Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan

Kepribadian adalah suatu gaya perilaku yang menetap dan secara khas dapat dikenali
pada setiap individu. (1) Kepribadian umumnya digunakan sebagai label deskriptif global utuk
perilaku seseorang yang dapat diamati secara objektif serta pengalaman interna yang secara
subjektif dapat ia laporkan.Individu yang utuh yang digambarkan dengan cara ini menunjukkan
aspek publik dan pribadi kehidupannya. Kata kepribadian dapat dibubuhkan pada kata sifat
yang memberi sifat tertentu, dengan kebermaknaan psikiatri, seperti “pasif” atau “agresif”, atau
kata-kata tanpa konotasi patologis seperti “ambisius” atau “religius” atau “ramah”. (2)

Terdapat berbagai definisi atau pengertian mengenai kepribadian. Kusumanto


Setyonegoro mengatakan kepribadian adalah ekspresi keluar dari pengetahuan dan perasaan
yang dialami secara subjektif oleh seseorang. Defenisi lain mengemukakan bahwa kepribadian
merupakan perilaku yang khas seseorang yang menyebabkan orang itu dapat dikenal dan
dibedakan dari orang lain karena pola perilakunya.(3)

Serangkaian klasifikasi yang sesuai tersebut menghasilkan diagnosis gangguan


kepribadian yang berdampak adanya perkiraan tertentu mengenai bagaimana seseorang akan
bersikap dibawah serangkaian keadaan tertentu. (2)

Gangguan kepribadian (Aksis II pada DSM-IV hal 633) merupakan suatu ciri
kepribadian yang menetap, kronis, dapat terjadi pada hampr semua keadaan, meyimpang secara
jelas dari norma-norma budaya dan maladaptif serta menyebabkan fungsi kehidupan yang
buruk. (1) Gangguan kepribadian digolongkan menjadi tiga kelompok di dalam DSM-IV-TR,
Kelompok A mencakup gangguan kepribadian paranoid, schizoid, dan skizotipal ; orang
dengan gangguan ini sering dianggap sebagai orang yang aneh dan eksentrik. Kelompok B
terdiri atas gangguan kepribadian antisosial, ambang, histrionik, dan narsistik ; orang dengan
gangguan kerpibadian ini sering tampak dramatik, emosional dan tidak menentu. Kelompok C
mencakup gangguan kepribadian menghindar, bergantung, dan obsesif-kompulsif, serta satu
kategori yang disebut gangguan kepribadian yang tidak tergolongkan. Orang dengan gangguan
kerpibadian ini sering tampak cemas dan takut.(2)

Pasien dengan gangguan kepribadian emosional tak stabil berdiri pada batas antara
neurosis dan psikosis serta ditandai dengan afek, mood, perilaku, hubungan objek, dan citra
diri yang sangat tidak stabil. Gangguan ini juga disebut sebagai skizofrenia ambulatorik, seperti

1
keprbadian (suatu istilah yang diajukan oleh Helene Deutsch), skizofrenia pseudoneurotik
(digambarkan oleh paul Hoch dan Philip Politan), dan gangguan ciri psikotik (digambarkan
oleh John Frosch).(2) Indvidu dengan kepribadian ini memperlihatkan sifat yang lain dari
perilakunya sehari-hari yaitu ledakan-ledakan amarah dan agresivitas terhadap stress yang
kecil saja tanpa mempertimbangkan akibatnya. Segera sesudahnya ia menyesal atas kejadian
itu, tetapi hanya sebentar. Pada waktu kejadian itu ia tidak dapat menguasai dirinya, sebab
mungkin karena ledakan afetif terjadi disorganisasi pada persepsi, penilaian dan pemikirannya.
Emosinya sangat tidak stabil.(3)

