Anda di halaman 1dari 23

Bed Side Teaching

SINDROMA NEFROTIK

Oleh :

Ihsiani Nadhifa 1940312077

Preseptor :

dr. Fitrisia Amelin, SpA, M. Biomed

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2021
PROBLEM

Mayoka Ikhsani, Perempuan, 17 tahun bulan, 01.10.03.81

Keluhan Utama :

Pasien datang ke Poliklinik Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan
sembab di wajah, kaki dan perut yang semakin meningkat sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit.
Subjektif :

Sept 2013 -
Jul 2013 Agust 2013 Feb -Sept 2014 Okt 2014
Jan 2014
 Pertama kali pasien  Pasien minum obat  Pasien mengalami  Pasien kembali
 Pasien untuk
mengeluhkan rutin berupa remisi dan kembali kambuh dan
pertama kalinya
sembab pada mata, prednison dan normal dirawat di RSUD
dirawat selama 13
kaki dan perut serta captopril selama 5 Arosuka selama 17
hari di RSUD
mengaku sering bulan serta pernah hari
Arosuka dengan
kelelahan dilakukan transfusi
diagnosis sindroma
nefrotik idiopatik albumin

Nov 2014 -
May - Des 2015 Jan - Feb 2016 Mar 2016 Apr - Okt 2016
Apr 2015
 Pasien kembali  Pasien di Pasien diberikan
 Pasien kembali  Pasien remisi
kambuh dan rujuk ke kemoterapi
relaps dan normal dan
dirawat di RSUD RSUP M denga CPA 1x
melakukan rawat berhenti
Arosuka selama Jamil dan sebulan ke
jalan selama 6 pengobatan
37 hari rutin kontrol RSUP M Jamil
bulan dengan
ke poli RSUP namun masih
mengkonsumsi
M Jamil tetap proteinuria
CPA
setiap bulan +3

Nov 2016 - Nov 2017 - Agust 2018 - Agust 2019 -


Jun - Jul 2021
Okt 2017 Jul 2018 Jul 2019 May 2021
 Pasien melanjutkan  Pasien relaps  Pasien kembali  Pasien
 Pasien berhenti
pengobatan dengan kembali namun remisi normal dan mengeluhkan
pengobatan dan
rawat jalan dan tidka dilakukan berhenti sembab yang
remisi normal
minum CyA oral rawat inap serta pengobatan, namun semakin memberat
dan rutin kontrol ke pasien tetap kontrol ke sejak kontrol
M Jamil setiap mengeluhkan RSUP M Jamil terakhir bulan Juni
bulan, didapatkan sembab pada alat setiap bulan nya sehingga
hasil protein urin genitalia dan terasa diputuskan untu di
negatif perih, pasien rutin rawat di bangsal
mengkonsumsi kronik anak RSUP
MMF M Jamil

Objektif :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Composmentis Kooperatif
Tekanan darah : 130/100 mmHg
Percentile Systolic Diastolic
p5 98 57
p10 111 68
p90 122 77
p95 126 79
p99 132 84
p99+5 137 89

Frekuensi nadi : 96 x/menit


Frekuensi napas : 22 x/menit
Suhu : 36,6°C
Berat badan : 45 kg (BB sebelum sakit 38 kg)
Panjang badan : 138 cm

BB/U : 45/55 x 100% = 81% (Baik)


TB/U : 138/164 x 100% = 84% (Kurang)
BB/TB : 45/33 x 100% = 136 % (Obesitas)
Status gizi : Gizi Baik
Gambar 1. Antropometri

Khusus :

Kulit : Teraba hangat

Wajah : Tampak udem


Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, lebat, dan tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2 mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada
Tenggorok : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak
hiperemis
Gigi dan mulut : Sianosis sirkum oral tidak ada
Toraks

o Paru

Inspeksi : normochest, retraksi dinding dada tidak ada


Palpasi : fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor - redup
Auskultasi : suara napas bronkovesikuler, ronki(-/-), Wheezing (-/-)
o Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


Palpasi : Iktus kordis teraba di LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : irama reguler, murmur(-), gallop(-)

