Anda di halaman 1dari 13

Gangguan Somatisasi

300.82 (F45.1)

KRITERIA DIAGNOSIS:
A. Satu atau lebih gejala somatik yang mengakibatkan gangguan yang signifikan dari
kehidupan sehari-hari.
B. Pikiran, perasaan, atau perilaku yang berlebihan terkait dengan gejala somatik atau yang
terkait masalah kesehatan seperti yang ditunjukkan oleh setidaknya salah satu dari berikut
ini:
Pikiran yang tidak proporsional dan terus-menerus tentang keseriusan satu gejala
Tingkat kecemasan yang terus-menerus tinggi tentang kesehatan atau gejalanya.
Waktu dan perhatian berlebihan yang ditujukan untuk gejala atau masalah kesehatan
ini
C. Meskipun ada satu gejala somatik yang mungkin tidak terus-menerus ada, kemunculan
simtomatik bersifat persisten (biasanya lebih dari 6 bulan).
Tentukan apakah:
Disertai nyeri predominan (gangguan nyeri sebelumnya): Klasifikasi ini
diperuntukkan bagi individu dengan gejala somatik yang didominasi oleh keluhan rasa
sakit.
Tentukan apakah:
Persisten: Gangguan persisten ditandai dengan gejala parah, perburukan yang
nyata,dan durasi yang lama (lebih dari 6 bulan).
Tentukan tingkat keparahan saat ini:
Ringan: Hanya satu dari gejala yang ditentukan dalam Kriteria B terpenuhi.
Sedang: Dua atau lebih gejala yang ditentukan dalam Kriteria B terpenuhi.
Berat: Dua atau lebih gejala yang ditentukan dalam Kriteria B terpenuhi, ditambah
beberapa keluhan somatik (atau satu gejala somatik yang sangat parah).

FITUR DIAGNOSTIK
Individu dengan gangguan somatisasi biasanya memiliki banyak gejala somatik
yang mengakibatkan gangguan yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari (Kriteria A),
walaupun terkadang hanya satu gejala yang parah, yang paling sering adalah rasa nyeri.
Gejala yang timbul mungkin spesifik (misalnya nyeri lokal) atau relatif tidak spesifik
(misalnya kelelahan). Gejalanya kadang-kadang mewakili sensasi tubuh normal atau
ketidaknyamanan yang umumnya tidak menandakan penyakit serius. Gejala somatik tanpa
penjelasan medis yang jelas saja tidak cukup untuk membuat diagnosis ini. Keluhan-keluhan
pasien ini benar-benar dirasakan dan tidak dibuat-buat walaupun gejala tersebut tidak dapet
dijelaskan secara medis.
Individu dengan gangguan gejala somatik cenderung memiliki tingkat kekhawatiran
yang sangat tinggi tentang penyakit (Kriteria B). Mereka menilai gejala yang mereka alami
sangat mengancam, berbahaya, atau mengganggu dan sering memikirkan yang terburuk
tentang kesehatan mereka. Walaupun sudah terbukti tidak terdapat kelaiananmedis yang
serius, beberapa pasien masih takut dengan keseriusan medis dari gejalanya. Pada gangguan
gejala somatik yang parah, masalah kesehatan mungkin berperan sangat besar terhadap
kehidupan individu, menjadi ciri identitasnya dan mendominasi interpersonal hubungan.
Individu biasanya mengalami kesulitan yang berfokus pada gejala somatik mereka.
Selain gejala somatis kualitas hidup terkait kesehatan seringkali terganggu fisik dan mental.

PREVALENSI
Prevalensi gangguan somatisasi tidak diketahui. Namun, prevalensi gangguan
somatisasi ini diperkirakan lebih tinggi daripada gangguan somatisasi berdasarkan klasifikasi
DSM-IV (<1%) namun lebih rendah dari gangguan somatoform yang tidak berdiferensiasi
(sekitar 19%). Prevalensi gangguan gejala somatisasi pada populasi orang dewasa mungkin
sekitar 5% -7%. Wanita cenderung melaporkan lebih banyak gejala somatik daripada laki-
laki, dan prevalensi gangguan gejala somatik cenderung terjadi lebih tinggi pada wanita.

PERKEMBANGAN DAN PERALANAN PENYAKIT


Pada orang tua, gejala somatik dan penyakit medis sering terjadi bersamaan, maka
penting sekali untuk paham dan berpegang pada kriteria B dalam membuat diagnosis.
Gangguan gejala somatik mungkin kurang terdiagnosis pada orang tua karena gejala somatik
tertentu (misalnya, rasa sakit, kelelahan) dianggap sebagai bagian dari penuaan normal atau
karena orang memiliki lebih banyak penyakit medis umum dan obat-obatan daripada orang
muda. Gangguan depresif bersamaan sering terjadi pada orang tua dengan banyak gejala
somatik.
Pada anak-anak, gejala yang paling umum adalah nyeri perut berulang, sakit kepala,
kelelahan, dan mual. Gejala menonjol tunggal lebih sering terjadi pada anak-anak daripada
orang dewasa. Sementara anak kecil walaupun memiliki keluhan somatik, mereka jarang
khawatir tentang "penyakit" tersebut sebelum masa remaja.

