Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

SUBDURAL EMPYEMA

DISUSUN OLEH
dr. Wahid Hilmy Sulaiman
PEMBIMBING
dr. Asep Ceceng, Sp.BS

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROPINSI BANTEN

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang senantiasa


melimpahkan

rahmat

dan

hidayahNya,

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan makalah presentasi kasus ini. Shalawat dan salam semoga


tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa
umatnya ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan.
Adapun judul yang penulis pilih untuk penulisan makalah presentasi
kasus ini adalah Subdural Empyema. Dalam penyusunan makalah ini,
penulis telah mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki,
namun tetap ada hambatan dan kendala yang harus dilewati. Karena itu,
penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun, untuk
membuat karya tulis yang lebih baik lagi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Asep Ceceng, Sp.BS
selaku pembimbing makalah presentasi kasus dan seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Banten, 22 April 2015

Penulis

TINJAUAN PUSTAKA

Infeksi pada sistem saraf pusat terjadi melalui berbagai macam cara,
dimana banyak diantaranya akan berujung pada kematian atau morbiditas
yang parah jika tidak didiagnosa dan diberikan tatalaksana segera. Infeksi
biasa terjadi akibat penyebaran secara hematogen atau penularan langsung
dari tulang, jaringan lunak, atau sinus yang berdekatan. Pathogen yang
dapat menyebabkan infeksi pada sistem saraf pusat meliputi virus, jamur,
dan bakteri. Kasus infeksi yang paling sering terjadi adalah meningitis
bakterial akut dan abses serebri.
Bedah saraf masuk ke dalam manajemen infeksi sistem saraf pusat
disebabkan oleh banyaknya pasien yang datang dengan manifestasi berupa
perburukan kondisi neurologis secara progresif. Infeksi mungkin terjadi pada
satu atau lebih bagian system saraf dan bagian yang menutupinya. Infeksi
sistem saraf pusat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Infeksi rongga kranium


Extradural abses atau empyema
Subdural abses atau empyema
Meningitis
Abses serebri dan ensefalitis

ABSES/EMPYEMA SUBDURAL
Abses atau empyema subdural termasuk penyakit yang jarang terjadi
namun

merupakan

infeksi

yang

mengancam

nyawa

dan

memiliki

kemungkinan gejala sisa neurologis serius bagi pasien yang selamat. Abses
atau empyema yang terjadi biasanya merupakan penyebaran dari infeksi
pada sinus paranasal, terutama sinusitis yang mengenai sinus frontalis dan,
pada kasus yang lebih jarang, infeksi pada tulang mastoid.
Empyema subdural juga dapat terjadi akibat dari luka yang menembus
langsung ke dalam jaringan otak, atau akibat dari tindakan operasi. Pada
bayi, empyema subdural dapat terjadi akibat dari infeksi pada rongga
subdural akibat dari meningitis.

Empyema subdural adalah sebuah infeksi supuratif yang terbentuk


pada rongga subdural, yang tidak memiliki pertahanan antomis untuk
mencegah penyebarannya. Berbeda dari abses yang terbentuk di dalam
substansi

otak,

dikelilingi

dan

dibatasi

oleh

reaksi

jaringan

berupa

pembentukan kapsul kolagen dan fibrin. Karenanya, empyema subdural


merupakan kasus yang lebih emergensi.
Empyema subdural dapat disertai adanya abses serebri (pada 20-25%
kasus), thrombosis vena kortikal dengan resiko infark vena, dan serebritis.
EPIDEMIOLOGI
Empyema

subdural

adalah

kasus

yang

lebih

jarang

terjadi

dibandingkan dengan abses serebri dengan perbadingan abses: empyema


5:1. Sedangkan perbandingan antara pria dan wanita adalah 3:1. Lokasi yang
sering terjadi empyema subdural adalah pada konveks

(70-80%) dan

parafalcine (10-20%).
ETIOLOGI
Kasus terbanyak yang menyebabkan empyema subdural adalah
penyebaran langsung dari infeksi local (pada beberapa kasus empyema
subdural

menyebar

pada

kondisi

sepsis).

