SINDROMA NEFROTIK
Oleh :
Preseptor :
Keluhan Utama :
Pasien datang ke Poliklinik Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan
sembab di wajah, kaki dan perut yang semakin meningkat sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit.
Subjektif :
Sept 2013 -
Jul 2013 Agust 2013 Feb -Sept 2014 Okt 2014
Jan 2014
Pertama kali pasien Pasien minum obat Pasien mengalami Pasien kembali
Pasien untuk
mengeluhkan rutin berupa remisi dan kembali kambuh dan
pertama kalinya
sembab pada mata, prednison dan normal dirawat di RSUD
dirawat selama 13
kaki dan perut serta captopril selama 5 Arosuka selama 17
hari di RSUD
mengaku sering bulan serta pernah hari
Arosuka dengan
kelelahan dilakukan transfusi
diagnosis sindroma
nefrotik idiopatik albumin
Nov 2014 -
May - Des 2015 Jan - Feb 2016 Mar 2016 Apr - Okt 2016
Apr 2015
Pasien kembali Pasien di Pasien diberikan
Pasien kembali Pasien remisi
kambuh dan rujuk ke kemoterapi
relaps dan normal dan
dirawat di RSUD RSUP M denga CPA 1x
melakukan rawat berhenti
Arosuka selama Jamil dan sebulan ke
jalan selama 6 pengobatan
37 hari rutin kontrol RSUP M Jamil
bulan dengan
ke poli RSUP namun masih
mengkonsumsi
M Jamil tetap proteinuria
CPA
setiap bulan +3
Objektif :
Khusus :
Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, lebat, dan tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2 mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada
Tenggorok : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak
hiperemis
Gigi dan mulut : Sianosis sirkum oral tidak ada
Toraks
o Paru
Abdomen
O Inspeksi : distensi (+), pelebaran vena tidak ada
O Palpasi : supel, hepar dan lien sulit dinilai, Ballotement ginjal
sulit dinilai , Nyeri tekan (-), pitting udem (+)
O Perkusi : timpani - redup
O Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : tidak ada kelainan
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, pitting udem (+), CRT <2 detik
HIPOTESIS
- Udem Anasarka
- Konstipasi
- Sindroma Nefrotik
Pasien diberikan makanan biasa 1800 kkal dengan 1 gram garam perhari
dan protein 25 gram perhari. Pasien dengan sindrom nefrotik perlu dilakukan
pemantaun pemberian diet dengan diet rendah garm 1-2 gr/hari selama edem
untuk mencegah adanya retriksi cairan, Pemberian protein sesuai dengan
rekomendasi diberikan sebanyak 1,5-2 mg/kgbb/hari. Protein pada anak dengan
SN tidak boleh dibawah atau lebih dari yang dianjurkan karena akan memperberat
kerja glomerulus apabila berlebihan dan akan menimbulkan malnutrisi energi
protein saat pemberian protein dibawah anjuran.
MORE INFORMATION
Laboratorium (13 Juli 2021)
Hematologi Lengkap:
Hb: 14,9
Leukosit: 20.130
Eritrosit: 5.440.000
Trombosit: 174.000
Hematokrit: 42%
Retikulosit: 2,59%
MCV/MCH/MCHC: 77/27/36
Hitung Jenis: 0/0/2/87/6/4
Gambaran darah tepi:
Eritrosit: normositik normokrom
Leukosit: meningkat, neutrofilia shift to the right, mielosit 1%
Trombosit: jumlah cukup, morfologi normal
Kimia klinik:
Total protein: 3,7
Alb/Glob: 1,2/2,5
Ur/Cr: 58/0,6
Asam urat: 2,2
GDR: 140
Na/K/Cl: 125/4,6/102
Makroskopis
Warna : Kuning
Kekeruhan : Positive
BJ : 1,005 (N: 1,003-1,030)
pH : 6,5 (N: 4,6-8)
Mikroskopis
Leukosit : 6-7/LPB(N:<5)
Eritrosit : 13-15/LPB (N: ≤1)
Silinder : Positive
Kristal : Negative
Epitel : Negative
Leptospira : -
Yeast : -
Bakteri : -
Kimia
DON’T KNOW
LEARNING ISSUE
Definisi
Sindroma Nefrotik (SN) adalah suatu sindroma klinis akibat peningkatan
permeabilitas filtrasi glomelurus.4 Sindroma nefrotik merupakan suatu sindrom
klinis yang ditandai dengan karakteristik utama:
1. Proteinuria massif (>40mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2mg/mg atau dipstick ≥+2)
2. Hypoalbuminemia <2,5g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia >200mg/dL.
Epidemiologi
Etiologi
Patofisiologi
a. Proteinuria
Glomerulus ginjal terdiri dari vaskular bed yang kompleks yang berfungsi sebagai
ultrafiltrasi selektif terhadap protein plasma. Sistem filtrasi glomerulus terdiri dari
tiga lapisan, yaitu sel endotel, membran basal glomerulus dan lapisan sel epitel
atau padosit. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus memiliki
mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan kedua muatan
listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang ini tergangggu.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran
molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar
terdiri dari molekul kecil seperti albumin sedangkan non selektif jika yang keluar
terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin.
b. Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100
ml. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh proteinuria
masif peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma, unutk
mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan
sistesi albumin. Peningkatan sisntesis albumin hati tidak dapat mengkompensasi
kehilangan albumin. Dalam keadaan normal hati dapat mensintesis albumin total
sebesar 25g/hari.
c. Edema
Edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan
pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin
merupakan suatu kombinasi rangsangan yang banyak.8 Teori underfill
menjelaskan bahwa hipoalbuminemia adalah faktor kunci terjadinya edema pada
SN. hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga
cairan berpindah dari intravaskular ke jaringan intertitium mengikuti hukum
Starling dan terjadi edema. Akibat terjadinya penurunan tekanan onkotik plasma
dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, ginjal melakukan kompensasi
dengan sistem renin angiotensin sehingga terjadi retensi natrium dan air di tubulus
distal. Penurunan volume intravaskular juga merangsang pelepasan hormon
antideuritik yang mempertinggi penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena
tekanan onkotik kurang maka cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk
kembali ke ruang intersisial sehingga memperberat edema.
d. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia terjadi akibat penurunan tekanan onkotik, disertai oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai
perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara
spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka kadar lipid dapat kembali
normal. Tidak hanya kolesterol yang meningkat ( kolesterol > 250 mg/100 ml ),
tetapi beberapa konstituen lemak juga meningkat dalam darah, seperti Low
Density Lipoprotein (LDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL), dan
trigliserida (baru meningkat apabila plasma albumin < 1 gr/100 mL). Akibat
hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk memproduksi banyak albumin.
Bersamaan dengan sintesis albumin, sel-sel hepar juga akan memproduksi VLDL.
Pada keadaan normal, VLDL diubah menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi,
pada sindrom nefrotik, aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya
hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Selain itu, menurunnya
aktivitas lipoprotein lipase juga disebabkan oleh rendahnya kadar apolipoprotein
plasma akibat keluarnya protein ke dalam urine. Sehingga, hiperkolesteronemia
ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat
gangguan katabolisme fosfolipid.
Manifestasi Klinis
- Edema, manifestasi klinis utama adalah edema, yang tampak pada sekitar
95% anak dengan sindrom nefrotik.
- Sesak napas, karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura
atau tidak
- Gangguan psikososial
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisis
c. Pemeriksaan penunjang
- Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas
untuk mencari penyebabnya disebabkan oleh edema paru akut atau efusi pleura.
Tatalaksana
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama
6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat
antituberkulosis (OAT).
a. Pemberian diet
b. Diuretik
c. Imunisasi
d. Kortikosteroid
Rekomendasi lain:
- Pada sindrom nefrotik yang sudah remisi namun sedang mengalami infeksi
(antara lain ISPA) diberi prednison tiap hari selama infeksi untuk mencegah
relaps, juga jika infeksi terjadi pada saat pemberian dosis alternating.
Preparat kortikosteroid sparing agent yang di anjurkan pada sindrom nefrotik adalah:
kalsineurin inhibitor siklosporin dosis 4-5 mg/kg/hari 2x1 selama 12 bulan, atau
takrolimus dosis 0,1 mg/kgbb/hari 2x1 diberikan jika ada efek samping kosmetik pada
pemberian siklossporin, jika obat berhenti pasien sering relaps kembali
Rituximab hanya diberikan pada kasus dependen steroid yang terus menerus
relaps jika sudah mendapat kalsineurin inhibitor dengan dosis optimal atau menderita
efek samping
Terdapat dua jenis sindroma nefrotik resisten steroid yaitu primer apabila
resisten terjadi pada pengobatan inisial yaitu setelah pemberian kortikosteroid
selama 8-12 minggu tidak terjadi remisi, atau resisten sekunder jika pada pasien
sindrom nefrotik yang telah berulang kali mendapat steroid (relaps frekuen) atau
dependen steroid.
Komplikasi
a. Infeksi sekunder :
b. Syok
c. Trombosis vaskuler
e. Hipertensi
Prognosis
PROBLEM SOLVING
o Furosemid 1x40 mg IV
o Captopril 3x12,5 mg PO
o Ceftriaxon 1x1,75 mg IV
o Zink 1x20 mg PO