pasien
hipokondriasis sering mengakui bahwa ketakutan mereka terhadap penyakitnya tidak
berdasar. Isi waham somatik sangat bervariasi untuk setiap kasus. Terdapat tiga tipe
utama. (1) waham infestasi (termasuk parasitosis). (2) waham dismorfobia, seperti
bentuk tidak indah, merasa diri jelek, atau ukuran tubuh betambah besar (kategori
tersebut tampaknya menyerupai gannguan dismorfik tubuh) dan (3) waham bau tubuh
yang tidak sedap atau halitosis. Kategori terakhir, kadang-kadang disebut sindrom
referensi olfaktorius tampaknya berbeda dengan kategori waham infestasi pada pasien
yaitu pasien dengan waham infestasi memiliki usia awitan yang lebih dini (rata-rata
25 tahun), sebagian besar laki-laki, status bujangan dan tidak ada riwayat pengobatan

7
psikiatri. Sebaliknya meskipun secara individual prevalensi rendah, ketiga keadaan
tersebut tampaknya tumpang tindih.
Frekuensi keadaan ini rendah, tetapi dapat tidak terdiagnosis karena pasien
lebih sering datang ke ahli dermatologi, bedah plastik, dan spesialis penyakit infeksi
daripada ke ahli psikiatri. Ketika mencari pengobatan kuratif untuk kasus yang tidak
mengalami remisi.
Pasien dengan keadaan tersebut mempunyai prognosis buruk tanpa
pengobatan. Perhitungan kasar keadaan tersebut menyerang kedua jenis kelamin sama
banyaknya. Jarang ditemukan riwayat penyakit terdahulu atau riwayat keluarga yang
menderita gangguan psikotik. Pada pasien yang lebih muda, sering terjadi riwayat
kecanduan zat atau cedera kepala. Meskipun kemarahan dan kekerasan biasa terjadi,
rasa malu, depresi, dan perilaku menghindar lebih khas. Bunuh diri, yang dimotivasi
oleh penderitaan berat, tidak jarang terjadi.
5. Waham Kebesaran.
Waham kebesaran (Megalomania) telah menarik perhatian selama bertahun-tahun.
Waham tersebut dijelaskan pada paranoia Kraepelin dan merupakan keadaan yang
cocok dengan deskripsi gangguan waham. Apakah subtipe ini terjadi dalam praktik
klinis dan perlu klasifikasi, masih diperdebatkan.
Seorang laki-laki berusia 51 tahun ditahan karena mengganggu ketenteraman.
Polisi dipanggil ke taman untuk menghentikan perbuatannya yaitu mengukir insial
namanya dan membuat bentuk untuk pemujaan dari pohon yang ada di sekitar taman.
Ketika dikonfrontasi, dengan menghina, ia berargumentasi bahwa ia telah dipilih
untuk memulai kebangkitan kembali agama baru di seluruh kota, sehingga ia perlu
mempublikasikan maksudnya dengan cara yang tetap. Polisi tidak berhasil mencegah
laki-laki tersebut memotong pohon lain dan kemudian menahannya.
6. Waham Campuran.
Kategori waham campuran diterapkan pada pasien dengan dua atau lebih tema
waham. Namun, diagnosis tersebut harus dipersiapkan untuk kasus-kasus tanpa satu
tipe waham apapun yang menonjol.
7. Waham Bizar
Waham yang melibatkan fenomena bahwa budaya seseorang dianggap tidak masuk
akal, dimana isinya adalah :
a. Sisip Pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan
kedalam pikirannya.