Gangguan kepribadian emosional tidak stabil (Borderline Personality Disorders)


merupakan salah satu gangguan kepribadian yang cukup sering ditemukan di dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam praktek klinis. Salah satu ciri gangguan ambang kepribadian adalah
perilaku impulsif dan agresif. Walaupun sampai saat ini penyebab pasti gangguan kepribadian
ini belum diketahui, namun penelitian terutama di bidang neurobiologi sudah banyak
dilakukan. Banyak penelitian menyatakan bahwa beberapa regio otak, terutama regio karteks
orbitfrontal, dan penurunan aktivitas sistem serotonergik terlibat dalam patogenesis perilaku
impulsive dan agresif pada gangguan kepribadian ambang. Oleh karena itu, penatalaksanaan
gangguan kepribadian ambang saat ini tidak hanya melibatkan psikoterapi namun juga
psikofarmakoterapi. Gangguan Kepribadian Ambang (Borderline Personality Disorders),
menunjukan adanya ketidakstabilan dalam suatu hubungan, mood, dan citra diri (self-image).
Dikatakan ambang karena memang diketahui para penderitanya berada pada“ambang”
psikosis, para penderita gangguan ini mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi yang
mereka miliki. Borderline ini juga merupakan ambang antara schizophrenia dengan neurosis.
Gangguan kepribadian borderline adalah digambarkan sebagai gangguan berkepanjangan
fungsi kepribadian dalam diri seseorang (biasanya di atas usia delapan belas tahun, meskipun
juga ditemukan pada remaja), ditandai dengan kedalaman dan variabilitas suasana hati.
Gangguan ini biasanya melibatkan tingkat yang tidak biasa dari ketidakstabilan. Sikap dan
perasaan terhadap orang lain berubah-ubah dengan cepat dalam periode yang singkat.
Emosinya juga tidak teratur dan perubahannya tidak luwes. Subjek sangat memperhatikan
argument, cepat marah dan sarkastik dalam memandang orang lain. Subjek tidak mampu
mengembangkan pemikiran yang jernih dari diri dan mungkin tidak menyetujui nilai-nilai,
kesetiaan, dan karir. Mereka tidak mampu bertahan sendiri tanpa orang lain, jadi mereka
cenderung memiliki hubungan personal yang selalu ribut, tidak bertahan lama dan sangat

2
singkat, serta kurangnya penerimaan saling mengevaluasi diri. Subjek dengan perasaan depresi
yang kronis dan kesepian akan melakukan upaya manipulatif untuk bunuh diri.(4)

Epidemiologi

Prevalensi gangguan depresif berat, gangguan penggunaan alcohol, dan


penyalahgunaan zat yang meningkat ditemukan pada kerabat derajat pertama penderita
gangguan kepribadian ini. Gangguan kepribadian ambang terjadi antara 2-3% dari populasi
umum,1 terutama ditemukan di pusat kesehatan klinis. Di Amerika sekitar 1% penduduknya
mengalami gangguan kepribadian ambang. Gangguan kepribadian jenis ini lebih sering terjadi
pada perempuan daripada laki-laki: perempuan mempunyai kecenderungan 3 kali lebih rentan
dibandingkan laki-laki. Sampai saat ini belum ada pasti di Indonesia, namun diperkirakan
kejadian gangguan kepribadian ambang cukup tinggi karena biasanya gangguan kepribadian
ini ditandai oleh perilaku agresif dan impulsif, yang biasanya banyak terdapat pada individu
dengan perilaku kekerasan. Hal itu dapat dilihat sehari-hari dari berbagai laporan media. Pada
kebanyakan kasus, gangguan kepribadian ambang pertama kali ditemukan pada usia akhir
remaja; beberapa terjadi pada anak namun jarang terjadi pada dewasa di atas 40 tahun.(2, 5)

Etiologi

Penyebab terjadinya gangguan kepribadian borderline antara lain dapat dijelaskan oleh
kedua pandangan berikut: Faktor biologis, Faktor-faktor biologis antara lain disebabkan oleh
faktor genetik. Gangguan kepribadian borderline dialami oleh lebih Gangguan kepribadian
borderline dialami oleh lebih dari satu anggota dalam satu keluarga. Beberapa data
menunjukkan adanya kelemahan fungsi lobus frontalis, yang sering diduga berperan dalam
perilaku impulsif. Individu dengan gangguan borderline mengalami peningkatan aktivasi
amigdala, suatu struktur dalam otak yang dianggap sangat penting dalam pengaturan emosi.(4)