Abdomen
O Inspeksi : distensi (+), pelebaran vena tidak ada
O Palpasi : supel, hepar dan lien sulit dinilai, Ballotement ginjal
sulit dinilai , Nyeri tekan (-), pitting udem (+)
O Perkusi : timpani - redup
O Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : tidak ada kelainan
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, pitting udem (+), CRT <2 detik

HIPOTESIS

- Udem Anasarka

- Konstipasi

- Sindroma Nefrotik

- Infeksi Saluran Kemih


MECHANISM

Gambar 2. Mekanisme sindroma nefrotik


Pasien perempuan berusia 17 tahun 8 bulan datang ke Poliklinik RSUP dr.
M. Djamil Padang dengan keluhan sembab diwajah kaki dan perut yang semakin
meningkat sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, sembab disadari oleh ayah
pasien terlihat hampir diseluruh tubuh pasien seperti alat kelamin dan perut.
Sembab paling terlihat jelas pada pagi hari saat bangun tidur terutama pada pipi
dan kantung mata pasien. Sembab sudah dialami pasien sejak 8 tahun yang lalu.
Pasien sudah dikenal dengan sindroma nefrotik sejak 8 tahun yang lalu. Sembab
awalnya pada kedua kelopak mata, kemudian pipi dan kedua tungkai. Perut
membuncit sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Sembab dapat disebabkan
oleh beberapa keadaan, seperti gangguan ginjal (sindrom nefrotik,
glomerulonefritis), gangguan jantung (gagal jantung kongestif, trombosis vena),
gangguan hepar, penyakit sistemik, dan reaksi anafilaktik. Sesak napas tidak
dirasakan oleh pasien ini, sehingga gangguan jantung dapat disingkirkan. Selain
itu, ayah pasien menyatakan bahwa adanya buang air keruh dan berbusa. Hal ini
mengarahkan ke gangguan ginjal. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan asites yang
ditunjukkan dengan shifting dullness positif. Edema yang diawali pada daerah
preorbital, kemudian pipi asites, dan pretibial merupakan gejala yang khas pada
sindrom nefrotik idiopatik.

Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal tersering pada


anak-anak, dimana insidennya di Indonesia terjadi sebanyak 6 per 100.000 per
tahun pada anak usia kurang dari 14 tahun. Laki-laki lebih banyak daripada
perempuan. Diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan apabila ditemukan proteinuria
masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada
urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+), hipoalbuminemia < 2,5 g/dL, edema,
dan hiperkolesterolemia > 200 mg/dL. Pasien memiliki 3 dari 4 karakteristik
tersebut yaitu edema, hipoalbuminemia dan proteinuria masif, untuk kolesterol
tidak dilakukan pemeriksaan pada pasien

Pasien sebelumnya sudah dikenal sindroma nefrotik sejak 8 tahun yang


lalu. Anak pernah mendapatkan kortikosteroid, dan mengalami perbaikan dalam 4
minggu terapi. Namun setelah itu relaps kembali dan diterapi hingga pasien sudah
pernah mendapatkan siklofosfamid pulse dan oral hingga menjadi remisi normal
dan pasien mengkonsumsi siklosporin, hingga pasien berhenti minum obat namun
lalu kambuh kembali, dan saat ini pasien mengeluhkan sembab dan berdasarkan
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan proteinuria +3 dan hypoalbuminemia
sehingga dapat ditegakkan bahwa pasien mengalami sindrom nefrotik dependen
steroid. Sindroma nefrotik dependen steroid dapat ditegakkan apabila SN relaps 2
x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari
setelah pengobatan.

Pasien ditatalaksana dengan tujuan utama untuk restriksi cairan karena


sudah terjadi edem pada wajah, tungkai dan asites yaitu dengan pemberian loop
diuretik berupa furosemid 1x40 mg. Pasien yang tidak membaik dengan
pemberian diuretik merupakan edem refrakter dan harus diberikan infus albumin
sebagai retriksi cairan. Untuk tatalaksana sindrom nefrotik diberikan sesuai
dengan panduan sindroma nefrotik dependen steroid prednison 3x5 tab (po),
Pemberian captopril 3x12,5 dianjurkan pada pasien dengan SN dependen steroid
untuk mengurangi proteinuria urin. Pada pasien juga diberikan antibiotik karena
dicurigai adanya infeksi saluran kemih yaitu ceffriaxon 1x1,75 mg IV dan juga
sebagai tambahan diberikan Zink 1x20 mg PO, serta pasien di infus dengan IVFD
KAEn1b 1cc per jam.