Penyebaran

infeksi

ke

kompartemen intrakranial dapat terjadi melalui pembuluh darah balik, dan


seringkali berhubungan dengan tromboplebitis.
Penyebab empyema subdural dan angka kejadian dapat dilihat dalam
tabel berikut:
Penyebab
Sinusitis paranasal (khususnya sinus frontalis)
Otitis (khususnya otitis media kronis)
Pasca operasi
Trauma
Meningitis (lebih sering terjadi pada anak-

Angka kejadian (%)


67-75
14
4
3
2

anak)
Penyakit jantung kongenital
Lain-lain

2
3

Mikroorganisme penyebab empyema subdural bergantung kepada


mekanisme terbentuknya empyema subdural. Pada empyema subdural yang
diakibatkan oleh sinusitis dan otitis media kronik, mikroorganisme yang
sering ditemukan adalah streptokokus aerob dan anaerob. Sedangkan
empyema subdural yang disebabkan karena trauma dan tindakan operatif,
mikroorganisme yang sering ditemukan adalah stafilokokus dan bakteri gram
negatif lainnya.
Mikroorganisme

yang

didapatkan

pada Angka kejadian (%)

empyema subdural dengan penyebab sinusitis


pada kasus dewasa
Streptokokus aerobik
Stafilokokus
Streptokokus anaerobik
Gram negatif aerobik
Anaerobik lainnya

30-50%
15-20%
15-25%
5-10%
5-10%

MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang muncul pada empyema subdural bergantung kepada
seberapa berat empyema subdural yang terjadi, reaksi inflamasi yang terjadi
pada jaringan otak dan meninges, dan tromboplebitis pada vena serebri
dan/atau sinus venosus. Empyema subdural seharusnya dapat dicurigai pada
pasien dengan meningismus dan disertai dengan disfungsi hemisfer
unilateral. Seringkali pasien menunjukkan rasa nyeri pada penekanan atau
perkusi

pada

area

sinus

yang

diduga

merupakan

sumber

infeksi.

Pembengkakan dahi atau mata dapat terjadi akibat trombosis vena.


Sedangkan deficit neurologis fokal dan/atau kejang biasanya terjadi pada
fase lanjut.
Perbedaan jelas yang terlihat pada pasien empyema subdural dengan
pasien abses adalah pasien tampak sakit berat, demam, dan munculnya
tanda-tanda iritasi meninges.

Tanda dan gejala empyema subdural


Demam
Nyeri kepala
Meningismus
Perubahan status mental
Kejang
Nyeri, bengkak, dan inflamasi sinus
Mual dan/atau muntah
Hemianopsia homonimus
Kesulitan berbicara
Edema papil

Angka kejadian (%)


95
86
83
76
44
42
27
18
17
9

PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT scan dengan kontras akan sangat berguna pada pemeriksaan
empyema subdural. Hal ini disebabkan oleh hasil CT scan tanpa kontras
seringkali sulit dinilai karena empyema subdural biasanya akan menunjukkan
hasil

iso

atau

hipodense.

Hasil

CT

scan

akan

memperlihatkan

lesi

ektraserebral lentikular yang membesar, dengan sedikit hiperdens pada


membran medial. Temuan hasil CT scan lainnya yang sering didapatkan
adalah posisi yang salah antara substansia alba dan grisea dimana
substansia grisea berada pada posisi lebih di dalam dari biasanya, distorsi
ventrikular, dan menghilangnya sisterna basalis.
Lumbal pungsi tidak disarankan untuk dilakukan karena berbahaya dan
tidak digunakan untuk mendiagnosis empyema subdural. Organisme dapat
muncul hanya pada empyema subdural yang disebabkan oleh meningitis.
Organisme

penyebab

empyema

subdural

bervariasi,

tergantung

kepada sumber infeksi penyebab. Bakteri tersering yang ditemukan pada


empyema subdural pun merupakan bakteri yang terdapat pada mekanisme
tersering penyebab empyema subdural, yaitu streptokokus yang merupakan
bakteri pada sinusitis dengan 30-50%, diikuti stafilokokus dan gram negatif
aerob yang sering ditemukan pada empyema subdural post trauma dan
prosedur bedah saraf dengan 15-20%. Sedangkan bakteri anaerob lainnya
yang mungkin ditemukan memiliki angka kejadian 5-10%.

