Anda di halaman 1dari 30

Bagian Farmakologi dan Terapi

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

P-TREATMENT DAN P-DRUG


OBAT ANTIDEPRESAN

Disusun oleh
Dinda Aprilistya Puri 1610015024
Feri Clinten 1610015002
Gresya Elizabet Manurung 1610015074

Dosen Pembimbing
dr. Ika Fikriah, M. Kes
NIP. 19691018 200212 2 001

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Laboratorium Farmakologi dan Terapi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga kelompok penulis dapat menyelesaikan
makalah “P-Treatment dan P-Drug Obat Antidepresan” ini dengan baik dan tepat
waktu. Makalah ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik
pada Laboratorium Farmakologi dan Terapi serta meningkatkan pengetahuan dan
wawasan yang lebih mendalam terkait depresi dan pengobatannya. Dalam
pembuatan makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman dan dosen pembimbing pada Laboratorium Farmakologi dan
Terapi
2. dr. Moriko Pratiningrum, M. Kes., Sp.THT-KL selaku Ketua Program
Studi Program Profesi Pendidikan Dokter
3. Orang tua dan teman-teman yang telah mendukung dan membantu
menyelesaikan makalah ini
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan penulis untuk perbaikan kedepannya. Namun harapan penulis semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Samarinda, 27 September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Hal.
JUDUL 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Tujuan 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Definisi 5

2.2 Epidemiologi 5

2.3 Etiologi 5

2.4 Patofisiologi 8

2.5 Gejala Klinis 9

2.6 Kategori dan Diagnosis 12

2.7 Diagnosis Banding 16

2.8 Tatalaksana 16

BAB III TINJAUAN KASUS 19

3.1 Kasus 19

3.2 P-Treatment dan P-Drug 20

BAB IV PENUTUP 29

DAFTAR PUSTAKA 30

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan mood episode depresi merupakan penurunan mood yang
mengakibatkan berkurangnya energi, kehilangan minat, dan kehilangan
kegembiraan. Hal tersebut berlangsung selama minimal 2 minggu. Terdapat
beberapa faktor yang diduga sebagai faktor penyebab terjadinya depresi yaitu
faktor biologi yang berhubungan dengan ketidakseimbangan neurotransmitter
pada otak seperti serotonin, dopamin, dan norepinefrin yang mengalami
penurunan kadarnya, faktor genetik yaitu bahwa apabila memiliki satu orang tua
yang depresi kemungkinan meningkatkan risiko dua kali untuk keturunannya,
memiliki kedua orang tua depresi kemungkinan meningkatkan risiko empat kali
bagi keturunan untuk terkena gangguan depresi sebelum usia 18 tahun, dan faktor
psikososial berupa seseorang yang pernah mengalami peristiwa kehidupan dan
stess lingkungan.
Penatalaksanaan pasien gangguan mood harus diarahkan kepada beberapa
tujuan. Pertama, keselamatan pasien harus terjamin. Kedua, kelengkapan evaluasi
diagnostik pasien harus dilaksanakan. Ketiga, rencana terapi bukan hanya untuk
gejala, tetapi kesehatan jiwa pasien kedepan juga harus diperhatikan. Selain itu,
farmakoterapi dan psikoterapi harus dilakukan dengan benar agar dapat
menurunkan tingkat stressor yang dialami pasien.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui p-treatment dan p-
drug pada gangguan depresi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatri yang ditandai dengan
penurunan mood yang mengakibatkan berkurangnya energi dan kehilangan minat
serta kegembiraan [ CITATION Nin15 \l 1033 ]. Episode depresi dapat berdiri sendiri
atau menjadi bagian dari gangguan bipolar. Jika berdiri sendiri disebut Depresi
Unipolar. Simtom terjadi sekurang-kurangnya dua minggu dan terdapat perubahan
dari derajat fungsi sebelumnya [ CITATION Kem15 \l 1033 ].

2.2 Epidemiologi
Gangguan depresi dapat dialami oleh semua kelompok usia. Hasil Riskesdas
2018 menunjukkan bahwa gangguan depresi sudah mulai terjadi sejak rentang
usia remaja (15-24 tahun) dengan prevalensi 6,2%. Pola prevalensi akan semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tertinggi pada usia >75 tahun
sebesar 8,9%, 65-74 sebesar 8,0%, dan 55-64 tahun sebesar 6,5% [ CITATION Yoe18
\l 1033 ]. Depresi diestimasikan memengaruhi 264 juta manusia dari berbagai
kalangan usia. Survei Kesehatan Mental Dunia yang diadakan di 17 negara
menemukan bahwa rata-rata 1 diantara 20 orang dilaporkan mengalami episode
depresi di tahun sebelumnya[ CITATION Ism15 \l 1033 ]. Gangguan depresif berat
adalah suatu gangguan yang sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup kira-
kira 15%, kemungkinan sebanyak 25% pada wanita. Insidensi gangguan depresif
berat juga lebih tinggi daripada biasanya pada pasien perawatan primer yang
mendekati 10% dan pada pasien medis rawat inap yang mendekati 15% [ CITATION
Ben17 \l 1033 ].