8
b. Siar Pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan
walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang tersebut.
c. Kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar
dirinya.
8. Waham Kendali
Waham yang perasaan, impuls, pikiran, atau tindakannya dialami dibawah kontrol
beberapa kekuatan eksternal bukan kontrol dirinya sendiri.
9. Waham Rujukan
Waham dengan tema kejadian, objek, atau orang lain pada lingkungan seseorang
mempunyai kepentingan tertentu dan tidak lazim. Waham terebut biasanya bersifat
negatif atau merendahkan, tetapi juga dapat berisi kebesaran. Keadaan terebut berbeda
dari ide rujukan, yaitu keyakinan yang salah tersebut tidak dipertahankan dengan kuat
atau diyakini sepenuhnya menjadi keyakinan yang benar.
10. Waham Insersi Pikiran
Waham yang pikirannya bukan milik sendiri, tetapi dimasuki pikiran orang lain.
11. Waham sistematik
Kepercayaan yang salah atau kepercayaan yang disatukan oleh satu peristiwa atau
tema tunggal.
12. Waham Kemiskinan
Kepercayaan yang salah pada seseorang ia bangkrut atau akan kehilangan semua
hartanya. Atau percaya bahwa mereka telah dibuat miskin.
13. Waham Paranoid
Termasuk diantaranya adalah waham kejar dan waham rujukan, kendali dan
kebesaran (dibedakan dari ide paranoid yaitu kecurigaan dengan kadar lebih
rendahdari proporsi waham).
14. Waham Keagamaan
Waham dengan tema keagamaan
15. Waham Dosa
Keyakinan bahwa ia telah berbuat dosa atau kesalahan yang besar, yang tidak
dapat diampuni atau bahwa ia bertanggung jawab atassuatu kejadian yang tidak
baik (contoh: keluarganya kecelakaan karena pikirannya tidak baik).
16. Waham Pengaruh
Yakin bahwa pikirannya, emosi atau perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh
orang lain atau suatu kekuasaan yang aneh.

9
17. Waham Sindiran (ideas of reference)
Yakin bahwa dirinya dibicarakan orang lain.
18. Waham Nihilistik
Yakin bahwa dunia ini sudah hancur atau bahwa ia sendiri dan atau orang lain
sudah mati.
19. Waham Pseudologia Fantastika
Bentuk kebohongan ketika sesorang tampaknya mempercayai bahwa khayalannya
menjadi nyata dan terjadi pada dirinya; dikaitkan dengan sindrom Munchausen,
berulang kali memalsukan penyakit.
20. Waham Kongruen mood
Waham atau halusinasi yang isinya secara keseluruhan sesuai dengan masalah khas
mood depresif atau manik. Jika mood depresif, isi waham atau halusinasi akan
melibatkan tema ketidakmampuan seseorang, rasa bersalah, penyakit, kematian,
nibilisme, atau hukuman yang pantas diterima. Isi waham dapat meliputi masalah
hukuman jika didasarkan pada konsep penghinaan seperti hukuman yang pantas
diterima. Jika mood manik, isi waham atau halusinasi akan mencakup masalah
penghargaan, kekuatan, pengetahuan atau identitas yang berlebihan, atau hubungan
khusus dengan dewa atau orang terkenal. Isi waham dapat mencakup tema hukuman
jika didasarkan pada konsep seperti penghargaan yang berlebihan atau hukuman yang
pantas diterima.
21. Waham Tidak Kongruen mood
Waham atau halusinasi yang isinya tidak sesuai dengan masalah khas mood manik
atau depresif. Pada kasus depresi waham atau halusinasi tidak akan melibatkan
masalah ketidakmampuan seseorang, rasa bersalah, penyakit, kematian, nihilisme,
atau hukuman yang pantas diterima. Pada kasus mania, waham atau halusinasi tidak
akan melibatkan tema penghargaan, kekuatan, pengetahuan, atau identitas yang
berlebihan, atau hubungan khusus denga dewa atau orang terkenal. Contoh gambaran
psikotik tidak kongruen-mood meliputi waham kejar (tanpa self-derogatory atau isi
pikiran kebesaran), insersi pikiran, siar pikiran, dan waham kendali yang isinya tidak
mempunyai hubungan yang tampak dengan tema yang telah disebutkan.
22. Waham yang Tak Terinci.
Kategori tipe ini digunakan untuk kasus dengan waham yang menonjol tidak dapat
disubgolongkan dalam kategori sebelumnya. Contoh yang mungkin adalah suatu
waham yang salah mengidentifikasi, misalnya, sindrom Capgras, diberi nama sesuai

