Anda di halaman 1dari 32

i

REFERAT

PSIKOTIK AKUT

OLEH :
ANDI RATNASARI
4520112020

DOSEN PEMBIMBING : Dr. JANUARSARI TRIWATY, Sp. KJ

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2021

DAFTAR ISI
ii

Halaman
Halaman Judul i
Daftar Isi ii
Lampiran iii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Definisi Psikotik Akut 1
B. Epidemiologi Psikotik Akut 2
C. Etiologi Psikotik Akut 4
D. Patogenesis Psikotik Akut 7
F. Klasifikasi Psikotik Akut 7
G. Manifestasi Psikotik Akut 9
H. Diagnosis Psikotik Akut 10
I. Kriteria Diagnosis 13
J. Diagnosis Banding 15
BAB II. TATALAKSANA
A Tatalaksana Non - medikamentosa 19
B. Tatalaksana Medikamentosa 20
BAB III. KOMPLIKASI
A. Komplikasi 23
B. Prognosis 24
BAB IV. PENCEGAHAN
A. Pencegahan 25
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan 26
B. Saran 27
REFERENSI 28

LAMPIRAN
iii

Tabel Judul Gambar Halaman


Tabel 1. Acute transient psychotic disorders dan Brief 2
psychotic disorder
Tabel 2. Penamaan ICD-10 F23 Acute and transietn 9
psychotic disorder (ATPDs)
Tabel 3. Diffential Diagnosis Psychotic Acute 18

Tabel 4. Macam - macam antipsikosis beserta dosisnya 21


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi Psikotik Akut

Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh gangguan


menilai realitas. Psikosis terdiri dari beragam jenis antara lain skizofrenia,
skizoafektif, gangguan waham menetap, bipolar dengan ciri psikotik,
depresi dengan ciri psikotik. Psikotik akut dan sementara juga merupakan
gangguan yang sama, tetapi merupakan gangguan yang akut dan
mempunyai prognosis lebih baik1.
Psikotik akut adalah suatu perubahan dari keadaan tanpa gejala
psikotik ke keadaan psikotik yang jelas abnormal ( gangguan daya nilai
realita dan gejala-gejala positif serta penurunan fungsi global) dalam
periode 2 minggu atau kurang, durasinya belum di ketahui berapa lama
akan berlangsung, namun biasanya kurang 1 bulan2,3,4.
Brief Pyshicotic Disorder (BPD) menurut DSM-5 adalah timbulnya
perilaku psikotik secara tiba-tiba yang berlangsung kurang dari 1 bulan
diikuti oleh remisi total dengan kemungkinan kambuh di masa depan.
Penyakit ini dibedakan dari gangguan skizofreniform dan skizofrenia
berdasarkan durasi psikosis. Diagnosis sering bersifat antisipatif atau
retrospektif karena persyaratan diagnostik remisi lengkap dalam 1 bulan.
Gangguan psikotik singkat adalah gangguan akut dan sementara dengan
timbulnya satu atau lebih gejala psikotik berikut4 ,5,6,7:
 Delusi
 Halusinasi
 Ucapan tidak teratur
 Perilaku katatonik atau sangat tidak teratur

Setidaknya satu dari gejala ini harus berupa delusi, halusinasi, atau
2

ucapan yang tidak teratur. Gejala BPD berlangsung antara satu hari
sampai satu bulan, dengan kembali lengkap ke tingkat fungsi premorbid
setelah perjalanan penyakit sebagai respons terhadap obat antipsikotik.
Gangguan perilaku tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh
skizofrenia, gangguan skizoafektif, gangguan mood dengan ciri psikotik,
atau akibat langsung dari obat, pengobatan, atau kondisi medis seperti
tirotoksikosis, sarkoidosis, atau sifilis5,6,7.

Tabel 1 Acute transient psychotic disorders dan Brief psychotic disorder

(Schizophrenia Research, 2019)

B. Epidemiologi Psikotik Akut

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan jumlah penderita


gangguan psikotik di seluruh dunia adalah 24 juta orang, dan angka ini
diproyeksikan meningkat dengan cepat. Gangguan psikotik merupakan
peringkat pertama di dunia dalam hal beban disabilitas oleh 13% populasi.
Gangguan psikotik paling banyak dialami pada usia subur. Pada pria
3

dimulai pada usia rata-rata 25,4 tahun dan pada wanita pada 27,5 tahun.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (RKD) 2013, prevalensi gangguan
psikotik di Indonesia adalah 1,7 daerah per mil. Jawa Barat menduduki
peringkat tertinggi di antara semua provinsi di Indonesia yang luasnya 1,6
per mil. Di Sumedang, jumlah gangguan psikotik adalah 0,8% dari seluruh
populasi. Banyaknya kekambuhan gangguan psikotik disebabkan oleh
perilaku masyarakat dalam bentuk stigma dan diskriminasi. Kemungkinan
didahului oleh persepsi negatif awal terhadap orang dengan gangguan
psikotik7.
Prevalensi psikosis berdasarkan sebuah studi metaanalisis adalah
3,86 per 1000 populasi sebagai point prevalence, 4,03 per 1000 populasi
sebagai prevalensi 12 bulan terakhir, sedangkan prevalensi seumur hidup
7,49 per 1000 populasi. Prevalensi pada populasi umum biasanya lebih
tinggi dibandingkan prevalensi yang dinilai pada fasilitas pelayanan
kesehatan. Adapun alat ukur yang digunakan pada berbagai survei yang
terdapat pada studi metaanalisis tersebut bervariasi, ada yang
menggunakan Composite International Diagnostic Interview (CIDI),
Structure Clinical Interview for DSM-IV (SCID), Schedules for Clinical
Assessment in Neuropsychiatry (SCAN) , diagnosis klinis dan sebagainya.
Survei kesehatan jiwa di India menggunakan alat ukur Mini International
Neuropsychiatric Interview (MINI), mendapatkan prevalensi psikosis dan
skizofrenia 1,4% dan 0,4% untuk seumur hidup dan saat ini. Prevalensi
psikosis semua jenis dan pernah mendapat pengobatan di Australia 3,10
per 1000 populasi1.
Di Indonesia pernah dilakukan survei kesehatan jiwa di tiga
kelurahan di Kecamatan Tambora pada tahun 1983 hasilnya prevalensi
psikosis 1,44 per 1000 populasi. Survei kesehatan jiwa cukup sulit
dilaksanakan karena membutuhkan populasi besar dan biasanya
dilakukan dengan lebih dari satu tahap. Hal - hal tersebut membutuhkan
biaya sangat besar. Bahkan World Mental Health Survey kurang banyak
melaporkan prevalensi psikosis dengan alasan yang tidak diketahui. Sejak
4