2.3 Etiologi
1. Faktor Organobiogenik
Dilaporkan terdapat kelainan atau disregulasi pada metabolit amin
biogenik, seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HLAA), asam homovanilic

5
(HVA), dan 3-methoxy-4-hydroxyphenyl-glycol (MHPG) di dalam darah, urin,
dan cairan serebrospinal (CSF) pasien dengan gangguan mood.
Norepinephrine dan serotonin adalah dua neurotransmitters yang paling
terlibat pada patofisiologi gangguan mood.
 Norepinephrine
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respons klinis
antidepresi mungkin merupakan peran langsung sistem noradenergik
pada depresi. Bukti lain yang juga melibatkan reseptor B2-presipnatik
pada depresi, yaitu aktifnya reseptor yang mengakibatkan pengurangan
jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor B2-presinaptik juga terletak
pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.
 Dopamin
Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan
subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi
regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamin memperkaya hubungan
antara dopamin dan gangguan mood. Dua teori baru tentang dopamin
dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik mungkin mengalami
disfungsi pada depresi dan reseptor dopamin D1 mungkin menjadi
hipoaktif pada depresi.
 Serotonin
Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung
jawab untuk kontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada
beberapa penelitian ditemukan jumlah serotonin yang berkurang dicelah
sinap dikatakan bertanggung jawab untuk terjadinya depresi.
2. Faktor Genetik
Genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan
mood, tetapi jalur penurunannya sangat kompleks. Sulit untuk
mengabaikan efek psikososial dan juga faktor non-genetik yang
kemungkinan berperan sebagai penyebab berkembangnya gangguan mood,
setidaknya pada beberapa orang.
 Penelitian dalam keluarga

6
Generasi pertama, 2 sampai 10 kali lebih sering mengalami depresi
berat.
 Penelitian yang berkaitan dengan adopsi
Dua dari tiga studi menemukan gangguan depresi berat diturunkan
secara genetik. Studi menunjukkan, anak biologis dari orang tua yang
terkena gangguan mood berisiko untuk mengalami gangguan mood
walaupun anak tersebut dibesarkan oleh keluarga angkat.
 Penelitian yang berhubungan dengan anak kembar
Pada anak kembar disigotik gangguan depresi berat terdapat sebanyak
15- 28% sedangkan pada yang kembar monozigotik 53-69%.
3. Faktor Psikososial
 Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan
Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang merasa tertekan (stress)
dapat mencetuskan terjadinya depresi. Episode pertama ini lebih ringan
dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang mengemukakan bahwa
adanya stress sebelum episode pertama menyebabkan perubahan biologi
otak yang bertahan lama. Perubahan ini menyebabkan perubahan
berbagai neurotransmitter dan sistem sinyal interneuron. Termasuk
hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya,
seseorang berisiko tinggi mengalami episode berulang gangguan mood,
sekalipun tanpa stressor dari luar.
 Faktor kepribadian
Semua orang, apapun pola kepribadiannya, dapat mengalami depresi
sesuai dengan situasinya. Orang dengan gangguan kepribadian obsesi-
konvulsi, histrionik dan ambang, berisiko tinggi untuk mengalami
depresi dibandingkan dengan gangguan kepribadian paranoid atau
antisosial. Pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik berisiko
menjadi gangguan depresi berat. Peristiwa stressfull merupakan prediktor
tekuat untuk kejadian episode depresi. Riset menunjukkan bahwa pasien
yang mengalami stressor akibat tidak adanya kepercayaan diri lebih
sering mengalami depresi.

7
4. Faktor Psikodinamik pada Depresi
Teori pandangan klasik dari depresi termasuk 4 hal utama: (1) gangguan
hubungan ibu anak selama fase oral (10-18 bulan) menjadi faktor
predisposisi untuk rentan terhadap episode depresi berulang. (2) depresi
dapat dihubungkan dengan kenyataan atau bayangan kehilangan objek. (3)
intropeksi merupakan terbangkitnya mekanisme pertahanan untuk
mengatasi penderitaan yang berkaitan dengan kehilangan objek. (4)
akibat kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran
antara benci dan cinta, perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri.
Melanie Klein menjelaskan bahwa depresi termasuk agresi kearah
mencintai seperti dijelaskan Freud. Edward Bibring menyatakan bahwa
depresi adalah suatu fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari
terdapat perbedaan antara ideal yang tingi dengan ketidakmampuan untuk
mewujudkan cita-cita tersebut. Edith Jacobson melihat depresi sebagai
berkurangnya kekuatan, misalnya pada anak tidak berdaya yang menjadi
korban penyiksaan orang tua. Silvano Arieti mengamati banyak pasien
depresi hidup untuk orang lain dibandingkan untuk dirinya sendiri. Dia
merujuk kepada orang yang menderita depresi, hidup dalam dominasi
orang lain, dalam prinsip, ideal, atau institusi secara individual [ CITATION
Ism15 \l 1057 ]; [ CITATION Ben17 \l 1057 ].

2.4 Patofisiologi
Teori biologik memfokuskan pada abnormalitas norepinefrin (NE) dan
serotonin (5-HT). Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi disebabkan
oleh rendahnya kadar NE otak, dan peningkatan NE menyebabkan mania. Pada
beberapa pasien kadar MHPG (metabolit utama NE rendah). Hipotesis indolamin
menyatakan bahwa rendahnya neurotransmiter serotonin (5-HT) otak
menyebabkan depresi dan peningkatan serotonin (5-HT) dapat menyebabkan
mania. Hipotesis lain menyatakan bahwa penurunan NE menimbulkan depresi
dan peningkatan NE menyebabkan mania, hanya bila kadar serotonin 5-HT
rendah.

