EMPIEMA SUBDURAL
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 23 FEBRUARI 2019
1
LAPORAN KASUS
2
IDENTITAS
4
ANAMNESIS
5
ANAMNESIS
6
ANAMNESIS
7
Riwayat Penyakit Sekarang
Pemeriksaan lebih
Demam tinggi, lanjut ke poli anak,
kejang, rawat dirujuk ke spesiallis Operasi Kraniotomi
di PICU bedah syaraf, CT Post op rawat PICU
pertama kali MRI pertama
8
Riwayat Penyakit Dahulu
9
Riwayat Penyakit Keluarga
10
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Panjang badan 49 cm
12
Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI/PASI Susu formula Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 + - - - -
2-4 + - - - -
4-6 + + - - -
6-8 - + + - -
8-9 - + + + -
10-12 - - - - -
Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik, ASI tidak eksklusif 13
Riwayat Imunisasi
Ayah Ibu
16
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Keasadaran Apatis
Tekanan darah 90/60 mmHg
Frekuensi nadi 130x/menit
Frekuensi pernapasan 32x/menit
Suhu tubuh 36,8 oC
DATA ANTROPOMETRI
Berat badan 13 kg
Tinggi badan 97 cm
IMT BB/TB2 = 13 / (0,97)2 = 13,82
LK / U 49 cm Normal
BMI / U di bawah -1 Standar deviasi normal
17
KEPALA
Bentuk Normocephali, tampak luka bekas operasi (+) tertutup kassa, drain (-)
Wajah pucat (-), sianosis (-), tidak ada kelainan bentuk pada wajah
Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, RCL +/+, RCTL
Mata
+/+
THORAX
Palpasi Supel, nyeri tekan (-) hepar tidak membesar, lien tidak membesar
20
Pemeriksaan Penunjang
21
Pemeriksaan Penunjang
Kesan :
Gelombang epileptiform
22
Pemeriksaan Penunjang : CT MRI tanggal 18/09/2018
23
Pemeriksaan Penunjang :
CT MRI tanggal
18/09/2018
24
25
26
27
28
Pemeriksaan Penunjang :
CT MRI tanggal
13/11/2018
29
30
31
32
PEMERIKSAAN PENUNJANG : LAB DARAH (04
Desember 2018)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Leukosit 7,8 Ribu/uL 5 - 10
Hemoglobin 12,0 g/dL 12 - 16
Hematokrit 33,5 % 37 - 47
Trombosit 312 Ribu/uL 150 - 400
HEMOSTASIS
PT 14.3 Detik 11.5 – 15.5
PT kontrol 13.8 Detik 10.3 – 15.4
APTT 35.8 Detik 20 – 40
APTT kontrol 31.6 detik 27.1 – 40.6
KIMIA KLINIK
Kesan :
Thymus prominent, besar cor normal.
34
RESUME
▰ Pasien datang ke Poli Bedah Saraf RSUD Kota Bekasi dengan keluhan kejang berulang sejak + 1 tahun SMRS.
Sekitar 1 tahun SMRS, pasien sempat mengalami demam tinggi secara terus menerus hingga mencapai suhu 42°C
sehingga pasien dibawa berobat ke klinik oleh ibunya namun keluhan tidak berkurang. Ibu pasien akhirnya
membawa pasien ke RS Hermina Bekasi untuk diperiksakan lebih lanjut.oleh dokter spesialis anak disana.
Kemudian, pasien justru diberikan surat untuk segera masuk ke PICU. Setelah masuk PICU, pasien mulai kejang
untuk pertama kalinya. Selama berada di PICU pasien mengalami kejang sebanyak 9 kali, masing – masing kejang
berdurasi sekitar 5 menit. Bagian tubuh yang mengalami kejang yaitu diawali oleh bagian tubuh sebelah kiri selama
sekitar 10 detik kemudian dilanjutkan oleh bagian tubuh sebelah kanan. Kejang yang dialami pasien berupa mata
yang mendelik disertai tangan dan kaki gemetar seperti menggigil. Sebelum dan setelah pasien kejang, tidak
disertai dengan penurunan kesadaran. orang tua pasien mengatakan sebelum terjadi kejang, pasien cenderung
untuk melamun dengan pandangan kosong, dan setelah kejang pasien cenderung untuk menangis. Setelah dirawat
selama sekitar 9 hari di rumah sakit, akhirnya pasien dipulangkan. Namun, setelah dirumah pasien masih berulang
kali mengalami kejang yang serupa selama 3 bulan.
35
RESUME
▰ Akhirnya, ibu pasien kembali membawa pasien ke dokter spesialis anak untuk diperiksakan. Kemudian, dokter
spesialis anak tersebut merujuk pasien kepada dokter spesialis bedah saraf untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut. Dokter spesialis bedah saraf tersebut akhirnya menyarankan pasien untuk melakukan EEG dan CT scan
serta MRI. Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang tersebut, dokter mengatakan bahwa ada sebuah massa di
kepala pasien dan merencanakan untuk merujuk pasien ke RSUD Kota Bekasi untuk dilakukan operasi kraniotomi.
