Anda di halaman 1dari 85

CASE REPORT

EMPIEMA SUBDURAL

Dosen pembimbing klinis : dr. Dina Siti Daliyanti., Sp.A(K)

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 23 FEBRUARI 2019
1
LAPORAN KASUS

2
IDENTITAS

Data Pasien Ayah Ibu


Nama An. AN Tn. R Ny. I
Umur 1 tahun 6 bulan 42 tahun 38 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Kp. Siluman ¾ Mangunjaya, Tambun Selatan, Kab. Bekasi, Jawa Barat
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi Betawi
Pendidikan - SMA SD
Pekerjaan - Wiraswasta Wirausaha
Penghasilan - Rp 5.000.000 Rp 2.000.000

Hubungan dengan orang tua


Keterangan
: Anak kandung
3
ANAMNESIS

Dilakukan secara Alloanamnesis pada hari Sabtu tanggal 21 Desember 2018


▰ Keluhan Utama
Kejang berulang sejak sekitar 1 tahun yang lalu
▰ Keluhan Tambahan
batuk berdahak, pilek, tumbuh kembang terganggu

4
ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Sekarang


▰ Pasien datang ke Poli Bedah Saraf RSUD Kota Bekasi dengan keluhan kejang berulang sejak + 1 tahun SMRS.
Sekitar 1 tahun SMRS, pasien sempat mengalami demam tinggi secara terus menerus hingga mencapai suhu 42°C
sehingga pasien dibawa berobat ke klinik oleh ibunya namun keluhan tidak berkurang. Ibu pasien akhirnya
membawa pasien ke RS Hermina Bekasi untuk diperiksakan lebih lanjut oleh dokter spesialis anak disana.
Kemudian, pasien justru diberikan surat untuk segera masuk ke PICU. Setelah masuk PICU, pasien mulai kejang
untuk pertama kalinya. Selama berada di PICU pasien mengalami kejang sebanyak 9 kali, masing – masing kejang
berdurasi sekitar 5 menit. Bagian tubuh yang mengalami kejang yaitu diawali oleh bagian tubuh sebelah kiri selama
sekitar 10 detik kemudian dilanjutkan oleh bagian tubuh sebelah kanan. Kejang yang dialami pasien berupa mata
yang mendelik disertai tangan dan kaki gemetar seperti menggigil.

5
ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Sekarang


▰ Sebelum dan setelah pasien kejang, tidak disertai dengan penurunan kesadaran. orang tua pasien mengatakan
sebelum terjadi kejang, pasien cenderung untuk melamun dengan pandangan kosong, dan setelah kejang pasien
cenderung untuk menangis. Setelah dirawat selama sekitar 9 hari di rumah sakit, akhirnya pasien dipulangkan.
Namun, setelah dirumah pasien masih berulang kali mengalami kejang yang serupa selama 3 bulan. Akhirnya, ibu
pasien kembali membawa pasien ke dokter spesialis anak untuk diperiksakan. Kemudian, dokter spesialis anak
tersebut merujuk pasien kepada dokter spesialis bedah saraf untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dokter
spesialis bedah saraf tersebut akhirnya menyarankan pasien untuk melakukan EEG dan CT scan serta MRI.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang tersebut, dokter mengatakan bahwa ada sebuah massa di kepala pasien
dan merencanakan untuk merujuk pasien ke RSUD Kota Bekasi untuk dilakukan operasi kraniotomi.