10
ahli psikiatri Prancis yang menjelaskan illusion des sosies atau ilusi ganda. Waham
pada sindrom Capgras adalah keyakinan bahwa orang yang dikenal telah digantikan
oleh penipu yang lihai. Pendapat lain menerangkan varian sindrom Capgras, yaitu
waham bahwa penyiksa atau orang yang dikenal dapat berkedok sebagai orang asing
(fenomena Fregoli) dan waham yang sangat langka bahwa orang-orang yang dikenal
dapat mengubah diri menjadi orang lain sewaktu-waktu (intermetamorfosis). Setiap
gangguan tidak hanya jarang terjadi tetapi dapat disebabkan oleh skizofrenia,
demensia, epilepsi, dan gangguan organik lain. Kasus yang dilaporkan lebih menonjol
pada perempuan, mempunyai gambaran paranoid, dan termasuk rasa depersonalisasi
atau derealisasi. Waham dapat berlangsung singkat, rekuren, atau persisten. Tidak
jelas apakah gangguan waham dapat tampak dengan waham seperti inni. Yang pasti,
waham Fregoli dan intermetamorfosis mempunyai isi yang aneh dan tidak sama,
tetapi waham pada sindrom Capgras sangat mungkin merupakan gangguan waham.
Peran halusinasi atau gangguan persepsi pada keadaan tersebut perlu ditegaskan.
Kasus muncul setelah kerusakan otak mendadak.
Pada abad ke-19, ahli psikiatri Prancis Jules Cotard menguraikan beberapa
pasien yang menderita sindrom yang disebut delire de negation, kadang-kadang
disebut gangguan waham nihilstik atau sindrom Cotard. Pasien dengan sindrom ini
mengeluh mengalami kehilangan tidak hanya hak milik, status, dan kekuatan tetapi
juga jantung, darah, dan ususnya. Dunia di luar mereka mengalami reduksi hingga
tidak tersisa apapun. Sindrom yang relatif jarang tersebut biasanya dianggap sebagai
prekursor terhadap episode skizofrenik atau depresif. Dengan pemakaian obat-obatan
antipsikotik saat ini, sindrom terlihat lebih jarang daripada di masa lalu.
23. Gangguan Waham Terinduksi (Shared Psychotic Disorder)
Gangguan waham terinduksi (selama bertahun-tahun disebut juga shared paranoid
disorder, induced psychotic disorder, folie a deux folie impose, dan double insanity)
pertama kali diuraikan Lasegue dan Falret pada tahun 1877. Kemungkinan gangguan
tersebut jarang, tetapi gambaran insiden dan prevalensi tidak ada dan kepustakaan
hampir seluruhnya berisi laporan kasus. Gangguan ditandai dengan transfer waham
dari satu orang ke orang lain. Kedua orang tersebut sangat dekat dalam jangka waktu
lama dan hidup bersama dalam isolasi sosial. Pada bagian besar kasus, (yang
dimasukkan ke dalam kriteria DSM-IV-TR pada Tabel 11.3-3, seseorang yang
pertama kali mengalami waham (kasus primer) seringnya menderita secara kronis dan
biasanya merupakan anggota yang berpengaruh dalam hubungan dekat dengan orang