▰ Orang tua pasien juga mengatakan bahwa pasien sering kali mengalami batuk dan pilek berulang sejak kecil.
Sebelum kejang terjadi, pasien sempat mengalami diare selama kurang lebih tiga hari. BAK tidak ada keluhan. Saat
kejang tersebut, orang tua pasien hanya pernah memberi depakene pada pasien atas saran dari dokter.
▰ Sejak keluhan ini muncul, pasien menjadi kesulitan untuk beraktivitas seperti biasa sesuai dengan teman
seusianya.
▰ Riwayat tumbuh kembang tidak sesuai dengan usianya (terlambat). Riwayat gizi baik namun ASI tidak eksklusif.
Riwayat imunisasi tidak lengkap.
36
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Keasadaran Apatis
Frekuensi
32x/menit
pernapasan
Suhu tubuh 36,8 oC
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hematokrit 33,5 % 37 - 47
KIMIA KLINIK
40
Diagnosa Kerja
41
Penatalaksanaan
Non medikamentosa
▰ Pro rawat inap
▰ Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang
diderita
▰ Pro kraniotomi
Medikamentosa
▰ IVFD NaCl 0,9% 1000/hari
▰ Ceftriaxone 1 x 1 gr pre op
42
PROGNOSIS
43
FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
Laboratorium :
- Darah lengkap : Leukosit 7.8, Hemoglobin 12 g/dL (L), Hematokrit 33.5% Trombosit 312 ribu/uL
- PT : 14.3 detik, PT kontrol 13.8, APTT 35.8 detik, APTT kontrol 31.6 detik
GDS : 115 mg/dl, Na : 140, K : 4.2, Cl : 102
Laboratorium : Terlampir
Tanggal FOLLOW UP
19/12/18 S/ lemas, demam (-), Kejang (-), BU (+)
47
FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
20/12/18 S/ lemas, demam (-), Kejang (-), nyeri bekas operasi (+)
P/ Terapi lanjut
Cek H2TL ulang
48
FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
21/12/19 S/ lemas, demam (-), Kejang (-), nyeri bekas operasi (+), nafsu makan belum membaik
Laboratorium :
P/ Terapi lanjut
Transfusi PRC 200 cc lalu cek H2TL besok
Bila Hb naik boleh pulang 49
FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
22/12/19 S/ lemas, demam (-), Kejang (-), nyeri bekas operasi (+)
Laboratorium :
Hb : 10.2 mg/dL
Ht : 35.6 %
Leu : 10.500 / uL
Trom : 257.000/uL
P/ ACC pulang
50
KONTROL DI POLI (04/01/2019)
51
2
TINJAUAN PUSTAKA
52
DEFINISI EMPIEMA SUBDURAL
Empiema subdural atau disebut juga abses subdural, pachymeningitis interna, atau
meningitis sirkumskripta merupakan infeksi yang ditandai dengan adanya efusi
purulen (pus) di ruang duramater dengan arachnoid mater yang dapat meluas ke
arah atau ke dalam falks serebri, tentorium cerebelli, dasar otak, dan foramen
magnum. Reaksi tubuh yang dapat terjadi akibat infeksi ini berupa terbentuknya
sekat-sekat atau obliterasi akibat perlengketan dura ke pia-arakhnoid.
53
KLASIFIKASI EMPIEMA SUBDURAL
SUPRATENTORIAL
INTRAKRANIAL
INFRATENTORIAL
BERDASARKAN
LETAK ANATOMIS
54
EPIDEMIOLOGI EMPIEMA SUBDURAL
▰ Prevalensi sekitar 20% dari seluruh kasus abses serebri. Empiema subdural termasuk dalam 15 – 25%
infeksi piogenik intrakranial.
▰ Dominan pada laki – laki sejumlah 80% kasus empiema subdural terjadi pada laki-laki. Penelitian di
Departemen Neurologi St. Ursula Clinic Utreecht tahun 1946 – 1980 78% pasien berjenis kelamin laki
– laki dan 22% pasien sisanya berjenis kelamin perempuan.
▰ Penyakit ini umumnya menyerang anak hingga dewasa muda, dan sebagian besar berusia antara 10-40
tahun. Sekitar 70% dari seluruh kasus empiema subdural terjadi pada dekade kedua dan ketiga
kehidupan. Penelitian di Taiwan pada tahun 1985 – 2005 terhadap 37 pasien dengan empiema subdural,
rentang usia pasien yaitu dari usia sekitar 7 hari hingga 16 tahun.
