Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

TUMOR TESTIS
DAN ASPEK RADIOLOGINYA

Pembimbing:
dr.Herman W.H, Sp.Rad

Penyusun:
Zevania Hersahputra Nicaemania Duha
406181018

KEPANITERAAN ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT ROYAL TARUMA JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
HALAMAN PENGESAHAN

Penyusun : Zevania Hersahputra Nivaemania Duha (406181018)


Perguruan Tinggi : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Bagian : Radiologi
Judul : Tumor Testis dan Aspek Radiologisnya
Pembimbing : dr. Herman WH, Sp.Rad

Telah diperiksa dan disetujui tanggal :

Kepaniteraan Klinik Radiologi


RS Royal Taruma Jakarta
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Mengetahui,
Pembimbing Referat

dr. Herman WH, Sp.Rad

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan referatnya dengan judul “Tumor Testis dan Aspek
Radiologinya” dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu
Radiologi Kedokteran Universitas Tarumanagara di RS Royal Tarumanagara
Jakarta periode. Di samping itu, makalah ini ditujukan menambah pengetahuan bagi
kita tentang tumor testis dan aspek radiologinya .
Dalam penulisan referat ini, penulis telah mendapat bantuan, bimbingan, dan
kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Direktur RS Royal Taruma Jakarta yang telah memberikan kesempatan untuk
mengikuti kegiatan kepaniteraan dan mempelajari Ilmu Radiologi di RS
Royal Taruma.
2. dr. Herman W.H, Sp.Rad, selaku Pembimbing Kepaniteraan Ilmu Radiologi
di RS Royal Taruma Jakarta.

3. Seluruh dokter dan staf RS Royal Taruma Jakarta yang telah membantu
penulis selama kepaniteraan di RS Royal Taruma Jakarta.

Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, Oktober 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ............................................................................................. 1


Halaman Pengesahan ....................................................................................... 2
Kata Pengantar ................................................................................................. 3
Daftar Isi........................................................................................................... 4
Daftar Gambar .................................................................................................. 5
Daftar Tabel ..................................................................................................... 6
BAB 1 (PENDAHULUAN)
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 7
1.2 Tujuan ................................................................................................. 7
1.3 Manfaat ............................................................................................... 8
BAB 2 (TINJAUAN PUSTAKA)
2.1 Anatomi Testis .................................................................................... 9
2.2 Fungsi Testis ....................................................................................... 10
2.3 Sawar Darah Testis ............................................................................. 10
2.4 Tumor Testis ....................................................................................... 10
2.5 Epidemiologi Tumor Testis ................................................................ 11
2.6 Etiologi Tumor Testis ......................................................................... 11
2.7 Klasifikasi Tumor Testis ..................................................................... 11
2.8 Pertumbuhan dan Penyebaran Tumor Testis ...................................... 13
2.9 Gambaran Klinis ................................................................................. 15
2.10 Tatalaksana Tumor Testis ................................................................. 15
2.11 Diagnosa dan Diagnosa Banding Tumor Testis ................................ 17
2.12 Pemeriksaan Radiologis pada Tumor Testis ..................................... 17
BAB 3 (KESIMPULAN DAN SARAN) ....................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Testis .............................................................................. 9


Gambar 2 Anatomi Testis (Potongan Sagital) ............................................... 9
Gambar 3 CT Scan Seminoma ....................................................................... 18
Gambar 4 Tumor Testis Sel Leydig (Non Seminoma) .................................. 19
Gambar 5 Tumor Testis Sel Leydig (Non Seminoma) .................................. 20
Gambar 6 Gambaran USG Seminoma ........................................................... 23
Gambar 7 Teratoma Testis ............................................................................. 24
Gambar 8 Kariokarsinoma ............................................................................. 24
Gambar 9 Karsinoma Embrional ................................................................... 25
Gambar 10 Tumor Testis Sel Leydig dan Sertoli............................................. 25

5
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Tumor Ganas Testis ....................................................... 13