11
yang lebih mudah tersugesti (kasus sekunder) yang juga mengalami waham. Orang
pada kasus sekunder sering kurang cerdas, lebih mudah tertipu, lebih pasif, atau
kurang menghargai diri sendiri daripada orang pada kasus primer. Jika kedua orang
tersebut dipisahkan, orang dengan kasus sekunder mungkin tidak mengalami lagi
wahamnya, namun hal ini tidak selalu terjadi. Waham terjadi karena dengan pengaruh
kuat anggota yang lebih dominan. Usia tua, intelegensia rendah, gangguan sensorik,
penyakit serebrovaskular, dan kecanduan alkohol adalah faktor-faktor yang
dihubungkan dengan bentuk aneh gangguan psikotik tersebut. Predisposisi genetik
terhadap psikosis idiopatik juga telah diusulkan sebagai faktor risiko yang mungkin.
Bentuk khusus lain telah dilaporkan, seperti folie simultanee; pada keadaan
tersebut dua orang menjadi psikotik secara bersamaan dan memiliki waham yang
sama. Kadang-kadang, lebih dari dua orang terkena (contoh, folie a trois, quatre, cinq;
juga folie a famille), tetapi kasus tersebut sangat jarang. Hubungan yang paling sering
pada folie a deux adalah kakak-adik perempuan, suami-isteri, dan ibu-anak, tetapi
kombinasi lain juga telah ditemukan. Hampir semua kasus mengenai anggota dalam
satu keluarga.

2.5 Tanda dan Gejala


Pasien biasanya rapi dan berpakaian layak, sehingga tidak terlihat adanya tanda –
tanda disintegrasi kepribadian. Pasien juga tampak eksentrik, aneh, curiga atau tidak
bersahabat. Selain itu pasien dengan gangguan ini kerap kali bermasalah dengan
hukum dan mempunyai kecendrungan memperjelas hal ini bagi pemeriksa.
Hasil pemeriksaan status mental pada pasien gangguan waham adalah normal,
terkecuali ditemukannya system waham yang secara nyata abnormal. Pasien juga
kerap kali mempengaruhi klinisi sebagai sekutu dalam waham nya, namun sebaiknya
sebagai klinisi kita tidak berpura – pura menerima waham. Karena hal ini dapat
mengacaukan realitas dan merusak rasa percaya yang ada antara dokter – pasien.
Selain itu pasien dengan gangguan waham tidak akan mengalami halusinasi
yang menonjol atau bertahan. Hanya halusinasi yang sesuai dengan waham yang ia
anut. Halusinasi yang paling sering terjadi pada pasien gangguan waham adalah
halusinasi pendengaran.

12
2.6 Perjalanan penyakit
Menurut para ahli stressor psikososial sering menjadi penyebab munculnya gangguan
waham. Sifat stressor dapat sedemikian rupa sehingga menimbulkan kecurigaan atau
perhatian pada pasien tersebut. Contoh stressor adalah pada imigran yang tidak
menguasai bahasa setempat, atau pada pasien dengan konflik social dengan teman
maupun keluarga, dan pada pasien yang terisolasi secara sosial. Awitan biasanya terjadi
secara mendadak.
Para ahli berpendapat bahwa orang – orang dengan gangguan waham biasanya
memiliki intelegensi di bawah rata – rata dan mungkin kepribadian orang itu adalah
ekstrover, dominan dan hipersensitif. Kecurigaan dan perhatian pasien kemudian akan
bertambah dan mejadi lebih rumit.

2.7 Diagnosis dan Kriteria Diagnostik (DSM-V R/PPDGJ III)


Untuk mendapatkan diagnostik pasti berdasarkan PPDGJ-III, gejala-gejala waham
adalah :
1. Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling
mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu system
waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus khas pribadi
(personal) dan bukan budaya setempat.
2. Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap / “full-
blown” (F32.-) mungkin terjadi secara intermitten, dengan syarat bahwa waham-
waham tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu.
3. Tidak boleh ada bukti tentang adanya penyakit otak.
4. Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada dan
bersifat sementara.
5. Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikiran,
penumpulan afek dan sebagainya.