6
ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Sekarang


▰ Orang tua pasien juga mengatakan bahwa pasien sering kali mengalami batuk dan pilek berulang sejak kecil.
Keluar cairan dari kedua telinga disangkal. Riwayat flek paru disangkal. Mual muntah sebelum kejang disangkal.
Sebelum kejang terjadi, pasien sempat mengalami diare selama kurang lebih tiga hari. BAK tidak ada keluhan. Saat
kejang tersebut, orang tua pasien hanya pernah memberi depakene pada pasien atas saran dari dokter.
▰ Sejak keluhan ini muncul, pasien menjadi kesulitan untuk beraktivitas seperti biasa sesuai dengan teman
seusianya. Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

7
Riwayat Penyakit Sekarang

Pemeriksaan lebih
Demam tinggi, lanjut ke poli anak,
kejang, rawat dirujuk ke spesiallis Operasi Kraniotomi
di PICU bedah syaraf, CT Post op rawat PICU
pertama kali MRI pertama

10 – 01 - 2018 09 – 03 -2018 18 – 09 -2018 13-11-2018 17-12-2018 21 – 12 -2018


Kejang CT MRI
berulang, kedua, saran :
kontrol ke poli operasi
anak, EEG kraniotomi 
pertama persiapan Post operasi di
operasi bangsal 
anamnesis

8
Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteria - Jantung -

Cacingan - Diare 7 bulan Ginjal -

DBD - Kejang 7 bulan Darah -

Thypoid - Maag - Radang paru -

Otitis - Varicela - Tuberkulosis -

Parotis - Asma - Morbili -

9
Riwayat Penyakit Keluarga

▰ Tidak ada anggota keluarga yang mengalami


penyakit yang serupa.

10
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan


Perawatan antenatal Setiap bulan periksa ke bidan

KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah Sakit


Penolong persalinan Dokter spesialis kandungan dan
kebidanan
Cara persalinan Sectio caesaria
Masa gestasi 9 bulan
Berat lahir 2500 g

Panjang badan 49 cm

Lingkar kepala tidak ingat Kesan : Riwayat kehamilan dan


Keadaan bayi persalinan pasien baik
Langsung menangis

Nilai apgar tidak tahu

Tidak ada kelainan bawaan 11


Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

▰ Pertumbuhan gigi I : 6 bulan (normal: 5-9 bulan)


▰ Psikomotor
▰ Tengkurap : 3 bulan (normal: 3-4 bulan)
▰ Duduk : 10 bulan (normal: 6 bulan)
▰ Berdiri : belum bisa (normal: 9-12 bulan)
▰ Berjalan : belum bisa (normal: 13 bulan)
▰ Bicara : 15 bulan (normal: 9-12 bulan)
▰ Baca dan Tulis : belum bisa
Kesan :
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien tidak sesuai usia (terlambat)

12
Riwayat Makanan

Umur (bulan) ASI/PASI Susu formula Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim

0-2 + - - - -

2-4 + - - - -

4-6 + + - - -

6-8 - + + - -

8-9 - + + + -

10-12 - - - - -

12-24 Makanan keluarga

24-59 Makanan keluarga

Kesan : kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik, ASI tidak eksklusif 13
Riwayat Imunisasi

vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)


BCG Lahir - -
DPT 2 bln 4 bln 6 bln Belum dilakukan

POLIO Lahir 2 bln 4 bln - -

CAMPAK Belum - - Belum dilakukan -


dilakukan
HEPATITIS B Lahir 2 bln 4 bln - -
-

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap 14


Riwayat Keluarga

Ayah Ibu

Nama Tn. R Ny. I

Perkawinan ke Pertama Pertama

Umur 42 tahun 38 tahun

Keadaan kesehatan Baik Baik

Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik.


15
Riwayat Perumahan dan Sanitasi

▰ Tinggal dirumah sendiri. Terdapat dua kamar.


Ventilasi baik, cahaya matahari cukup, air minum
dan air mandi berasal dari air tanah.

Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien


cukup baik.