8
Mekanisme kerja obat antidepresan mendukung teori ini – antidepresan
klasik trisiklik memblok ambilan kembali (reuptake) NE dan 5-HT dan
menghambat momoamin oksidase inhibitor mengoksidasi NE. Ini didukung oleh
bukti-bukti klinis yang menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian
obat-obat golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan trisiklik
yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat MAOI
(Mono Amine Oxidase Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter
oleh enzim monoamin oksidase.
Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang
menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas
neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau
kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan
gangguan pada sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai
gangguan pada sistem serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis yang belakangan
ini dibuktikan dengan pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective
Serotonin Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake serotonin
dan bukan menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin
menjadi lebih cepat dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada
gilirannya memperbaiki gejala-gejala depresi. Penelitian terbaru menyatakan
bahwa mungkin terdapat hipometabolisme otak di lobus frontalis menyeluruh
pada depresi atau beberapa abnormalitas fundamental ritmik sirkadian pada
pasien-pasien depresi [ CITATION BGK07 \l 1057 ].

2.5 Gejala Klinis


Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya
energi adalah gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan
perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga.
Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau
kesedihan yang normal [ CITATION Ben17 \l 1057 ].
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar 2/3 pasien
depresi, dan 10-15% diantaranya melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat di

9
rumah sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur
hidup lebih panjang dibanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi
terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang
gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan
aktivitas, yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi
(97%) mengeluh tentang penurunan energi. Mereka mengalami kesulitan
menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di sekolah, dan pekerjaan, dan
menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien
mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan
sering terbangun di malam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi.
Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan
demikian pula dengan bertambah dan menurun berat badannya serta mengalami
tidur lebih lama dari yang biasanya [ CITATION Ism15 \l 1057 ] ; [ CITATION Ben17 \l
1057 ]. Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90%
pasien depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapat
menyebabkan timbulnya penyakit lain secara bersamaan, seperti diabetes,
hipertensi, PPOK, dan penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid yang tidak
normal dan menurunnya minat serta aktivitas seksual [ CITATION Ism15 \l 1057 ] ;
[ CITATION Ben17 \l 1057 ].
Berdasarkan ICD-10 dan PPDGJ III, terdapat gejala utama dan gejala
penyerta dalam mengklasifikasi episode depresi:
1. Gejala utama pada depresi derajat ringan, sedang dan berat
a. Afek depresi
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan yang
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas).
2. Gejala penyerta lainnya
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

10
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresi dan ketiga tingkat keparahannya (ringan, sedang,
berat) diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk menegakkan
diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala
luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Episode Depresi Ringan
1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi
2. Sekurang-kurangnya 2 gejala penyerta
3. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh
episode sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
4. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukan.
Episode Depresi Sedang
1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama.
2. Sekurang-kurangnya 3 atau 4 gejala penyerta.
3. Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu.
4. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan, dan urusan rumah tangga.
Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik
1. Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
2. Sekurang-kurangnya 4 gejala penyerta dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat.
3. Bila ada gejala penting (contoh retardasi psikomotor) yang mencolok
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu melaporkan
banyak gejala secara rinci. Dalam kasus ini, penilaian secara
menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.
4. Pasien tidak mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, hanya mampu pada taraf yang sangat terbatas.

11
Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik
Episode depresi berat yang disertai waham, halusinasi, atau stupor
depresi. Waham umumnya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan,
malapetaka yang mengancam pasien atau merasa bertanggung jawab atas
hal tersebut. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara
menghina atau menuduh, atau bau kotoran. Retardasi psikomotor yang
berat dapat menuju pada stupor [ CITATION Kem15 \l 1033 ].
Perjalanan Penyakit
Secara umum disimpulkan gangguan mood merupakan suatu gangguan
yang berlangsung lama dan cenderung kambuh. Stressor kehidupan lebih sering
ditemukan di episode awal dibandingkan episode berikutnya. Kondisi ini
menunjukkan bahwa stress psikososial berperan sebagai penyebab awal
gangguan mood. Meskipun episode awal yang dapat diatasi, namun perubahan
biologi yang menetap di otak menimbulkan risiko besar untuk timbul episode
berikutnya [ CITATION Ism15 \l 1057 ].

2.6 Kategori dan Diagnosis


Kategori ringan, sedang atau berat untuk episoda depresif tunggal/pertama,
bila berulang masuk dalam gangguan depresi berulang.
a. Episode Depresi Ringan
 Episode depresi ringan tanpa gejala somatik
 Episode depresi ringan dengan gejala somatik
Pedoman diagnostik
1) Sekurangnya dua dari:
a) mood yang depresif
b) kehilangan minat dan kesenangan
c) mudah lelah
2) Ditambah sekurangnya dua gejala lain dari episode depresif
3) Tidak boleh ada gejala yang berat
4) Berlangsung sekurangnya dua minggu