tahun 2007, Kementerian Kesehatan melalui Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan melaksanakan survei kesehatan secara
berkala. Survei tersebut lebih dikenal dengan nama Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas). Salah satu indikator yang dinilai adalah prevalensi
psikosis namun dengan cara yang sederhana yaitu menanyakan kepada
kepala rumah tangga adakah anggota keluarganya yang tinggal di rumah
tersebut yang menderita psikosis serta berapa orang jumlahnya. Dengan
cara sederhana tersebut diperlukan perhitungan khusus dengan tetap
mempertimbangkan aspek metodologis survei misalnya pembobotan yang
sesuai1.
Acute Transient Psychotic Disorder (ATPD) memiliki tingkat insiden
tahunan 3,9-9,6 per 100.000 Populasi. Relaps sering terjadi, dengan
tingkat dilaporkan berkisar dari 10% menjadi 50%; kebanyakan
kekambuhan terjadi dalam tahun pertama. Stabilitas diagnosis dari waktu
ke waktu berkisar dari 34% hingga 54%, dengan konversi diagnostik
paling umum berada di kelompok spektrum skizofrenia. Usia dini, laki-laki
jenis kelamin dan waktu masuk pertama yang lebih lama ke rumah sakit
meningkatkan risiko perkembangan masa depan skizofrenia. Stres
sebelumnya dilaporkan pada 30-50% pasien yang didiagnosis dengan
ATPD1.

C. Etiologi

Beberapa kondisi berbeda dapat muncul sebagai psikosis pada


masa kanak-kanak dan remaja, salah satunya penyakit organik (infeksius,
autoimun, toksik, struktural, epilepsi dan metabolik dan masalah sosial
(penganiayaan anak termasuk pelecehan seksual, penindasan,
penganiayaan fisik atau psikologis lainnya). Penting untuk mencoba dan
berbicara dengan anak sendirian untuk mengeksplorasi keadaan sosial.
Penyebab lain termasuk gangguan tidur dan demam tinggi yang dapat
dikaitkan dengan delirium akut dengan kebingungan serta halusinasi juga
5

harus dipertimbangkan. Penting untuk diingat bahwa beberapa


penyalahgunaan zat seperti lem atau menghirup bensin, dan keracunan
CO mungkin tidak muncul dengan sendirinya di layar toksikologi 8.
Meskipun tidak jelas, etiologi yang mendasari gangguan psikotik
singkat dapat berupa peristiwa stres atau trauma. Kemungkinan terdapat
komponen genetik, neurologis, atau lingkungan untuk BPD. Pemicu
spesifik BPD, harus ditentukan sebagai berikut 6 :
 Gangguan psikotik singkat dengan stressor yang ditandai juga
disebut sebagai psikosis reaktif singkat. Ini adalah permulaan
gejala psikotik yang terjadi sebagai respons terhadap peristiwa
traumatis yang akan membuat stres bagi siapa pun dalam keadaan
yang sama dalam budaya yang sama6.
 Gangguan psikotik singkat tanpa pemicu stres yang nyata adalah
permulaan gejala psikotik yang terjadi tanpa adanya peristiwa
traumatis yang dapat menimbulkan stres bagi siapa pun dalam
keadaan serupa dalam budaya yang sama6
 Gangguan psikotik singkat dengan onset pascapartum didefinisikan
sebagai timbulnya gejala psikotik yang terjadi dalam waktu empat
minggu pascapartum6.

Psikodinamik Psikotik
Secara psikodinamik terdapat mekanisme menghadapi
(coping mechanism) yang tidak adekuat dan kemungkinan adanya
tujuan sekunder pada pasien dengan gejala psikotik. Teori
psikodinamika lainnya adalah bahwa gejala psikotik adalah suatu
pertahanan terhadap fantasi yang dilarang, pemenuhan harapan
yang tidak tercapai atau suatu pelepasan dari situasi psikososial
tertentu6.
Menurut pendekatan psikodinamik terdapat empat hal yang
menyebabkan terjadinya psikosis, yakni: regresi, penarikan diri,
stress dan pengaruh keluarga. Sedangkan, gejala-gejala yang
6