16
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Keasadaran Apatis
Tekanan darah 90/60 mmHg
Frekuensi nadi 130x/menit
Frekuensi pernapasan 32x/menit
Suhu tubuh 36,8 oC
DATA ANTROPOMETRI
Berat badan 13 kg
Tinggi badan 97 cm
IMT BB/TB2 = 13 / (0,97)2 = 13,82

BB/U 3 Standar deviasi  berat badan lebih

TB/U > 3 Standar Deviasi  tinggi

BB/TB -1 Standar Deviasi  normal

LK / U 49 cm  Normal
BMI / U di bawah -1 Standar deviasi  normal
17
KEPALA

Bentuk Normocephali, tampak luka bekas operasi (+) tertutup kassa, drain (-)

Rambut Rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Wajah pucat (-), sianosis (-), tidak ada kelainan bentuk pada wajah

Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, RCL +/+, RCTL
Mata
+/+

Telinga Normotia, membrain timpani intak, serumen -/-

Hidung Bentuk normal, secret (-), nafas cuping hidung (-)

Mulut Faring hiperemis (-), T1-T1

Leher KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar

THORAX

Inspeksi pergerakan dinding dada simetris

Palpasi gerak napas simetris, vocal fremitus simetris

Perkusi sonor dikedua lapang paru, simetris


Pulmo SN vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Auskultasi Cor BJ I & II normal, murmur (-), gallop -
ABDOMEN

Inspeksi Perut datar

Auskultasi Bising usus (+), 4x/menit

Palpasi Supel, nyeri tekan (-) hepar tidak membesar, lien tidak membesar

Perkusii nyeri ketok (-), timpani

KULIT ikterik (-), petechie (-)

EKSTREMITAS akral hangat, sianosis (-), edema (-), pucat (-)


Pemeriksaan Penunjang

EEG tanggal 09/03/2018

20
Pemeriksaan Penunjang

EEG tanggal 09/03/2018

21
Pemeriksaan Penunjang

EEG tanggal 09/03/2018

Kesan :
Gelombang epileptiform

22
Pemeriksaan Penunjang : CT MRI tanggal 18/09/2018

23
Pemeriksaan Penunjang :
CT MRI tanggal
18/09/2018
24
25
26
27
28
Pemeriksaan Penunjang :
CT MRI tanggal
13/11/2018
29
30
31
32
PEMERIKSAAN PENUNJANG : LAB DARAH (04
Desember 2018)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Leukosit 7,8 Ribu/uL 5 - 10
Hemoglobin 12,0 g/dL 12 - 16
Hematokrit 33,5 % 37 - 47
Trombosit 312 Ribu/uL 150 - 400
HEMOSTASIS
PT 14.3 Detik 11.5 – 15.5
PT kontrol 13.8 Detik 10.3 – 15.4
APTT 35.8 Detik 20 – 40
APTT kontrol 31.6 detik 27.1 – 40.6
KIMIA KLINIK

GDS 115 Mg/dL 60 – 110


Natrium 140 mmol/L 135 - 145
Kalium 4.2 mmol/L 3.5 – 5.0
Clorida 102 mmol/L 94 - 111 33
Pemeriksaan Penunjang : FOTO THORAX AP (04
Desember 2018)

Kesan :
Thymus prominent, besar cor normal.

34
RESUME

▰ Pasien datang ke Poli Bedah Saraf RSUD Kota Bekasi dengan keluhan kejang berulang sejak + 1 tahun SMRS.
Sekitar 1 tahun SMRS, pasien sempat mengalami demam tinggi secara terus menerus hingga mencapai suhu 42°C
sehingga pasien dibawa berobat ke klinik oleh ibunya namun keluhan tidak berkurang. Ibu pasien akhirnya
membawa pasien ke RS Hermina Bekasi untuk diperiksakan lebih lanjut.oleh dokter spesialis anak disana.
Kemudian, pasien justru diberikan surat untuk segera masuk ke PICU. Setelah masuk PICU, pasien mulai kejang
untuk pertama kalinya. Selama berada di PICU pasien mengalami kejang sebanyak 9 kali, masing – masing kejang
berdurasi sekitar 5 menit. Bagian tubuh yang mengalami kejang yaitu diawali oleh bagian tubuh sebelah kiri selama
sekitar 10 detik kemudian dilanjutkan oleh bagian tubuh sebelah kanan. Kejang yang dialami pasien berupa mata
yang mendelik disertai tangan dan kaki gemetar seperti menggigil. Sebelum dan setelah pasien kejang, tidak
disertai dengan penurunan kesadaran. orang tua pasien mengatakan sebelum terjadi kejang, pasien cenderung
untuk melamun dengan pandangan kosong, dan setelah kejang pasien cenderung untuk menangis. Setelah dirawat
selama sekitar 9 hari di rumah sakit, akhirnya pasien dipulangkan. Namun, setelah dirumah pasien masih berulang
kali mengalami kejang yang serupa selama 3 bulan.