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding yang paling mendekati gangguan waham atau penyakit yang gejalanya
disertai dengan waham yaitu :
1. Skizofrenia Tipe Paranoid
Menurut PPDGJ III, pedoman diagnostik Skizofrenia tipe paranoid adalah sebagai
berikut:3

13
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
2. Sebagai tambahan :
a. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol :
 Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming) atau bunyi tawa
(laughing).
 Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada, tetapi
jarang menonjol.
 Waham dapat berupa hampir semua jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence) atau “passivity” (delusion of passivity) dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.
b. Gangguan afektif, dorongan kehendak, dan pembicaraan serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
2. Delirium dan Demensia
Delirium dan demensia sebaiknya dipertimbangkan dalam diagnosis banding pasien
dengan waham. Delirium dapat dibedakan berdasarkan adanya fluktuasi tingkat
kesadaran atau gangguan kemampuan kognitif. Waham pada awal perjalanan penyakit
demensia, seperti pada demensia tipe Alzheimer, dapat memberikan gambaran
gangguan waham; namun, uji neuropsikologis biasanya mendeteksi gangguan
kognitif.
3. Gangguan lain
Gangguan waham tipe somatik dapat menyerupai gangguan depresif atau gangguan
somatoform. Tipe somatik pada gangguan waham dibedakan dengan gangguan
depresif berdasarkan tidak adanya tanda lain depresi dan tidak adanya kualitas
pervasif terhadap depresi. Gangguan waham dapat dibedakan dari gangguan
somatoform berdasarkan tingkat keyakinan somatik yang dipertahankan pasien.
Pasien dengan gangguan somatoform menyadari kemungkinan bahwa mereka tidak
mengalami gangguan sedangkan pasien dengan gangguan waham tidak meragukan
keyakinan mereka. Memisahkan gangguan kepribadian paranoid dari gangguan
waham memerlukan perbedaan klinis yang kadang-kadang sulit antara kecurigaan

14
yang ekstrim dan waham yang nyata. Umumnya, jika klinisi meragukan bahwa gejala
adalah suatu waham, diagnosis gangguan waham sebaiknya tidak dibuat.

2.9 Penatalaksanaan
Gangguan waham umumnya dianggap resisten terhadap pengobatan. Namun kini
pandangan para klinisi sudah tidak sepesimistik dulu. Tata laksana gangguan waham
yang dapat dilakukan terdiri atas pemberian farmakoterapi dan psikoterapi.
Tujuan dari tatalaksana adalah untuk memutuskan intervensi yang sesuai serta
menangani komplikasi. Selain itu tatalaksana yang baik akan membangun hubungan
dokter – pasien yang terapeutik dan efektif. Pada saat menerapi pasien dengan
gangguan waham ada hal – hal yang perlu kita waspadai, diantaranya dimana kita
tidak boleh terlihat mendukung maupun menentang keyakinan pasien (penting karena
pasien gangguan waham cenderung berusaha menjaring psikiatrik kedalam waham
mereka), selain itu kita juga harus memisahkan pasien dengan waham terinduksi
(tempat berbeda dan tidak boleh melakukan kontak).

a). Farmakoterapi.
Pada keadaan gawat darurat, pada pasien yang teragitasi berat perlu diberikan
antipsikotik intramuscular. Obat diberikan mulai dari dosis rendah kemudian
dinaikkan secara perlahan. Riwayat pasien terhadap respon pengobatan adalah
petunjuk terbaik untuk memilih obat.
Jika selama 6 minggu pasien tidak memberikan respon maupun perkembangan berarti
dengan pemberian antipsikotik tersebut, pemberian antipsikotik golongan lain perlu
diberikan dalam uji coba klinis. Pada pasien yang tidak membaik dengan pemberian
antipsikotik obat dihentikan dan digantikan. Kita dapat memberikan antidepresan,
litium atau antikejang dan valproate.

b). Psikoterapi.

Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.


Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh
mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan
tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur
mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya
dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan

15
permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi.
Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan
menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien
mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.

Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus
mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata :
“Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui
setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal
ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat
klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai
depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki
terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat
dilakukan.