Tabel 2 Tabel TNM Tumor Testis ................................................................. 14
Tabel 3 Stadium dan Tingkat Penyebaran Tumor Testis ............................... 14

6
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor testis adalah tumor yang berasal dari sel germinal atau jaringan stroma
testis. Tumor testis relatif jarang ditemukan, walaupun insidennya menunjukkan
peningkatan pada tahun-tahun terakhir ini. Di Inggris ditemukan kurang dari 1 %
dari seluruh kematian akibat kanker (Coupt, 2000). 4, 5, 9
Tumor testis cukup penting, banyak mengenai pria dewasa muda dan
merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada kelompok ini
(Satumed.com, 2004). Banyak diantaranya mempunyai tingkat keganasan yang
tinggi walaupun kemajuan kemoterapi akhir-akhir ini telah mampu memperbaiki
prognosis penderita. 4, 5, 9
Menurut Purnomo (2003), tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada
pria yang berusia diantara 15 – 35 tahun dan merupakan 1 – 2% semua neplasma
pada pria, dipaparkan juga bahwa akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia harapan
hidup pasien yang mendapatkan terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang
lalu, karena sarana diagnosis yang lebih baik, diketemukannya penanda tumor,
diketemukannya regimen kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang
lebih baik. Angka mortalitas menurun dari 50% (1970) menjadi 5% (1997). 4, 5, 9
Pemeriksaan radiologi pada tumor testis dipercaya dapat membantu
menegakkan diagnosis penyakit tumor testis ini. Pemeriksaan dapat berupa
Ultrasonografi (USG), Computed Tomography (CT), dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). 9, 13

1.2 Tujuan
Referat ini ditujukan untuk memberi informasi mengenai tumor testis
terutama dari sisi pemeriksaan radiologis, agar tumor testis dapat dikenali sedini
mungkin sehingga dapat dilakukan tatalaksana yang sesuai.

7
1.3 Manfaat
Manfaat penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan dan
kepustakaan mengenai gambaran radiologis pada tumor testis.

8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Testis


Testis adalah kelenjar kelamin jantan pada hewan dan manusia. Manusia
(pria) mempunyai dua testis yang dibungkus dengan skrotum. 4, 5, 6, 9
Pada mamalia, testis terletak di luar tubuh, dihubungkan dengan tubulus
4, 5, 6, 9
spermatikus dan terletak di dalam skrotum.

Gambar 1. Anatomi Testis 6

Gambar 2. Anatomi Testis (potongan sagital) 6

9
Testis dibungkus oleh lapisan fibrosa yang disebut tunika albuginea. Di
dalam testis terdapat banyak saluran yang disebut tubulus seminiferus. Tubulus ini
dipenuhi oleh lapisan sel sperma yang sudah atau tengah berkembang. 4, 5, 6, 9
Spermatozoa (sel benih yang sudah siap untuk diejakulasikan), akan
bergerak dari tubulus menuju rete testis, duktus efferen, dan epididimis. Bila
mendapat rangsangan seksual, spermatozoa dan cairannya (semua disebut air mani)
akan dikeluarkan ke luar tubuh melalui vas deferen dan akhirnya, penis. 4, 5, 6, 9
Di antara tubulus seminiferus terdapat sel khusus yang disebut sel intersisial
Leydig. Sel Leydig memproduksi hormon testosteron.4, 5, 6, 9

2.2 Fungsi Testis


Testis berperan pada sistem reproduksi dan sistem endokrin.
Fungsi testis:
• memproduksi sperma (spermatozoa)
• memproduksi hormon seks pria seperti testosteron. 4, 5, 6, 9

Kerja testis di bawah pengawasan hormon gonadotropik dari kelenjar pituitari


bagian anterior:
• luteinizing hormone (LH)
• follicle-stimulating hormone (FSH) 4, 5, 6, 9

