Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

RESUME KULIAH PAKAR

Nama : ABD. RAUF RUM


Stambuk : 15120200064
Pemateri : apt.Drs.Budi Raharjo.,Sp.FRS

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
MAKASSAR
2020
“Drug Relative Problem Dalam Praktek Kefarmasian”
Oleh : apt.Drs.Budi Raharjo.,Sp.FRS

Materi Drug Relative Problem dalam praktek kefarmasian, Bapak apt.Drs.Budi


Raharjo.,Sp.FRS, menjelaskan bahwa DRPs adalah masalah yang terjadi terkait
pengobatan pasien yang dimana, masalah ini mempengaruhi hasil akhir dari
harapan pengobatan yang diinginkan. Masalah yang dimaksud seperti adanya
interaksi antar obat, adanya obat yang kurang dosis atau kelebihan dosis, adanya
obat tanpa indikasi, adanya indikasi tanpa obat, serta efek samping obat. Dan juga
dijelaskan Pharmaceutical care itu merupakan pemberian terapi obat yang
bertanggung jawab untuk tujuan mencapai hasil pasti yang meningkatkan kualitas
hidup pasien.
Kasus yang pertama yaitu An. Amelia, 4 tahun, menderita muntah dan
demam selama 2 hari. Seperti biasanya, jika anaknya demam, sang ibu memberikan
sirup Ibuprofen 3 x 1 sendok obat untuk mengatasi demamnya . Selama sakit Amelia
tidak mau/sedikit sekali minum, kencingnya sedikit dan berwarna kuning kecoklatan
seperti air teh. Apa saran Apoteker dan Tim di Apotek? Beliu menjelaskan bahwa
saran yang harus diberikan adalah Apoteker harus segera manghentikan NSAID
(ibuprofen) beberapa lama (24-48 jam) sampai dehidrasinya teratasi. Bila dehidrasi
tidak teratasi, maka Merujuk ke Rumah Sakit untuk koreksi dehidrasi secara
intravena.
Kasus yang ke 2 yaitu, Ny. Erna 67 tahun, datang ke Apotek UMI ingin
membeli Loperamid, karena sudah satu hari menderita diare berat. Apoteker Apotek
UMI langsung mengenali tanda dehidrasi, mengajukan beberapa pertanyaan
mengenai riwayat minum obat sebelumnya dan riwayat minum selama diare
Diperoleh informasi, Ny. Erna, selama diare, sedikit sekali minum, dan rutin
mengkonsumsi Ramipril 20 mg sehari untuk Hipertensi nya Apa saran Apoteker ?
beliau menjelaskan bahwa saran yang harus diberikan adalah Apoteker memberikan
tindakan atau edukasi yaitu Rehidrasi yang cukup. Dalam kondisi normal (tidak
diare) kebutuhan cairan normal 30 ml/ kgBB/hari Tanda atau gejala-gejala dehidrasi.
Hentikan konsumsi ramipril selama 24-48 jam, Minum ramipril lagi setelah diare
sembuh ,Bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit. Sebab bila kondisi diare
berlanjut akan meningkatkan risiko GGA.
Kasus yang ke 3 yaitu, Ibu Eni 38 th, guru SD, keluhan sesak, lemas,
berdebar-debar. Diagnosis dari dokter adalah CHF, mendapat resep Obat Digoxin 7
tablet S 1 dd ½ dan obat Diazepam 2 mg sebanyak 15 tablet S 3 dd 1, sedang
menyusui anaknya yang berumur 3 bulan. Apa rekomendasi yang harus diberikan ?
beliau menjelaskan bahwa Wanita hamil rata2 minum 3 jenis obat atau lebih. Gejala
penyakit saat hamil yaitu nyeri, mual, muntah, oedema, masuk angin, serta penyakit
lain yaitu DM, infeksi atau hipertensi. 35 % wanita hamil gunakan obat jangka
pendek. 40 % wanita hamil gunakan obat pada trimester pertama. Semua obat dpt
masuk ke ASI; Seberapa banyak ? Pengaruh pd bayi ? dan Perlu edukasi pd wanita
hamil & menyusui. Obat hanya diberikan pada wanita hamil bila manfaat lebih besar
daripada risiko pada janin, Hindari penggunaan obat pd trimester pertama, Bila perlu