RISIKO DAN PROGNOSIS FAKTOR


Emosional. Sifat kepribadian dari efek negatif (neuroticism) telah diketahui sebagai faktor
yang berkorelasi terhadap sejumlah gejala somatik yang tinggi.
Lingkungan. Gangguan gejala somatik lebih sering terjadi pada individu dengan pendidikan
dan status sosial ekonomi rendah, dan pada mereka yang baru saja mengalami peristiwa
kehidupan yang penuh tekanan
Pengalaman hidup. Gejala somatik persisten dikaitkan dengan fitur demografis (jenis
kelamin perempuan, usia yang lebih tua, pendidikan yang rendah, status sosial ekonomi lebih
rendah, pengangguran), iwayat pelecehan seksual atau kesulitan masa kecil lainnya, penyakit
fisik kronis atau gangguan kejiwaan (depresi, cemas, depresi terus-menerus, gangguan
[dysthymia], panik), stres sosial. Faktor kognitif yang mempengaruhi jalur sensitisasi
terhadap rasa sakit.

DIAGNOSIS BANDING
Kelainan medis
Gangguan panik
Gangguan cemas
Gangguan mood depresi
Gangguan kecemasan penyakit
Gangguan konversi
Gangguan delusional
Gangguan body dysmorphic
Gangguan Obsessive-compulsive

KOMORBIDITAS
Gangguan gejala somatik dikaitkan dengan tingginya komorbiditas sama halnya
dengan anxiety dan gangguan depresi. Bila kelainan ini uga disertai dengan kelainan fisik
medis maka kemungkinan perburukan lebih tinggi dibandingkan pada pasien yang hanya
memiliki penyakit fisik medis saja.
Gangguan Kecemasan Penyakit
300.7 (F45.21)
KRITERIA DIAGNOSIS:
A. Kecenderungan perasaan memiliki atau memperoleh penyakit serius.
B. Gejala somatik tidak ada atau, jika ada, hanya ringan intensitasnya. Jika terdapat kondisi
medis tertentu atau ada risiko tinggi untuk terkena suatu kondisi medis (misalnya, riwayat
keluarga), kecenderungan jelas berlebihan.
C. Ada kecemasan tingkat tinggi tentang kesehatan, dan sangat khawatir tentang kesehatan
pribadinya
D. Individu melakukan perilaku berlebihan terkait kesehatannya (misalnya pemeriksaan
berulang kali untuk melihat tanda-tanda penyakit) atau menunjukkan penghindaran
maladaptif (misalnya menghindari dokter dan rumah sakit).
E. Kecenderungan perasaan memiliki suatu penyakit ini muncul paling tidak selama 6 bulan,
namun penyakit spesifik yang dikhawatirkan tersebut dapat berubah-ubah selama periode
waktu tersebut.
F. Kecenderungan ke khawatirkan pasien terhadap suatu penyakit tersebut juga tidak dapat
dijelaskan oleh kelainan mental lainnya seperti; gangguan somatisasi, gangguan panik,
gangguan kecemasan umum, gangguan dismorfik tubuh, gangguan obsesif-kompulsif, atau
kelainan delusional-tipe somatik.
Tentukan apakah tipe pasien:
Care-seeking type: Perawatan medis, termasuk kunjungan dokter atau menjalani tes sering
dilakukan
Care-avoidant type: Perawatan medis jarang dilakukan

FITUR DIAGNOSTIK
Individu dengan hypochondriasis sekarang diklasifikasikan memiliki gejala
somatisasi; Namun, dalam sebagian kecil kasus, diagnosis gangguan kecemasan penyakit
dianggap lebih tepat. Penyakit gangguan kecemasan adalah kelainan kecenderungan perasaan
memiliki atau memperoleh penyakit serius (Kriteria A). Gejala somatik tidak ada atau, jika
ada, intensitasnya hanya ringan (Kriteria B). Evaluasi menyeluruh gagal mengidentifikasi
adanya kondisi medis serius yang menyebabkan kekhawatiran individu. Tanda atau gejala
fisik yang ada, ini sering merupakan sensasi fisiologis (misalnya pusing ortostatik), tinnitus
sementara, atau ketidaknyamanan tubuh yang umumnya tidak dianggap sebagai indikasi
penyakit (misalnya bersendawa). Jika kondisi medis terdiagnosis ada, kecemasan dan
kecenderungan perasaan individu jelas berlebihan dan tidak proporsional dengan tingkat
keparahan kondisi medisnya (kriteria B).
Pasien dengan gangguan kecemasan penyakit sangat mudah khawatir dengan hal-
hal yang berkaitan tentang penyakit seperti, mendengar orang yang dikenalnya jauh sakit atau
membaca berita yang berkaitan dengan penyakit. Kekhawatiran yang berlebihan terdapat
penyakit ini dapat mempengaruhi kehidupan sesorang bahkan dapat mengganggu kehidupan
sehari-hari pasien. Pasien dengan kelainana ini jjuga memiliki kecenderungan untuk
melakukan pemeriksaan terhadap tubuhnya berulang-ulang kali (kriteria D). Mereka mencari
tahu mengenai dugaan penyakit mereka secara berlebihan (misalnya di internet) dan berulang
kali mencari informasi dari keluarga, teman, atau dokter.