35
RESUME

▰ Akhirnya, ibu pasien kembali membawa pasien ke dokter spesialis anak untuk diperiksakan. Kemudian, dokter
spesialis anak tersebut merujuk pasien kepada dokter spesialis bedah saraf untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut. Dokter spesialis bedah saraf tersebut akhirnya menyarankan pasien untuk melakukan EEG dan CT scan
serta MRI. Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang tersebut, dokter mengatakan bahwa ada sebuah massa di
kepala pasien dan merencanakan untuk merujuk pasien ke RSUD Kota Bekasi untuk dilakukan operasi kraniotomi.
▰ Orang tua pasien juga mengatakan bahwa pasien sering kali mengalami batuk dan pilek berulang sejak kecil.
Sebelum kejang terjadi, pasien sempat mengalami diare selama kurang lebih tiga hari. BAK tidak ada keluhan. Saat
kejang tersebut, orang tua pasien hanya pernah memberi depakene pada pasien atas saran dari dokter.
▰ Sejak keluhan ini muncul, pasien menjadi kesulitan untuk beraktivitas seperti biasa sesuai dengan teman
seusianya.
▰ Riwayat tumbuh kembang tidak sesuai dengan usianya (terlambat). Riwayat gizi baik namun ASI tidak eksklusif.
Riwayat imunisasi tidak lengkap.

36
Keadaan umum Tampak sakit sedang

Keasadaran Apatis

Tekanan darah 90/60 mmHg

Frekuensi nadi 130x/menit

Frekuensi
32x/menit
pernapasan
Suhu tubuh 36,8 oC

Antropometri Berat badan berlebih


Kepala tampak luka bekas operasi (+) tertutup kassa, drain (-)
RESUME

EEG tanggal 09/03/2018


▰ Kesan : Epileptiform di frontal kanan

CT MRI tanggal 18/09/2018


▰ Kesan : curiga terdapat perdarahan subdural late sub akut – kronis
di frontotemporal sinistra.
38
RESUME

CT MRI tanggal 13/11/2018


Kesan :
▰ Perdarahan subdural early subacute mengisi konkavitas
temporoparietal kanan
▰ Perdarahan subdural late subacute mengisi konkavitas
frontoparietotemporalis kiri
▰ Hidrosefalus komunikans
▰ Dandy walkers malformation. 39
RESUME

Laboratorium darah 24-12-2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

HEMATOLOGI

Darah Lengkap

Hematokrit 33,5 % 37 - 47

KIMIA KLINIK

GDS 115 Mg/dL 60 – 110

40
Diagnosa Kerja

▰ Subdural mass dd perdarahan dd susp. empiema

41
Penatalaksanaan

Non medikamentosa
▰ Pro rawat inap
▰ Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang
diderita
▰ Pro kraniotomi

Medikamentosa
▰ IVFD NaCl 0,9% 1000/hari
▰ Ceftriaxone 1 x 1 gr pre op
42
PROGNOSIS

▰ Ad vitam : Dubia ad bonam


▰ As fungsionam : Dubia ad malam
▰ Ad sanationam : Dubia ad malam

43
FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP

17/12/18 S/ lemas, demam (-)


O/ ku: TSS , Kes: CM
Suhu: 36.7C, Nadi:110, TD : 90/60 mmHg
RR: 24x/menit , saturasi:98%

Laboratorium :
- Darah lengkap : Leukosit 7.8, Hemoglobin 12 g/dL (L), Hematokrit 33.5% Trombosit 312 ribu/uL
- PT : 14.3 detik, PT kontrol 13.8, APTT 35.8 detik, APTT kontrol 31.6 detik
GDS : 115 mg/dl, Na : 140, K : 4.2, Cl : 102

A/ Subdural mass dd susp. Subdural empyema dd perdarahan

P/ IVFD NaCl 0,9% 1000 cc/hari.