2.3 Sawar Darah Testis


Molekul besar tidak dapat menembus ke lumen (bagian dalam tubulus)
melalui darah, karena adanya ikatan yang kuat antar sel Sertoli. Fungsi dari sawar
darah testis adalah untuk mencegah reaksi auto-imun. Tubuh dapat membuat
antibodi melawan spermanya sendiri, maka hal ini dicegah dengan sawar. Bila
sperma bereaksi dengan antibodi akan menyebabkan radang testis dan menurunkan
kesuburan. 4, 5, 6, 9

2.4 Tumor Testis


Tumor testis berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis. Lebih dari
90% berasal dari sel germinal. Tumor ini mempunyai derajat keganasan tinggi,
tetapi dapat sembuh bila diberi penanganan adekuat. Tumor ini mempunyai petanda

10
tumor sejati yang berharga sekali untuk diagnosis, rencana terapi, dan kontrol. 4, 9,
14

Tumor testis sel germinal merupakan tumor yang agak jarang ditemukan
dan meliputi kurang lebih 1% dari keganasan lelaki. Kebanyakan ditemukan pada
usia 20 dan 36 tahun. 4, 9, 14

2.5 Epidemiologi Tumor Testis


Tumor testis merupakan 1-2% dari semua neoplasma pada pria. Secara
umum, insidensi tumor sel germinal telah menunjukkan peningkatan pada sebagian
besar populasi di negara Eropa dalam beberapa dekade terakhir. Insidensi tumor sel
germinal sedikit meningkat setelah pubertas dan mencapai peningkatan yang berarti
pada pria usia 20-30.

2.6 Etiologi Tumor Testis


Faktor penyebab tumor testis tidak jelas. Faktor genetik, virus atau
penyebab infeksi lain, atau trauma testis tidak memengaruhi terjadinya tumor ini.
Penderita kriptorkismus atau bekas kriptorkismus mempunyai risiko lebih tinggi
untuk tumor testis ganas. 4, 9, 14
Penggunaan hormon dietilstilbestrol, yang terkenal sebagai DES, oleh ibu
pada kehamilan dini meningkatkan risiko tumor maligna pada alat kelamin bayi
pada usia dewasa muda, yang berarti tumor testis untuk janin lelaki. 4, 9, 14

2.7 Klasifikasi Tumor Testis


Dari berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi WHO makin sering
dipakai. Selain seminoma yang berasal dari sel germinal, terdapat karsinoma
embrional, teratoma, dan koriokarsinoma yang digolongkan nonseminoma, yang
dianggap berasal dari sel germinal pada tahap perkembangan lain hostogenesis.
Seminoma meliputi sekitar 40% dari tumor ganas testis. 4, 9, 14
Metastasis tumor testis kadang berbeda sekali dari tumor induk, yang berarti
tumor primer terdiri atas berbagai jenis jaringan embrional dengan daya invasi yang
berbeda. 4, 9, 14

11
Klasifikasi organisasi kesehatan dunia (World Health Organisation / WHO)
tentang tumor testis ganas :
1. Seminoma :
− Spermatositik
− Anaplastik

2. Non Seminoma
− Karsinoma embrional
Sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-30 tahun dan sangat ganas.
Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-paru dan hati.

− Teratokarsinoma
Asal dari sel benih. Insiden puncak 20 – 30 tahun. Lebih agresif
dibandingkan dengan seminoma. HCG dan alfa-fetoprotein berguna sebagai
pertanda tumor. Teratoma terdiri atas berbagai jenis jaringan dari endoderm,
ektoderm dan mesoderm. Pendapat pada saat ini, teratoma sel benih, dan bukan
berasal dari sel totipoten yang terlepas dari keikutsertaan pengorganisasian dalam
embrio. Insidensi puncak teratoma antara umur 20 sampai 30 tahun dan
dibandingkan dengan seminoma, teratoma lebih agresif.
Klasifikasi yang digunakan di Inggris dan negara manapun, terdapat
empat kelompok histologis dari teratoma, yaitu :
o Berdiferensiasi
o Ganas intermedia
o Ganas tanpa berdiferensiasi
o Ganas trofoblastik