obat pilih obat yg paling aman dengan dosis efektif terendah & sesingkat mungkin,
Diskusikan dg pasien utk penggunaan obat pd penyakit kronis bila ingin hamil. Sdpt
mungkin hindari gunakan obat pd wanita menyusui atau hentikan pmberian ASI bila
obat akan lanjut, Pilih obat dg ESO teraman terutama obat yg telah
direkomendasikan aman utk ibu menyusui, Bila minum obat pantau ESO, Waktu
minum obat segera setelah menyusui.
Kasus yang ke 4 yaitu, Ny.Titi masuk IGD RSA dalam keadaan tdak sadarkan
diri, dokter jaga mendiagnosis DM tipe 2 dengan koma ketoasidosis, dikirim ke ruang
ICU. Data laboratorium menunjukan Kadar GDS 802 mg/dL, urin output 140 ml/24
jam, dan keton urin (4+), AGD: pH 7,1 (7,35-7,45); pCO2 35,6 (32.0-45.0); BE/Base
Excess -6,7 (-2,0 - +3,0) Kadar Kalium 4,1 mEq/L. Pertanyaan pertama yaitu
Meskipun konsentrasi kalium dalam rentang normal, mengapa kadar kalium dalam
serum Ny. Titi tetap harus menjadi perhatian Apoteker ? Hari ke 2 di ICU kesadaran
Ny.Titi mulai membaik. Kadar GDS turun menjadi 330 mg/dL, dan tetap diberikan
insulin reguler, Hari ke 3 di ICU Ny. Titi mengalami sesak nafas. Dokter ICU
memberikan terapi Salbutamol nebul, Aminofilin & Deksametason intravena untuk
mengatasi sesak nafasnya. Petanyaan kedua Apakah rekomendasi Apoteker jaga
ICU kepada dokter dalam merespon rencana pemberian obat-obatan tersebut.
Dari semua hal tersebut beliau menjelaskan bahwa rekomendasi yang harus
dilakukan apoteker adalah melakukan pemantauan rutin kadar kalium sangat
dibutuhkan sambil terapi ketoasidosis diabetiknya dilanjutkan, Apoteker jaga ICU
harus mengusulkan kepada dokter agar direncanakan juga monitoring rutin kadar
kalium secara berkala.
Kasus yang ke 5 yaitu, Post Operasi Laparotomy Eksplorasi; CITO di Kamar
Operasi IGD; mulai 20.21 – 22.45 masuk ICU, Mendapatkan Ceftriakson + IVFD
(Ringer Laktat) yang mengandung Calsium + Calsium Gluconas Post OP Komposisi
Ringer Laktat yaitu Natrium 130 mEq/L, Kalium 4mEq/L, Laktat, 27,5 mEq/L,
Chlorida 109,5 mEq/L, Calsium 2,7 mEq/L. Beliau menjelaskan bahwa ceftriaxone +
kalsium glukonat di kontraindikasikan.Jangan gunakan larutan yang mengandung
kalsium (termasuk ringer's atau harmann's) yang dikombinasikan dengan IV
ceftriaxone karena risiko presipitasi paticulate yang berpotensi fatal di paru-paru,
ginjal,di pisahkan setidaknya 48 jam.
Pada materinya apt. Budi Raharjo juga menjelaskan terkait nefron
ginjal,beliau menjelaskan bahwa aliran darah masuk melalui arteri afferent masuk ke
gomerulus dan keluar melalui arteri efferent. Aliran darah masuk ke gromerulus dan
disaring terlebih dahulu sebelum masuk ke tubulus proximal.beliau juga menjelaskan
terkait kation intra dan ekstra seluler, beliau menjelaskan bahwa redistribusi kalium
dipengaruhi oleh pH, apabila ph menurun 0,1 (asidosis) maka akan mengeluarkan
kalium sebanyak 0,6 meq, sebaliknya apabila pH nya meningkat 0,1, (alkalosis)
maka kalium akan masuk sebanyak 0,6 meq, contoh obat yang menurunkan efek
kadar kalium adalah insulin.
Jadi kesimpulan dari materi yang dibawakan oleh apt.Raharjo adalah
Pelayanan Kesehatan mayoritas menggunakan obat, Penggunaan Obat berisiko
terjadi Adverse Drug Event dan Apoteker memiliki peran sentral dalam pencegahan
terjadinya ADE di berbagai sarana praktek kefarmasian.