TATA LAKSANA
Empyema subdural merupakan penyakit infeksi yang membutuhkan
operasi segera. Prinsip tata laksana untuk empyema subdural adalah:
1. Tata laksana adekuat pada sumber infeksi penyebab empyema
subdural.
2. Drainase pus, baik dengan burr-hole maupun dengan kraniotomi
atau kraniektomi jika dibutuhkan.
3. Identifikasi mikroorganisme penyabab infeksi.
4. Tata laksana antibiotik adekuat yang sesuai dengan mikroorganisme
penyebab infeksi.
Sebagian besar kasus empyema subdural ditata laksana dengan
drainase. Hanya sedikit sekali kasus yang dilaporkan dapat diselesaikan
hanya dengan pemberian obat-obatan yang adekuat. Pada empyema yang
belum lama terjadi, pus yang ada biasanya lebih cair, sehingga drainase pus
bisa dilakukan dengan burr-hole dan, bila diperlukan, dilakukan pengulangan
tindakan. Sedamgkan pada empyema subdural yang sudah lanjut, maupun
pada kasus dengan posisi pus tidak terlokalisasi dan tidak berada di perifer,
pilihan teknik yang dilakukan adalah kraniotomi maupun kraniektomi untuk
melakukan debridemen dan drainase.
Pada saat operasi berlangsung, rongga subdural harus diirigasi dengan
cairan antibiotik, lalu diletakkan kateter pada rongga subdural agar drainase
dapat terus berlangsung setelah operasi selesai dilakukan. Kateter ini dapat
pula digunakan untuk irigasi antibiotik pasca operasi.
Terapi antibiotik yang adekuat harus tetap diberikan meskipun tata
laksana operasi drainase sudah dilakukan. Jika bakteri penyebab belum
diketahui, pada pasien dapat diberikan penisilin dan generasi ketiga
sefalosporin. Pemberian metronidazole dilakukan bila dicurigai adanya infeksi
bakteri anaerob. Modifikasi pemberian antibiotik dilakukan bila hasil kultur
sudah selesai, sehingga antibiotik yang diberikan dapat disesuaikan dengan
bakteri penyebab infeksi. Pemberian antibiotik pasca operasi biasanya
berlangsung selama 4-6 minggu. Obat-obatan lain yang diberikan adalah anti
konvulsan bila pada pasien ditemukan kejang.

PROGNOSIS
Prognosis empyema subdural tergantung kepada seberapa cepat
tatalaksana emergensi dilakukan dan seberapa berat empyema subdural
yang terjadi. Pada 55% pasien yang dipulangkan setelah perawatan dari
rumah sakit didapatkan defisit neurologis. Sekitar 34% pasien ditemukan
kejang yang menetap. Diikuti dengan hemiparese yang menetap pada 17%
pasien. Sedangkan angka kematian mencapai 10% yang didapatkan pada
pasien yang telah terjadi infark.

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. A

No. RM

: 00-99-44

Jenis kelamin

: laki-laki

Usia

: 14 tahun

Pekerjaan

: pelajar

Bangsa/suku

: Indonesia/sunda

Alamat

: Kp. Susukan RT 07 RW 02 Desa Sukarame, Kec. Carita,


Pandeglang, Banten

Pendidikan

: SMP

Masuk IGD

: 24 Februari 2015

ANAMNESIS
Dilakukan di ICU RSUD Propinsi Banten tanggal 25 Februari 2015.
Keluhan utama
Kesulitan berbicara dan kelemahan anggota gerak tubuh sebelah kanan yang
semakin memberat sejak 4 hari SMRS.
Keluhan tambahan
Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang
Akhir Januari 2015, 1 bulan SMRS, pasien mengeluhkan nyeri kepala. Nyeri
muncul mendadak tanpa sebab, tidak hilang dengan beristirahat ataupun
tidur. Nyeri hilang setelah pasien mengonsumsi oskadon dan aspirin.
10 Februari 2015, pasien mengeluhkan nyeri kepala yang lebih hebat dari
sebelumnya. Nyeri kepala muncul mendadak dan dapat hilang hanya setelah
pemberian

obat-obatan

untuk

meredakan

myeri

kepala.