− Teratom matur dan imatur

3. Koriokarsinoma
Seminoma testis adalah tumor testis yang paling umum sekitar 45% dari
semua tumor testis. Biasanya ditemukan pada pria berusia 30-40 tahun dan
terbatas pada testis. Seminoma berasal dari sel benih yang tumbuh dari epitel

12
tubulus seminiferus. Testis membesar berupa tumor solid berwarna putih,
homogen dan keras. Tumor ini mengganti seluruh bagian tubuh testis.
Sekelompok kecil sisa testis terdesak pada salah satu tepi tumor.

2.8 Pertumbuhan dan Penyebaran Tumor Testis


Kecuali tumor koriokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh
limf. Kelenjar linf terletak paraaortal kiri setinggi L2 tepat di bawah hilus ginjal
dan di sebelah kanan antara aorta dan vena kava setinggi L3 dan prakava setinggi
l2. Metastasis di kelenjar inguinal hanya terjadi setelah penyusupan tumor ke dalam
kulit skrotum atau setelah dilakukan pembedahan pada funikulus spermatikum. 4, 9,
14

Penyebaran hematogen luas pada tahap ini merupakan tanda


koriokarsinoma. Untuk klasifikasi tingkat penyebaran digunakan sistem TNM
(lihat bagan 2). 4, 9, 14

Tabel 1
Klasifikasi Tumor Ganas Testis 14

1. Seminoma • Yang khas


• Spermatositik
• anaplastik
2. Nonseminoma • karsinoma embrional
• teratokarsinoma (embrional + teratom)
• teratom matur dan imatur
3. Koriokarsinoma

13
Tabel 2
Klasifikasi TNM Tumor Testis 14

T Tumor primer

Tis Prainvasif (intrtubular)


T1 Testis dan retetestis
T2 Di luar tunika albuginea atau epididimis
T3 Funikulus Spermatikus
T4 Skrotum
N Kelenjar limf

N0 Tidak ditemukan keganasan


N1 Tunggal <2 cm
N2 Tunggal 2-5 cm; multipel <5 cm
N3 Tunggal atau multipel >5 cm
M Metastasis jauh

M0 Tidak dapat ditemukan


M1 Terdapat metastasis jauh

Tabel 3
Stadium dan Tingkat Penyebaran Tumor Testis 14

Stadium TNM Lokasi Tumor


I N0 Di dalam testis dan rete testis, kelenjar limf negatif
II N+ Kelenjar limf retroperitoneal positif
II A N1 <2 cm
II B N2 2-5 cm
II C N3 >5 cm

14
III M+ Kelenjar limf proksimal diafragma positif atau
metastasis jauh seperti di paru, hati, otak, atau tulang

2.9 Gambaran Klinis


Gambaran khas tumor testis ialah benjolan di dalam skrotum yang tidak
nyeri. Biasanya tumor terbatas di dalam testis sehingga mudah dibedakan dari
epididimis pada palpasi yang dilakukan dengan telunjuk dan ibu jari. 4, 9, 14
Gejala dan tanda lain, seperti nyeri pinggang, kembung perut, dispnea atau
batuk, dan ginekomastia menunjukkan metastasis yang luas. 4, 9, 14

2.10 Tatalaksana pada Tumor Testis

Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis,


karena itu untuk penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus
diambil dari orkidektomi. Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal
setelah mengangkat testis dan funikulus spermatikus sampai anulus inguinalis
internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan karena
ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran. Pada
eksplorasi melalui insisi inguinal dalam instansi pertama funikulus spermatikus
harus diklem dulu untuk menghindari penyebaran sel melalui darah atau saluran
limfe. Kemudian tetis diluksasi dari skrotum di dalam luka insisi dan diperiksa.
Pungsi atau biopsi skrotum harus dianggap sebagai satu kesalahan tindakan.

Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan


non seminoma.