Petanyaan-Pertanyaan Dan Jawaban

1. Terkait kasus 1, pasien mengeluhkan muntah, dehidrasi dan demam. Yg


saya tanyakan apakah kluhan muntah pada pasieb tdk prlu di atasi?
Krna pda bagian penyelesaian tidak ada sya lht pngobtan untk kluhan
muntah pada pasien. Sdangkan yg sya ktahui salah satu pnyebab
dehidrasi adalah muntah.
Jawaban : iya, seharusnya memang perlu dilakukan pngobatab trkait kluhan
muntah pada pasien, tpi yg sya jelaskan disini hnya brfokus pada
penggunaan NSAID yg dpt mnuyebabkan gangguan pada ginjal, sehingga
disarankan untk pnghentian penggunaan NSAID sampai dehidrasi teratasi.
2. Terkait kasus 1 dan 2 : Apakah penggunaan ACEi dan ARB pada pasien
hipertensi dan CKD aman bagi pasien CKD. karena dimateri
menjelaskan tidak bisa diberikan obat golongan ACEi dan ARB untuk
gagal ginjal akut.
Jawaban : Pertama harus diketahui bahwa gagal ginjal akut dan kronik itu
berbeda, pada gagal ginjal akut nefronnya masih dalam keadaan baik, tapi
kerja ginjal tersendat karena berbagai factor seperti dehidrasi sedangkan
pada gagal ginjal akut nefronnya sudah banyak yang rusak. Jadi pemberian
ACEi dan ARB dilarang karena pasien dapat mengalami gagal ginjal akut
yang disebabkan oleh dehidrasi dan efek dari obat yang bekerja dengan
memicu terjadinya vasokontriksi dan vasodilatasi pada pembuluh darah yang
dapat berefek bagi ginjal. Tapi obat golongan ACEi dan ARB aman digunakan
untuk pasien hipertensi komplikasi CKD.
3. Terkait penjelasan bapak mengenai vasokontriksi dan vasodilatasi, dari
beberapa yg saya baca bahwa ada beberapa faktor yg ikut menjadi
pndukung terjadinya vasokontriksi dan vasodilatasi yakni kadar oksigen
dan suhu, bagaimana dg faktor ini pak? 2. Mengenai kasus ttg ibu hamil,
di slide yg bapak smpaikan bahwa ada mengenai DM, bagaimana dg
kondisi DM gestasional pak, yakni DM khusus ibu hamil, serta
bagaimana pemberian obat untuk DM tipe ini khususnya untuk ibu hamil
Jawaban : Jika suhu dingin dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit
(vasokonstriksi), hal ini dilakukan untuk menjaga agar bagian tubuh tetap
hangat, misalnya jika seseorang yg mendaki gunung, reaksi yg akan trjadi
adalah tangan menjadi berwarna biru ini dibuktikan sbgai reaksi tubuh dalam
menjaga tubuh agar ttap hangat. sedangkan untuk oxigen, Ketika kadar
oksigen di dalam darah berkurang, tubuh akan mengalami kekurangan
oksigen oxigen atau hipoksia, sehingga dapat menyebabkan vasokonstriksi,
yang dilakukan untuk menjaga adanya cadangan oxigen di dalam darah. DM
gestasional pada ibu hamil disebabkan karena adanya syndrom mal adaptasi
pada ibu hamil yang menybabkan kadar gula darah meningkat, untuk obat
yang paling baik digunakan untuk DM gestasional pada ibu hamil yaitu
Insulin.
4. Pada kasus 3 tentang obat pada ibu menyusui. Apakah berlaku untuk
semua obat yang masuk kedalam ASI 1-3 jam kerja zat aktif obatnya
atau hanya obat-obat tertentu saja.
Jawaban: Iya berlaku untuk semua obat zat aktif masuk kedalam ASi
Mencapai titik puncak kerja obatnya 1-3 jam jika lewat dari waktu itu ibu bisa
memberikan ASI Langsung untuk anaknya. Tapi dalam waktu itu sebelumnha
bisa melakukan solusi pompa ASi terlebih dahulu sebelum meminum obat.
5. Pada kasus 5, terkait hasil kadar kalium pasien Ny.Titi dimana pada saat
dilakukan pemantauan ternyata pasien tersebut mengalami asidosis,
bagaimana bisa misalnya pasien tersebut tdk menagalami asidosis, atau
sebaliknya mengalami alkalosis. Apakah pemberian obat tetap sama
bahayanya atau tidak?
Jawabannya : intinya, walaupun hasil lab menjelaskan semua keadaan