Pasien

juga

mengeluhkan demam yang berangsur meninggi. Demam dapat turun


dengan obat-obatan penurun panas, namun naik kembali.
13 Februari 2015, pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat, demam tinggi,
dan menggigil. Pasien muntah sebanyak 2x tanpa didahului rasa mual
sebelumnya. Pasien dibawa ke RS Labuan oleh keluarganya dan diputuskan
oleh dokter untuk dirawat inap. Selama perawatan, pasien mengeluhkan
nyeri kepala dan mual.

15 Februari 2015, keluarga memutuskan untuk pulang dari RS Labuan atas


permintaan sendiri. Menurut pengakuan keluarga, kondisi pasien telah
membaik. Pasien sudah tidak ada keluhan mual dan demam. Nyeri kepala
yang dirasakan pasien berkurang.
20 Februari 2015, pasien kembali mengeluhkan nyeri kepala hebat dan
demam tinggi. Kali ini keluhan nyeri kepala disertai dengan tangan dan kaki
kanan terasa lemah, sehingga pasien harus dipapah ketika berjalan. Bicara
pasien mulai sulit sehingga sulit dimengerti. Oleh keluarga, pasien dibawa ke
RS Labuan, namun karena keterbatasan fasilitas (oleh dokter pasien
dianjurkan melakukan CT Scan), pasien dirujuk ke RSUD Pandeglang. Di
RSUD

Pandeglang

pasien

diputuskan

untuk

dirawat

inap

dan

tidak

membutuhkan CT Scan segera. Dalam masa perawatan, kondisi pasien tidak


membaik. Pasien tidak dapat bicara sama sekali dan hanya bisa mengerang,
tangan dan kaki pasien lemas sehingga pasien tidak dapat berjalan. Pasien
dirujuk ke RS Sari Asih Serang.
24 Februari 2015, pasien masuk ke RS Sari Asih Serang dan melakukan CT
Scan. Oleh RS Sari Asih pasien langsung dirujuk ke RSUD Propinsi Banten
tanpa sempat masuk ke ruang rawat inap. Pasien datang ke IGD RSUD
Banten dengan keluhan kelemahan tubuh sebalah kanan yang semakin
memberat dan sulit untuk berbicara.

Riwayat Penyakit Dahulu


Keluarga pasien mengakui bahwa saat pasien berusia 2 bulan, pasien
terserang penyakit sehingga keluar cairan berwarna bening dari telinga kiri
dan kanan. Saat itu pasien tidak dibawa berobat karena keluarnya cairan
berhenti dengan sendirinya.
Sejak keluarnya cairan bening pertama kali, setiap tahun pasien
mengalami hal yang sama, yaitu keluarnya cairan dari telinga. Setiap tahun
cairan yang keluar berwarna hijau, dan lebih sering keluar dari telinga kiri. 2

tahun belakangan cairan berwarna hijau tidak hanya keluar dari lubang
telinga, tetapi juga dari kulit di belakang telinga yang sebelumnya
membengkak dan tampak seperti bisul berukuran besar. Keluarga tidak
pernah membawa pasien berobat karena diyakini bahwa keluarnya cairan
merupakan salah satu cara pasien untuk dihapus dosanya dan dihilangkan
penyakitnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit yang sama dengan yang
dialami pasien.
Riwayat Sosial
Pasien tinggal di keluarga dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang
rendah. Lingkungan tempat tinggal pasien kurang terjaga kebersihannya,
termasuk air yang digunakan untuk mandi dan mencuci.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Keadaan umum

: tampak sakit berat

Kesadaran

: sopor

Sikap

: berbaring pasif

Koperasi

: kurang kooperatif

Tekanan darah

: 100/60 mmHg pada brachialis dextra

Frekuensi nadi

: 90x/menit, regular, isi cukup

Frekuensi napas : 22x/menit, tanda sesak (-)


Suhu tubuh

: 36,4 oC pada aksila

Status Generalis
Kepala

: normosefal

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/Pupil bulat isokor 3mm/3mm

Refleks cahaya langsung +/+


Refleks cahaya tak langsung +/+
Telinga

: teraba benjolan kistik pada retroaurikular sinistra.