Seminoma

Seminoma merupakan tumor yang sangat sensitif terhadap sinar. Karena itu
sesudah orkidektomi pada seminoma kebanyakan dilakukan radioterapi pada
stasiun-stasiun kelenjar limfe regional, juga jika tidak dapat ditunjukkan adanya
metastasis kelenjar limfe dibawah diafragma. Lapangan penyinaran juga harus

15
meliputi sikatriks di daerah inguinal dan terapinya terdiri atas paling sedikit 30 Gy
dalam 3-4 minggu.

Penderita dengan stadium I, IIA, dan IIB, setelah orkidektomi diradiasi pada
regio paraaorta dan regio panggul ipsilateral. Karena kurang lebih separuh
penderita dengan stadium IIC mendapat kekambuhan dengan terapi penyinaran,
pada penderita ini dilakukan kemoterapi. Kepada penderita stadium III diberikan
skema kemoterapi yang berlaku untuk penderita non seminoma. Bila penanganan
bedah sempurna serta kemoterapi dan penyinaran lengkap prognosis baik sekali.

Sejak beberapa tahun pada seminoma, jika tidak dapat ditunjukkan


metastasis (stadium I), dalam beberapa pusat yang terspesialisasi cukup dikerjakan
kontrol penderita yang frekuen tanpa radioterapi. Dalam hal ada metastasis kelenjar
retroperitoneal dengan diameter lebih dari 5 cm dan atau metastasis kelenjar di atas
diafragma dan atau metastasis hematogen maka ini terindikasi untuk kemoterapi.
Kebanyakan hal ini digunakan empat siklus masing-masing 3 minggu yang terdiri
atas sisplatin dan etoposid (Mencel dkk., 1994). Dalam pusat tertentu nilai
kombinasi kemoterapi ini dibandingkan dengan karboplatin, sendirian atau dalam
kombinasi.

Non-seminoma

Penderita dengan tumor non seminoma stadium I tidak membutuhkan terapi


tambahan setelah pembedahan. Penderita stadium IIA dapat diobservasi saja,
kadang diberikan kemoterapi dua seri. Pada stadium IIB biasanya diberikan empat
seri kemoterapi. Penderita stadium IIC dan III diberikan kemoterapi yang terdiri
dari sisplatin, beomisin dan vinblastin. Bila respon tidak sempurna diberikan seri
tambahan dengan sediaan kemoterapi lain. Bila masih terdapat sisa jaringan di regio
retroperitoneal dilakukan laparatomi eksplorasi. Pada kebanyakan penderita
ternyata hanya ditemukan jaringan nekrotik atau jaringan matur. Jaringan matur
merupakan jaringan yang berdiferensiasi baik dan tidak bersifat ganas lagi.

Jika tidak dapat ditunjukkan metastasis dan tumor terbatas pada testis maka
ini disebut stadium I. Sesudah orkidektomi cukup pemantauan yang sering terhadap

16
penderita (wait and see policy). Dalam hal ini harus diperhatikan kenyataan bahwa
kira-kira 25% penderita selama follow up menunjukkan pertumbuhan tumor.
Dengan kontrol yang sering, dengan menetapkan zat-zat penanda, pertumbuhan
tumor dapat cepat didiagnosis, dan karena kecilnya massa tumor dapat diterapi
kuratif dengan kemoterapi. Jika dibuktikan adanya metastasis, pertama-tama dinilai
dengan polikemoterapi. Semula kemoterapi ini terdiri atas kombinasi sisplatin,
vinblastin, dan bleomisisn, sesudah itu vinblastin diganti dengan etoposid.
Kombinasi ini sama efektifnya tetapi cukup ringan toksisitasnya.