PREVALENSI
Prevalensi perkiraan gangguan kecemasan penyakit didasarkan pada diagnosis
hypochondriasis DSM-III dan DSM-IV. Prevalensi kecemasan dan / atau kecacatan
kesehatan selama 1 sampai 2 tahun dalam survei masyarakat dan sampel berbasis populasi
berkisar antara 1,3% sampai 10%. Pada populasi medis ambulatory, tingkat prevalensi 6
bulan / 1 tahun antara 3% dan 8%. Prevalensi kelainan ini serupa pada pria dan wanita.
Prevalensi wanita dan pria pada kelainan ini adalah sama.

PERJALANAN PENYAKIT
Perkembangan dan perjalanan dari penyakit gangguan kecemasan penyakit tidak
jelas. Gangguan kecemasan penyakit umumnya dianggap sebagai kondisi kronis dan kambuh
dengan usia saat onset diawal dan pertengahan dewasa. Dalam sampel berbasis populasi,
kecemasan terkait kesehatan meningkat seiring dengan usia. Pada individu yang lebih tua,
kecemasan terkait kesehatan sering kali berfokus pada kehilangan ingatan. Kelainan ini
diperkirakan jarang terjadi pada anak-anak.

RISIKO DAN PROGNOSIS FAKTOR


Lingkungan. Kelainan kecemasan penyakit terkadang dipicu oleh adanya trauma besar
dalam kehidupan atau ancaman serius. Riwayat anak yang memiliki trauma pelecehan atau
penyakit medis yang serius saat kecil meiliki kemungkinan untuk terkena kelianan ini pada
saat masa dewasanya nanti.

DIAGNOSIS BANDING
Gangguan somatisasi
Gangguan kecemasan
Gangguan obsessive-compulsive
Depresif berat
Gangguan psikotik

KOMORBIDITAS
Karena penyakit gangguan kecemasan adalah gangguan baru, komorbiditas pasti
tidak diketahui. Hipokondriasis biasanya dibarengi dengan gangguan kecemasan (khususnya,
gangguan kecemasan umum, gangguan panik, dan OCD) dan gangguan depresi. Kira-kira
dua pertiga dari individu dengan gangguan kecemasan penyakit cenderung memiliki
setidaknya satu komorbid gangguan jiwa utama lainnya. Individu dengan gangguan
kecemasan penyakit mungkin memiliki risiko tinggi untuk memiliki gangguan somatisasi dan
gangguan kepribadian.

GANGGUAN KONVERSI
KRITERIA DIAGNOSIS

A. Satu atau lebih gejala motorik atau fungsi sensorik yang berubah.
B. Adanya ketidakcocokan antara gejala klinis yang ditemukan dengan penyakit neurologis
atau medis.
C. Gejala atau defisit yang ditemukan juga tidak dapat dijelaskan oleh gangguan medis atau
mental lainnya.
D. Gejala atau defisit yang timbul menyebabkan gangguan yang signifikan secara sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
Catatan pengkodean: Kode ICD-9-CM untuk gangguan konversi adalah 300.11, yang
dibuat terlepas dari jenis gejalanya. Kode ICD-10-CM dibuat bergantung pada jenis gejala
(lihat di bawah).
Tentukan jenis gejala:
(F44.4) Dengan kelemahan atau kelumpuhan
(F44.4) Dengan gerakan abnormal (misalnya tremor, gerakan distonia, mioklonus, kelainan
gait)
(F44.4) Dengan gejala menelan
(F44.4) Dengan gejala bicara (misalnya disfonia, bicara rero)
(F44.5) Dengan serangan atau kejang
(F44.6) Dengan anestesi atau kehilangan sensasi sensoris
(F44.6) Dengan gejala sensorik khusus (misalnya, gangguan visual, penciuman, atau
gangguan pendengaran)
(F44.7) Dengan gejala campuran

Tentukan apakah:
Episode akut; Gejala hadir kurang dari 6 bulan.
Persisten: Gejala terjadi selama 6 bulan atau lebih.
Tentukan apakah:
Dengan pencetus stress psikologis (tentukan stressor)
Tanpa pencetus stress psikologis