Pro op. Kraniotomi hari ini
Pantau TTV / 6 jam
Post op di PICU
Cek ulang DL, Fungsi hepar, fungsi ginjal, GDS, Elektrolit, ADT, post op 44
FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
18/12/18 S/ post op kraniotomi, nyeri bekas operasi (+), demam (-), Kejang (-)

O/ ku: TSS , kes: CM


Suhu:36.2 C , nadi:153x/menit,
RR:29x/menit , saturasi:99% , TD:105/66 mmHg,

Laboratorium : Terlampir

A/ post. Kraniotomi H-1 e.c Empiema subdural sinistra

P/ observasi TTV rutin


Head up 30°
O2 sesuai Sp.An
IVFD NaCl 0,0% 1000 cc / 24 jam
Puasa hingga BU (+)
Mm :
Cefotaxime 2 x 300 mg (IV)
Metronidazole 3 x 75 mg (IV)
Kloramphenicol 4 x 75 mg (IV)
Sanmol 3 x 125 mg (IV) 45
46
FOLLOW UP

Tanggal FOLLOW UP
19/12/18 S/ lemas, demam (-), Kejang (-), BU (+)

O/ ku: TSS , kes: CM


Suhu:37,3C , nadi:134x/menit, pucat (+),
RR:28x/menit , saturasi:99% , TD:114/92 mmHg

A/ Post op. Kraniotomi e.c Empiema subdural H-1

P/ Transfusi PRC 150 cc


Terapi lanjut
ACC pindah ke bangsal

47
FOLLOW UP

Tanggal FOLLOW UP
20/12/18 S/ lemas, demam (-), Kejang (-), nyeri bekas operasi (+)

O/ ku: TSS , kes: CM


Suhu:36,8C , nadi:140x/menit, pucat (+),
RR:26x/menit , saturasi:98% , TD:100/70 mmHg

A/ Post op. Kraniotomi e.c Empiema subdural H-2

P/ Terapi lanjut
Cek H2TL ulang

48
FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
21/12/19 S/ lemas, demam (-), Kejang (-), nyeri bekas operasi (+), nafsu makan belum membaik

O/ ku: TSS , kes: CM


Suhu:37,2C , nadi:127x/menit, CA +/+
RR:24x/menit , saturasi:98% , TD:100/70 mmHg

Laboratorium :

A/ Post kraniotomi H-3 e.c subdural empiema

P/ Terapi lanjut
Transfusi PRC 200 cc lalu cek H2TL besok
Bila Hb naik  boleh pulang 49
FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
22/12/19 S/ lemas, demam (-), Kejang (-), nyeri bekas operasi (+)

O/ KU: TSS , kes: CM


Suhu:36,9C , nadi:130x/menit, CA -/-
RR:28x/menit , saturasi:99% , TD:90/60 mmHg

Laboratorium :
Hb : 10.2 mg/dL
Ht : 35.6 %
Leu : 10.500 / uL
Trom : 257.000/uL

A/ Post kraniotomi H-4 e.c subdural empiema

P/ ACC pulang

50
KONTROL DI POLI (04/01/2019)

Membawa hasil kultur CSS dan PA jaringan


operasi :
Hasil :
▰ Kultur steril
▰ Tidak tampak tanda keganasan, tampak
tanda peradangan akut.