Linehan’s diathesis-stress theory


Menurut teori ini, gangguan kepribadian borderline berkembang ketika individu dengan
diathesis biologis (kemungkinan genetis) di mana ia mengalami kesulitan untuk mengontrol
emosi, dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang salah (invalidating). Dalam teori ini,
diathesis biologis disebut sebagai emotional dysregulation. Sedangkan invalidating experience
adalah pengalaman di mana keinginan dan perasaan individu diabaikan dan tidak dihormati;

3
usaha individu untuk mengkomunikasikan perasaannya tidak dipedulikan atau bahkan diberi
hukuman. Salah satu contoh ekstremnya adalah kekerasan pada anak, baik secara seksual
maupun nonseksual. Dengan kata lain, emotional dysregulation saling berinteraksi dengan
invalidate experience anak yang sedang berkembang. Hal itulah yang kemudian memicu
perkembangan kepribadian borderline.(4)

Perspektif Psikososial Mengenai Borderline Personality Disorder (4)

a) Psikodinamik
Individu dengan gangguan kepribadian borderline sering kali mengembangkan
mekanisme defense yang disebut splitting, yaitu mendikotomikan objek menjadi semuanya
baik atau semuanya buruk dan tidak dapat mengintegrasikan aspek positif dan negatif orang
lain atau diri menjadi suatu keutuhan. Hal itu menimbulkan kesulitan yang ekstrem dalam
meregulasi emosi karena individu borderline melihat dunia, termasuk dirinya sendiri, dalam
dikotomi dunia, termasuk dirinya sendiri, dalam dikotomi hitam-putih. Bagaimanapun juga,
defense ini melindungi ego yang lemah dari kecemasan yang tidak dapat ditoleransi.
Teori ini merupakan teori dari psikoanalisa yang memfokuskan diri pada bagaimana
cara anak mengintroyeksikan nilai-nilai dan gambaran yang berhubungan dengan orang-orang
yang dianggap penting dalam hidupnya, misalnya orang tua. Dengan kata lain, fokus dari teori
ini adalah cara anak mengidentifikasikan diri dengan orang lain di mana ia memiliki emotional
attachment yang kuat dengan orang tersebut. Orang-orang yang diintroyeksikan tersebut
menjadi bagian dari ego si anak pada masa dewasa, tetapi dapat menimbulkan konflik dengan
harapan, tujuan, dan ideal-idealnya. Teori ini beranggapan bahwa individu bereaksi terhadap
dunia melalui perspektif dari orang-orang penting dalam hidupnya pada masa lalu, terutama
orang tua atau caregiver. Terkadang perspektif tersebut berlawanan harapan dan minat dari
individu yang bersangkutan. Otto kernberg, salah seorang tokoh dalam teori ini menyatakan
bahwa pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa kanak-kanak, misalnya mempunyai
orang tua yang memberikan cinta dan perhatian secara tidak konsisten (menghargai prestasi
anak, tetapi tidak dapat memberikan dukungan emosional dan kehangatan), dapat
menyebabkan anak mengembangkan insecure egos (bentuk umum dari gangguan kepribadian
borderline).
Beberapa hasil penelitian juga mendukung teori ini. Individu yang mengalami
gangguan kepribadian borderline menyatakan kurangnya kasih sayang dari ibu. Mereka
memandang keluarga mereka tidak ekspresif secara emosional, tidak memiliki kedekatan
4
emosional, dan sering terjadi konflik dalam keluarga. Selain itu, mereka biasanya juga
mengalami kekerasan seksual dan fisik serta sering mengalami perpisahan dengan orang tua
pada masa kanak-kanak. Bagaimanapun juga, hasil--hasil penelitian tersebut masih belum
dapat menyatakan secara jelas apakah pengalaman-pengalaman itu memang hanya dialami
oleh mereka dengan gangguan kepribadian borderline saja. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa individu yang mengalami gangguan kepribadian borderline mempunyai
pengalaman masa kecil yang tidak menyenangkan. Namun belum jelas apakah pengalaman
tersebut bersifat spesifik bagi gangguan ini.

b) Behavioral
Orang dengan gangguan borderline biasanya dibesarkan oleh pola asuh maladaptive,
ditinggalkan pengasuh, dan memiliki trauma abuse saat kecil. Hal ini membuat mereka saat
dewasa menjadi haus akan perhatian dan kasih sayang, sangat sensitif.