FITUR DIAGNOSTIK
Banyak dokter menggunakan nama alternatif "fungsional" (mengacu pada pusat
abnormal dari fungsi sistem saraf) atau "psikogenik" (mengacu pada asumsi etiologi) untuk
menjelaskan kalainan gejala gangguan konversi (gangguan gejala neurologis fungsional).
Gejala motorik meliputi kelemahan atau kelumpuhan; Gerakan abnormal, seperti tremor atau
distonia; kelainan gait; dan postur tubuh yang tidak normal. Gejala sensorik termasuk
perubahan, berkurang, atau tidak adanya sensasi dengar, lihat atau raba. Episode tidak
normall berupa guncangan ekstremitas umum dengan kehilangan kesadaran yang
serupakejang epilepsi (juga disebut kejang psikogenik atau non-epilepsi), episode
unresponsiveness menyerupai sinkop atau koma. Gejala lainnya termasuk berkurang volume
suara atau bahkan hilang (dysphonia / aphonia), bicara rero (dysarthria), sensasi benjolan di
tenggorokan (globus), dan diplopia.
Walaupun untuk mendiagnosis dibutuhkan gejala yang tidak bisa dijelaskan oleh
kelaianan neurologis, tetap saa diagnosis ini tidak bisa dibuat hanya berdasarkan gejala-gejala
yang 'aneh'. harus tetap ditemukannya bukti klinis yang menunjukan bahwa terdapat
ketidakcocokan antara gejala klinis yang muncul dengan kelaianan neurologis.

PREVALENSI
Gejala konversi transien sering terjadi, namun prevalensi yang tepat dari kelainan
ini tidak diketahui. Hal ini karena diagnosis biasanya memerlukan penilaian di tingkat
sekunder perawatan, di mana ditemukan di sekitar 5% rujukan ke klinik neurologi. Angka
kejadiannya gejala konversi persisten individual diperkirakan 2-5 / 100.000 per tahun.
Gangguan konversi dua sampai tiga kali lebih tinggi kemungkinan terjadi pada wanita.

PERJALANAN PENYAKIT
Onset telah dilaporkan dapat terjadi sepanjang hidup. Permulaan gejala dapat
seperti serangan non-epilepsi yang terjadi pada puncak dekade ketiga, dan gejala motorik
memiliki onset puncak pada dekade keempat. Gejalanya bisa bersifat sementara atau
persisten. Prognosisnya mungkin lebih baik pada anak yang daripada remaja dan orang
dewasa.

RISIKO DAN PROGNOSIS FAKTOR


Tempramental. Karakter kepribadian Maladaptive umumnya terkait dengan gangguan
konversi.
Lingkungan. Mungkin ada riwayat pelecehan dan pengabaian masa kecil. Kehidupan yang
penuh dengan stress-walaupun tidak selaludapat pula berkaitan dengan gangguan konversi.
Genetik dan fisiologis. Adanya penyakit neurologis yang menyebabkan gejala serupa adalah
faktor risiko (misalnya kejang non-epilepsi lebih sering terjadi pada pasien yang juga
memiliki epilepsi).

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit neurologis
Gangguan somatisasi
Factitious disorder/malingering
Gangguan disosiatif
Gangguan body dysmorphic
Gangguan depresif
Gangguan panik

KOMORBIDITAS
Gangguan kecemasan, terutama gangguan panik, dan gangguan depresi biasanya
terjadi bersamaan dengan gangguan konversi. Gangguan gejala somatik juga dapat muncul
bersamaan. Gangguan kepribadian lebih banyak pada individu dengan kelainan konversi
daripada populasi umum. Gangguan neurologis atau kondisi medis lainnya umumnya
berdampingan dengan gangguan konversi juga.

Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Kondisi Medis Lainnya


316 (F54)
KRITERIA DIAGNOSIS :

A. Terdapat gejala atau kondisi medis (selain gangguan mental).


B. Faktor psikologis atau perilaku mempengaruhi kondisi medis di salah satu cara berikut :
1. Faktor-faktor tersebut telah sementara antara faktor psikologis dan perkembangan
atau eksaserbasi, atau pemulihan tertunda dari kondisi medis.
2. Faktor-faktor tersebut mengganggu perlakuan terhadap kondisi medis (mis.,
Ketidakpatuhan).
3. Faktor-faktor tersebut merupakan tambahan risiko kesehatan yang mapan bagi
individu.
4. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi patofisiologi yang mendasarinya,
presipitasi atau mengeksaserbasi gejala atau memerlukan perhatian medis.
C. Faktor psikologis dan perilaku dalam Kriteria B tidak dijelaskan dengan baik oleh
gangguan mental lainnya (mis., gangguan panik, gangguan depresi mayor, gangguan
stres posttraumatic).
Tingkat keparahan :