55
EPIDEMIOLOGI EMPIEMA SUBDURAL
57
FAKTOR RISIKO EMPIEMA SUBDURAL
▰ Meningitis adalah penyebab paling umum dari empiema subdural pada bayi.
▰ anak yang lebih tua, sinusitis dan otitis media adalah sumber yang paling umum sinus frontal adalah
penyebab paling umum diikuti oleh sinus ethmoid, sphenoid, dan maksilaris. Infeksi ini menyebar dari
sinus paranasal ke ruang subdural melalui erosi tulang atau mengambil rute hematogen.
▰ Telah dilaporkan juga bahwa pungsi lumbal dapat menyebabkan empiema subdural pada kanalis tulang
belakang. Penyebab empiema subdural lainnya adalah iatrogenik seperti drainase hematoma subdural,
kraniotomi, dan pemantauan tekanan intrakranial.
58
FAKTOR RISIKO EMPIEMA SUBDURAL
59
ANATOMI MENINGENS
60
PATOFISIOLOGI EMPIEMA SUBDURAL
Kolonisasi
Nekrosis jaringan Gangguan aliran Peningkatan TIK
cerebri CSS
Reaksi inflamasi
hidrocephalus Gejala Peningkatan
Kumpulan pus Gejala neurologis
fokal & kejang TIK
Abses / empiema
pada celah subdural 61
PATOFISIOLOGI EMPIEMA SUBDURAL
62
KRITERIA DIAGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN
PENUNJANG FISIK
63
KRITERIA DIAGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL
ANAMNESIS
• Demam
• Kejang fokal / umum. Tanyakan : durasi, berulang / tidak, disertai
penurunan kesadaran / tidak
• defisit motorik hemiparesis kontralateral dan aphasia
• Nyeri kepala awalnya bersifat fokal pada daerah munculnya infeksi
kemudian nyeri kepala menyeluruh dan makin memberat
• Kaku kuduk & meningismus
• Berat penurunan kesadaran, koma, gejala peningkatan TIK
• Empiema parafalsin tanda awal : kelemahan tungkai unilateral / bilateral
64
KRITERIA DIAGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL :
ANAMNESIS
65
KRITERIA DIAGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL
PEMERIKSAAN FISIK
• Tanda – tanda vital suhu meningkat, penurunan kesadaran,
bradikardi, tek. Darah meningkat
• Papil edema, makocephali
• Rangsan meningeal (+)
• Gangguan N. VI dan N. III
66
KRITERIA DIAGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL :
GRADING VAN ALPHEN
67
PEMERIKSAAN PENUNJANG EMPIEMA
SUBDURAL
68
PEMERIKSAAN PENUNJANG EMPIEMA
SUBDURAL
69
DIAGNOSIS BANDING EMPIEMA SUBDURAL
▰ subdural hematoma
▰ meningitis bakterialis
▰ ensefalitis virus
▰ abses serebri
▰ trombosis sinus sagital superior
▰ acute diseminated encephalomyelitis.
70
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL
Konservatif
Pembedahan
Terapi O2 hiperbarik
71
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL :
KONSERVATIF
▰ direkomendasikan untuk pasien dengan defisit neurologis non-fokal, tidak ada perubahan
status mental, empiema terbatas dan terlokalisasi kecuali fossa posterior, dan jika respons
terhadap antibiotik memadai.
▰ Namun, mengikuti pendekatan konservatif akan sering membutuhkan pencitraan untuk
mem-follow up keberhasilan terapi
72
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL :
KONSERVATIF
73
TATALAKSANA EMPIEMA
SUBDURAL :
KONSERVATIF
74
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL :
KONSERVATIF
75
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL
PEMBEDAHAN
Craniotomy / craniectomy
Burr hole
76
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL :
PEMBEDAHAN
77
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL :
PEMBEDAHAN
78
PROGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL
79
PROGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL
80
3
PEMBAHASAN KASUS
81
ANALISIS KASUS
83
DAFTAR PUSTAKA
1. Edward Y, Anwar HK. Laporan Kasus : Pentalaksanaan Empiema Subdural sebagai Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik. Bagian Telinga,
Hidung, Tenggorok, Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
3. Hendaus MA. Subdural Empyema in Children. Glob J Health Sci. 2013 Nov; 5(6): 54–59.
Cited on : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4776870/
4. Greenlee JE. Subdural Empyema. Departement of Neurology, University of Utah Healthy Science Center. Current Treatment Options in
Neurology. 2003. 5:13-22
5. Wu TJ, Chiu NC Huang FY. Subdural empyema in children — 20-year experience in a medical center. J Microbiol Immunol Infect. 2008;41:62-67
6. Agrawal A, et all. A Review of Subdural Empyema and Its Management. Infectious Diseases in Clinical Practice. Volume 15, Number 3, May
2007
85