SUBDURAL EMPYEMA
DISUSUN OLEH
dr. Wahid Hilmy Sulaiman
PEMBIMBING
dr. Asep Ceceng, Sp.BS
2015
KATA PENGANTAR
rahmat
dan
hidayahNya,
sehingga
penulis
dapat
Penulis
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi pada sistem saraf pusat terjadi melalui berbagai macam cara,
dimana banyak diantaranya akan berujung pada kematian atau morbiditas
yang parah jika tidak didiagnosa dan diberikan tatalaksana segera. Infeksi
biasa terjadi akibat penyebaran secara hematogen atau penularan langsung
dari tulang, jaringan lunak, atau sinus yang berdekatan. Pathogen yang
dapat menyebabkan infeksi pada sistem saraf pusat meliputi virus, jamur,
dan bakteri. Kasus infeksi yang paling sering terjadi adalah meningitis
bakterial akut dan abses serebri.
Bedah saraf masuk ke dalam manajemen infeksi sistem saraf pusat
disebabkan oleh banyaknya pasien yang datang dengan manifestasi berupa
perburukan kondisi neurologis secara progresif. Infeksi mungkin terjadi pada
satu atau lebih bagian system saraf dan bagian yang menutupinya. Infeksi
sistem saraf pusat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
ABSES/EMPYEMA SUBDURAL
Abses atau empyema subdural termasuk penyakit yang jarang terjadi
namun
merupakan
infeksi
yang
mengancam
nyawa
dan
memiliki
kemungkinan gejala sisa neurologis serius bagi pasien yang selamat. Abses
atau empyema yang terjadi biasanya merupakan penyebaran dari infeksi
pada sinus paranasal, terutama sinusitis yang mengenai sinus frontalis dan,
pada kasus yang lebih jarang, infeksi pada tulang mastoid.
Empyema subdural juga dapat terjadi akibat dari luka yang menembus
langsung ke dalam jaringan otak, atau akibat dari tindakan operasi. Pada
bayi, empyema subdural dapat terjadi akibat dari infeksi pada rongga
subdural akibat dari meningitis.
otak,
dikelilingi
dan
dibatasi
oleh
reaksi
jaringan
berupa
subdural
adalah
kasus
yang
lebih
jarang
terjadi
(70-80%) dan
parafalcine (10-20%).
ETIOLOGI
Kasus terbanyak yang menyebabkan empyema subdural adalah
penyebaran langsung dari infeksi local (pada beberapa kasus empyema
subdural
menyebar
pada
kondisi
sepsis).
Penyebaran
infeksi
ke
anak)
Penyakit jantung kongenital
Lain-lain
2
3
yang
didapatkan
30-50%
15-20%
15-25%
5-10%
5-10%
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang muncul pada empyema subdural bergantung kepada
seberapa berat empyema subdural yang terjadi, reaksi inflamasi yang terjadi
pada jaringan otak dan meninges, dan tromboplebitis pada vena serebri
dan/atau sinus venosus. Empyema subdural seharusnya dapat dicurigai pada
pasien dengan meningismus dan disertai dengan disfungsi hemisfer
unilateral. Seringkali pasien menunjukkan rasa nyeri pada penekanan atau
perkusi
pada
area
sinus
yang
diduga
merupakan
sumber
infeksi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT scan dengan kontras akan sangat berguna pada pemeriksaan
empyema subdural. Hal ini disebabkan oleh hasil CT scan tanpa kontras
seringkali sulit dinilai karena empyema subdural biasanya akan menunjukkan
hasil
iso
atau
hipodense.
Hasil
CT
scan
akan
memperlihatkan
lesi
penyebab
empyema
subdural
bervariasi,
tergantung
TATA LAKSANA
Empyema subdural merupakan penyakit infeksi yang membutuhkan
operasi segera. Prinsip tata laksana untuk empyema subdural adalah:
1. Tata laksana adekuat pada sumber infeksi penyebab empyema
subdural.
2. Drainase pus, baik dengan burr-hole maupun dengan kraniotomi
atau kraniektomi jika dibutuhkan.
3. Identifikasi mikroorganisme penyabab infeksi.
4. Tata laksana antibiotik adekuat yang sesuai dengan mikroorganisme
penyebab infeksi.