pasien, tetap yang menjadi acuan paling utama dlm menetapkan diagnosis
adalah dari kondisi klinik pasien, lalu kemuadia hasil data lab. Walaupun
dalam hasil lab nntinya tidak mencantumkan kadar kalium, sebagai dokter
dan apoteker harus ttp memperhatikan kadar kaliumnya.
6. Terkait materi Interaksi Obat dengan Hasil Laboratorium. Obat yang
bagaimana yang dapat dijadikan sebagai obat yang tidak berinteraksi
dengan hasil lab dan apa contoh sifat yang dapat mempengaruhi hasil
lab?
Jawaban : Obat seperti vitamin C, memiliki sifat pereduksi yang kuat
sehingga menggantikan gula yang ada dalam darah. Sehingga ketika
melakukan pemeriksaan lab kadar gula dalam darah meningkat karena
konsumsi vitamin C seperti redoxon. Contoh obat lain dapat dilihat di referensi
Handbook of Clinical Drug Data. Oleh karena itu apoteker dapat berperan
sebagai detektif DRPs, memiliki instinct yang kuat praduga bersalah karena
obat "jangan jangan karena obat".
7. Apakah ada solusi lain untuk menghindari interaksi obat dengan hasil
lab pasien?
Jawaban :Tes lab dapat di ulang dgn menghitung waktu paruh eliminasi obat,
dan dapat mengganti obat dengan obat lain yg memiliki indikasi yg sma tetapi
tidak berinteraksi dgn hasil lab
8. Apakah kasus ketoasidosis diabetik ini berpengaruh pd tipe DM
seseorang ?
Jawaban : Kasus terdahulu kebanyakan terkena pd pasien dgn tipe DM 1 krn
kehabisan insulin, tetapi skrg tipe DM 2 juga berpengaruh krn tergantung
kadar gula dlm tubuh. Kadar gula dlm tubuh yg mempengaruhi seseorg
terkena ketoasidosis.
9. mengapa tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium sebelum pasien
menggunakan obat atau beberapa hari setelah penggunaan obat untuk
menghindari pengaruh obat terhadap hasil laboratorium?
jawaban : Karena kalau dilakukan pemeriksaan berkali-kali membutuhkan
biaya yang besar.
10. Apa yang dapat dilakukan oleh seorang apoteker untuk mengatasi DRP
karena ekonomi pasien yang kurang sehingga tidak mendapatkan terapi
yang seharusnya?
Jawaban : Sesuai PP no. 51 ttg kefarmasian, seorang apoteker bisa
mengganti obat paten dengan obat generik yang lebih murah. Hal lain yang
bisa dilakukan dengan menyarankan pasien mengikuti program bantuan
kesehatan dari pemerintah.
11. Terkait kasus 4 dan 5 : Dalam materi dijelaskan bahwa sangat penting
untuk melihat kadar kalium dan kalsium dalam tubuh pasien. Dimana hal
ini juga dapat membahayakan keselamatan pasien jika tidak
diperhatikan. Apakah kita harus melakukan semua tes untuk
pemeriksaan kadar elektrolit dalam tubuh dan melihat masalah yang
dapat ditimbulkan kedepannya ?
Jawaban :Tidak perlu semua dilakukan pemeriksaan. Dilihat lagi diagnosis
klinisnya dan hasil labnya adakah yang perlu diperhatikan pada kondisi
pasien, seperti akibat dari efek peningkatan pada kadar kalium/kalsium
pasien yang dapat bermasalah bagi kesehatan pasien.
12. Terkait Kasus 6 : Obat dapat mempengaruhi hasil dari data laboratorium
pasien. Adakah kasus dimana pasien diberikan pengobatan akibat dari
data lab yang salah padahal pasien tidak mengalami masalah klinis
tersebut ?
Jawaban : Belum pernah ada, tetapi dokter menyalahkan data yang ada,
dimana dikatakan bahwa data tersebut salah atau tidak tepat sehingga
diminta melakukan pengambilan data laboratorium kembali baik didalam RS
atau laboratorium diluar RS sehingga dapat meningkatkan biaya pengobatan.
Disini peran apoteker untuk menjelaskan pengaruh dari obat pada hasil LAB
dan memberi saran untuk melakukannya setelah obat terekskresi keluar dari
tubuh baru diambil kembali data LAB nya kembali.

Anda mungkin juga menyukai