Pasien diberikan makanan biasa 1800 kkal dengan 1 gram garam perhari
dan protein 25 gram perhari. Pasien dengan sindrom nefrotik perlu dilakukan
pemantaun pemberian diet dengan diet rendah garm 1-2 gr/hari selama edem
untuk mencegah adanya retriksi cairan, Pemberian protein sesuai dengan
rekomendasi diberikan sebanyak 1,5-2 mg/kgbb/hari. Protein pada anak dengan
SN tidak boleh dibawah atau lebih dari yang dianjurkan karena akan memperberat
kerja glomerulus apabila berlebihan dan akan menimbulkan malnutrisi energi
protein saat pemberian protein dibawah anjuran.
MORE INFORMATION
Laboratorium (13 Juli 2021)
Hematologi Lengkap:
Hb: 14,9
Leukosit: 20.130
Eritrosit: 5.440.000
Trombosit: 174.000
Hematokrit: 42%
Retikulosit: 2,59%
MCV/MCH/MCHC: 77/27/36
Hitung Jenis: 0/0/2/87/6/4
Gambaran darah tepi:
Eritrosit: normositik normokrom
Leukosit: meningkat, neutrofilia shift to the right, mielosit 1%
Trombosit: jumlah cukup, morfologi normal
Kimia klinik:
Total protein: 3,7
Alb/Glob: 1,2/2,5
Ur/Cr: 58/0,6
Asam urat: 2,2
GDR: 140
Na/K/Cl: 125/4,6/102

Urinalisa (14 Juli 2021) = Urin Lengkap

Makroskopis
Warna : Kuning
Kekeruhan : Positive
BJ : 1,005 (N: 1,003-1,030)
pH : 6,5 (N: 4,6-8)

Mikroskopis
Leukosit : 6-7/LPB(N:<5)
Eritrosit : 13-15/LPB (N: ≤1)
Silinder : Positive
Kristal : Negative
Epitel : Negative
Leptospira : -
Yeast : -
Bakteri : -
Kimia

Protein : Positive (+3)


Glukosa : Negative
Bilirubin : Negative
Urobilinogen : Positive

Kesan : Proteinuria, hipoalbuminemia

DON’T KNOW

 Hasil rontgen thorax

 Pemeriksaan kadar kolesterol

LEARNING ISSUE

Definisi
Sindroma Nefrotik (SN) adalah suatu sindroma klinis akibat peningkatan
permeabilitas filtrasi glomelurus.4 Sindroma nefrotik merupakan suatu sindrom
klinis yang ditandai dengan karakteristik utama:
1. Proteinuria massif (>40mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2mg/mg atau dipstick ≥+2)
2. Hypoalbuminemia <2,5g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia >200mg/dL.

Epidemiologi

Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-


7 per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia
dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan
perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta,
sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di
Poliklinik Khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak
yang dirawat antara tahun 1995-2000. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan
2:1.1 Sebagian besar (90%) SN pada anak-anak merupakan SN yang idiopatik.
Sisanya (10%) merupakan SN sekunder yang berhubungan dengan kelainan
glomerulus seperti nefropati membranosa dan glomerulonefritis
membranoprolifratif.

Etiologi

Berdasarkan etiologi Sindrom Nefrotik dibagi menjadi:

1. Sindrom Nefrotik Kongenital

Merupakan sindroma nefrotik yang muncul pada dua bulan pertama


kehidupan. Terdapat 2 tipe umum yaitu tipe Finlandia dan tipe heterogeny.

2. Sindrom Nefrotik Idiopati/Primer

Etiologi dari sindrom nefrotik primer masih belum diketahui. Dikatakan


sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi
akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini
paling sering dijumpai pada anak.

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer


dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney
Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui
pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan
pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi.

a. Simdrom Nefrotik dengan kelainan minimal (SNKM)

b. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

c. Mesangial proliferative difus (MPD)

d. Glomerulonephritis membrano proliferative (GNMP)

e. Nefropati membranosa (GNM)

3. Sindrom Nefrotik Sekunder

Sindrom nefrotik sekunder timbul sebagai akibat dari suatu penyakit


sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah penyakit metabolik atau
kongenital (seperti diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema),
infeksi (seperti hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS), toksin dan alergen (seperti logam berat, penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular), penyakit sistemik bermediasi imunologik (contohnya lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schönlein, sarcoidosis), dan neoplasma.