tampak pada penderita psikosis yakni: simtom kognitif, suasana


hati, somatik, dan simtom motorik8.
1. Simtom kognitif. Simtom kognitif yang dialami penderita psikosis
meliputi8:
a. Delusi. Delusi adalah keyakinan-keyakinan yang salah dan tidak
rasional yang begitu melekat dalam pikiran sehingga tidak bisa lagi
untuk dirubah. Hal-hal yang tidak rasional itu berupa: ide-ide
referensi atau pengaruh, delusi dikejar-kejar, dan delusi
kemegahan8.
b. Halusinasi yaitu, pengalaman-pengalaman yang salah dan sama
sekali tidak tepat, seperti mendengar, mencium, dan melihat segala
sesuatu yang tidak ada. dengan demikian halusinasi dan delusi
memiliki perbedaan, jika halusinasi titik beratnya pada pengalaman
sedangkan delusi pada penafsiran penderita. Seperti individu yang
berhalusinasi ada orang yang berlari-lari hingga akhirnya ia memiliki
delusi seperti dikejar-kejar8.
c. Disorganisasi proses pikiran. yakni kehilangan hubungan asosiatif
sehingga pikirannya menjadi tidak relevan, yakni tidak adanya
hubunga antara pikiran yang satu dengan yang lainnya 8.
2. Simtom suasana hati, Para penderita psikosis secara khas
menampakkan ketidakmampuannya dalam mengatasi emosi, artinya
mengalami penumpulan emosi, seperti sikap apatis, melamun,
menyendiri, dan pada respon-respon yang harusnya menimbulkan
kegembiraan mereka malah marah-marah, ketakutan, dan merasa
cemas8.
3. Simtom somatik, Pada simtom somatik yang paling tampak adalah
gejala - gejala fisiologis, seperti telapak tangan yang basah, denyut
jantung yang kencang, atau tekanan darah 8.
4. Simtom motorik, Pada dasarnya semua orang yang mengalami
gangguan jiwa memiliki sikap-sikap yang aneh, akan tetapi gejala
motorik yang khas dari penderita psikosis adalah menyeringai,
7

gerakan-gerakan streotipis atau tetap (mengusap-ngusap tangan,


menghapus apa saja, menarik rambut, sikap badan yang kaku atau
tegang, senyuman yang hambar)8.

D. Patofisiologi

Patofisiologi secara pasti dari psikosis masih belum diketahui.


Stressor pencetus yang paling jelas adalah peristiwa kehidupan yang
besar yang dapat menyebabkan kemarahan emosional yang bermakna
pada tiap orang. Contoh peristiwa adalah kematian anggota keluarga
dekat dan kecelakaan kendaraan yang berat. Klinisi lain berpendapat
bahwa stressor mungkin merupakan urutan peristiwa yang menimbulkan
stress sedang, bukannya peristiwa tunggal yang menimbulkan stress
dengan jelas8.

E. Klasifikasi Psikotik Akut dan Sementara

Klasifikasi menurut PPDGJ - III :

1. F 23.0 Gangguan psikotik polimorfik akut tanpa gejala skizofrenia


a) Onset harus akut (dari suatu keadaan nonpsikotik sampai keadaan
psikotik yang jelas dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang) 10;
b) Harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham yang berubah
dalam jenis dan intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang
sama10.
c) Harus ada keadaan emosional yang sama beranekaragamnya 10
d) Walaupun gejala-gejalanya beraneka ragam, tidak satupun dari
gejala itu ada secara cukup konsisten dapat memenuhi kriteria
skizofrenia atau episode manik atau episode depresif 10.
2. F 23.1 Gangguan psikotik polimorfik akut dengan gejala skizofrenia
a) Memenuhi kriteria (a), (b), dan (c) yang khas untuk gangguan
psikotik polimorfik akut10
8

b) Disertai gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis


skizofreniayang harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak
munculnya gambaran klinis psikotik itu secara jelas 10
c) Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan
maka diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia 10

3. F 23.2 Gangguan psikotik lir-skizofrenia (schizophrenia-like akut)


a) Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari
nonpsikosis psikosis)10
b) Memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi lamanya kurang dari 1 bulan 10
c) Tidak memenuhi kriteria psikosis polimorfik akut10

4. F 23.3 Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham


a) Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari
nonpsikosis psikosis)10
b) Waham dan halusinasi10
c) Baik kriteria skizofrenia maupun gangguan psikotik polimorfikakut
tidak terpenuhi10

5. F 23.8 Gangguan psikotik akut dan sementara lainnya.


Gangguan psikotik akut lain yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
kategori manapun10.

6. F 23.9 Gangguan psikotik akut dan sementara YTT 10

Tabel 2. Penamaan ICD-10 F23 Acute and transietn psychotic


disorder (ATPDs)
9

(Castagini, 2018)

F. Gejala Klinik

Klasifikasi Penyakit Internasional ICD-11 akan menggantikan


kategori ICD-10 saat ini dari 'gangguan psikotik akut dan sementara'
(ATPDs; WHO, 1992) dengan 'gangguan psikotik polimorfik akut' (yaitu
gangguan psikotik akut dan sementara), sedangkan subtipe yang tersisa
yang menampilkan gejala skizofrenia atau delusi yang dominan akan
berasimilasi ke dalam kelas lain dari bagian 'skizofrenia dan gangguan
psikotik primer lainnya' yang baru diganti namanya. Untuk menghindari
asumsi tentang etiologi dan pola gejala 11,
ATPD mengelompokkan kondisi klinis dengan gambaran polimorfik,
skizofrenia atau delusi dominan, ditandai dengan onset akut dalam 2
minggu, asosiasi (atau tidak) dengan 'stres akut' (yaitu kehilangan
pasangan, kehilangan pasangan atau pekerjaan, dll.) terjadi dalam 2
minggu sebelum timbulnya gejala, dan kriteria temporal lebih pendek dari
1 atau 3 bulan karena skizofrenia ICD-10 dan gangguan delusi persisten
berlangsung setidaknya 1 atau 3 bulan berturut-turut. Gangguan psikotik
polimorfik akut menampilkan beragam delusi, halusinasi, perubahan
10

persepsi, kebingungan dan gejolak emosional yang bergeser setiap hari


atau bahkan lebih cepat, dan mengacu pada konsep diagnostik
sebelumnya dari Psikiatri Eropa seperti bouff ee d elirante dan cycloid
psychosis11.
Karakteristik klinis dari kategori ATPD yang diusulkan cenderung
tetap sama seperti pada gangguan psikotik polimorfik akut dan melibatkan
“onset akut gejala psikotik yang muncul tanpa prodrome dan mencapai
tingkat keparahan maksimalnya dalam dua minggu. Gejala mungkin
termasuk delusi, halusinasi, disorganisasi proses berpikir, kebingungan,
dan gangguan pengaruh dan suasana hati. Gangguan psikomotorik
seperti catatonia mungkin ada. Gejala biasanya berubah dengan cepat,
baik sifat dan intensitasnya, dari hari ke hari, atau bahkan dalam satu hari.
Durasi episode tidak melebihi 3 bulan, dan paling sering berlangsung dari
beberapa hari hingga 1 bulan11.