12
5) Resah tentang gejalanya dan sukar menjalankan kegiatan pekerjaan
dan sosial yang biasanya, namun tidak berhenti berfungsi sama
sekali.
b. Episode Depresi Sedang
 Episode depresi sedang tanpa gejala somatik
 Episode depresi sedang dengan gejala somatik
Pedoman diagnostik
1) Sekurangnya dua dari tiga gejala paling khas untuk episoda depresi
ringan
2) Ditambah sekurangnya tiga (sebaiknya 4) dari gejala depresi lainnya
3) Berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu
4) Kesulitan nyata dalam kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah
tangga.
c. Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik
Manifestasi klinis episode depresi berat
 Ketegangan dan kegelisahan amat nyata, kecuali bila retardasi
merupakan ciri terkemuka.
 Kehilangan harga diri dan perasaan diri tidak berguna.
 Bunuh diri merupakan bahaya nyata pada beberapa kasus berat.
 Sindroma somatik hampir selalu ada pada depresi berat.
Pedoman diagnostik
1) Harus ada ketiga gejala khas pada depresi ringan dan sedang.
2) Ditambah sekurangnya empat gejala lainnya.
3) Beberapa di-antaranya harus berintensitas berat, kecuali
agitasi/retardasi sudah mencolok.
4) Berlangsung sekurangnya dua minggu, atau lebih pendek bila gejala
sangat berat dan awitannya sangat cepat. 5) Tidak mampu
menjalankan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga,
kecuali pada taraf sangat terbatas.
d. Episode Depresi Berat Dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik:

13
1) Memenuhi kriteria depresi berat disertai waham, halusinasi atau
stupor depresif.
2) Isi waham biasanya ide tentang dosa, kemiskinan atau tentang
malapetaka yang mengancam dan individu merasa bertanggung-
jawab atas hal tersebut.
3) Halusinasi auditorik / olfaktorik berupa suara menghina atau
menuduh atau bau kotoran / daging busuk
4) Retardasi motorik berat yang dapat menuju stupor.
5) Waham / halusinasi bisa serasi atau tidak serasi dengan afek.
e. Gangguan Depresi Berulang
Manifestasi klinis:
 Episode depresi berulang tanpa adanya riwayat mania atau
hipomania.
 Awitan, keparahan, durasi, dan frekuensi episode depresi sangat
bervariasi.
 Lama berlangsung antara 3 – 12 bulan, rata-rata enam bulan,
frekuensi lebih jarang daripada bipolar
 Remisi sempurna antara episode, sebagian kecil, terutama pada usia
lanjut bisa menetap. - Seringkali tiap episode dicetuskan oleh stresor
 Bila dibandingkan dengan pada lelaki, kejadian pada wanita dua kali
lebih sering.
1) Gangguan Depresi Berulang, Episode Kini Ringan
 Gangguan suasana perasaan berulang lainnya
 Gangguan depresi berulang, episode kini ringan, tanpa gejala
somatik
 Gangguan depresi berulang, episode kini ringan, dengan gejala
somatik
Pedoman diagnostik:
 Memenuhi kriteria gangguan depresi berulang, sekarang episode
depresif ringan dan

14
 Sekurangnya dua episode telah berlangsung selama minimal dua
minggu dan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan suasana
perasaan yang bermakna.
2) Gangguan Depresi Berulang, Episode Kini Sedang
 Gangguan suasana perasaan berulang lainnya
 Gangguan depresi berulang, episode kini sedang, tanpa gejala
somatic
 Gangguan depresi berulang, episode kini sedang, dengan gejala
somatik
Pedoman diagnostik, pasti
a. Memenuhi kriteria gangguan depresi berulang, sekarang episode
depresif sedang
b. Sekurangnya dua episode telah berlangsung selama minimal dua
minggu dan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan suasana
perasaan yang bermakna.
3) Gangguan Depresi Berulang, Episode Kini Berat Tanpa Gejala
Psikotik
 Gangguan suasana perasaan berulang lainnya
 Gangguan depresi berulang, episode kini berat, tanpa gejala
somatik
 Gangguan depresi berulang, episode kini berat, dengan gejala
somatik
Pedoman diagnostik, pasti
(a)Memenuhi kriteria gangguan depresi berulang, sekarang episode
depresif berat tanpa gejala psikotik, dan
(b)Sekurangnya dua episode telah berlangsung selama minimal dua
minggu dan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan suasana
perasaan yang bermakna.
4) Gangguan Depresi Berulang, Episode Kini Berat Dengan Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostik

15
(a)Memenuhi kriteria gangguan depresi berulang, sekarang episode
depresif berat dengan gejala psikotik, dan
(b)Sekurangnya dua episode telah berlangsung selama minimal dua
minggu dan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan suasana
perasaan yang bermakna.
5) Gangguan Depresi Berulang, Kini Remisi
Pedoman diagnostik
(a)Dimasa lampau pernah gangguan depresi berulang sekarang tidak
sedang mengalami gangguan apapun, dan
(b)Sekurangnya dua episode telah berlangsung selama minimal dua
minggu dan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan suasana
perasaan yang bermakna.

