Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan response inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya, disertai efek ekstra paru yang
berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Hambatan jalan napas tersebut terjadi
akibat obstruksi jalan napas besar (obstructive bronchitis) dan obstruksi salutran napas
kecil disertai dengan destruksi parenkim (emfisema).
Asma merupakan inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang
menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
dengan gejala episodik berulang, mengi, batuk, sesak napas, dan rasa berat di dada
terutama terjadi pada malam dan atau dini hari. Selain itu, banyak pula penyakit saluran
pernapasan yang disebabkan oleh kebiasaan buruk merokok seperti Ca paru,
bronkiektasis dan ateletaksis. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan yang lebih
mendalam mengenai penyakit penyakit saluran napas tersebut.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari modul ini adalah diharapkan mahasiswa mampu


menjelaskan tentang PPOK, bronkitis kronis, asma bronkial, neoplasma paru,
bronkiektasis dan ateletaksis.

1|Page
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario

Sesak

Pak Amat (60 thn) seorang penyapu jalan, dibawa ke UGD oleh
keluarganya karena sesak nafas yang berat. Sejak 1 minggu yang lalu Pak
Amat menderita batuk kering disertai sesak napas. Keluhan batuk telah
dideritanya sejak 3 tahun yang lalu. Kebiasaan merokok Pak Amat telah
dijalaninya sejak usia muda hingga saat ini. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan BB 45 kg, T: 140/80mmHg, RR: 36X/menit, suara nafas menurun,
wheezing +/+, ronkhi + dan ICS melebar. Hasil foto thoraks: Jantung tampak
gambaran tear drops. Paru tampak gambaran emfisema.
Riwayat batuk dan sesak sering timbul jika udara dingin dan terpapar
debu.
2.2 Identifikasi Istilah

1. Ronkhi: suara napas tambahan yang bernada rendah yang terjadi akibat
adanya penyumbatan jalan napas terdengar saat inspirasi dan ekspirasi.
Ronkhi ini dibagi atas ronkhi basah dan ronkhi kering.

2. Wheezing: Suara napas berfrekuensi tinggi seperti siulan, akibat


penyumbatan saluran napas kecil

3. Emfisema: suatu kelainan pada paru dengan pelebaran rongga udara distal
bronkhiolus terminal dan kerusakan dinding alveolus

4. Jantung dengan gambaran tear drop : disebabkan oleh peningkatan volume


paru sehingga gambaran jantung menjadi tear drop sudut costae frenikus
yang lancip.

2|Page
2.3 Identifikasi Masalah

1. Mengapa riwayat sesak dan batuk timbul saat udara dingin dan terpapar
debu ?
2. Apa hubungan antara usia, pekerjaan dan kebiasaan merokok dengan
keluhan ?
3. Mengapa ditemukan gambaran jantung tear drop dan paru emfisema ?
4. Kenapa tekanan dan RR meningkat?
5. Interpretasi pemeriksaan fisik
6. Kenapa bisa terjadi wheezing dan ronki ?
7. Diagnosis sementara?
8. Pemeriksaan penunjang apa yang harus dilakukan?

2.4 Analisa masalah

1. Teori hipersensitivitas I
Antigen yang masuk akan terikat oleh IgE yang ada di permukaan
sel mast, ikatan ini menyebabkan degradasi sel mast mengeluarkan
mediator inflamasi. Berbagai mediator ini menyebabkan bronkokonstriksi,
edema mukosa dan hipersekresi mucus.
2. Semakin lanjut usia semakin rentan terkena penyakit saluran napas
Pekerjaan berkaitan dengan seringnya terpapar faktor risiko atau
pemicu timbulnya keluhan yang dialami Pak Amat. Sedangkan merokok
menjadi faktor risiko terjadinya gangguan saluran napas. Zat zat yang
terkandung dalam rokok dapat memicu makrofag, semakin banyak
makrofag semakin banyak pula enzim elastase yang dikeluarkan, dimana
enzim elastase ini dapat menyebabkan degradasi elastin pada dinding
alveolus akibatnya terjadi emfisema.

3|Page
3. Gambaran jantung tear drops ini sering ditemukan pada penderita
emfisema terjadi karena adanya peningkatan volume paru paru sehingga
jantung terhimpit dan seolah olah menggantung
4. Tekanan meningkat menurut kami wajar terjadi pada Pak Amat yang
berusia 60 tahun, karena adanya penurunan elastisitas. Sedangkan RR
meningkat sebagai kompensasi tubuh yang mengalami sesak napas
5. BB turun karena pada penyakit gangguan pernapasan dan paru dapat
menimbulkan malas makan. RR meningkat sebagai kompensasi tubuh
memenuhi kebutuhan oksigen, tekanan normal atau wajar pada usia tua,
ICS melebar karena volume paru yang meningkat.
6. Wheezing dan ronki dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada
saluran pernapasan seperti adanya penyumbatan oleh cairan atau mucus.
7. Dari gejala atau keluhan yang dialami Pak Amat diagnosis sementara
adalah PPOK, asma, bronkitis kronis, dan ca paru
8. Pemeriksaan penunjang :
- Analisis gas darah
- Pemeriksaan darah  polisitemia
- Spirometri
- Pemeriksaan radiologis
- Pemeriksaan sputum