Ringan : Meningkatkan risiko medis (mis., Kepatuhan yang tidak konsisten dengan
pengobatan antihipertensi).
Sedang : Memburuk kondisi medis yang mendasari (mis., Kecemasan yang
memperburuk asma).
Parah : Hasil di rumah sakit rawat inap atau kunjungan di ruang gawat darurat.
Ekstrim : Hasil pada risiko yang mengancam berat (mis., Mengabaikan gejala serangan
jantung).
FITUR DIAGNOSTIK

Fitur penting dari faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis lainnya adalah
Adanya satu atau lebih faktor psikologis atau perilaku klinis yang signifikan yang berdampak
buruk pada kondisi medis dengan meningkatkan risiko menderita, kematian, atau kecacatan
(Kriteria B). Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi kondisi medis dengan mempengaruhi
jalur atau pengobatannya, dengan membentuk faktor risiko kesehatan yang mapan, atau
dengan mempengaruhi patofisiologi yang mendasari untuk mengendapkan atau memperparah
gejala atau memerlukan perhatian medis.

Faktor psikologis atau perilaku meliputi tekanan psikologis, pola interaksi


interpersonal, coping styles, dan perilaku kesehatan maladaptif, seperti penolakan gejala atau
ketidakpatuhan terhadap rekomendasi medis. Contoh klinis yang umum adalah asma yang
memperparah kecemasan, penolakan kebutuhan akan perawatan untuk nyeri dada akut, dan
manipulasi insulin oleh diabetes individu yang ingin menurunkan berat badan. Banyak faktor
psikologis yang berbeda telah terbukti mempengaruhi kondisi medis misalnya, gejala depresi
atau kecemasan, peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, gaya hubungan, sifat kepribadian,
dan gaya penanggulangan. Efek sampingnya dapat bervariasi dari yang akut, dengan
konsekuensi medis segera (mis., Takotsubo cardiomyopathy) sampai kronis, terjadi dalam
jangka waktu yang lama (misalnya, stres kerja kronis yang meningkatkan risiko hipertensi).
Kondisi medis yang terkena dampak dapat berupa orang-orang dengan patofisiologi yang
jelas (misalnya, diabetes, kanker, penyakit koroner), sindrom fungsional (misalnya migrain,
sindrom iritasi usus besar, ibromyalgia), atau gejala medis idiopatik (mis., Nyeri, kelelahan,
pusing).

Diagnosis ini harus disediakan untuk situasi di mana efek dari faktor psikologis pada
kondisi medis terbukti dan faktor psikologisnya secara klinis signifikan. Efek pada jalannya
atau hasil dari kondisi medis. Abnormal psikologis atau gejala perilaku yang berkembang
sebagai respons terhadap kondisi medis lebih banyak dikodekan dengan benar sebagai
gangguan penyesuaian (respons psikologis yang signifikan secara klinis ke stressor yang
dapat diidentifikasi). Harus ada bukti yang masuk akal untuk menyarankan sebuah asosiasi
antara faktor psikologis dan kondisi medis, meski mungkin sering tidak mungkin untuk
menunjukkan kausalitas langsung atau mekanisme yang mendasari hubungan.

PREVALENSI

Prevalensi faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis lainnya tidak jelas.
Dalam data penagihan asuransi pribadi A.S., ini adalah diagnosis yang lebih umum daripada
gangguan gejala somatik.
PERKEMBANGAN DAN PERJALANAN PENYAKIT

Kelainan ini dapat terjadi sepanjang umur. Khususnya pada anak kecil, sejarah yang
menguatkan dari orang tua atau sekolah dapat membantu evaluasi diagnostik. Beberapa
kondisi memberi karakteristik pada tahap kehidupan tertentu (mis., Pada orang yang lebih
tua, stres yang terkait dengan bertindak sebagai pengasuh bagi pasangan atau pasangan yang
jahat).

MASALAH DIAGNOSTIK YANG TERKAIT DENGAN BUDAYA

Banyak perbedaan antara budaya dapat mempengaruhi faktor psikologis dan


pengaruhnya terhadap kondisi medis, seperti gaya bahasa dan komunikasi, model penjelasan
penyakit, pola mencari perawatan kesehatan, ketersediaan layanan dan organisasi, hubungan
antara dokter dan praktik penyembuhan lainnya, keluarga dan peran gender, dan sikap
terhadap rasa sakit dan kematian. Faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis
lainnya harus dibedakan dari perilaku budaya tertentu seperti menggunakan penyembuh iman
atau spiritual atau variasi lain dalam manajemen penyakit yang dapat diterima dalam budaya
dan merupakan upaya untuk membantu kondisi medis dan bukan mencampurinya. Praktik-
praktik lokal ini dapat melengkapi daripada menghalangi intervensi berbasis bukti. Jika
mereka tidak mempengaruhi hasilnya, mereka seharusnya tidak patologis sebagai faktor
psikologis yang mempengaruhi kondisi medis lainnya.