Kulit pada benjolan tampak kemerahan, hangat pada
perabaan.
Nyeri tekan TVD. Tidak teraba perbesaran kelenjar getah
bening.
Produksi cairan -/-

Hidung

: tidak ada kelainan

Mulut

: tidak ada kelainan

Leher

: trakea letak tengah, tidak teraba perbesaran kelenjar


getah bening.

Toraks
Jantung

: ictus kordis tidak tampak


Ictus kordis teraba di ICS 5, mid clavicula sinsitra
Batas jantung dalam batas normal
BJ 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru

: deformitas (-), statis/dinamis simetris


vokal fremitus kanan=kiri
perkusi sonor
SN Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen

: tampak datar
Bising usus (+) 3x normal
Perkusi timpani
Nyeri tekan TVD, hepar/lien tidak teraba membesar

Ekstremitas

: akral hangat, edema (-), CRT <3

Status Neurologis
GCS

: E2 V2 M4 = 8

Tanda Rangsang Meningeal

Kaku kuduk

: (+)

Brudzinsky 1

: (-)

Brudzinsky 2

: (-)

Laseque

: <70o/<70o (+)

Kernig

: <135o/<135o (+)

Nervus Kranialis
N. I

: TVD

N. II

: TVD (funduskopi tidak dilakukan)

N. III, IV, VI
Kedudukan bola mata

: ortoposisi

Pergerakan bola mata : dolls eye (+)


Eksoftalmus

: -/-

Ptosis

: -/-

Nistagmus

: -/-

Pupil bulat isokor 3mm/3mm. RCL +/+, RCTL +/+


Reflek akomodasi

: TVD

Reflek konvergensi
N. V

: TVD

N. VII

: TVD

: TVD

N. VIII
Vestibularis

: nistagmus (-)

Koklearis

: TVD

N. IX, X

: TVD

N. XI

: TVD

N. XII
Pergerakan lidah : tidak ada deviasi
Atrofi

: (-)

Fasikulasi

: (-)

Tremor

: (-)

Sistem motorik

: TVD

Gerakan Involunter
Tremor

: -/-

Chorea

: -/-

Atetose

: -/-

Miokloni

: -/-

Tics

: -/-

Sistem sensorik

: TVD

Fungsi serebellar
Ataxia

: TVD

Tes Romberg

: tidak dilakukan

Disdiadokokinesia

: TVD

Jari-jari

: TVD

Jari-hidung

: TVD

Tumit-lutut

: TVD

Rebound phenomen

: TVD

Hipotoni

: TVD

Fungsi luhur

: TVD

Fungsi otonom
Miksi

: terpasang kateter, produksi urin baik

Defekasi

: produksi feses baik

Sekresi keringat : baik


Refleks Fisiologis
Biceps

: +2/+2

Triceps

: +2/+2

Radius

: +2/+2

Lutut

: +2/+2

Tumit
Refleks Patologis

: +2/+2

Hoffman Tromer : -/Babinsky

: +/+

Chaddok

: -/-

Oppenheim

: +/+

Gordon

: -/-

Schaefer

: -/-

Gonda

: -/-

Klonus lutut

: -/-

Klonus tumit

: -/-

Keadaan Psikis
Intelegensia

: TVD

Tanda regresi

: TVD

Demensia

: TVD

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 21 Februari 2015 jam 09.26
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Indeks eritrosit
MCV
MCH
MCHC
LED
Imunoserologi
Widal

Hasil

Nilai normal

Satuan

11,2
34
4,7
33.800
427.000

14-17,5
40-52
4,7-6,1
4.000-10.000
150.000-450.000

g/dL
%
Juta/L
/L
ribu/L

72
24
33
30

70-96
23-31
30-36
<15

fL
Pg
g/dL
mm/jam

S. Typhi O
S. Typhi H
S. Paratyphi A-O
S. Paratyphi B-O
S. Paratyphi C-O
S. Paratyphi A-H
S. Paratyphi B-H
S. Paratyphi C-H
Dengue Blot
IgG
IgM