51
2
TINJAUAN PUSTAKA

52
DEFINISI EMPIEMA SUBDURAL

Empiema subdural atau disebut juga abses subdural, pachymeningitis interna, atau
meningitis sirkumskripta merupakan infeksi yang ditandai dengan adanya efusi
purulen (pus) di ruang duramater dengan arachnoid mater yang dapat meluas ke
arah atau ke dalam falks serebri, tentorium cerebelli, dasar otak, dan foramen
magnum. Reaksi tubuh yang dapat terjadi akibat infeksi ini berupa terbentuknya
sekat-sekat atau obliterasi akibat perlengketan dura ke pia-arakhnoid.

53
KLASIFIKASI EMPIEMA SUBDURAL

SUPRATENTORIAL

INTRAKRANIAL

INFRATENTORIAL
BERDASARKAN
LETAK ANATOMIS

EKSTRAKRANIAL CANALIS SPINALIS

54
EPIDEMIOLOGI EMPIEMA SUBDURAL

▰ Prevalensi  sekitar 20% dari seluruh kasus abses serebri. Empiema subdural termasuk dalam 15 – 25%
infeksi piogenik intrakranial.
▰ Dominan pada laki – laki  sejumlah 80% kasus empiema subdural terjadi pada laki-laki. Penelitian di
Departemen Neurologi St. Ursula Clinic Utreecht tahun 1946 – 1980  78% pasien berjenis kelamin laki
– laki dan 22% pasien sisanya berjenis kelamin perempuan.
▰ Penyakit ini umumnya menyerang anak hingga dewasa muda, dan sebagian besar berusia antara 10-40
tahun. Sekitar 70% dari seluruh kasus empiema subdural terjadi pada dekade kedua dan ketiga
kehidupan. Penelitian di Taiwan pada tahun 1985 – 2005 terhadap 37 pasien dengan empiema subdural,
rentang usia pasien yaitu dari usia sekitar 7 hari hingga 16 tahun.

55
EPIDEMIOLOGI EMPIEMA SUBDURAL

Gambar 2.1 – Distribusi Usia pada Pasien Subdural Empiema 56


ETIOLOGI EMPIEMA SUBDURAL

Tabel 2.1 – Bakteri Penyebab Empiema Subdural


berdasarkan Sumbernya. (Wu et all, 2010)

57
FAKTOR RISIKO EMPIEMA SUBDURAL

▰ Meningitis adalah penyebab paling umum dari empiema subdural pada bayi.
▰ anak yang lebih tua, sinusitis dan otitis media adalah sumber yang paling umum  sinus frontal adalah
penyebab paling umum diikuti oleh sinus ethmoid, sphenoid, dan maksilaris. Infeksi ini menyebar dari
sinus paranasal ke ruang subdural melalui erosi tulang atau mengambil rute hematogen.
▰ Telah dilaporkan juga bahwa pungsi lumbal dapat menyebabkan empiema subdural pada kanalis tulang
belakang. Penyebab empiema subdural lainnya adalah iatrogenik seperti drainase hematoma subdural,
kraniotomi, dan pemantauan tekanan intrakranial.

58
FAKTOR RISIKO EMPIEMA SUBDURAL

Tabel 2.2 –Faktor Risiko Empiema berdasarkan Usia Pasien

59
ANATOMI MENINGENS

60
PATOFISIOLOGI EMPIEMA SUBDURAL

sumber infeksi pada faktor risiko masuknya


daerah lain mikroorganisme pada SSP

Langsung / Infeksi sekunder Thrombosis /


hematogen thrombophlebitis retrograde
Berkembang 
Mikroorganisme masuk gambaran seperti
kedalam celah subdural Infark cerebri massa

Kolonisasi
Nekrosis jaringan Gangguan aliran Peningkatan TIK
cerebri CSS
Reaksi inflamasi
hidrocephalus Gejala Peningkatan
Kumpulan pus Gejala neurologis
fokal & kejang TIK
Abses / empiema
pada celah subdural 61
PATOFISIOLOGI EMPIEMA SUBDURAL