2.7 Diagnosis Banding


a. Gangguan Mood Disebabkan oleh Kondisi Medis Umum (Tumor otak,
gangguan metabolik, HIV AIDS, Penyakit Parkinson dan Penyakit
Cushing)
b. Gangguan Mood diinduksi Zat
c. Skizofrenia
d. Berduka
e. Gangguan Kepribadian
f. Gangguan Skizoafektif
g. Gangguan Penyesuaia dengan Mood Depresi
h. Gangguan Tidur Primer

2.8 Tatalaksana
1. Terapi Non-farmakologi
a. Terapi Kognitif / Cognitive Behavioral Therapy
Terapi kognitif bertujuan untuk meringankan episode depresif dan
mencegah kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan
menguji kognisi negatif, mengembangkan cara berpikir alternative,

16
fleksibel dan positif serta melatih respons perilaku dan kognitif yang baru.
Sejumlah studi terkontrol yang paling baik menunjukkan bahwa kombinasi
terapi kognitif dan farmakoterapi lebih efektif daripada bila hanya satu
terapi yang digunakan [ CITATION Ben17 \l 1057 ].
b. Terapi Interpersonal
Terapi ini didasarkan pada dua asumsi. Pertama, masalah interpersonal
saat ini cenderung memiliki akar pada hubungan yang mengalami
disfungsi sejak awal. Kedua, masalah interpersonal saat ini cenderung
terlibat dalam mencetuskan atau melanjutkan gejala depresif. Semua uji
menunjukkan bahwa terapi interpersonal efektif dalam penatalaksanaan
gangguan depresif berat, khususnya mungkin membantu menyelesaikan
masalah interpersonal [ CITATION Ben17 \l 1057 ] . Terapi ini diberikan untuk
membantu pasien mengembangkan strategi coping yang lebih baik dalam
mengatasi stressor kehidupan sehari-hari. Pemberian psikoterapi dan obat
lebih efektif. Pasien juga dapat bertahan lebih lama menggunakan obat bila
ia dalam proses psikoterapi [ CITATION Ism15 \l 1057 ].
c. Terapi Berorientasi Psikoanalitik
Tujuan psikoterapi ini adalah memberi pengaruh pada perubahan
struktur atau karakter kepribadian seseorang, bukan hanya untuk
meredakan gejala [ CITATION Ben17 \l 1057 ].
d. Terapi Keluarga
Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan merusak perkawinan
pasien atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood bertambah atau
dipertahankan oleh situasi keluarga. Terapi keluarga memeriksa peranan
anggota keluarga yang mengalami gangguan mood di dalam kesejahteraan
psikologis seluruh keluarga, terapi keluarga juga memeriksa peranan
seluruh keluarga di dalam mempertahankan gejala pasien [ CITATION
Ben17 \l 1057 ].
2. Terapi Farmakologis
a. Tricyclic Anti-Depresant (TCA)

17
TCA merupakan anti depresi generasi pertama bersama MAO Inhibitor.
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat ambilan kembali
neurotransmitter di otak. Dari beraneka jenis antidepresi trisiklik terdapat
perbedaan potensi dan selektivitas hambatan ambilan kembali
neurotransmitter. Ada yang sangat sensitive terhadap norepinefrin, ada yang
sensitive terhadap serotonin, dan ada pula yang sensitif terhadap dopamin.
Obat yang termasuk dalam golongan ini dan tersedia adalah imipramine,
desmetilimipramine, dan amitriptilin [ CITATION Gun13 \l 1057 ].
b. MAO Inhibitor
MAO inhibitor bekerja dengan cara menutup jalur degradasi intraneural
utama untuk neurotransmitter amin sehingga amin dapat lebih banyak
menumpuk pada simpanan prasinaptik dan dilepaskan. MAO tidak banyak
digunakan lagi kecuali moklobemid [ CITATION Gun13 \l 1057 ].
c. Serotonin Selective Reuptake Inhibitor (SSRI)
SSRI merupakan anti depresi generasi kedua. Golongan obat ini secara
spesifik menghambat ambilan serotonin. Obat yang termasuk golongan ini
adalah fluoxetine, paroxetin, sertralin, fluvoxamin, dan sitalopram. Masa
kerjanya panjang antara 15-24 jam, fluoxetinee paling panjang 24-96 jam.
Golongan obat ini kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem
kolinergik, adrenergik, atau histaminergik, sehingga efek sampingnya lebih
ringan [ CITATION Gun13 \l 1057 ].
d. Serotonin-Norepinefrin Reuptake Inhibitor (SNRI)
SNRI merupakan anti depresi generasi ketiga yang bekerja dengan
menghambat ambilan kembali serotonin dan norepinefrin. Obat yang
termasuk golongan ini adalah venlafaxine [ CITATION Gun13 \l 1057 ].