1/320
1/320
1/80
-

Laboratorium tanggal 21 Februari 2015 jam 15.11


Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Indeks eritrosit
MCV
MCH
MCHC
LED
Imunoserologi
Widal
S. Typhi O
S. Typhi H
S. Paratyphi A-O
S. Paratyphi B-O
S. Paratyphi C-O
S. Paratyphi A-H
S. Paratyphi B-H
S. Paratyphi C-H

Hasil

Nilai normal

Satuan

10,5
32
4,4
33.400
425.000

14-17,5
40-52
4,7-6,1
4.000-10.000
150.000-450.000

g/dL
%
Juta/L
/L
ribu/L

72
24
33
102

70-96
23-31
30-36
<15

fL
Pg
g/dL
mm/jam

1/320
1/160
1/320
-

Laboratorium tanggal 23 Februari 2015

Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Indeks eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Kimia klinik
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin

Hasil

Nilai normal

Satuan

10,0
30
4,3
19.500
318.000

14-17,5
40-52
4,7-6,1
4.000-10.000
150.000-450.000

g/dL
%
Juta/L
/L
ribu/L

70
23
33

70-96
23-31
30-36

fL
Pg
g/dL

125
97
20,5
0,40

10-50
10-50
16,6-48,5
0,67-1,17

U/l
U/l
mg/dL
mg/dL

Hasil

Nilai normal

Satuan

10,4
30,9
4,4
12.800
439.000
110

13-16
37-47
4,5-5
5.000-11.000
150.000-500.000
<10

g/dL
%
Juta/L
/L
ribu/L
mm/jam

110
134

11-39
11-39

/uL
/uL

Laboratorium tanggal 24 Februari 2015


Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
LED
Fungsi Hati
SGOT
SGPT

Albumin
Karbohidrat
Glukosa sewaktu
Fungsi ginjal
Ureum
Creatinin
Elektrolit darah
Natrium
Kalium
Klorida

CT Scan tanggal 24 Februari 2015

2,5

3,5-5,5

g/dL

82

<200

mg/dL

24
0,6

15-40
0,4-1,3

mg/dL
mg/dL

135
5,8
106

135-155
3,6-5,5
95-107

mmol/L
mmol/L
mmol/L

Kesan CT scan:

Midline shift >5mm ke kanan


Lesi hipodens subdural os frontoparietal sinistra dan oksipital sinistra
RESUME
Pasien anak laki-laki, 14 tahun, datang dengan keluhan kelemahan
tubuh sebelah kanan, sulit bicara, dan nyeri kepala. Penurunan kessadaran
(+) terjadi selama masa perawatan. Riwayat demam (+), mual (+), muntah
(+). Riwayat keluar cairan berwarna hijau dari telinga kiri sejak pasien
berusia 1 tahun, terjadi 1 tahun sekali.
Pasien tampak sakit berat, kesadaran sopor dengan GCS E2V2M4 = 8,
TTV normal. Pada pemeriksaan telinga teraba massa kistik di area
retroaurikular sinistra. Tanda rangsang meningeal kaku kuduk (+), laseque
(+), kernig (+). Refleks patologis babinsky (+) dan Oppenheim (+).
Dari

pemeriksaan

laboratorium

didapatkan

adanya

leukositosis.

Sedangkan hasil CT scan menunjukkan adanya midline shift ke kanan


sebanyak >5cm yang diakibatkan oleh lesi hipodens di area subdural pada
os frontoparietal sinistra dan oksipital sinistra.
DIAGNOSA KERJA
Diagnosa klinis

: hemiparese dextra, sefalgia, penurunan kesadaran sopor

Diagnosa etiologis
Diagnosa topis

: empyema subdural

: frontoparietal sinistra & oksipital sinistra

TATA LAKSANA
IVFD RL 10 tpm makro
Meropenem 2 x 1gr IV
Kemicetin 4 x 500mg IV
Phenitoin 2 x 100mg IV
Pro op cranio/ectomy dekompresi
PROGNOSA

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad malam

Ad sanationam

: dubia ad malam

Anda mungkin juga menyukai