c) kognitif
Pada beberapa kasus, ditemukan pula cara berpikir orang paranoid, yaitu penuh
kecurigaan terhadap orang lain.

d) Humanistik
Orang dengan gangguan borderline cenderung tidak yakin tentang identitas pribadi
mereka (nilai, tujuan, karir, dan bahkan orientasi seksual). Ketidakstabilan dalam self-image
atau identitas pribadi membuat mereka dipenuhi perasaan kekosongan dan kebosanan yang
terus-menerus.

e) Interpersonal
Orang dengan tipe borderline ide ketakutan akan ditinggalkan menjadikan mereka
pribadi yang melekat dan menuntut dalam hubungan sosial mereka, namun kelekatan mereka
sering kali malah menjauhkan orang-orang di sekitarnya. Tanda-tanda penolakan membuat
mereka menjadi sangat marah, yang membuat mereka menjadi lebih jauh lagi. Akibatnya,
perasaan mereka terhadap lingkungan menjadi berubah-ubah. Mereka cenderung mamandang
orang lain sebagai semua tentangnya baik dan semua tentangnya buruk, karena berubah-ubah
dengan cepat dan ekstrem.

5
Gambaran klinis

Ciri-ciri utama gangguan ini adalah impulsivitas dan ketidakstabilan dalam hubungan
dengan orang lain dan memiliki mood yang selalu signifikan dan aneh dalam kurun waktu yang
singkat. Individu yang mengalami gangguan borderline memiliki karakter argumentatif, mudah
tersinggung, sarkastik, cepat menyerang, dan secara keseluruhan sangat sulit untuk hidup
bersama mereka. Perilaku mereka yang tidak dapat diprediksi dan impulsif, boros, aktivitas
seksual yang tidak pandang bulu, penyalahgunaan zat, dan makan berlebihan, berpotensi
merusak diri sendiri. Mereka tidak tahan berada dalam kesendirian, memiliki rasa takut
diabaikan, dan menuntut perhatian. Mudah mengalami perasaan depresi dan perasaan hampa
yang kronis, mereka sering kali mencoba bunuh diri. Gangguan kepribadian borderline bermula
pada masa remaja atau dewasa awal, dengan prevelensi sekitar 1 persen, dan lebih banyak
terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.(4)
Borderline personality disorder ditandai oleh ketidakstabilan suasana hati dan miskin
citra diri. Orang dengan gangguan ini rentan terhadap perubahan suasana hati dan kemarahan
yang konstan. Sering kali, mereka akan melampiaskan kemarahan pada diri mereka sendiri,
mencederai tubuh mereka sendiri, ancaman bunuh diri dan tindakan yang tidak biasa. Batasan
berpikir secara hitam dan putih sangat kuat, hubungan yang sarat dengan konflik. Mereka cepat
marah ketika harapan mereka tidak terpenuhi. Gejala Borderline Personality Disorder :(4)
- Menyakiti diri sendiri atau mencoba bunuh diri.
- Perasaan yang kuat untuk marah, cemas, atau depresi yang berlangsung
selama beberapa jam.
- Perilaku impulsif.
- Penyalahgunaan obat atau alkohol.
- Perasaan rendah harga diri.
- Tidak stabil hubungan dengan teman, keluarga, dan pacar.

Penderita gangguan kepribadian emosional tak stabil hampir selalu tampak berada di
dalam keadaan krisis. Mood swing lazimditemukan. Pasien dapat bersikap argumentatif pada
suatu saat, depresi pada saat lainnya, dan kemudian mengeluh tidak ada perasaan.(2)

Pasien mungkin memiliki episode psikotik yang berlangsung singkat (disebut episode
mikropsikotik) bukannya ledakan psikotik full blown, dan gejala-gejala psikotik pasine ini
hamper selalu berputar-putar, cepat, atau meragukan. Perilaku pasien dengan gangguan

6
kepribadian emosional tk stabil sangat tidak dapat diduga, dan prestasi mereka jarang mencapai
tingkat kemampuan mereka. Sifat manyakitkan dari kehidupan mereka dicermikan dalam
bentuk tindakan merusak diri berulang. Pasien seperti ini dapat mengiris pergelangan
tangannya dan melakukan mutilasi diri lainnya untuk mendapatkan bantuan dari orang lain,
untuk mengekspresikan kemarahan, atau membuat mereka mati rasa dari afek melimpah.