BAB III
TINJAUAN KASUS

18
3.1 Kasus
Pasien Tn. Amir, 63 tahun, berpenampilan sesuai dengan usianya, cara
berpakaian rapih, dan perawatan diri baik. Datang ke poliklinik RS Jiwa Lampung
dengan keluhan susah tidur, ini sudah dirasakan pasien sejak 2,5 bulan sebelum
datang ke RSJ. Pasien mengatakan bahwa awalnya masih dapat tidur, namun
terbangun saat malam hari dan tidak dapat tidur lagi. Hal ini terjadi karena pada
malam hari pasien selalu memikirkan istri pasien yang sudah meninggal 1 tahun
yang lalu. Selain itu, pasien juga merasa kurang bersemangat untuk beraktivitas
karena pasien merasa lemas, mudah lelah, tidak berenergi, dan pasien merasa
kesal terhadap diri sendiri karena tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa,
pasien merasa bahwa hidupnya sudah tidak seperti dulu. Dahulu pasien
merupakan orang yang aktif bersosialisasi dengan lingkungan namun sekarang
pasien sudah menarik diri dari lingkungan karena kurang percaya diri dan malas
beraktivitas. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan sejak istrinya
meninggal dan kepercayaan diri pasien berkurang, ditunjukkan dengan sikap
pesimis pasien terhadap penyakitnya dan pasien berpikir akan cepat menyusul
istrinya. Pasien menyangkal bahwa pasien kehilangan kosentrasi dan pelupa.
Pasien mengatakan tidak pernah mendengar suara-suara yang membisikkan
pasien hal-hal yang tidak dapat didengar orang lain, atau melihat sesuatu yang
tidak dapat dilihat orang lain. Pasien mengatakan tidak pernah minum alkohol
maupun menggunakan narkoba namun pasien pernah merokok. Pasien tidak
memiliki riwayat hipertensi namun memiliki diabetes melitus yang baru diketahui
saat berobat ke dokter spesialis penyakit dalam 2 bulan yang lalu dan sekarang
masih menjalani pengobatan.
Riwayat Pendidikan terakhir SD, Riwayat pernikahan menikah sekali dan
mempunyai 5 orang anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Pasien merupakan anak
keenam dari 12 bersaudara. Pada kehidupan keluarga pasien sekarang, anak kedua
pasien, seorang perempuan, menghilang pada tahun 2000 hingga sekarang. Anak
kelima pasien sudah meninggal pada usia 6 tahun karena penyakit jantung. Anak
keempat pasien pernah menggunakan narkoba pada tahun 2013 dan sudah selesai
menjalani rehabilitasi. Pada tahun 2013 akhir istri pasien meninggal dunia.

19
Pada status mental didapatkan: penampilan pasien sesuai usia, pakaian
rapih, kuku terpotong rapih, sikap kooperatif, kontak mata dengan pemeriksa baik,
normoakif, pembicaraan spontan, lancar, intonasi sedang volume cukup kualitas
dan kuantitas baik, artikulasi jelas. Mood hipothymia afek terbatas, appropriate,
serasi, empati dapat dirasakan. Proses pikir yaitu bentuk pikir realistik,
produktivitas spontan, kontinuitas relevant, koheren, hedaya berbahasa tidak ada.
Isi pikiran waham tidak ada, halusinasi tidak ada, ilusi tidak ada. Daya kosentrasi,
daya ingat, dan orientasi baik, abstraksi baik, penilaian terhadap realita baik dan
tilikan derajat tiga.

3.2 P-TREATMENT dan P-DRUG


3.2.1 Problem pasien
a. Problem utama : Hilang minat untuk beraktivitas dan merasa mudah
lelah
b. Problem tambahan : Kurang percaya diri, pesimistis, sulit tidur, nafsu
makan berkurang, merasa tidak berguna.
c. Diagnosis : Gangguan mood episode depresi sedang

3.2.2 Tujuan terapi


a. Mengurangi gejala depresi
b. Meminimalkan efek samping
c. Memastikan kepatuhan terhadap pengobatan
d. Mencegah episode depresi lebih lanjut

3.2.3 Pemilihan terapi


a. Terapi non-farmakologi
 Terapi kognitif
 Terapi interpersonal
 Terapi Berorientasi Psikoanaliti
b. Terapi Farmakologi
Golongan TCA ( Tricvclic Anti-depresant)

20
Efficacy Safety Suitability Cost
++ + ++ +++

Farmakodinamik:
Menghambat pompa
reuptake amine Kontraindikasi
(serotonin/norepinefrin)
Efek samping pasien infark
menuju neuron pre-
sinaps. Biasanya efek Mulut dan kulit miokard, mania,
timbul setelah 2-3
kering,
penyakit hati
minggu pengobatan pengelihatan
kabur, konstipasi, berat, aritmia, Rp 25.000
susah buang air sampai
Farmakokinetik : leukopenia, Rp 195.000
kecil, hipotensi
A: Diabsorpsi dengan ortostatik, epilepsi, anemia
baik glukoma dan
aplastik,
D : Tersebar luas paling sering
M : Metabolisme oleh aritmia jantung hepatitis, dan
enzim mikrosomal hati,
agranulositosis
diikuti konjugasi oleh
asam glukuronat
E : Diekskresi lewat urin

Golongan SNRI (Serotonin-Norepinefrin Reuptake Inhibitor)


Efficacy Safety Suitability Cost
+++ ++ ++ ++
Farmakodinamik: Efek samping Kontraindikasi Rp 250.000
Riwayat alergi sampai
Menghambat ambilan muak
terhadap
kembali serotonin dan pusing. Rp420.000
venlafaksin,
norepinefrin sonmolen.
pemberian
insomnia.
bersama MAOI,
peningkatan
Farmakokinetik : anak dibawah
tekanan
18 tahun
SNRI memiliki waktu darah (efek
paruh yang relatif norepinefrin)
pendek, mulai dari 5 jam
(venlafaxine) hingga 12

21
jam (duloxetine), waktu
untuk konsentrasi plasma
puncak berkisar dari 2 jam
untuk milnacipran sampai
6 jam untuk
duloxetine, dimetabolisme
di hati.

