Anda di halaman 1dari 2

1.

Kasus nyonya S
Nyonya S yang baru saja melahirkan, mengalami koma selama dua hari, setelah diadakan pemeriksaan ternyata
pasien tersebut salah mengkonsumsi obat. Seharusnya pasien mendapatkan obat methylergotamin yang salah
satu fungsinya yaitu untuk mengontrol pendarahan pada melahirkan atau persalinan dan mempercepat
kembalinya kandungan (uterus) ke keadaan normal, sedangkan obat yang diberikan oleh apotek yaitu obat yang
mengandung glibenclamide sebagai antidibetik yaitu menurunkan kadar gula darah.
Pasien mengalami koma karena tubuh pasien tidak dapat mengatasi dengan cara mengeluarkan hormon yang
menaikan gula darah karena pasien bukan penderita diabetes
Kategori H

2. Kasus bapak KY
Bapak KY 58 tahun merupakan seorang pasien di Puskesmas mengeluhkan mata perih dan merah karena
terkena butiran pasir saat menggunakan motor pada tanggal 2 Mei 2017 lalu datang kedokter dan diberikan
resep.
Saat berada dirumah pasien baru membaca bahwa obat tetes yang diberikan tertulis merupakan chlorampenicol
3% obat tetes telinga namun pasien beranggapan mungkin obat tersebut bisa digunakan untuk tetes mata dan
tetes telinga saat digunakan mata pasien terasa semakin perih.
Pasiennya kemudian datang kembali ke dokter dipuskesmas dan mengeluhkan obat yang diberikan, dokter pun
mengganti resep namun ternyata saat sampai dirumah membaca kembali obat tersebut merupakan tetes telinga
lagi pasien pun masih beranggapan bisa digunakan untuk tetes mata dan telinga namun saat diteteskan mata
pasien malah lebih perih dan sakit serta pusing hingganya pasien pergi ke dokter spesialis mata dengan
keluarganya, setelah diperiksa mata pasien masih normal tapi tidak dapat dipastikan untuk kedepannya dan hal
ini sangat membuat pasien tidak nyaman dan akhirnya melakukan protes terhadap Puskesmas agar tidak terjadi
kejadian serupa.
Kategori D

3. Kasus bayi dari ibu M


Pada bulan Desember 2013 di Aceh, ibu M membawa bayi L yang baru berusia 34 hari ke salah satu RSUD atas
rujukan seorang dokter. Bayi mengalami diare dan dokter menyarankan untuk di infus namun seorang perawat
yang masih praktek lapangan di Rumah Sakit tersebut melakukan kesalahan dengan memberikan obat ranitidin
dan norages kepada bayi tersebut yang seharusnya diberikan kepada bayi lain yang sama dirawat di RSUD
tersebut. Akibatnya bayi dari ibu M mengalami muntah – muntah dan lemas serta perut kembung.
Kategori E

4. Kasus keracunan lithium


Seorang pasien wanita usia 51 tahun dengan gangguan mental, gangguan bipolar, hipotiroid dan Parkinson.
Kemudian diberikan resep lihium karbonat 150 mg/ kapsul namun terjadi kesalahan pasien diberikan lithum
karbonat dengan dosis yang lebih tinggi yaitu 300 mg/ kapsul.
Selain itu, dokter tidak mengevaluasi perubahan yang terjadi pada pasien yaitu pasien mengalami diare selama 3
hari namun setelah pemeriksaan selanjutnya pasien sudah tidak diare. Dokter mencatat symptom pasien sudah
membaik dan mencatat keluhan pasien yaitu peningkatan kontraksi otot dan kekauan otot dan memburuk
sehingga mengalam ketidakstabilan dan sangat lemah.
Dokter menyuruh pasien untuk tes darah namun tidak memperhatikan kadar lithium sebulan setelah pemberian
lihium akhirnya pasien diperiksa ke rumah sakit dan kadar lithium dalam darah pasien yaitu 6,8 mEq/L keadaan
pasien semakin memburuk pasien mengalami dehidrasi berat persisten dan hipotensi serta gagal ginjal akut
akibat toksisitas lithium dan akhirnya meninggal dunia.
Kategori I