Karena mereka merasa bergantung sekaligus bermusuhan, orang dengan gangguan ini
memiliki hubungan interpersonal yang penuh huru-hara. Mereka dapat bergantung kepada
orang lian yang merasa dekat dan jika frustasi, mereka dapat mengekspresikan kemarahan
kepada teman dekatnya. Pasien dengan gangguan kepribadian ambang tidak dapat menoleransi
keadaan sendiri dan mereka lebh memilih pencarian gila-gilaan untuk mendapatkan teman,
tidak peduli betapapun tidak memuaskannya bagi mereka sendiri. Untuk meredakan kesepian,
jika hanya untuk waktu singkat, mereka menerima orang asing sebagai teman atau bersikap
tidak setia. Mereka sering mengeluh mengenai rasa kosong dan bosan yang kronis serta tidak
adanya rasa identitas yang konsisten.Jika ditekan, mereka sering mengeluh tentang seberapa
depresi yang mereka rasakan tanpa memusingkan aspek lainnya.

Secara fungsional, pasien dengan gangguan kepribadian ambang merusak hubungan


mereka dengan menganggap semua orang baik atau semua orang jahat. Pasien melihat orang
baik sebagai figure perlekatan yang bersifat mengasuh atau figud kebencian dan sadis yang
mengurangi kebutuhan rasa aman mereka merasa bergantung. Sebagai akibat dari pemisahan
ini, orang yang baik diidelisasikan dan orang yang buruk didevaluasikan. Pergeseran kesetiaan
dari satu orang atau kelompok ke yang lainnya sering terjadi. Sejumlah klinisi menggunakan
konsep panfobia, panansietas, panambivalensi dan seksualitas yang kacau untuk menandai ciri
pasien ini. (2)

Diagnosis

Studi biologis dapat membantu diagnosis, beberapa pasien dengan gangguan


kepribadian ambang menunjukkan latensi REM yang memendek dan gangguan
keberlangsungan tidur, hasil DST abnormal, dan hasil uji thyrotropin-releasing hormone
(TRH) abnormal. Meskipun demikian perubahan ini juga terlihat pada beberapa kasus
gangguan depresif.(2)

7
Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan kepribadian emosional tak stabil dapat
dibuat pada masa dewasa awal ketika pasen menunjukkan sedikitnya lima dari kriteria yang
tersusun pada kriteria diagnostik DSM-IV-TR. Pola pervasif ketidakstabilan hubungan
interpersonal, cita diri, dan afek, serta impulsivitas yang nyata, yang dimulai saat masa dewasa
awal dan ada dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) hal
berikut : (6)

1) Upaya “gila” untuk menghindari pengabaian khayalan ataupun sebenarnya. Catatan :


tidak mencakup perilaku bunuh diri atau mutilasi diriyang dimaksud di dalam kriteria
5.
2) Pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan intens ditandai dengan perubahan
antara idealisasi dan devaluasi yang ekstrem.
3) Gangguan identitas : citra diri atau rasa diri yang secara menetap dan nyata tidak stabil.
4) Impulsivitas pada sedikitnya dua area yang berpotensi merusak diri (cth., berbelanja,
seks, penyalahgunaan zat, menyetir dengan ceroboh, makan berlebih-lebihan.). catatan
: tidak mencakup perilaku bunuh diri atau mutilasi diri yang dimaksud di dalam kriteria
5.
5) Perilaku, sikap, atau ancaman bubuh diri berulang atau perilaku mutilasi diri.
6) Ketidakstabilan afektif akibat reaktivitas mood yang nyata (cth., disforia episodik yang
intens, iritabilitas, atau ansietas biasanya berlangsung beberapa jam dan jarang lebih
dari beberapa hari).
7) Perasaan kosong yang kronis.
8) Kemarahan intens yang tidak sesuai atau kesulitan untuk mengendalikan kemarahan
(cth., sering menunjukkan kemarahan, terus menerus marah, perkelahian fisik
berulang)
9) Gagasan paranoid terkait stress yang terjadi sementara atau gejala disosiatif berat.

Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III (7)

 Terdapat kecenderungan yang mencolok untuk bertindak secara impulsif tanpa


mempertimbangkan konsekuensinya, bersamaan dengan ketidakstabilan emosional
 Dua varian yang khas adalah berkaitan dengan impulsivitas dan kekurangan
pengendalian diri

8
ICD-10 membagi gangguan kepribadian ini menjadi dua kategori yaitu gangguan kepribadian
impulsif dan gangguan kepribadian borderline.
1. Gangguan kepribadian tipe impulsif
Hal ini ditandai dengan kontrol impuls yang buruk yang ditandai dengan ledakan
ledakan amarah. Orang dengan gangguan kepribadian ini memiliki sedikit
pertimbangan konsekuensi dan ketidakmampuan untuk merencanakan ke depan.
2. Gangguan kepribadian tipe borderline
Gangguan kepribadian borderline Berada diperbatasan antara neurosis dan psikosis,
gangguan ini ditandai dengan ketidakstabilan dari perilaku, afek, suasana hati dan citra
diri. Perasaan bosan dan kekosongan sering digambarkan dan ada ketidakmampuan
untuk sendirian. (8)

Diagnosis banding

Gangguan ini dibedakan dengan skizofrenia berdasarkan tidak adanya episode psikotik
yang lama, gangguan pikir dan tanda skizofrenik klasik lainnya. Penderita gangguan
kerpibadian paranoid memiliki ciri kecurigaan yang ekstrim. Pasien dengan gangguan
kepribadian emosional tidak stabil umumnya memiliki rasa kosong yang kronis serta episode
psikotik yang berlangsung singkat, mereka bertindak impulsif dan menuntut hubungan yang
luar biasa, mereka dapat melakukan mutilasi diri mereka sendiri dan membuat percobaan
bunuh diri manipulatif.(2)

Gangguan kepribadian histrionik

mudah tercetus dan emosional serta memiliki perilaku penuh warna, dramatik, dan
terbuka.. Menunjukkan derajat perilaku mencari perhatian yang tinggi.

Terapi

1. Psikoterapi
Psikoterapi untuk pasien dengan gangguan kepribadian emosional tidak stabil
adalah sedang diteliti secara intensif dan telah menjadi terapi pilihan. Psikoterapi sama

9
sulitnya bagi pasien maupun terapis. Pasien mudah mengalami regresi, mengeluarkan
impulsnya, dan menunjukkan transference positif atau negatif terfiksasi atau labil, yang
sulit dianalisis. Terapis menggunakan terapi perilaku untuk mengendalikan impuls dan
ledakan kemarahan pasien serta untuk mengurangi sensitivitas mereka terhadap kritik
dan penolakan. Pelatihan keterampilansosial, terutama dengan memutar rekaman video
kilas balik, bermanfaat untuk memungkinkan pasien melihat bagaimana tindakan
mereka mempengaruhi orang lain, sehingga memperbaiki perilaku interpersonal
mereka.
Pasien dengan gangguan kepribadian emosional tidak stabil sering membaik di
dalam lingkungan rumah sakit tempat mereka mendapatkan psikoterapi intensif baik
secara individual maupun kelompok.Dirumah sakit mereka juga dapat berinteraksi
dengan petugas yang telah terlatih dari berbagai disiplin dan dapat memperoleh terapi
pekerjaan, rekreasi, serta kejuruan. Program seperti ini terutama membantu jika
lingkungan rumah mengganggu rehabilitasi pasien, seperti adanya konflik di dalam
keluarga atau stress lain seperti penganiayaan oleh orang tua. Di dalam lingkungan
rumah sakit yang terlindungi, pasien yang sangat impulsif, merusak diri, atau
memutilasi diri dapat diberikan batasan, dan tindakan mereka dapat diamati. Dalam
keadaan ideal, pasien tetap dirumah sakit sampai mereka menunjukka perbaikan yang
nyata, pada beberapa kasus sampai 1 tahun.
Suatu bentuk psikoterapi tertentu yang disebut dialectical behavioral therapy
(DBT) telah digunakan untuk pasien ambang, terutama mereka yang memiliki perilaku
parasuicide seperti sering memotong-motong.(1, 9)