2.11 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis banding meliputi setiap benjolan di dalam skrotum yang
berhubungan dengan testis, seperti hidrokel, epididimitis, orkitis, infark testis, atau
cedera. 4, 9, 14
Transiluminasi, USG, dan pemeriksaan endapan kemih sangat berguna
untuk membedakan tumor dari kelainan lain. Kadang tumor testis disertai dengan
hidrokel. Oleh karena itu, USG sangat berguna. 4, 9, 14
Pemeriksaan petanda tumor sangat berguna, yaitu beta-human chorionic
gonadotropin (beta-HCG), alfa fetoprotein (AFP), dan laktat dehidrogenase
(LDH). Foto paru dibuat untuk diagnosis metastasis paru. Diagnosis pasti
ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi. 4, 9, 14
Pada referat ini akan dijelaskan lebih lengkap tentang pemeriksaan radiologi
pada tumor testis.

2.12 Pemeriksaan Radiologis pada Tumor Testis


Macam-macam pemeriksaan radiologi pada tumor testis :

1. CT Scan (Computerized Tomografi Scaning)

CT-Scan adalah pemeriksaan dengan alat X-Ray yang dikombinasikan


dengan komputer sehingga dapat melihat potongan organ dengan jelas.
CT-Scan berguna untuk menentukan stadium pada tumor testis (lihat tabel
3). 2, 13

17
Gambar 3. CT-Scan seminoma 7

2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI adalah suatu alat canggih yang merupakan kombinasi dari magnet
yang dikendalikan oleh komputer sehingga dapat membuat pemeriksaan dengan
arah irisan atau potongan axial (melintang), sagital (memotong kanan kiri), coronal
(memotong depan belakang). 2, 13
MRI merupakan pemeriksaan radiologi tanpa Sinar-X. 2, 13

18
Gambar 4. Tumor Testis Sel Leydig (nonseminoma)
(a) belum berkembang (b) stage tumor T1 (c) stage tumor T2 1, 10

19
Gambar 5. Tumor Testis Sel Leydig (nonseminoma)
(a) belum berkembang (b) stage tumor T1 dengan lokasi perifer di parenkim testis
(c) stage tumor T2 di area sentral bekas luka dengan sinyal yang tinggi
(d) Gambaran patologi menunjukkan tumor berbentuk lobus dengan ukuran 2 cm.
Jaringan parut terlihat. 1, 10

3. USG (Ultra Sonografi) 4 Dimensi

USG merupakan suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi kelainan-


kelainan yang ada di dalam rongga abdomen / perut / organ-organ tertentu dengan
menggunakan gelombang ultrasound. 2, 13
Gelombang ultrasound terdiri dari suatu pengubah mekanik dari suatu
medium seperti udara. Pengubah mekanik itu melewati medium pada suatu
kecepatan tertentu menyebabkan getaran. Kecepatan partikel-pertikel tersebut
bergetar disebut frekuensi, diukur dalam putaran per menit atau hertz (Hz). Suara
menjadi tidak kedengaran oleh telinga manusia kira-kira di atas 20 kHz, atau 20
ribu Hertz, dan itulah yang dikenal dengan ultrasound. Diagnostik imaging

