Anda di halaman 1dari 2

Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam populasi umum diperkirakan 0,1 sampai
0,2 % walaupun beberapa kelompok riset yakin bahwa angka sebenarnya dapat lebih
mendekati 0,5 %. Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5
hingga 20 kali tetapi perkiraaan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak
mendiagnosis gangguan somatisasi pada pasien laki-laki. Meskipun demikian, gangguan ini
adalah gangguan yang lazim ditemukan. Dengan rasio perempuan banding laki-laki 5
banding 1, prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi pada perempuan dipopulasi umum
mungkin 1 atau 2 %. Diantara pasien yang ditemui di tempat praktik dokter umum dan dokter
keluarga, sebanyak 5 sampai 10 % dapat memenuhi kriteria diagnostik gangguan somatisasi.
Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi paling sering pada pasien
yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan yang rendah. Gangguan somatisasi
didefinisikan dimulai sebelum usia 30 tahun; dan paling sering dimulai selama masa remaja
seseorang.

Etiologi

1. Faktor Psikososial
Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai komunikasi sosial, akibatnya
adalah menghindari kewajiban (contohnya harus pergi ke tempat kerja yang tidak
disukai), mengekspresikan emosi (contohnya marah kepada pasangan), atau
menyimbolkan suatu perasaan atau keyakinan (contohnya nyeri di usus). Interpretasi
gejala psikoanalitik yang kaku bertumpu pada hipotesis bahwa gejala-gejala tersebut
menggantikan impuls berdasarkan insting yang ditekan.
Perspektif perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa pengajaran orang tua,
contoh dari orang tua, dan adat istiadat dapat mengajari beberapa anak untuk lebih
melakukan somatisasi daripada orang lain. Disamping itu, sejumlah pasien dengan
gangguan somatisasi datang dari keluarga yang tidak stabil dan mengalami penyiksaan
fisik.
2. Faktor Biologis & Genetik
Sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien memiliki perhatian yang khas dan hendaya
kognitif yang menghasilkan persepsi dan penilaian input somatosensorik yang salah.
Hendaya ini mencakup perhatian mudah teralih, ketidakmampuan menghabituasi stimulus
berulang, pengelompokan konstruksi kognitif dengan dasar impresionistik, hubungan
parsial dan sirkumstansial, serta kurangnya selektivitas, seperti yang ditunjukkan
sejumlah studi potensial bangkitan. Sejumlah terbatas studi pencitraan otak melaporkan
adanya penurunan metabolisme lobus frontalis dan hemisfer nondominan.
Data genetik menunjukkan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki komponen
genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam keluarga dan terjadi pada 10
hingga 20 % kerabat perempuan derajat pertama pasien dengan gangguan somatisasi. Di
dalam keluarga ini, kerabat laki-laki derajat pertama rentan terhadap penyalahgunaaan zat
dan gangguan kepribadian antisosial. Satu studi melaporkan bahwa angka kejadian
bersama 29 % pada kembar monozigot dan 10 % pada kembar dizigot, menunjukkan
adanya efek genetik.
Penelitian sitokin, suatu area baru studi ilmu neurologi dasar, dapat relevan dengan
gangguan somatisasi dan gangguan somatoform lain. Sitokin adalah molekul pembawa
pesan yang digunakan sistem imun untuk berkomunikasi di dalam dirinya dan dengan
sistem saraf, termasuk otak. Contoh sitokin adalah interleukin, faktor nekrosis tumor, dan
interferon. Beberapa percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan
menyebabkan sejumlah gejala nonspesifik penyakit, terutama infeksi, seperti
hipersomnia, anoreksia, lelah dan depresi. Walaupun belum ada data yang menyokong
hipotesis, pengaturan abnormal sistem sitokin dapat mengakibatkan sejumlah gejala yang
ditemukan pada gangguan somatoform.

Vitam
Fungsionam

Anda mungkin juga menyukai