- Dialectical Behavioral Therapy


Pertama sekali diperkenalkan oleh Marsha Linehan pada tahun 1990an untuk
intervensi pada pasien yang berkeinginan untuk bunuh diri, dialectical behavioral
therapy (DBT) pada perawatan BPD merupakan terapi yang berlandaskan pada teori
biososial yakni menekankan fungsi-fungsi pribadi pribadi dalam mengatur emosi yang
sesuai dengan pengalaman lingkungan. DBT berasal dari pelbagai bentuk terapi dari
congnitive-behavioral akan tetapi pada DBT menekankan pada saling memberi dan
negosiasi antara terapis dan klien; antara rasional dan emosional, penerimaan dan
berubah. Target yang ingin dicapai adalah penyesuaian antara berbagai permasalahan
yang sedang dihadapi klien dengan pengambilan keputusan secara tepat. Hal-hal lain
yang didapatkan klien dalam terapi ini adalah; pemusatan konsentrasi, hubungan

10
interpersonal (seperti keinginan asertif dan ketrampilan sosial), menghadapi dan
adaptasi terhadap distress, identifikasi dan mengatur reaksi emosi secara tepat.(4, 9)

- Schema Therapy
Schema therapy merupakan pendekatan didasarkan pada perilaku-kognitif dan
gestalt. Fokus terapi ini pada aspek emosi, kepribadian dan bagaimana individu
bereaksi dengan lingkungan. Dalam treatment ini menitikberatkan pada hubungan
antara terapis dan klien (pendampingan; reparenting), kehidupan sehari-hari klien
diluar terapi, dan pengalaman trauma masa kecil.(4, 9)

- Cognitive Behavioral Therapy


Cognitive behavioral therapy (CBT) adalah jenis terapi yang sangat luas
penggunaannya untuk treatment gangguan mental, namun dalam penyembuhan
gangguan BPD terapi ini dianggap kurang efektif. Kesulitan ditemui ketika
pengembangan hubungan interpersonal bersamaan dengan treatment yang diberikan,
oleh karenanya CBT juga mengadopsi schema therapy.(4, 9)

- Family Therapy
Terapi keluarga sangat membantu untuk mengurangi konflik dan stres yang
dapat kondisi mental individu dengan BPD. Terapi keluarga melatih anggota keluarga
menghargai individu BPD, meningkatkan komunikasi dan penyelesaian masalah secara
bersama-sama dan saling mendukung antar pasangannya.(4, 9)

- Transference-Focused Psychotherapy
Transference-focused psychotherapy (TFP) merupakan bentuk dari terapi
psikoanalisa yang dikembangkan oleh Otto Kernberg. Tidak seperti psikoanalisa yang
dianggap sudah ketinggalan jaman, terapis dalam TFP berperan aktif secara bersama-
sama denga klien dalam setiap sesi treatment. Terapis berusaha menggali dan
mengklarifikasi aspek-aspek dalam persahabatan yang sesuai dengan kebutuhan
klien.(4, 9)

11
- Mentalization Based Treatment
Terapi Mentalization based treatment (MBT) merupakan bentuk regulasi
kembali mental yang dianggap telah terganggu setelah mengalami pelbagai
permasalahan di masa kanak-kanak. Fokus dalam terapi ini adalah mengembangkan
diri pasien secara mandiri untuk mengatur cara berpikir berdasarkan teori-teori
psikodinamika. Dalam terapi ini diusahakan pasien tidak menghabiskan waktunya
begitu lama di rumah sakit, pengurangan pemakaian obat medis, dan menghilangkan
hasrat-hasrat negatif seperti keinginan untuk bunuh diri.(4, 9)

2. Farmakoterapi
Farmakoterapi berguna untuk menghadapi ciri kepribadian khusus yang
mengganggu fungsi keseluruhan pasien. Antipsikotik telah digunakan untuk
mengendalikan kemarahan, permusuhan dan episode psikotik singkat. Antidepresan
memperbaiki mood depresi yang lazim ada pada pasien dengan gangguan kepribadian
emosional tidak stabil. Inhibitor MAO efekif di dalam mengubah perilaku impulsif
pada beberapa pasien. Benzodiazepine, terutama alprazolam (Xanax), membantu
ansietas dan depresi, tetapi pasien lain menunjukkan disinhibisi dengan golongan obat
ini. Antikonvulsan seperti carbamazepine (Tegretol) dapat memperbaiki fungsi global
untuk beberapa pasien. Agen serotoninnergik seperti Fluoxetine (Prozac) berguna pada
sejumlah kasus.(2)