Patofisiologi

a. Proteinuria

Glomerulus ginjal terdiri dari vaskular bed yang kompleks yang berfungsi sebagai
ultrafiltrasi selektif terhadap protein plasma. Sistem filtrasi glomerulus terdiri dari
tiga lapisan, yaitu sel endotel, membran basal glomerulus dan lapisan sel epitel
atau padosit. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus memiliki
mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan kedua muatan
listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang ini tergangggu.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran
molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar
terdiri dari molekul kecil seperti albumin sedangkan non selektif jika yang keluar
terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin.

b. Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100
ml. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh proteinuria
masif peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma, unutk
mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan
sistesi albumin. Peningkatan sisntesis albumin hati tidak dapat mengkompensasi
kehilangan albumin. Dalam keadaan normal hati dapat mensintesis albumin total
sebesar 25g/hari.

c. Edema

Edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan
pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin
merupakan suatu kombinasi rangsangan yang banyak.8 Teori underfill
menjelaskan bahwa hipoalbuminemia adalah faktor kunci terjadinya edema pada
SN. hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga
cairan berpindah dari intravaskular ke jaringan intertitium mengikuti hukum
Starling dan terjadi edema. Akibat terjadinya penurunan tekanan onkotik plasma
dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, ginjal melakukan kompensasi
dengan sistem renin angiotensin sehingga terjadi retensi natrium dan air di tubulus
distal. Penurunan volume intravaskular juga merangsang pelepasan hormon
antideuritik yang mempertinggi penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena
tekanan onkotik kurang maka cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk
kembali ke ruang intersisial sehingga memperberat edema.

d. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia terjadi akibat penurunan tekanan onkotik, disertai oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai
perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara
spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka kadar lipid dapat kembali
normal. Tidak hanya kolesterol yang meningkat ( kolesterol > 250 mg/100 ml ),
tetapi beberapa konstituen lemak juga meningkat dalam darah, seperti Low
Density Lipoprotein (LDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL), dan
trigliserida (baru meningkat apabila plasma albumin < 1 gr/100 mL). Akibat
hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk memproduksi banyak albumin.
Bersamaan dengan sintesis albumin, sel-sel hepar juga akan memproduksi VLDL.
Pada keadaan normal, VLDL diubah menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi,
pada sindrom nefrotik, aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya
hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Selain itu, menurunnya
aktivitas lipoprotein lipase juga disebabkan oleh rendahnya kadar apolipoprotein
plasma akibat keluarnya protein ke dalam urine. Sehingga, hiperkolesteronemia
ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat
gangguan katabolisme fosfolipid.

Manifestasi Klinis

- Edema, manifestasi klinis utama adalah edema, yang tampak pada sekitar
95% anak dengan sindrom nefrotik.

- Gangguan gastrointestinal, sering timbul dalam perjalanan penyakit


sindrom nefrotik. Diare, hepatomegali, nyeri perut dll.

- Napsu makan menurun, nafsu makan menurun karena edema.

- Asites berat, dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.

- Sesak napas, karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura
atau tidak

- Gangguan psikososial

- Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak


mata,perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang
berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.

b. Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua


kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-
kadang ditemukan hipertensi.

c. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :

- Pada urinalisis, proteinuria yang masif ditemukan yaitu > 40 mg/m2/jam


atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. albumin
secara kualitatif +2 sampai +4. Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa
memakai reagen ESBACH ). Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni
epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,
leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.8,9,10

- Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1


gm/100ml), albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-
0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N:
0,5-09 gm/100ml), γ globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin
<1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum,
kreatinin dan klirens kreatinin normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal,
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat.

- Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas
untuk mencari penyebabnya disebabkan oleh edema paru akut atau efusi pleura.

- Pemeriksaan histologi (biopsi ginjal), biopsi ginjal dilakukan secara


perkutan atau pembedahan bersifat invasive sehingga biopsi ginjal hanya
dilakukan atas indikasi tertentu dan apabila orang tua dan anak setuju.