G. Diagnosis Psikotik Akut

1. Anamesis
Anamnesis didapatkan sekurang-kurangnya satu (1) gejala psikotik
dengan onset mendadak. Gejala karakteristik adalah perubahan pikiran,
emosional, dan prilaku yang aneh dan tidak wajar 12.
Memperoleh riwayat dari pasien dengan gejala psikotik tidak
mudah. Pertanyaan mengenai penyakit terbaru pasien dapat membantu
memfokuskan pemikiran diagnostik. Dokter harus menanyakan tentang
cedera kepala atau trauma baru-baru ini untuk menyingkirkan hematoma
subdural dan mendapatkan informasi neurologis lain yang relevan dengan
riwayat, seperti kejang, penyakit serebrovaskular, atau sakit kepala yang
memburuk. Pengenalan psikosis oleh dokter perawatan primer dibantu
dengan informasi sebelumnya tentang riwayat keluarga, medis, dan
budaya pasien. Budaya individu mencerminkan seperangkat keyakinan,
nilai, dan praktik yang dianut oleh anggota kelompok tertentu. Berpikir
11

delusi dan halusinasi harus dipertimbangkan konteks budaya tertentu


dalam diri pasien. Apa yang mungkin tampak delusi dalam satu budaya
mungkin normal di budaya yang lain. Halusinasi berkaitan dengan
ekspresi keagamaan yang dapat diterima dalam kelompok tertentu 12.
Jika pasien tidak mahir berbahasa Inggris, seorang penerjemah
bikultural penting untuk menilai apakah proses berpikir pasien dan
penggunaan bahasa secara budaya konsisten. Hubungan temporal dan
perjalanan gejala psikotik, serta usia pasien, latar belakang, dan kondisi
medis umum, dapat memberikan petunjuk diagnosis. Timbulnya psikosis
dapat terjadi secara akut setelahnya penggunaan narkoba atau sebagai
presentasi selanjutnya pada multiple sclerosis. Jika memungkinkan,
informasi dikumpulkan dari anggota keluarga. Riwayat sosial harus
mencakup penyebab stres baru-baru ini atau perubahan signifikan dalam
kehidupan pasien, seperti kehilangan pekerjaan, kematian dari orang
penting lainnya, tekanan pendidikan, atau peristiwa traumatis lainnya.
Riwayat keluarga dapat memberikan petunjuk untuk menyarankan
diagnosis psikiatri atau kondisi yang diwariskan. Riwayat perjalanan
mungkin menyarankan pajanan terhadap infeksi, seperti malaria. Kisah
banyak pasangan seks mungkin menunjukkan infeksi virus defisiensi imun
manusia atau sifilis. Riwayat diet adalah penting untuk mengidentifikasi
potensi defisit nutrisi, yang umum terjadi pada orang tua yang lemah.
Kekurangan niacin menjadi konsekuensi dari gangguan makan yang
parah. Pekerjaan atau eksposur lingkungan harus diperhatikan 12.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan lengkap mengenai
status fisik dan mental. Takikardia atau hipertensi berat dapat
mengindikasikan toksisitas obat atau tirotoksikosis, demam mungkin
menunjukkan ensefalitis atau porfiria. Tanda-tanda fisik yang
menunjukkan diagnosis yang mendasari termasuk penampilan cushingoid
pada endokrinopatik tertentu, kelainan bentuk rematik pada gangguan
12

autoimun, atau gangguan gerakan dan gaya berjalan dalam kondisi


seperti multiple sklerosis dan penyakit Parkinson 12.
Pemeriksaan neurologis harus menilai tanda-tanda fokal, defisit
saraf, mioklonus, atau tremor. Refleks tendon, pemeriksaan saraf kranial,
dan pemeriksaan oftalmologi penting jika terjadi lesi otak, infeksi, atau
metabolik penyakit dicurigai. Pemeriksaan status mental telah direview
dalam artikel sebelumnya di American Family Physician. Ini
menggabungkan elemen riwayat, observasi langsung, dan penilaian
perilaku umum pasien, suasana hati, pengaruh, bicara, dan proses
berpikir terutama halusinasi. Misalnya, frekuensi dan fitur auditori
halusinasi dapat memperjelas signifikansi diagnostiknya. Wawasan dan
penilaian pasien harus dinilai, apakah pasien mengira dia sakit? Pasien
memiliki perubahan dalam berpikir? Jika ya, apa yang berubah? Langsung
penyelidikan tentang pikiran dan rencana bunuh diri atau pembunuhan
penting untuk menentukan apakah rujukan langsung atau rawat inap
diindikasikan12.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan kondisi fisik dan
sesuai indikasi. Tes awal yang disarankan termasuk hitung darah lengkap
untuk menilai anemia, peningkatan jumlah sel darah putih, atau
peningkatan eosinofil, profil metabolik untuk dievaluasi fungsi ginjal dan
hati serta elektrolit dan glukosa tingkat, tes fungsi tiroid, pengujian
toksikologi urin dan pengukuran hormon paratiroid, kalsium, vitamin B12,
folat, dan niasin. Pengujian infeksi virus human immunodeficiency dan
sifilis juga harus dipertimbangkan. Jika ada kekhawatiran tentang
penyebab autoimun, pengujian antibodi antinuklear dan penentuan tingkat
sedimentasi eritrosit dapat berguna. Kondisi yang jarang terjadi, seperti
porfiria intermiten akut atau dewasa Penyakit Tay-Sachs, dapat
diidentifikasi dengan tes urine untuk porphyrins, atau pengujian serum
untuk hexosaminidase A. Pencitraan otak biasanya tidak diperlukan
13

kecuali pasien datang dengan gejala baru, parah, sakit kepala terus
menerus, defisit neurologis fokal, atau terdapat riwayat trauma kepala
baru – baru ini12.