Pegangan praktis American Psychiatric Association untuk pengobatan


gangguan kepribadian ambang menyarankan kombinasi antara psikoterapi dengan
pengobatan farmakologis untuk hasil yang optimal. Walaupun tidak ada penelitian
tentang kombinasi terapi ini namun pendapat lama mengatakan bahwa terapi obat
membantu psikoterapi dan begitu juga sebaliknya. Suatu penelitian dengan metode
double blinded dengan menggunakan kontrol dan plasebo menunjukkan bahwa pasien
dengan gangguan kepribadian ambang mempunyai respons yang baik terhadap obat
golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) dengan perbaikan pada
kemarahan, perilaku agresif impulsif (terutama agresi verbal), dan afek yang labil.6,9
Obat ini membantu psikoterapi dengan mengurangi “suara-suara afektif” seperti
kemarahan yang menetap, kecemasan atau disforia, yang mencegah pasien untuk tidak

12
merefleksikan hal tersebut ke dunia internal mereka. Juga terdapat bukti bahwa SSRI
menstimulasi neurogenesis, terutama di hippocampus, yang memperbaiki memori
deklaratif verbal. Sebagai tambahan, SSRI dapat mengurangi hiperaktivitas aksis
Hipothalamic Pituitary Adrenal (HPA) dengan mengurangi hipersekresi
Corticotropine Releasing Factor (CRF). Psikoterapi dengan menggunakan SSRI dapat
membantu menfasilitasi perubahan di otak. Kemampuan pasien melihat terapis sebagai
seseorang yang membantu dan memberi perhatian, bukan sebagai tokoh yang menuntut
dan penuh dengki, akan membantu membangun jaringan neuron yang baru dan akan
melemahkan yang lama. Splitting juga dapat berkurang karena kecemasan yang lebih
ringan mengurangi keperluan membuat pertahanan. Penelitian dengan menggunakan
PET memperlihatkan bahwa psikoterapi dapat meningkatkan metabolisme sistem
serotonergik pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang.(5)

Prognosis
Pada indvidu dengan gangguan kepribadian ini, sukar memahami perilakunya tidak
wajar, rasa menyesalnya hanya sepintas segera sesudah ledakan amarah. Ia sering
merasionalisasikan perilakunya dan menetang campur tangan orang lain. Hal ini semua
menghambat pengobatan dan membuat prognosis menjadi jelek.(7)

13
Daftar Pustaka

1.Tomb DA. Gangguan Kepribadian. Buku Saku Psikiatri. 6. Jakarta: EGC; 2004. p. 232-7.

2.Sadock BJ, Sadock VA. Gangguan Kepribadian. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 366-
76.

3.Maramis WF, Maramis AA. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa. Catatan Ilmu
kedokteran jiwa. 2 ed. Surabaya: Pusat penerbitan dan percetakan (AUP); 2009. p. 337-8.

4.Warnadi SB. SekilasTentang Gangguan Kepribadian Ambang (Borderline Personality Disorder,


BPD). Bintara Subdis Infotahid – Dishidros. 2014;11(18):1-15.

5.Kusumawardhani A. Neurobiologi Gangguan Kepribadian Ambang: Pendekatan Biologis Perilaku


Impulsif dan Agresif. Maj Kedokt Indon. 2007;57(4):123-8.

6.(NCCMH) tNCCfMH. Borderline Personality Disorder. NICE. 2009.

7.Maslim R. Gangguan Kepribadian Emosional tak stabil. Buku saku diagnosis gangguan jiwa dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran jiwa FK-Unika Atmajaya; 2013. p. 104.

8.Casey P, Kelly B. Pesonality Disorder. Fish’s clinical psychopathology. 3 ed. New York2010. p. 113.

9.John G. Gunderson. Borderline Personality Disorder. The new engl and journal of medicine.
2011;364(21):2037-42.

14

Anda mungkin juga menyukai