Tatalaksana

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali dirawat dirumah skait


dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet,
penganggulangan edema, memulai steroid dan edukasi orang tua.

Pemeriksaan yang dilakukan sebelum steroid dimulai:

1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan

2. Pengukuran tekanan darah

3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.

4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi


perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.

5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama
6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat
antituberkulosis (OAT).

Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat


edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal
ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik
disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh
sekolah.1

a. Pemberian diet

Pemberian diet tinggi protein merupakan kontraindikasi Apabila diberi


diet rendah protein, akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan
menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Pemberian protein normal sesuai
dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diet
rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.1

b. Diuretik

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan


loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan
hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi


karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2
mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20
ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya
komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat
diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan
mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.

c. Imunisasi

Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/ kgbb/


hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien
imunokompromais.Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat
dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated polio
vaccine).Semua anak SN sangat dianjurkan untuk mendapatkan imunisasi
terhadap infeksi pneumokokus dan varisela.

d. Kortikosteroid

Klasifikasi dari sindroma nefrotik terkait tatalaksana pemberian steroid dibagi


menjadi dua yaitu sindroma nefrotik sensitif steroid (SNSS) dan sindroma nefrotik
resisten steroid (SNRS).
Sindroma Nefrotik Sensitif Steroid

Pengobatan inisial kortikosteroid berdasarkan konsesus penatalaksanaan


sindroma nefrotik anak IDAI, namun Rekomendasi ini mengalami perubahan sesuai
dengan rekomendasi Kidney Disease Improving Global Outcomes (KGIDO) tahun 2012
dan 2013, dimana batasan resisten diperpanjang menjadi 8 minggu dan ditambah dengan
tappering off sebelum prednison diberhentikan. Apabila pasien remisi pada 4 minggu
pertama disebut early responder sedangkan pada 4 minggu kedua disebut late responder.

Rekomendasi KDIGO memberikan dua pilihan dalam pengobatan inisial


sindroma nefrotik dengan prednison/prednisolone:

- Prednison oral dosis penuh selama 6 minggu (maksimal 60mg/m2/hari)


dilanjutkan 6 minggu dengan dosis alternating single dose dipagi hari
- Prednison dosis penuh pada 4 minggu pertama dan 4 minggu kedua 40
mg/m2/hari atau 1,5 mg/kgbb/hari alternating, lalu dilanjutka 3 bulan dosis
tappering off sebelum prednison dihentikan

Rekomendasi lain:

- pemberian kortikosteroid pada pasien sindrom nefrotik relaps, sama dengan


panduan lama. Hal ini berlaku juga pada pasien sindroma nefrotik yang relaps
jarang.

- Pada sindrom nefrotik yang sudah remisi namun sedang mengalami infeksi
(antara lain ISPA) diberi prednison tiap hari selama infeksi untuk mencegah
relaps, juga jika infeksi terjadi pada saat pemberian dosis alternating.

Sindrom nefrotik sering relaps atau dependen steroid

pada sindrom nefrotik sering relaps/dependen steroid pengobatan lanjutan


adalah pemberian steroid jangka panjang dan penggunaan kortikosteroid sparing
agent. Jika terjadi relaps sering diberi prednison dosis penuh sampai terjadi remisi
(paling sedikit 2 kinggu) dan dilanjutkan dengan dosis alternating bersama dengan
kortikosteroid sparing agent. Disamping itu KDIGO juga menganjurkan
pemberian CPA (siklofosfamid) selama 8-12 minggu, apabila tidak ada oral maka
sindrom nefrotik sering relaps dapat diberikan CPA sama seperti pada dependen
steroid selama 6 bulan

Preparat kortikosteroid sparing agent yang di anjurkan pada sindrom nefrotik adalah:

 siklofosfamid dosis 2 mg/kgbb/hari selama 8-12 minggu (maksimal 168 mg/kg)


dan diberikan setelah pasien remisi dengan steroid dosis penuh. Aatau Pemberian
klorambusil dengan dosis 0,1-0,2 mg/kgbb/hari (maksimal 11,2 mg/kg)