62
KRITERIA DIAGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL

ANAMNESIS

PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN
PENUNJANG FISIK

63
KRITERIA DIAGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL

ANAMNESIS
• Demam
• Kejang  fokal / umum. Tanyakan : durasi, berulang / tidak, disertai
penurunan kesadaran / tidak
• defisit motorik  hemiparesis kontralateral dan aphasia
• Nyeri kepala  awalnya bersifat fokal pada daerah munculnya infeksi
kemudian nyeri kepala menyeluruh dan makin memberat
• Kaku kuduk & meningismus
• Berat  penurunan kesadaran, koma, gejala peningkatan TIK
• Empiema parafalsin tanda awal : kelemahan tungkai unilateral / bilateral

64
KRITERIA DIAGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL :
ANAMNESIS

65
KRITERIA DIAGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL

PEMERIKSAAN FISIK
• Tanda – tanda vital  suhu meningkat, penurunan kesadaran,
bradikardi, tek. Darah meningkat
• Papil edema, makocephali
• Rangsan meningeal (+)
• Gangguan N. VI dan N. III

66
KRITERIA DIAGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL :
GRADING VAN ALPHEN

67
PEMERIKSAAN PENUNJANG EMPIEMA
SUBDURAL

Pemeriksaan laboratorium darah : CRP & LED meningkat, leukositosis,

Imaging : USG kepala / kranial, X-ray kepala / kranial, CT scan


kepala, MRI

Pungsi lumbal : kultur CSS dan pemeriksaan mikrobiologis (gold


standard), tes aglutinasi lateks / PCR

Pemeriksaan CSF : Jumlah WBC meningkat, Peningkatan kadar protein


lebih besar dari 100 mg / dL, Penurunan kadar glukosa 40 mg / dL

68
PEMERIKSAAN PENUNJANG EMPIEMA
SUBDURAL

USG kranial MRI dengan kontras CT scan dengan kontras

69
DIAGNOSIS BANDING EMPIEMA SUBDURAL

▰ subdural hematoma
▰ meningitis bakterialis
▰ ensefalitis virus
▰ abses serebri
▰ trombosis sinus sagital superior
▰ acute diseminated encephalomyelitis.

70
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL

Tujuan pengobatan adalah evakuasi nanah dan pemberantasan sumber infeksi.

Konservatif

Pembedahan

Terapi O2 hiperbarik
71
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL :
KONSERVATIF

▰ direkomendasikan untuk pasien dengan defisit neurologis non-fokal, tidak ada perubahan
status mental, empiema terbatas dan terlokalisasi kecuali fossa posterior, dan jika respons
terhadap antibiotik memadai.
▰ Namun, mengikuti pendekatan konservatif akan sering membutuhkan pencitraan untuk
mem-follow up keberhasilan terapi

72
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL :
KONSERVATIF

▰ Penggunaan steroid intravena  mengurangi edema, pembengkakan dan


peradangan. Tergantung pada presentasi, menurunkan tekanan intrakranial
mungkin diperlukan dengan modalitas seperti head up maneuver, manitol atau
ventrikulostomi.
▰ Obat anti-kejang direkomendasikan sebagai profilaksis karena tingginya tingkat
kejang yang terkait dengan empiema subdural. Mengenai durasi terapi, terdapat
beberapa perbedaan antara beberapa pusat : beberapa menganjurkan untuk
pengobatan hanya selama fase akut penyakit, sedangkan yang lain lebih suka
tanpa batas waktu dan sisanya lebih suka untuk menghentikan antikonvulsan
setelah pasien bebas kejang selama setidaknya dua tahun.