Sebagian besar kasus empyema subdural ditata laksana dengan
drainase. Hanya sedikit sekali kasus yang dilaporkan dapat diselesaikan
hanya dengan pemberian obat-obatan yang adekuat. Pada empyema yang
belum lama terjadi, pus yang ada biasanya lebih cair, sehingga drainase pus
bisa dilakukan dengan burr-hole dan, bila diperlukan, dilakukan pengulangan
tindakan. Sedamgkan pada empyema subdural yang sudah lanjut, maupun
pada kasus dengan posisi pus tidak terlokalisasi dan tidak berada di perifer,
pilihan teknik yang dilakukan adalah kraniotomi maupun kraniektomi untuk
melakukan debridemen dan drainase.
Pada saat operasi berlangsung, rongga subdural harus diirigasi dengan
cairan antibiotik, lalu diletakkan kateter pada rongga subdural agar drainase
dapat terus berlangsung setelah operasi selesai dilakukan. Kateter ini dapat
pula digunakan untuk irigasi antibiotik pasca operasi.
Terapi antibiotik yang adekuat harus tetap diberikan meskipun tata
laksana operasi drainase sudah dilakukan. Jika bakteri penyebab belum
diketahui, pada pasien dapat diberikan penisilin dan generasi ketiga
sefalosporin. Pemberian metronidazole dilakukan bila dicurigai adanya infeksi
bakteri anaerob. Modifikasi pemberian antibiotik dilakukan bila hasil kultur
sudah selesai, sehingga antibiotik yang diberikan dapat disesuaikan dengan
bakteri penyebab infeksi. Pemberian antibiotik pasca operasi biasanya
berlangsung selama 4-6 minggu. Obat-obatan lain yang diberikan adalah anti
konvulsan bila pada pasien ditemukan kejang.
PROGNOSIS
Prognosis empyema subdural tergantung kepada seberapa cepat
tatalaksana emergensi dilakukan dan seberapa berat empyema subdural
yang terjadi. Pada 55% pasien yang dipulangkan setelah perawatan dari
rumah sakit didapatkan defisit neurologis. Sekitar 34% pasien ditemukan
kejang yang menetap. Diikuti dengan hemiparese yang menetap pada 17%
pasien. Sedangkan angka kematian mencapai 10% yang didapatkan pada
pasien yang telah terjadi infark.
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. A
No. RM
: 00-99-44
Jenis kelamin
: laki-laki
Usia
: 14 tahun
Pekerjaan
: pelajar
Bangsa/suku
: Indonesia/sunda
Alamat
Pendidikan
: SMP
Masuk IGD
: 24 Februari 2015
ANAMNESIS
Dilakukan di ICU RSUD Propinsi Banten tanggal 25 Februari 2015.
Keluhan utama
Kesulitan berbicara dan kelemahan anggota gerak tubuh sebelah kanan yang
semakin memberat sejak 4 hari SMRS.
Keluhan tambahan
Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang
Akhir Januari 2015, 1 bulan SMRS, pasien mengeluhkan nyeri kepala. Nyeri
muncul mendadak tanpa sebab, tidak hilang dengan beristirahat ataupun
tidur. Nyeri hilang setelah pasien mengonsumsi oskadon dan aspirin.
10 Februari 2015, pasien mengeluhkan nyeri kepala yang lebih hebat dari
sebelumnya. Nyeri kepala muncul mendadak dan dapat hilang hanya setelah
pemberian
obat-obatan
untuk
meredakan
myeri
kepala.
Pasien
juga
Pandeglang
pasien
diputuskan
untuk
dirawat
inap
dan
tidak
tahun belakangan cairan berwarna hijau tidak hanya keluar dari lubang
telinga, tetapi juga dari kulit di belakang telinga yang sebelumnya
membengkak dan tampak seperti bisul berukuran besar. Keluarga tidak
pernah membawa pasien berobat karena diyakini bahwa keluarnya cairan
merupakan salah satu cara pasien untuk dihapus dosanya dan dihilangkan
penyakitnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit yang sama dengan yang
dialami pasien.