Diagnosis menggunakan diagnosis multiaksial 10


 Aksis I
F23 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara
 Aksis II sesuai kasus pasien
Gangguan Kepribadian
Retardasi Mental
 Aksis III sesuai kasus pasien
Kondisi Medik Umum
 Aksis IV sesuai kasus pasien
Masalah Psikososial dan Lingkungan

H. Kriteria diagnosis

1. Kriteria diagnosis menurut PPDGJ-III F23 Gangguan Psikotik Akut dan


Sementara adalah10:
a. Menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan
prioritas yang diberikan untuk ciri -ciri utama terpilih dari gangguan ini.
Urutan prioritas yang dipakai ialah10 :
 Onset akut (dalam masa 2 minggu atau kurang sama dengan
jangka waktu gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu
sedikitnya beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari,
tidak termasuk periode prodormal yang gejalanya sering tidak jelas)
sebagai ciri khas yang menentukan seluruh kelompok 10.
 Adanya sindrom yang khas (berupa polimorfik = beraneka ragam
dan berubah cepat, atau schizophrenia-like = gejala skizofrenik
yang khas)10
 Adanya stress akut yang berkaitan (tidak selalu harus ada,
14

sehingga dispesifikasi dengan karakter kelima) 10


 Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung 10
b. Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria
episode manic atau episode depresif, walaupun perubahan emosional
dan gejala-gejala afektif individual dapat menonjol dari waktu ke
waktu10
c. Tidak ada penyebab organik, seperti trauma kapitis, delirium atau
demensia. Tidak merupakan intoksikasi akibat penggunaan alcohol
atau obat-obatan10

2. Kriteria diagnosis menurut DSM-V 298.8 Brief Psychotic Disorder (BPD)


Ada satu (atau lebih) gejala berikut6 :
 Waham
 Halusinasi
 Bicara terdisorganisasi (misal; sering menyimpang atau inkoherensi).
 Prilaku terdisorganisasi jelas atau kaktatonik.
Catatan : jangan memasukan gejala jika merupakan pola respons yang
diterima secar kultural6.
a) Lama suatu epiode gangguan adalah sekurangnya 1 hari tetapi
kurang dari 1 bulan, akhirnya kembali penuh kepada tingkat fungsi
pramorbit6.
b) Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh suatu gangguanmood
dengan ciri psikotik, gangguan skizoafektif atau skizofrenia dan
bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau kondisi medis umum.
Sebutkan jika6 :
1) Dengan stresor nyata (psikosis reaktif singkat) : jika gejala terjadi
segera setelah dan tampak sebagai respons dari suatu kejadian
yang sendiri atau bersama-sama, akan menimbulkan stres yang
cukup besar bagi hampir setiap orang dalam keadaan yang sama
dalam kultur orang tersebut6
15

2) Tanpa stresor nyata : jika gejala psikotik tidak terjadi segera


setelah, atau tampaknya bukan sebagai respon terhadap kejadian
yang sendirinya atau bersamasama akan menimbulkan streas yang
cukup besar bagi hampir setiap orang dalam keadaan yang sama
dalam kultur orang tersebut6.
3) Dengan onset pascapersalinan : jika onset dalam waktu 4 minggu
setelah persalinan6.

I. Diagnosis Banding

Psikosis akut bersifat primer jika merupakan gejala gangguan


kejiwaan, atau sekunder jika disebabkan oleh kondisi medis tertentu.
Sebuah kunci perbedaan diagnostik harus dibuat antara gejala psikotik
yang disebabkan oleh delirium, gangguan psikiatri, atau kondisi medis
yang tertentu. Delirium, keadaan konfusi yang sering reversibel atau
sementara dengan onset cepat dari fungsi otak yang berubah, yang paling
sering didiagnosis pada populasi yang lebih tua atau dirawat di rumah
sakit, tetapi harus disingkirkan sebelum mencapai diagnosis pasti
psikosis. Pasien dengan defisit kognitif yang ada bisa muncul dengan
delirium campuran dan psikosis. Dalam kasus ini, akan membantu jika
bertanya mengenai gejala, tanda-tanda penyakit, sistemik atau perubahan
lingkungan baru-baru ini, dan untuk mendapatkan informasi tambahan dari
pemberi perawatan. Pasien-pasien ini mungkin menggunakan lebih dari
satu obat-obatan dengan efek psikoaktif 12.
Pasien dengan gangguan psikiatrik primer lebih cenderung
mengalami halusinasi pendengaran, gangguan kognitif yang menonjol,
dan delusi yang rumit. Skizofrenia, gangguan bipolar, depresi berat,
gangguan fektif schizoaf, dan gangguan psikotik singkat adalah penyakit
kejiwaan yang paling umum yang hadir dalam perawatan primer dengan
psikotik. Penampilan keseluruhan tampak normal, atau kusut dan tidak
terawat. Menurut Manual Diagnostik dan Statistik Mental Disorders, edisi
16