73
TATALAKSANA EMPIEMA
SUBDURAL :
KONSERVATIF

74
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL :
KONSERVATIF

75
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL

PEMBEDAHAN

Craniotomy / craniectomy

Burr hole
76
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL :
PEMBEDAHAN

77
TATALAKSANA EMPIEMA SUBDURAL :
PEMBEDAHAN

78
PROGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL

▰ Komplikasi dari empiema subdural termasuk kejang; infark serebral; trombosis


sinus kavernosus dari trombosis septik vena serebral yang berdekatan;
hidrosefalus dari serebrum terkompresi yang mengakibatkan gangguan pada
aliran CSS; edema serebral; osteomielitis kranial, terutama pada tulang kranial
yang berdekatan; dan sisa defisit neurologis (misalnya, hemiparesis dan afasia)
▰ Keterlambatan dalam operasi menyebabkan memburuknya klinis dan hasil luaran
yang buruk.
▰ Edukasi pada pasien harus menekankan kepatuhan dengan obat-obatan - baik
antibiotik dan obat antiepilepsi.

79
PROGNOSIS EMPIEMA SUBDURAL

80
3
PEMBAHASAN KASUS
81
ANALISIS KASUS

Manifestasi klinis Empiema Subdural : Pada pasien didapatkan :


 Nyeri kepala awalnya bersifat fokal pada daerah  Kejang
munculnya infeksi kemudian nyeri kepala menyeluruh dan  Batuk
makin memberat.  Pilek
 gangguan defisit neurologi  Gangguan tumbuh kembang
 kejang
 kaku kuduk
 hemiparesis kontralateral
 aphasia
 Sumber infeksi
Pemeriksaan penunjang : Pada pasien didapatkan :
 CT Scan tanpa kontras : gambaran crescentic yang  EEG : gambaran epileptiform (+)
hipodens, dapat tampak penyengatan bila ditambah  CT MRI tanpa kontras : tampak gambaran lesi hiperintens
dengan kontras dan hipointens berbentuk planokonveks pada bagian
 MRI : tampak lesi hiperintens dan hipointens bentuk temporoparietal sinistra et dextra.
planokonveks  Hasil kultur CSS : steril
 Pungsi lumbal : menemukaan kuman pada CSS  PA jaringan : Tidak tampak tanda keganasan, tampak tanda 82
radang akut.
ANALISIS KASUS

Tatalaksana Empiema subdural : Pada pasien dilakukan terapi :

 Konservatif  antibiotik sesuai dengan  Pro op. Kraniotomi


sumber infeksi, pemberian steroid, dan  Cefotaxime 2 x 300 mg (IV)
anti kejang  Metronidazole 3 x 75 mg (IV)
 Pembedahan  kraniotomi, Burr hole  Kloramfenikol 4 x 75 mg (IV)
 Sanmol 3 x 125 mg (IV)
 Ranitidine 2 x 25 mg (IV)

83
DAFTAR PUSTAKA

1. Edward Y, Anwar HK. Laporan Kasus : Pentalaksanaan Empiema Subdural sebagai Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik. Bagian Telinga,
Hidung, Tenggorok, Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

2. Dawodu ST. Subdural Empyema. Nov 27, 2017.


Cited on : https://emedicine.medscape.com/article/1168415-overview

3. Hendaus MA. Subdural Empyema in Children. Glob J Health Sci. 2013 Nov; 5(6): 54–59.
Cited on : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4776870/

4. Greenlee JE. Subdural Empyema. Departement of Neurology, University of Utah Healthy Science Center. Current Treatment Options in
Neurology. 2003. 5:13-22

5. Wu TJ, Chiu NC Huang FY. Subdural empyema in children — 20-year experience in a medical center. J Microbiol Immunol Infect. 2008;41:62-67
6. Agrawal A, et all. A Review of Subdural Empyema and Its Management. Infectious Diseases in Clinical Practice. Volume 15, Number 3, May
2007

7. Harrison Principles of Internal Medicine 19th edition. Mc. Graw Hill.


8. Widyastuti K, Laksmidewi AAAP. Afasia Broca pada Pasien Empiema Subdural. Departemen Neurologi Universitas Sanglah, Denpasar, Bali.
84
DAFTAR PUSTAKA

85

Anda mungkin juga menyukai