5. Kasus Bapak IU (65 th)


Awalnya Tn IU merasakan mata kiri perih karena terkena sabun kemudian membasuh mata dengan air namun
tidak membaik, lalu pasien membeli tetes mata insto, namun tidak memberikan efek pasien pun berinisiatif
untuk pergi ke apotek membeli obat mata yang termasuk obat keras dan harus menggunakan resep dokter
namun pasien tetap meminta obat tersebut hingga akhirnya diberikan pasien pun tidak membaca aturan pakai
yang seharusnya hanya 3 tetes setiap 6 jam sehingga setelah menggunakan obat tersebut mata pasien malah
semakin perih, dan saat obat diteteskan terasa panas. Akhirnya pasien pergi ke Puskesmas dan memberitahukan
kepada dokter mengenai obat yang digunakan hasilnya kornea mata pasien mengalami kerusakan.
Kategori G

6. Kasus Kesalahan Pemberian Obat Anestesi


Obat anestesi bunavest spinal berisi bupivacaine dalam ampul, diduga tertukar dengan asam tranexamic yang
merupakan obat pembekuan darah. Kasus ini juga terjadi pada wanita yang melahirkan dengan cara sesar.
Akibat kesalahan obat anestesi, maka wanita 21 tahun yang mengandung bayi kembar, akhirnya harus
menghembuskan napas terakhir. Dirilis dalam situs Jurnal Anesthesia Patient Safety Foundation (APSF) 2010,
pasien dengan kehamilan kembar 37 minggu, datang ke instalasi gawat darurat rumah sakit karena alami
pendarahan vagina tanpa rasa sakit, yang dimulai enam jam sebelum kedatangan. Dokter anestesi memutuskan
untuk memberi anestesi spinal dan meminta teknisi untuk memberinya 1,5% bupivacaine. Teknisi di ruang
operasi mengambil ampul dari kotak dan memberikannya kepada ahli anestesi. Anestesi disuntikkan ke sistem
saraf pusat pasien setelah konfirmasi cerebrospinal fluid (CSF). Sekitar tiga menit setelah injeksi obat, pasien
mulai uring-uringan dan mengeluh sakit dari pinggang ke ekstremitas bawah (tungkai). Pasien menjadi tidak
tenang dan mengeluh pusing. Akibatnya, anestesi umum diberikan untuk mengatasi perdarahan vagina dan
distres pada janin. Bayi kembar pasien berhasil dikeluarkan, namun ibunya kurang beruntung. Sang pasien
mengalami kejang-kejang yang konsisten dan parah di kakinya, dan detak jantung yang abnormal. Setelah
berkonsultasi dengan ahli saraf, reaksi fatal akibat penggunaan anestesi spinal diteliti ahli dari Kermanshah
University of Medical Sciences. “Setelah pengkajian ulang terhadap kontainer obat yang digunakan, kami
menemukan ampul asam tranexamic kosong, bukannya ampul bupivacaine. Asam tranexamic bukanlah obat
rutin di ruang operasi kami, tapi itu baru saja digunakan untuk mengontrol pasien bukan kandungan yang
mengalami pendarahan beberapa minggu lalu,” tulis mereka, seperti dikutip pada Rabu (18/2/2015).
Kategori I

7. Kasus Pasien KIS diberi obat kadaluarsa


Anah (50) warga Desa Deudeul, Taraju, Tasikmalaya, nyaris saja mengkonsumsi obat jantung kedaluwarsa,
Rabu (18/09/19). Perempuan paruh baya ini mendapatkan obat jenis digoxin kedaluwarsa usai berobat di
Puskesmas Puspahiang. Tertera dalam kemasan obat jantung ini tanggal kedaluwarsanya bulan agustus 2019
lalu.
Kategori C

Anda mungkin juga menyukai