Riwayat Sosial
Pasien tinggal di keluarga dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang
rendah. Lingkungan tempat tinggal pasien kurang terjaga kebersihannya,
termasuk air yang digunakan untuk mandi dan mencuci.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Keadaan umum
Kesadaran
: sopor
Sikap
: berbaring pasif
Koperasi
: kurang kooperatif
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Status Generalis
Kepala
: normosefal
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Toraks
Jantung
Paru
Abdomen
: tampak datar
Bising usus (+) 3x normal
Perkusi timpani
Nyeri tekan TVD, hepar/lien tidak teraba membesar
Ekstremitas
Status Neurologis
GCS
: E2 V2 M4 = 8
Kaku kuduk
: (+)
Brudzinsky 1
: (-)
Brudzinsky 2
: (-)
Laseque
: <70o/<70o (+)
Kernig
: <135o/<135o (+)
Nervus Kranialis
N. I
: TVD
N. II
N. III, IV, VI
Kedudukan bola mata
: ortoposisi
: -/-
Ptosis
: -/-
Nistagmus
: -/-
: TVD
Reflek konvergensi
N. V
: TVD
N. VII
: TVD
: TVD
N. VIII
Vestibularis
: nistagmus (-)
Koklearis
: TVD
N. IX, X
: TVD
N. XI
: TVD
N. XII
Pergerakan lidah : tidak ada deviasi
Atrofi
: (-)
Fasikulasi
: (-)
Tremor
: (-)
Sistem motorik
: TVD
Gerakan Involunter
Tremor
: -/-
Chorea
: -/-
Atetose
: -/-
Miokloni
: -/-
Tics
: -/-
Sistem sensorik
: TVD
Fungsi serebellar
Ataxia
: TVD
Tes Romberg
: tidak dilakukan
Disdiadokokinesia
: TVD
Jari-jari
: TVD
Jari-hidung
: TVD
Tumit-lutut
: TVD
Rebound phenomen
: TVD
Hipotoni
: TVD
Fungsi luhur
: TVD
Fungsi otonom
Miksi
Defekasi
: +2/+2
Triceps
: +2/+2
Radius
: +2/+2
Lutut
: +2/+2
Tumit
Refleks Patologis
: +2/+2
: +/+
Chaddok
: -/-
Oppenheim
: +/+
Gordon
: -/-
Schaefer
: -/-
Gonda
: -/-
Klonus lutut
: -/-
Klonus tumit
: -/-
Keadaan Psikis
Intelegensia
: TVD
Tanda regresi
: TVD
Demensia
: TVD
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 21 Februari 2015 jam 09.26
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Indeks eritrosit
MCV
MCH
MCHC
LED
Imunoserologi
Widal
Hasil
Nilai normal
Satuan
11,2
34
4,7
33.800
427.000
14-17,5
40-52
4,7-6,1
4.000-10.000
150.000-450.000
g/dL
%
Juta/L
/L
ribu/L
72
24
33
30
70-96
23-31
30-36
<15
fL
Pg
g/dL
mm/jam
S. Typhi O
S. Typhi H
S. Paratyphi A-O
S. Paratyphi B-O
S. Paratyphi C-O
S. Paratyphi A-H
S. Paratyphi B-H
S. Paratyphi C-H
Dengue Blot
IgG
IgM
1/320
1/320
1/80
-
Hasil
Nilai normal
Satuan
10,5
32
4,4
33.400
425.000
14-17,5
40-52
4,7-6,1
4.000-10.000
150.000-450.000
g/dL
%
Juta/L
/L
ribu/L
72
24
33
102
70-96
23-31
30-36
<15
fL
Pg
g/dL
mm/jam
1/320
1/160
1/320
-
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Indeks eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Kimia klinik
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
Hasil
Nilai normal
Satuan
10,0
30
4,3
19.500
318.000
14-17,5
40-52
4,7-6,1
4.000-10.000
150.000-450.000
g/dL
%
Juta/L
/L
ribu/L
70
23
33
70-96
23-31
30-36
fL
Pg
g/dL
125
97
20,5
0,40
10-50
10-50
16,6-48,5
0,67-1,17
U/l
U/l
mg/dL
mg/dL
Hasil
Nilai normal
Satuan
10,4
30,9
4,4
12.800
439.000
110
13-16
37-47
4,5-5
5.000-11.000
150.000-500.000
<10
g/dL
%
Juta/L
/L
ribu/L
mm/jam
110
134
11-39
11-39
/uL
/uL
Albumin
Karbohidrat
Glukosa sewaktu
Fungsi ginjal
Ureum
Creatinin
Elektrolit darah
Natrium
Kalium
Klorida
2,5
3,5-5,5
g/dL
82
<200
mg/dL
24
0,6
15-40
0,4-1,3
mg/dL
mg/dL
135
5,8
106
135-155
3,6-5,5
95-107
mmol/L
mmol/L
mmol/L
Kesan CT scan:
pemeriksaan
laboratorium
didapatkan
adanya
leukositosis.
Diagnosa etiologis
Diagnosa topis
: empyema subdural
TATA LAKSANA
IVFD RL 10 tpm makro
Meropenem 2 x 1gr IV
Kemicetin 4 x 500mg IV
Phenitoin 2 x 100mg IV
Pro op cranio/ectomy dekompresi
PROGNOSA
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad malam
Ad sanationam
: dubia ad malam