KONSEKUENSI FUNGSIONAL

Faktor psikologis dan perilaku telah terbukti mempengaruhi jalannya banyak penyakit medis.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Gangguan jiwa akibat kondisi medis lainnya. Hubungan sementara antara gejala
gangguan mental dan kondisi medis juga merupakan ciri gangguan mental karena kondisi
medis lain, namun kausalitas yang diduga berada dalam arah yang berlawanan. Dalam
kelainan mental akibat kondisi medis lainnya, kondisi medis dinilai bisa menyebabkan
gangguan mental melalui mekanisme fisiologis langsung. Dalam faktor psikologis yang
mempengaruhi kondisi medis lainnya, faktor psikologis atau perilaku dinilai mempengaruhi
jalannya kondisi medis.

Adjusment Disorder. Gejala psikologis atau perilaku abnormal yang berkembang


sebagai respons terhadap kondisi medis lebih tepat dikodekan sebagai gangguan penyesuaian
(respons psikologis yang signifikan secara klinis terhadap stressor yang dapat diidentifikasi).
Misalnya, seorang individu dengan angina yang dipercepat keluhannya kapan pun ia menjadi
marah akan didiagnosis memiliki faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis
lainnya, sedangkan individu dengan angina yang mengalami kecemasan antisipasi maladaptif
akan didiagnosis memiliki gangguan penyesuaian dengan kegelisahan. Namun, dalam praktik
klinis, faktor psikologis dan kondisi medis seringkali saling memperburuk (mis., Kecemasan
sebagai faktor presipitansi dan konsekuensi angina), dalam hal ini pembedaannya sewenang-
wenang.
Kelainan mental lainnya sering mengakibatkan komplikasi medis, terutama
penggunaan zat (mis., Gangguan penggunaan alkohol, gangguan penggunaan tembakau). Jika
seseorang memiliki gangguan mental utama yang mendasari yang mempengaruhi atau
menyebabkan kondisi medis lain, diagnosis gangguan jiwa dan kondisi medis biasanya
cukup. Faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis lainnya didiagnosis bila sifat
psikologis atau perilaku tidak memenuhi kriteria diagnosis mental.

Somatic Symptom Disorder. Gangguan gejala somatik ditandai dengan kombinasi


gejala somatik yang menyusahkan dan pikiran, perasaan, dan perilaku yang berlebihan atau
maladaptif dalam menanggapi gejala ini atau masalah kesehatan terkait. Individu mungkin
atau mungkin tidak memiliki kondisi medis yang dapat didiagnosis. Sebaliknya, dalam faktor
psikologis mempengaruhi kondisi medis lainnya, faktor psikologis mempengaruhi kondisi
medis; Pikiran, perasaan, dan perilaku individu tidak harus berlebihan.

Perbedaannya adalah salah satu penekanan, bukan perbedaan yang jelas. Pada faktor
psikologis yang mempengaruhi kondisi medis lainnya, penekanannya adalah pada eksaserbasi
kondisi medis (mis., Individu dengan angina yang diendapkan kapan pun dia menjadi cemas).
Dalam gangguan gejala somatik, penekanannya adalah pada pikiran, perasaan, dan perilaku
yang maladaptif (misalnya, seorang individu dengan angina yang terus-menerus khawatir
bahwa dia akan mengalami serangan jantung, membutuhkan tekanan darahnya beberapa kali
per hari, dan membatasi aktivitasnya).

Illnes Anxiety Disorder. Penyakit gangguan kecemasan ditandai dengan kecemasan


penyakit tinggi yang menyusahkan dan / atau mengganggu kehidupan sehari-hari dengan
gejala somatik minimal. Fokus perhatian klinis adalah kekhawatiran individu tentang
memiliki penyakit; Dalam kebanyakan kasus, tidak ada penyakit serius. Pada faktor
psikologis yang mempengaruhi kondisi medis lainnya, kecemasan mungkin merupakan faktor
psikologis yang relevan yang mempengaruhi kondisi medis, namun bersifat klinis perhatian
adalah efek buruk pada kondisi medis.

COMORBIDITAS

Menurut definisi, diagnosis faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis


lainnya memerlukan sindrom atau sifat psikologis atau perilaku yang relevan dan kondisi
medis yang komorbidif.