Golongan MAOI
Efficacy Safety Suitability Cost
++ + + ++
Farmakodinamik:
Efek samping
Menginhibisi enzim Kontraindikasi
Hipotensi,
MAO sehingga tidak Penggunaan
peningkatan
teijadi pemecahan
berat badan, SSRI. konsumsi
Norepinefrin dan
mioklonus,
Serotonin obat tramadol, Rp 250.000
disfungsi
seksual, meperidine.
Farmakokinetik : insomnia,
sedasi pada siang dekstromertophan,
MAOI dapat diabsorpsi
hari, hipertensi metadone.
dengan cepat jika
episode
diberikan secara oral

Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)


Efficacy Safety Suitability Cost
+++ ++ ++ +++
Farmakodinamik: Efek samping Kontraindikasi Rp50.000
Memblok reuptake Mual, Epilepsi dan sampai
Rp600.000
serotonin sehingga penurunan anak-anak
meningkatkan libido dan
konsentrasi fungsi
neurotransmitter di celah seksual
sinaps

Farmakokinetik :
A : Absorpsi baik,
mencapai kadar puncak

22
rata-rata 5 jam
D : Distribusi baik dan
waktu paruh 16-36 jam
M : Dimetabolisme di
hati dan dinding usus
E : Diekskresi melalui
ginjal dan feses (35-
50%)

Obat anti-depresi yang dipilih adalah obat golongan SSRI yang memiliki
keunggulan dari segi efficacy dan safety, sementara dari segi suitability dan cost
ketiga golongan tersebut relatif sama. Maka dari itu SSRI dipilih karena lebih
unggul dari obat anti-depresi yang lain. Obat dari golongan tersebut yang tersedia
yaitu fluoxetine, fluvoxamine, sertraline, dan escitalopram.

Nama Obat : Fluoxentine


Efficacy Safety Suitability Cost
+++ ++ ++ +++
Farmakodinamik: Efek samping Kontraindikasi Rp 50.000
Menghambat reuptake Ansietas,insomnia, Gagal ginjal, (tab 20mgx2x10)
serotonin hampir tidak anak-anak, Rp 82.500
Farmakokinetik : menimbulkan hipersensitif dan (kap 10mgx3xl0)
A: Absorbsi cepat di GIT. sedasi, lelah, penggunaan Rp 96.500
D : distribusi luas, ikatan tremor, mual, bersama MAOI (kap 10mgx3xl0)
protein plasma 95% diare, pusing Rp 135.000
M: metabolism terjadi di dan berkeringat (kap 20mgx5x6)
hepar menjadi bentuk Rp 150.000
metabolit aktif (kap 20mgx3x10)
E: urin Rp 154.000
(kap 30mgx3xl0)
■ Waktu paruh 24 - 96
jam.

23
■ Bioavailabilitas 70%.
Kadar puncak dalam
plasma 4- 8 jam

Nama Obat : Escitalopram


Efficacy Safety Suitability Cost
+++ ++ ++ ++
Farmakodinamik:
Menghambat reuptake
serotonin Efek samping

Farmakokinetik : Mual, muntah

A: Absorbsi cepat di GIT. diare


Rp330.000
D : distribusi luas, ikatan konstipasi, Kontraindikasi
(tab sal. Selaput
10mgx3x10)
protein plasma <80% dispepsi, gangguan hati,
Rp330.000
M: metabolisme terjadi di tremor, pusing, gangguan (tab 10mgx3x10)
Rp 660.000
hepar menjadi bentuk insomnia,mulut jantung, anak-
(tab sal Selaput
metabolit aktif dan inaktif kering, anak, laktasi 20mgx3x10)

E: urin dan anoreksia,

■ Waktu paruh 36 jam. penurunan berat

■ Bioavailabilitas 70%. badan

Kadar puncak dalam


plasma 4- 8 jam

Nama Obat : Fluvoxamine


Efficacy Safety Suitability Cost
+++ ++ ++ +
Farmakodinamik: Efek samping Kontraindikasi Rp 399.000
Menghambat reuptake samping Hipersensitif,
serotonin Pengelihatan dikombinasi (tab sal. selaput

kabur, mulut dengan MAO 100mg x30)

Farmakokinetik : kering, inhibitor Rp 618.000

A : Absorbsi cepat tremor, (tab sal. selaput

di GIT, tidak gangguan GI, 100mgx30)

dipengaruhi makanan somnolen,

24
D : distribusi luas,
ikatan protein plasma 80%
M : metabolisme di
hepar menjadi bentuk
konstipasi,
metabolit inaktif
agitasi, dan
E: urin
anorexia
■ Bioavailabilitas >90%
■ Waktu paruh 7- 63 jam
■ Kadar puncak dalam
plasma 2-8 jam