20
menggunakan frekuensi yang jauh lebih tinggi, yaitu megahertz (MHz), atau jutaan
Hertz. 2, 13
Frekuensi yang semakin tinggi menggunakan resolusi yang lebih baik. Yang
terakhir adalah kemampuan untuk membedakan dua objek yang berdekatan.
Meskipun demikian, dengan peningkatan frekuensi, lebih banyak sorotan
ultrasound yang terikat oleh target dan sorotan tersebut tidak dapat dipenetrasi lebih
jauh. Untuk alasan ini, frekuensi yang lebih tinggi (7,5 MHz) digunakan untuk
memberikan gambaran yang baik dan terperinci dari organ-organ superfisial seperti
prostat, testis, tiroid dan dada., dan frekuensi yang lebih rendah (3,5 MHz) untuk
pemeriksaan abdomen. 2, 13
Ultrasonografi atau sonografi adalah penggunaan gelombang suara untuk
kepentingan radiologik, tidak menggunakan sinar-X atau radiasi yang lain, aman,
dan digunakan tanpa anestesi. Pada urologi pria, prostat dan testis dekat dengan
permukaan tubuh dan dapat dicitrakan dengan ultrasonografi untuk membantu
diagnosis dan untuk melakukan biopsi terhadap temuan abnormal. 2, 13
Cairan atau suatu massa di sekitar skrotum (jaringan di sekitar testis) tidak
mungkin ditemukan dengan pemeriksaan fisik testis. Ultrasonografi dapat
mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan membantu melihat adanya
hernia, kumpulan cairan (hidrokel atau spermatokel), vena abnormal (varikokel),
dan kemungkinan adanya tumor. Pada penyakit prostat, ultrasonografi dapat
digunakan lewat suatu pemeriksaan rektal. 2, 13
Ultrasonografi transrektal secara rutin digunakan untuk biopsi prostat pada
pasien dengan level PSA abnormal untuk melihat adanya abnormalitas dan untuk
membantu dalam penempatan jarum untuk biopsi secara tepat. Ultrasonografi
prostat juga dapat digunakan untuk menunjukkan blok pada peri-prostatik (sebelum
biopsi atau prosedur) dan menghasilkan penilaian ukuran prostat yang akurat untuk
pembesaran prostat atau penanganan kanker prostat. Pasien harus diberikan
antibiotik terlebih dahulu sebelum melakukan prosedur ini. 2, 13
Ketika suatu pemerikasaan transrektal digunakan untuk sonografi pelvis,
kanker ditunjukkan dengan densitas asimetris dalam prostat. Prosedur ini bukanlah
yang paling memberikan arti sensitif dalam menegakkan diagnosis, tapi penting
untuk mendokumentasikan derajat dari perluasan tumor ke vesikel seminal. 2, 13

21
Ultrasonografi pada testis digunakan untuk menentukan penempatan suatu
massa yang dapat teraba ketika dicurigai adanya tumor pada testis. Biasanya, lesi
ekstra-testikular yang dapat diraba bersifat jinak. Pada sisi lain, massa
intratestikular, terutama jika teraba, bersifat ganas dan harus segera dioperasi. Oleh
karena itu, ultrasonografi bermanfaat untuk melokalisir kelainan yang dapat diraba
dan untuk menentukan tindakan pembedahan apa yang akan dilakukan.2, 13
Pemeriksaan ultrasonografi pada umumnya dilakukan dengan
menggunakan suatu transduser frekuensi tinggi yang linier untuk membandingkan
echotekstur testis pada area yang heterogen. 2, 13

Beberapa keuntungan dari Ultrasonografi


• Tidak ada kerusakan jaringan akibat radiasi
• Tidak diketahui adanya efek samping
• Murah
• Mudah dibawa (portable)
• Persiapan minimal dari pasien
• Tanpa rasa sakit
• Non invasive
• Penglihatan langsung untuk biopsi 2, 13

Ultrasonografi sangat efektif dalam mengevaluasi testis yang normal dan


mengenali adanya lesi fokal; massa yang berdiameter hanya beberapa milimeter
dapat divisualisasi dengan akurat. Lesi-lesi dengan kelainan eko pada testis
memerlukan biopsi untuk mengetahui diagnosis pastinya. 2, 13
Tumor testis bersifat hypoechoic terhadap jaringan parenkim di sekitarnya
pada kira-kira 95% kasus. Carmignani et al, 2005; Schwerk et al, 1987 menyatakan
bahwa lesi seminoma lebih sering bersifat hypoechoic homogen dan lesi
nonseminoma sering bersifat kistik, dengan diselang-selingi oleh proses kalsifikasi.
2, 13

22
A. Seminoma

Merupakan sebagian besar tumor testis dan tampak sebagai lesi massa
dengan eko lemah berbatas tegas dan homogen, dan berbatas tegas dengan jaringan
testis normal. 11

Gambar 6. Gambaran USG Seminoma 7

B. Teratoma

Tumor ini memilik pola eko campuran dan dapat bersifat kistik maupun
solid. Puncak insidensi tumor testis adalah antara usia 25 dan 35 tahun, dengan
peningkatan risiko pada testis yang tidak turun. Pada kelompok usia yang lebih tua,
massa testis cenderung merupakan metastasis, daripada sebagai tumor primer.
Staging tumor memerlukan pemeriksaan CT toraks dan pelvis. 11

23
Gambar 7. Teratoma Testis

C. Koriokarsinoma
Pada pemeriksaan USG testis biasanya terdapat gambaran heterogen dan
terdapat multiple internal kalsifikasi.