2.10 Prognosis
Gangguan waham dianggap merupakan diagnosis yang cukup stabil kurang dari 25
persen kasus gangguan waham akhirnya didiagnosis sebagai skizofrenia dan kurang
dari 10 persen pasien mengalami gangguan mood. Sekitar 50 persen pasien sembuh
dengan follow up jangka panjang. 20 persen mengalami pengurangan gejala, dan 30
persen tidak mengalami perubahan gejala. Faktor berikut berkorelasi degan prognosis
baik tingkat pekerjaan, sosial, dan penyesuaian fungsioanl yang baik, jenis kelamin
perempuan; Awitan sebelum usia 30, awitan mendadak durasi penyakit singkat; dan
adanya faktor presipitasi. Meskipun data yang dapat diandalkan terbatas. Pasien
dengan waham kejar, somatik, dan erotik dianggap mempunyai prognosis yang lebih
baik daripada pasien denga waham cemburu dan kebesaran.

16
BAB III

KESIMPULAN

Waham adalah suatu keyakinan yang salah didasarkan pada kesimpulan salah
mengenai realita eksterna yang sangat kuat bertahan meskipun hampir semua orang percaya
dan meskipun isi waham tersebut membuktikan bahwa kenyataan tebukti berbeda dengan
yang dipercaya. Keyakinan yang secara umum tidak diterima anggota lain dalam budaya atau
subkultur seseorang (contoh, bukan merupakan bagian keyakinan agamanya). Bila
melibatkan penilaian yang berharga, keyakinan yang salah akan dianggap waham hanya bila
penilaian sangat ekstrim sehingga menentang kredibilitas keyakinan mengenai waham terjadi
terus menerus dan terkadang dapat disimpulkan dari perilaku seseorang. Sering sulit
membedakan antara waham dan ide berlebih (seseorang mempunyai keyakinan atau ide yang
tidak masuk akal tetapi tidak sekuat waham).
Gangguan ini biasanya terjadi akibat adanya stressor psikososial, dan sering terjadi
pada pasien dengan interlegensi di bawah rata – rata dengan kepribadian premorbid yang
ekstrover, dominan dan hipersensitif. Dengan awitan yang biasanya mendadak
Tipe-tipe waham ada berbagai macam, diantaranya adalah waham kejar, waham
cemburu, waham erotomania, waham kebesaran, waham campuran, waham bizar, waham
kendali, waham rujukan, waham somatik, waham keagamaan, waham dosa, waham insersi
pikiran, waham sistematik, waham paranoid, waham psikotik kongruen mood, waham
psikotik tidak kongruen mood, waham tak terinci dan waham terinduksi.
Tanda dan gejala pada gangguan waham adalah pasien biasanya rapi dan berpakaian
layak, sehingga tidak terlihat adanya tanda – tanda disintegrasi kepribadian. Pasien juga
tampak eksentrik, aneh, curiga atau tidak bersahabat. Pasien dengan gangguan waham tidak
akan mengalami halusinasi yang menonjol atau bertahan. Hanya halusinasi yang sesuai
dengan waham yang ia anut. Halusinasi yang paling sering terjadi pada pasien gangguan
waham adalah halusinasi pendengaran.
Tata laksana gangguan waham terdiri atas pemberian farmakoterapi dan psikoterapi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Benjamin James Sadock M.D., Harold I. Kaplan, M.D. Kaplan & Sadock's Synopsis
of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 7th Edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2007.

2. Maslim, Dr. Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Buku Saku Diagnosis Jiwa,
Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Bagian Kedokteran Jiwa Unika Atma Jaya,
2013.

3. Kusumawati Farida, Yudi Hartono. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika, 2010

4. Maramis, Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya: Pusat Penerbitan

dan Percetakan (AUP), 2009

5. Hibbert Allison, Alice Godwin, France Dear. Rujukan Cepat Psikiatri (Rapid

Psychiatry). Jakarta : EGC, 2008

6. Ingram I.M, G.C. Timbury, R.M. Mowbray. Catatan Kuliah Psikiatri Edisi 6.

Jakarta : EGC, 1993

7. Residen Bagian Psikiatri UCLA. Buku Saku Psikiatri. Jakarta : EGC,1997

8. Elvira Syla D, Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri Edisi kedua. Jakarta :
Badan penerbit FKUI,2014

18
19

Anda mungkin juga menyukai