ke-5. (DSM-5), kriteria diagnostik untuk skizofrenia termasuk gejala yang


bertahan setidaknya selama enam bulan dan signifikan. kesulitan dalam
satu atau lebih fungsi utama kapasitas. Namun, selama prodromal fase
skizofrenia, pasien mungkin berhubungan dengan persepsi yang tidak
biasa atau pikiran aneh, dan mungkin melaporkan bahwa suara tampak
lebih keras atau lebih intens, dokter harus mengenali bahwa gejala ini
mungkin merupakan ciri awal skizofrenia12.
Pada fase manik gangguan bipolar I, pasien mungkin datang
dengan setidaknya tujuh hari dengan riwayat suasana hati yang
meningkat atau ekspansif, halusinasi atau delusi, aktivitas yang diarahkan
pada tujuan yang ekstrim, dan penurunan kebutuhan untuk tidur. Dalam
gangguan skizoafektif, pasien mungkin memiliki karakteristik dari kedua
mania. (tipe bipolar) dan gangguan mood mayor (tipe depresi). Dengan
depresi psikotik, pasien cenderung mengalaminya penurunan energi dan
delusi atau halusinasi sejalan dengan depresi berat, seperti suara-suara
yang memperkuat perasaan bersalah atau tidak berharga pasien. Jika
tidak, pasien dengan gangguan depresi mayor mungkin datang dengan
gejala kecemasan yang menonjol atau bahkan panik. Pasien mengalami
episode psikotik singkat menunjukkan gejala jantung delusi, halusinasi,
tetapi untuk jangka waktu yang lebih singkat dan terdapat pemulihan
diakhirnya12.
Psikosis pascapartum diklasifikasikan dalam DSM-5 sebagai
gangguan psikotik singkat jika terjadi selama kehamilan atau dalam empat
minggu setelah melahirkan. Selama episode psikosis peripartum, wanita
mengalami delusi, halusinasi, atau bicara tidak teratur, dan mungkin
pernah halusinasi menyuruh mereka untuk menyakiti atau membunuh bayi
mereka. Pada psikosis sekunder, mungkin ada kesulitan kognitif, tanda-
tanda vital abnormal, dan halusinasi visual. Beberapa kondisi medis
mungkin awalnya muncul dengan psikosis, dengan demikian, pendekatan
sistematis untuk diagnosis diperlukan untuk mengidentifikasi
penyebabnya12.
17

Penggunaan narkoba adalah penyebab medis akut yang paling


umum psikosis. Kondisi medis yang terkait dengan psikosis termasuk
autoimun, endokrin, neurologis, dan gangguan nutrisi. Kondisi endokrin
yang dicurigai termasuk disfungsi tiroid dan paratiroid. Ciri khas kondisi
neurologika termasuk epilepsy lobus temporal, penyakit Parkinson, dan
penyakit tubuh Lewy. Kecurigaan untuk penyebab onkologis, seperti tumor
penghasil steroid, menempati ruang lesi otak, atau etiologi paraneoplastik.
Genetik atau penyakit yang diwariskan harus dipertimbangkan, sebagai
contoh, Penyakit Huntington mungkin pertama kali muncul dengan psikotik
episode. Informasi tentang interaksi obat dan penggunaan obat herbal,
obat bebas, harus diperhatikan, karena toksisitas obat adalah penyebab
umum reaksi psikotik akut12.

Tabel 3. Difential Diagnosis Psychotic Acute


18

( Kim, S, 2015 )

BAB II
TATALAKSANA
19

A. Tatalaksana Non Medikamentosa

1. Psikoterapi
Perawatan standar untuk psikosis terutama terdiri dari antipsikotik,
rawat inap, rehabilitasi sosial dan berbagai jenis terapi suportif. Obat
antipsikotik hanya memiliki efek sedang pada gejala positif dan tidak ada
efek yang dapat dibuktikan pada gejala negative. Efek samping sering
menonjol dan mungkin termasuk penurunan ekspresi emosional, kelainan
menstruasi, disfungsi seksual, dan penambahan berat badan yang cukup.
Atas dasar hal tersebut, kebutuhan psikoterapi menjadi jelas. Kombinasi
perawatan farmakologis dan psikososial telah menunjukkan potensi
pemulihan dari psikosis13.
Sebuah tinjauan sistematis menemukan terapi kognitif (CBT) dan
intervensi keluarga untuk meningkatkan hasil pada psikosis dini. Namun,
tinjauan Cochrane menggaris bawahi bahwa buktinya terbatas dan
merekomendasikan upaya lebih lanjut untuk memajukan pengobatan
psikosis. Walaupun perawatan dirumah sakit dan farmakoterapi
merupakan kemungkinan untuk mengendalikan situasi jangka pendek,
bagian yang sulit dari terapi adalah integrasi psikologis dari pengalaman
kedalam kehidupan pasien dan keluarganya. Psikoterapi individual,
keluarga dan kelompok mungkin diperlukan. Diskusi tentang stressor,
episode psikotik, dan perkembangan strategi untuk mengatasinya adalah
topik utama bagi terapi tersebut. Eksplorasi dan perkembangan strategi
koping adalah topik utama psikoterapi. Setiap strategi pengobatan
didasarkan pada peningkatakn keterampilan menyelesaikan masalah,
sementara memperkuat struktur ego melalui psikoterapi tampaknya
merupakan cara yang paling efektif. Keterlibatan keluarga dalam proses
pengobatan mungkin penting untuk mendapatkan keberhasilan 13
2. Edukasi
Menjaga keamanan pasien dan individu yang merawatnya, hal yang dapat
20

dilakukan yaitu4:
1. Keluarga atau teman harus mendampingi pasien 4
2. Kebutuhan dasar pasien terpenuhi (misalnya, makan, minum,
eliminasi dan kebersihan)4
3. Hati-hati agar pasien tidak mengalami cedera. Konseling pasien
dan keluarga4.
a) Bantu keluarga mengenal aspek hukum yang berkaitan dengan
pengobatan psikiatrik antara lain : hak pasien, kewajiban dan
tanggung jawab keluarga dalam pengobatan pasien 4
b) Dampingi pasien dan keluarga untuk mengurangi stress dan
kontak dengan stressor4