Nama Obat : Sertralin HCL


Efficacy Safety Suitability Cost
+++ ++ ++ ++
Rp 315.000
Farmakodinamik:
(kap 50mgx3x10)
Menghambat reuptake
Rp 255.000
serotonin
Efek samping (tab 50mgx30)
Farmakokinetik : Kontraindikasi
Mual, diare Rp 257.000
A: absorbsi lambat di GIT Hipersensitifitas,
konstipasi, (tab 50mgx3x10)
D : distribusi luas di tubuh, gangguan hati,
dispepsia, Rp 280.000
ikatan protein 98% gangguan ginjal,
tremor, pusing, (tab sal selaput
M : metabolisme di hepar anak-anak,
insomnia, mulut 50mgx30)
E : Urin dan feses laktasi
kering, anoreksia Rp 420.000
■ Waktu paruh 22- 35 jam
(tab 50mgx3x10)
■ Kadar puncak dalam
Rp.497.000
plasma 27 jam
(tab 50mgx30)

3.2.4 Pemberian Terapi


a. Terapi Non-Farmakologi
■ Terapi kognitif

25
Terapi kognitif bertujuan untuk meringankan episode depresif dan
mencegah kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi
dan menguji kognisi negatif, mengembangkan cara berpikir
alternative, fleksibel dan positif serta melatih respons perilaku dan
kognitif yang baru. Sejumlah studi terkontrol yang paling baik
menunjukkan bahwa kombinasi terapi kognitif dan farmakoterapi
lebih efektif daripada bila hanya satu terapi yang digunakan.
■ Terapi interpersonal
Terapi ini didasarkan pada dua asumsi. Pertama, masalah
interpersonal saat ini cenderung memiliki akar pada hubungan yang
mengalami disfungsi sejak awal. Kedua, masalah interpersonal saat ini
cenderung terlibat dalam mencetuskan atau melanjutkan gejala
depresif. Semua uji menunjukkan bahwa terapi interpersonal efektif
dalam penatalaksanaan gangguan depresif berat, khususnya mungkin
membantu menyelesaikan masalah interpersonal.
■ Terapi Berorientasi Psikonanalitik
Tujuan psikoterapi ini adalah memberi pengaruh pada perubahan
struktur atau karakter kepribadiaan seseorang, bukan hanya untuk
meredakan gejala.
b. Terapi Farmakologi
Fluoxetine 20 mg: 1 tab, diminum pada pagi hari (selama 20 hari)

dr. Clinten
Jl. Wahid hasim 1
SIP No. 1610015002

Samarinda, 19 Januari 2021

R/ Fluoxentine 20 mg tab No. XXX


S 1 dd tab 1

Pro : Tn. Amir


Umur : 63 tahun
Alamat: Jl. Aws 1 RT 08

26
3.2.5 Komunikasi Terapi
a. Informasi Penyakit
Gangguan mood episode depresi sedang dapat ditangani dengan minum
obat secara teratur dan mendapatkan psikoterapi dan dukungan keluarga
serta kemauan pada diri pasien yang tinggi.
b. Informasi Terapi
Terapi pada depresi dapat berupa farmakologis dan non farmakologis.
Hal ini bertujuan untuk mengatasi depresi sedini mungkin agar tidak
bertambah berat dan mengurangi terjadinya kekambuhan.
c. Informasi Obat
Obat fluoxentin 20 mg sehari 1 kali sebanyak 1 tablet, boleh diminum
sebelum atau sesudah makan selama 30 hari, ketika obat akan habis
datang untuk kontrol kembali, pemberitahuan mengenai efek samping
yang akan muncul pada pemakaian obat, dan ketika muncul efek
samping yang berat, datang kembali untuk kontrol.

3.2.6 Monitoring dan Evaluasi


a. Evaluasi kemajuan pengobatan.
b. Evaluasi kepatuhan pasien dalam konsumsi obat.
c. Evaluasi terhadap interaksi obat dan efek sampingnya.
d. Kontrol pengobatan secara ketat dan mengevaluasi pengobatan setelah
dihentikan (sampai beberapa bulan) untuk evaluasi kekambuhan
penyakit

27
BAB IV
PENUTUP

Adapun kesimpulan dari kasus pasien di atas antara lain:


1. Pasien menderita gangguan mood episode depresi sedang
2. Terapi farmakologi yang diberikan adalah Fluoxentine 20 mg (1 kali
sehari)
3. Terapi non-farmakologi yaitu terapi kognitif, terapi interpersonal, dan
terapi berorientasi psikoanalitik
4. Evaluasi yang dilakukan meliputi kemajuan pengobatan, kepatuhan
pasien mengkonsumsi obat, interaksi obat dan efek sampingnya, serta
mengevaluasi pengobatan setelah dihentikan (sampai beberapa bulan)
untuk evaluasi kekambuhan penyakit

28
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (1998). Pedoman Penggolongan dan Diagnosa


Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ-III). Jakarta: Dirjen Pelayanan
Medis.
Gunawan, S. G., Nafrialdi, R. S., & Elysabeth. (2013). Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Indrayani, Y. A., & Wahyudi, T. (2018). Situasi Kesehatan Jiwa di Indonesia.
Jakarta: INFODATIN.
Ismail, R., & Siste, K. (2015). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Kaplan, S. H., & Grebb, J. (2010). Sinopsis Psikiatri Klinis Jilid Dua. Tangerang:
Binarupa Aksara.
Katzung, B. G. (2007). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Kemenkes. (2015).
MIMS. (2020). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta: PT Bhuana Ilmu
Populer
Ninaprilia, Z., & Rohmani, C. F. (2015). Gangguan Mood Episode Depresi
Sedang. Lampung: Universitas Lampung.
Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2017). Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.

29
30

Anda mungkin juga menyukai