Gangguan Faktisius
300.19 (F68.10)
KRITERIA DIAGNOSIS

A. Pemalsuan/falsifikasi tanda atau gejala fisik atau psikologis, atau induksi luka atau
penyakit, terkait dengan penipuan yang teridentifikasi.
B. Individu menampilkan dirinya sendiri kepada orang lain sebagai orang sakit, terganggu,
atau terluka.
C. Perilaku menipu terbukti bahkan meski tidak ada penghargaan eksternal yang nyata.
D. Perilaku tidak lebih baik dijelaskan oleh kelainan mental lainnya, seperti delusional
E. Gangguan atau gangguan psikotik lainnya.
Tentukan :

Single episodes
Recurrent episodes (dua atau lebih kejadian pemalsuan/falsifikasi penyakit dan / atau
induksi cedera)

Gangguan Factitious yang Ditimbulkan pada yang Lain


KRITERIA DIAGNOSIS

A. Pemalsuan tanda atau gejala fisik atau psikologis, atau induksi cedera atau penyakit, di
lain, terkait dengan penipuan yang teridentifikasi.
B. Individu tersebut menghadirkan orang lain (korban) kepada orang lain sebagai orang
sakit, terganggu, atau terluka.
C. Perilaku menipu terbukti bahkan meski tidak ada penghargaan eksternal yang nyata.
D. Perilaku tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lainnya, seperti gangguan
delusional atau kelainan psikotik lainnya.
Catatan : Pelaku, bukan korban, menerima diagnosis ini.

Tentukan :

Single episodes
Recurrent episodes (dua atau lebih kejadian pemalsuan/falsifikasi penyakit dan / atau
induksi cedera)
RECORDING PROCEDURE

Bila seseorang memalsukan (mis., Anak-anak, orang dewasa, hewan peliharaan)


penyakit ke orang lain, diagnosisnya adalah gangguan faktual yang dikenakan pada tindakan
orang lain. Pelakunya, bukan korbannya, diberi diagnosa. Korban mungkin diberi diagnosis
pelecehan.

FITUR DIAGNOSTIK

Fitur penting dari gangguan faktisi adalah pemalsuan tanda dan gejala medis atau
psikologis pada diri sendiri atau orang lain yang terkait dengan penipuan yang diidentifikasi.
Individu dengan gangguan genetis juga dapat mencari pengobatan untuk diri mereka sendiri
atau yang lain mengikuti induksi cedera atau penyakit. Diagnosis mensyaratkan menunjukkan
bahwa individu tersebut mengambil tindakan diam-diam untuk menggambarkan,
mensimulasikan, atau menimbulkan tanda atau gejala penyakit atau cedera dengan tidak
adanya penghargaan eksternal yang nyata.

Metode pemalsuan penyakit bisa meliputi pembedahan, fabrikasi, simulasi, dan


induksi. Sementara kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, perilaku menipu atau induksi
cedera yang terkait dengan penipuan menyebabkan orang lain memandang orang tersebut
(atau orang lain) lebih sakit atau terganggu, dan ini dapat menyebabkan intervensi klinis
berlebihan. Individu dengan gangguan genetis mungkin, misalnya, melaporkan perasaan
depresi dan bunuh diri setelah kematian pasangannya meskipun kematiannya tidak benar atau
individu tidak memiliki pasangan; Melaporkan episode gejala neurologis (mis., Kejang,
pusing, atau pingsan); Memanipulasi tes laboratorium (mis., Dengan menambahkan darah ke
air seni) untuk secara salah menunjukkan kelainan; Memalsukan catatan medis untuk
menunjukkan adanya penyakit; Menelan zat (mis., Insulin atau warfarin) untuk menginduksi
hasil atau penyakit laboratorium abnormal; Atau melukai diri mereka sendiri atau
menyebabkan penyakit pada dirinya sendiri (mis., Dengan menyuntikkan bahan tinja untuk
menghasilkan abses atau untuk menginduksi sepsis).

FITUR LAIN YANG BERHUBUNGAN DALAM DIAGNOSIS

Individu dengan gangguan faktual yang dikenakan pada diri sendiri atau gangguan
faktisi yang dikenakan pada orang lain beresiko mengalami tekanan psikologis atau gangguan
fungsional yang parah dengan menyebabkan bahaya pada diri mereka sendiri dan orang lain.
Keluarga, teman, dan profesional perawatan kesehatan juga sering terpengaruh oleh perilaku
mereka. Gangguan faktual memiliki kesamaan dengan gangguan penggunaan zat, gangguan
makan, gangguan kontrol impuls, gangguan pedofilia, dan beberapa gangguan mapan lainnya
yang terkait dengan kegigihan perilaku dan usaha yang disengaja untuk menyembunyikan
perilaku yang tidak teratur melalui penipuan. Padahal beberapa aspek gangguan faktual
mungkin mewakili perilaku kriminal (misalnya, gangguan faktual yang dikenakan pada
tindakan orang lain, di mana tindakan orang tua mewakili pelecehan dan penganiayaan
terhadap anak), perilaku kriminal dan penyakit jiwa semacam itu tidak saling eksklusif.
Diagnosis gangguan faktisi menekankan identifikasi tujuan pemalsuan tanda dan gejala
penyakit, dan bukan kesimpulan tentang maksud atau kemungkinan motivasi yang
mendasarinya. Apalagi, perilaku seperti itu, termasuk induksi luka atau penyakit adalah
terkait dengan penipuan.