Gambar 8.Kariokarsinoma

24
D. Karsinoma Embrional

Gambar 9. Karsinoma Embrional

E. Tumor Testis Sel Leydig dan Sertoli


Pada pemeriksaan USG testis terdapat gambaran hipoekoik dan umumnya
berbatas tegas. Pada tumor testis sel leydig dan Sertoli biasanya juga dapat
terjadi kalsifikasi.

Gambar 10. Tumor Testis Sel Leydig dan Sertoli

25
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

Tumor testis merupakan tumor yang berasal dari sel germinal atau jaringan
stroma testis. Tumor testis cukup penting, banyak mengenai pria dewasa muda dan
merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada kelompok ini.
Dalam diagnosa penyakit diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Salah satu pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan antara lain :
CT Scan, MRI, dan USG.
CT-Scan berguna untuk menentukan stadium pada tumor testis.
Ultrasonografi pada testis digunakan untuk menentukan penempatan suatu massa
yang dapat teraba ketika dicurigai adanya tumor pada testis. Biasanya, lesi ekstra-
testikular yang dapat diraba bersifat jinak. Pada sisi lain, massa intratestikular,
terutama jika teraba, bersifat ganas dan harus segera dioperasi. Sedangkan MRI
dapat melihat gambaran jaringan dari tumor testis tersebut.
Ketiga macam pemeriksaan radiologi tersebut penting dalam menegakkan
diagnosis tumor testis.
Saran dari penulis adalah penmeriksaan radiologi dalam mendiagnosa suatu
penyakit agar lebih ditingkatkan. Dan sebagai tenaga kesehatan ilmu radiologi
harus dipelajari dengan baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Ferna’ndez G C, Tarda´ Guila F, Rivas C, et al. 2004. “MRI in the Diagnosis


of Testicular Leydig Cell Tumour”. The British Journal of Radiology, 77
(2004), 521–524
2. http://bjr.birjournals.org/cgi/content/full/77/918/521 diunduh 31 Oktober
2018
3. http://darryltanod.com/2008/07/g-ambaran-usg-pada-tumor-testis-
darryl.html diunduh tanggal 31 Oktober 2018
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Testis diunduh tanggal 31 Oktober 2011
5. http://medlinux.com/2008/12/tumor-testis.html diunduh tanggal 31
Oktober 2011
6. http://www.bartleby.com/107/258.html diunduh tanggal 31 Oktober 2011
7. http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.medicalecho.net/IMA
GES/3W9/seminoma%2520testicle%2520ultrasonography3W900006.jpg
diunduh tanggal 31 Oktober 2011
8. http://www.pathologyoutlines.com/testis.html diunduh tanggal 31 Oktober
2011
9. http://www.scribd.com/doc/55520578 diunduh tanggal 31 Oktober 2011
10. Obembe, Olufolajimi O & Patel, Maitray D. 2010. “Value of dynamic,
contrast-enhanced MRI & intraoperative ultrasound for management of a
nonpalpable, incidental, testicular Leydig-cell tumor”. Department of
Radiology at the Mayo Clinic, Scottsdale AZ. Radiology Case Reports, Vol
5, No 3 (2010)
11. Patel, Pradip R. 2007. Lecture Notes Radiologi Ed. 2. Jakarta : Penerbit
Erlangga
12. Piece, A. G. & Neil, R. B. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Ed. 3. Jakarta :
ISBN Erlangga
13. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Ed. Kedua. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
14. Sjamsuhidajat, R., Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. 2.
Jakarta : EGC

27

Anda mungkin juga menyukai