B. Penatalaksanaan Medikamentosa

1. Obat antipsikotik untuk mengurangi gejala psikotik 4 :


Haloperidol 2-5 mg, 1 sampai 3 kali sehari, atau Chlorpromazine
100-200 mg, 1 sampai 3 kali sehari. Dosis diberikan serendah
mungkin untuk mengurangi efek samping, beberapa pasien
mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi 4.
2. Obat antiansietas juga bisa diberikan untuk mengendalikan agitasi
akut (misalnya:lorazepam 1-2 mg, 1 sampai 3 kali sehari) 4
3. Obat antipsikotik diberikan selama sekurang-kurangnya 3 bulan
sesudah gejala hilang4.
4. Apabila didapatkan ganggua atau gejala sebagai berikut dilakukan
kolaborasi dengan tim untuk mengatasinya4.
a) Kekakuan otot (Distonia atau spasme akut), diberikan suntikan
benzodiazepine atau obat antiparkinson 4.
b) Kegelisahan motorik berat (Akatisia), ditanggulangi dengan
pengurangan dosis terapi atau pemberian beta-bloker 4.
c) Gejala parkinson (tremor/gemetar, akinesia), ditanggulangi
dengan obat antiparkinson oral (misalnya, trihexyphenidil 2 mg
21

3 kali sehari). Add : ECT dilakukan sesuai kondisi dan indikasi,


misalnya penggunaan terapiobat sulit diberikan atau tidak
berespon4.

Tabel 4. Macam - Macam Antipsikosis Beserta Dosisnya

(Dipiro, 2015)

C. Perawatan di Rumah Sakit


22

Untuk pasien psikotik akut, perawatan singkat di rumah sakit


mungkin diperlukan untuk pemeriksaan dan perlindungan pasien.
Pemeriksaan pasien membutuhkan monitoring ketat terhadap gejala dan
pemeriksaan tingkat bahaya pasien terhadap dirinya sendiri dan orang
lain. Di samping itu, lingkugan rumah sakit yang tenang dan terstruktur
dapat membantu pasien memproleh kembali rasa realitasnya. Sambil
klinisi menunggu lingkungan dan obat menunjukan efek, pengurangan,
pengikatan fisik, atau monitoring berhadap-hadapan dengan pasien
mungkin diperlukan4.

BAB III
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
23

A. Komplikasi

Komplikasi gangguan psikotik akut cenderung lebih rendah dibandingkan


schizophrenia, dikarenakan kemampuan kembali pada fungsi premorbid.
Komplikasi yang terjadi dibedakan menjadi komplikasi psikiatri, kematian,
komplikasi sosial, dan komplikasi akibat penggunaan obat antipsikotik14.

1. Komplikasi Psikiatri
Komplikasi psikiatri berupa munculnya risiko gangguan skizofreniform,
schizophrenia atau berkembang menjadi gangguan psikotik dengan muatan gejala
afektif di kemudian hari14.
2. Kematian
Komplikasi kematian muncul akibat adanya perilaku yang membahayakan diri
sendiri atau lingkungan, ide dan percobaan bunuh diri. Perilaku bunuh diri sering
muncul pada pasien gangguan psikotik akut yang memiliki riwayat gangguan jiwa
pada keluarga seperti depresi, gangguan afektif dan spektrum gangguan
schizophrenia. Pasien gangguan psikotik akut juga lebih berisiko mengalami
kematian akibat kecelakaan atau akibat tindak kekerasan terhadap pasien14.
3. Komplikasi Sosial
Komplikasi sosial muncul dari sisi pasien dan keluarga atau lingkungan.
Pasien yang merasa tidak nyaman dengan gangguan psikotik yang dialami merasa
malu, terasing dan menjadi aib. Sedangkan keluarga atau lingkungan juga bisa
memunculkan stigma terhadap gangguan jiwa14.
4. Komplikasi akibat Antipsikotik
Obat antipsikotik memiliki beberapa efek samping, yang terutama adalah sindrom
ekstrapiramidal seperti kaku di badan dan persendian, mengeluarkan air liur,
tremor, akatisia, perlambatan psikomotor, demam, hingga risiko mengalami
Neuroleptic Malignant Syndrome (NMS). Beberapa antipsikotik juga dapat
menyebabkan neutropenia, misalnya clozapine, sehingga pasien perlu menjalani
pemeriksaan darah secara reguler14.
24

B. Prognosis

Berbagai studi memiliki pendapat berbeda mengenai prognosis gangguan


psikotik akut, namun secara umum pasien memiliki risiko kekambuhan di masa
kehidupan selain kemampuan kembali pada fungsi premorbid 14. Meskipun secara
teori dinyatakan bahwa pada kondisi gangguan psikotik akut akan kembali pada
fungsi premorbid, tetapi gangguan psikotik akut juga dapat mengalami
kekambuhan atau berkembang menjadi gangguan psikotik kronis seperti
schizophrenia. Kondisi ini lebih sering terjadi pada pasien gangguan psikotik akut
dengan gejala dominan halusinasi atau waham15. Studi yang dilakukan selama 9
tahun pada pasien gangguan psikotik akut menemukan tingkat kekambuhan
sekitar 50%, terutama pada pasien dengan gejala dominan waham 15. Pada
umumnya pasien dengan gangguan psikotik singkat memiliki prognosis yang baik
dan penelitian di Eropa telah menyatakan bahwa 50 sampai 80 persen dari semua
pasien tidak memiliki masalah psikiatrik berat lebih lanjut16.