PREVALENSI

Prevalensi gangguan faktisi tidak diketahui, kemungkinan karena peran penipuan


dalam populasi ini. Di antara pasien di rumah sakit, diperkirakan sekitar 1% individu
memiliki presentasi yang memenuhi kriteria gangguan faktisi.

PERKEMBANGAN DAN PERJALANAN PENYAKIT

Jalannya gangguan faktisi biasanya merupakan salah satu episode intermiten. Episode
dan episode tunggal yang dicirikan sebagai gigih dan tak henti-hentinya keduanya kurang
umum. Onset biasanya di awal masa dewasa, sering setelah rawat inap untuk kondisi medis
atau gangguan mental. Bila dipaksakan pada orang lain, kelainan ini mungkin terjadi setelah
dirawat di rumah sakit pada anak individu atau ketergantungan lainnya. Pada individu dengan
episode berulang pemalsuan tanda dan gejala penyakit dan / atau induksi cedera, pola kontak
menipu yang berurutan dengan petugas medis ini, termasuk perawatan di rumah sakit, bisa
menjadi seumur hidup.
DIFERENTIAL DIAGNOSIS

Somatic Symptom Disorder. Dalam gangguan gejala somatik, mungkin ada


perhatian dan pengobatan berlebihan untuk mendapatkan perhatian medis yang dirasakan,
namun tidak ada bukti bahwa individu tersebut memberikan informasi palsu atau bersikap
menipu.

Malingering. Malingering dibedakan dari gangguan faktisi dengan pelaporan yang


disengaja untuk keuntungan pribadi (mis., Uang, waktu istirahat kerja). Sebaliknya,
diagnosisnya kelainan faktisi berarti tidak adanya penghargaan yang jelas.

Gangguan Konversi (gangguan gejala neurologis fungsional). Gangguan konversi


ditandai dengan gejala neurologis yang tidak sesuai dengan patofisiologi neurologis.
Gangguan faktual dengan gejala neurologis dibedakan dari kelainan konversi dengan bukti
pemalsuan gejala yang menipu.

Borderline Personality Disorder. Sengaja merugikan diri secara fisik dengan tidak
adanya niat bunuh diri juga bisa terjadi terkait dengan gangguan kejiwaan lainnya seperti
gangguan ini. Gangguan prediktif mengharuskan induksi cedera terjadi bersamaan dengan
penipuan.

Kondisi medis atau gangguan mental tidak terkait dengan pemalsuan gejala
yang disengaja. Presentasi tanda dan gejala penyakit yang tidak sesuai dengan yang dapat
diidentifikasi kondisi medis atau gangguan mental meningkatkan kemungkinan adanya
gangguan faktisius Namun, diagnosis gangguan faktisi tidak mengecualikan adanya kondisi
medis yang benar atau gangguan mental, karena penyakit komorbid sering terjadi pada
individu bersamaan dengan gangguan faktisi. Misalnya, individu yang mungkin
memanipulasi kadar gula darah untuk menghasilkan gejala mungkin juga menderita diabetes.

Gejala Somatik Tertentu lainnya dan Kelainan Terkait


300.89 (F45.8)
KRITERIA DIAGNOSIS

Kategori ini berlaku untuk di mana gejala karakteristik somatik dan kelainan terkait yang
menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis di wilayah kerja sosial,
pekerjaan, atau bidang penting lainnya yang menonjol namun tidak memenuhi kriteria
lengkap untuk gangguan pada gejala somatik dan kelas diagnostik gangguan terkait bisa
menggunakakan beberapa poin sebagai berikut :

A. Gangguan gejala somatik singkat : Durasi gejala kurang dari 6 bulan.


B. Penyakit kegelisahan singkat : Durasi gejala kurang dari 6 bulan.
C. Penyakit gangguan kecemasan tanpa perilaku terkait kesehatan yang berlebihan
: Kriteria D Untuk gangguan kecemasan penyakit tidak terpenuhi.
D. Pseudocyesis : Keyakinan palsu untuk hamil yang dikaitkan dengan tanda-tanda
obyektif dan gejala kehamilan yang dilaporkan.

Gejala Somatik yang Tidak ditentukan dan Kelainan terkait


300.82 (F45.9)
Kategori ini berlaku untuk presentasi di mana gejala karakteristik somatik dan
kelainan terkait yang menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis di
wilayah kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya yang menonjol namun tidak
memenuhi kriteria lengkap untuk gangguan pada gejala somatik dan kelas diagnostik
gangguan terkait. Gejala somatik yang tidak ditentukan dan kategori gangguan terkait tidak
boleh digunakan kecuali ada situasi yang jelas tidak biasa dimana tidak cukup informasi
untuk membuat diagnosis yang lebih spesifik.

Anda mungkin juga menyukai