 Levamisol dosis 2,5 mg/kgbb/hari diberikan bersamaan dengan prednison dosis


alternating selama 12 bulan, jika obat berhenti pasien sering relaps kembali

 kalsineurin inhibitor siklosporin dosis 4-5 mg/kg/hari 2x1 selama 12 bulan, atau
takrolimus dosis 0,1 mg/kgbb/hari 2x1 diberikan jika ada efek samping kosmetik pada
pemberian siklossporin, jika obat berhenti pasien sering relaps kembali

 Mikofenolat Mofetil (MMF) dengan dosis 1200 mg/m2/hari 2x1 selama 12


bulan, jika obat berhenti pasien sering relaps kembali

 Rituximab hanya diberikan pada kasus dependen steroid yang terus menerus
relaps jika sudah mendapat kalsineurin inhibitor dengan dosis optimal atau menderita
efek samping

 Mizoribin tidak di anjurkan untuk pengobatan pasien relaps sering/dependen


sterois. Azatioprin juga tidak dianjurkan untuk diberikan pada sindrom nefrotik anak.

Pemberian siklofosfamid pada pasien SN relaps sering atau dependen steroid


menghasilkan luaran yang sama dalam mengurangi relaps. CPA dapat diberikan oral 8-12
minggu atau intravena (CPA Pulse) satu kali perbulan selama 6 bulan.

Sindroma nefrotik resisten steroid

Terdapat dua jenis sindroma nefrotik resisten steroid yaitu primer apabila
resisten terjadi pada pengobatan inisial yaitu setelah pemberian kortikosteroid
selama 8-12 minggu tidak terjadi remisi, atau resisten sekunder jika pada pasien
sindrom nefrotik yang telah berulang kali mendapat steroid (relaps frekuen) atau
dependen steroid.

Obat imunosupresan yang dianjurkan KDIGO pada sindrom nefrotik


resisten steroid adalah kalsineurin inhibitor, MMF, dan tambahan pemeberian
ACE inhibitor dan atau angotensin II reseptor blocker (ARB).

pengobatan sindrom nefrotik steroid resisten primer atau sekunder meliputi:

a. kalsineurin inhibitor, diberikan selama 6 bulan bersama dosis rendah


kortikosteroid. Apabila dalam 6 bulan terjadi remisi partial atau total dapat
dilanjutkan 6 bulan lagi

b. Mikofenolat Mofetil, diberikan apabila dengan CNI tidak remisi. Cara


penggunaan MMF sama dengan CNI yaitu 6 bulan pertama bila terjadi remisi
partial atau total dilanjutkan 6 bulan lagi.

Apabila pasien sindrom nefrotik steroid resisten mengalami relaps kembali


setelah pengobatan maka dianjurkan diberikan preparat kortikosteroid oral seperti
pengobatan relaps, pada umumnya remisi cepat tercapai. Dapat juga kembali ke
imunosupresan yang sebelumnya, kecuali jika dipergunakan CPA untuk
menghndari efek kumulatif atau menggantikan dengan obat imunosupresan yang
lain.

Komplikasi

a. Infeksi sekunder :

b. Syok
c. Trombosis vaskuler

e. Hipertensi

f. Malnutrisi atau kegagalan ginjal.

Prognosis

Penentuan prognosis dilakukan dengan penilaian respoons terhadap


steroid, 60-80% dari sindrom nefrotik sensitif steroid akan mengalami relaps dan
60% dari itu akan mengalami 5 kali atau lebih relaps. Usia onset lebih dari 4 tahun
dan remisi 7-9 hari pada saat terapi steroid dan tidak adanya mikrohematuria di
perkirakan akan mengalami relaps yang lebih sedikit. Pada penelitian dari 398
anak, proporsi untuk tidak mengalami relaps meningkat dari 44% pada usia 1
tahun, 69% pada usia 5 tahun dan 84% pada usia 10 tahun.

PROBLEM SOLVING

o IVFD KAEn1B 1cc/jam

o Tranfusi albumin 25% 1 gr (140cc)/hari selang hari setelah edema


refrakter

o Prednison 3x5 tab PO

o Furosemid 1x40 mg IV

o Captopril 3x12,5 mg PO

o Ceftriaxon 1x1,75 mg IV

o Zink 1x20 mg PO

Anda mungkin juga menyukai