BAB IV
PENCEGAHAN

A. Pencegahan

Sampai saat ini belum ada pencegahan pasti yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya psikosis secara umum. Namun, beberapa cara
25

yang dapat dilakukan sebagai upaya menghindari kondisi ini adalah


dengan4 :
 Menghindari alkohol dan NAPZA
 Menghindari depresi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan pergi berlibur, berbicara dengan konselor jika menghadapi
kesulitan dalam menyelesaikan suatu masalah.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Gangguan psikotik akut merupakan suatu perubahan dari keadaan


tanpa gejala psikotik ke keadaan psikotik yang jelas abnormal (gangguan
26

daya nilai realita dan gejala-gejala positif serta penurunan fungsi global)
dalam periode 2 minggu atau kurang, durasinya belum di ketahui berapa
lama akan berlangsung, namun biasanya kurang dari 1 bulan. penyakit
psikiatri yang ditandai dengan onset tiba-tiba dari 1 atau lebih gejala
berikut ini : delusi, halusinasi, postur dan perilaku yang bizarre, serta
bicara yang kacau. Gangguan psikotik akut dapat menjadi gejala awal dari
penyakit psikotik lainnya, seperti schizophrenia. Perbedaan antara
penyakit ini dengan gangguan psikotik lainnya adalah dalam hal jenis dan
intensitas gejala, durasi waktu, serta perjalanan gangguan psikotik yang
dapat kembali penuh pada fungsi premorbid.
Diagnosis gangguan psikotik akut ditegakkan berdasarkan kriteria
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5 (DSM-5). Perbedaan
dengan schizophrenia pada kriteria waktu (terjadi dalam 1 hari namun
kurang dari 1 bulan) dan tidak disebabkan gangguan medis umum. Tidak
adanya fase prodromal pada gangguan psikotik akut menjadikan
klasifikasi diagnosis ini tampak seperti perubahan fungsi mental
mendadak yang akhirnya kembali pada kondisi seperti sebelum
mengalami gangguan (tampak pulih sempurna). Penatalaksanaan
gangguan psikotik akut mencakup pemberian antipsikotik, pemberian
psikoterapi dan edukasi terkait gangguan tersebut.
Pasien dengan gangguan psikotik akut cenderung dapat kembali
pulih seperti semula, tetapi dapat juga berkembang menjadi
schizophrenia. Komplikasi gangguan psikotik akut meliputi komplikasi
terkait obat antipsikotik, psikiatrik, sosial dan mortalitas akibat tindakan
bunuh diri.

B. Saran

Perlunya pemahaman - pemahaman mengenai gangguan psikotik


untuk dapat melakukan tatalaksana yang tepat. Serta diperlukan edukasi
dalam mencegah kondisi - kondisi yang dapat menyebabkan gangguan
27

psikosis.

REFERENSI

1. Idaiani, S., Yunita, I., Dwi H. T., Lely I., Ika D., Nunik K., Rofingatul M.
(2019) . “Prevalensi Psikosis di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar 2018”. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan
Kesehatan, Vol. 3, No. 1, DOI : https://doi.org/10.22435/jpppk.v3i1.1882

2. Castagnini, A., Foldager, L., German E. B. (2018) . “Acute Polymorphic


Psychotic Disorder Concepts, Empirical Findings, and Challenges for ICD-
28

11”. The Journal of Nervous and Mental Disease • Volume 206. DOI :
10.1097/NMD.0000000000000882

3. Biedermann, F., Fleischhacker, W. W. (2016). “Psychotic disorders in


DSM-5 and ICD-11” Cambridge University Press 2016. DOI : :
10.1017/S1092852916000316

4. RSI Sultang Agung. “Panduan Praktik Klinis (Ppk) Psikiatri Rs Islam


Sultan Agung Semarang”. (2019)

5. Jensen, L., Clough, R. (2016). “Assessing and Treating the Patient with
Acute Psychotic Disorders”. Elsivier Nurs Clin N Am (51) : 185–197 .
DOI : http://dx.doi.org/10.1016/j.cnur.2016.01.004

6. Anu Stephen; Forshing Lui. (2020) . “Brief Psychotic Disorder” . StatPearls


[Internet]. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539912/

7. Rusly, R., Veranita P.,Deni K. S. (2018) . “Perception of Universitas


Padjadjaran Students towards Psychotic Disorders”. AMJ.2018;5(1):26–
31. DOI : http://dx.doi.org/10.15850/amj.v5n1.1332

8. Siregar, A., (2018). Psikosis Pada Remaja (Usia Sekolah) Studi Kasus
Penderita Gangguan Kejiwaan Perspektif Konseling Keluarga.Jurnal
Pendidikan dan Konseling Vol. 8, No. 2

9. Anil V. I., Sumant K., Nahin H. (2017) . “Fifteen-minute consultation: an


approach to a child presenting to the emergency department with acute
psychotic symptoms”. Israni AV, et al. Arch Dis Child Educ Pract Ed
2017;0:1–5. DOI :10.1136/archdischild-2017-313386

10. Maslim, Rusdi. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas


PPDGJ-III dan DSM-V. Cetakan 2 – Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta : PT Nuh Jaya.
29

11. Approach to refine ICD-11 acute and transient psychotic disorder


(polymorphic psychotic disorder) Schizophrenia Research. (2019). journal
homepage: www.elsevier.com/locate/schres

12. Kim S. G., Paula, A. D., Roseanne C. B., (2015) . “Recognition and
Differential Diagnosis of Psychosis in Primary Care”. American Academy
of Family Physicians. www.aafp.org/afp

13. Haram, A., Roar, F., Egil, J., Torstein, H. (2019) . “Impact of
Psychotherapy in Psychosis: A Retrospective Case Controlled Study”.
Front. Psychiatry 10:204. DOI :10.3389/fpsyt.2019.00204

14. Sadock, B. J., Ahmad, S., & Sadock, V. A. (2019). Kaplan & Sadock's
Pocket Handbook of Clinical Psychiatry Sixth Edition. Philadelphia:
Wolters Kluwer.

15. Castagnini, A., Foldager , L., & Bertelsen, A. (2013). Long-term stability of
acute and transient psychotic disorders. Australian & New Zealand Journal
of Psychiatry, 47(1), 59-64. DOI : 10.1177/0004867412461692 

16. Castagnini, A., & Foldager, L. (2014). Epidemiology, course and outcome
of acute polymorphic psychotic disorder: implications for ICD-11.
Psychopathology, 47(3), 202-206. DOI : 10.1159/000357784

Anda mungkin juga menyukai