4|Page
2.5. Strukturisasi Konsep

Batuk menahun

Sesak napas
Faktor Risiko Faktor Pencetus

Anamnesis

Pemeriksaan fisik :
Wheezing

Rhonki

ICS melebar

RR meningkat

Pemeriksaan
penunjang

DD sementara
5|Page
PPOK

Asma
Bronkitis kronis

2.6 Learning Objective


1. Mahasiswa mampu menjelaskan PPOK
2. Mahasiswa mampu menjelaskan asma bronkial
3. Mahasiswa mampu menjelaskan bronkitis kronis
3. Mahasiswa mampu menjelaskan neoplasma paru, ateletaksis, dan bronkiektasis

2.7 Sintesis

LO 1 : PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

Definisi
PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dapat diobati yang
ditandai dengan keluhan pernapasan yang menetap dan sumbatan aliran udara karena
abnormalitas jalan napas dan atau alveolar yang biasanya disebabkan pajanan yang
berarti oleh gas atau partikel yang berbahaya. (GINA, 2017)
Faktor resiko
Faktor resiko utama PPOK adalah merokok, baik aktif maupun pasif. Selain
asap rokok, pajanan yang berlangsung lama terhadap beberapa asap lain juga dapat
menimbulkan PPOK. Demikian juga berbagai debu dan uap bahan-bahan kimia. Oleh
karena itu polusi udara merupakan faktor etiologi yang tidak bisa dianggap ringan
Patogenesis

6|Page
1. Asap rokok (dan lain-lain) akan menimbulkan oxydative stress pada dinding
saluran pernapasan sampai ke alveolus yang akan berlanjut menjadi inflamasi
kronis dengan akibat patologis-patologis sekunder.
2. Secara umum elastisitas paru dan secara khusus dinding alveolus perlahan-lahan
menghilang, sehingga perlahan-lahan paru semakin sulit mengembang (saat
inspirasi) dan sulit pula mengempes (saat ekspirasi)
3. Hipersekresi dahak menjadi kental dan lengket, sehingga lumen bronkiolus
maupun bronkus sedikit-banyak akan tersumbat sehingga aliran udara masuk
maupun keluar paru menjadi kurang lancar. Bahkan dapat berperan menjadi
sebuah katub yang memungkinkan udara masuk ke dalam paru pada saat
inspirasi, tetapi menghambat sebagian udara keluar saat ekspirasi. Dengan
demikian sedikit udara akan tetinggal di dalam paru setiap kali bernapas. Sisa
udara ini akan berakumulasi sejalan dengan perjalanan waktu. Inilah yang
disebut dengan air-trapping. Lama-kelamaaan rongga udara di distal bronkiolus
terminalis akan membesar. Ditambah dengan kerusakan dinding alveolus,
kondisi ini akan mengakibatkan emfisema.
4. Dinding alveolus menjadi rusak, sehingga rongga alveolus saling berdekatan
akan saling berhubungan, bahkan dapat menjadi suatu gelembung (bulla)
5. Dinding bronkiolus akan menjadi semakin tebal, disamping kehilangan sifal
elastisitasnya. Karena juga ada hipersekresi dahak, lumen bronkiolus akan
mengecil sehingga timbul suara napas tambahan berupa “ngik-ngik” atau
wheezing. Akibatnya adalah timbulnya sesak napas yang secara perlahan-lahan
akan semakin parah.

Manifestasi klinis
 Keluhan utama adanya sesak napas. Pada stadium dini, sesak napas hanya di
rasakan ketika sedang melakukan perkerjaan fisik yang agak berat, seperti
menaiki tangga, jalan terlalu jauh atau terlalu cepat, dan sesak napas masih
dapat ditoleransi oleh pasien dengan mudah. Lama-kelamaan sesak semakin
progresif sehingga mandi dengan gayung dan menyabun badan serta

7|Page
mengeringankan badan dengan handuk saja sudah dapat menimbulkan sesak
napas pada pasien
 Keluhan kedua adalah batuk berdahak sejak beberapa waktu. Pada hakikatnya
semua perokok akan batuk-batuk dengan mengeluarkan dahak. Bila tidak
disertai infeksi sekunder, dahak akan berwarna putih keabuan (terdapat
partikel debu karena polusi udara). Bila ada infeksi sekunder, dahak akan
lebih banyak, lebih kental, lebih lengket, dang berwarna kuning sampai
kehijauan.
 Keluhan ketiga yang juga selalu ada ialah wheezingatau bunyi napas dengan
suara tambahan “ngik-ngik”.
 Keluhan lain adalah penurunan berat badan. Karena kegiatan makan juga
membutuhkan tenaga, tidak jarang pasien PPOK yang sudah parah akan
merasakan sesak bila sedang makan, apalagi bila sedang mengalami infeksi
sekunder.

Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis hendaknya bukan saja mencakup hal-hal yang
dikemukakan pasien, melainkan juga perlu ditanyakan hal-hal lain yang ada
kaitannya dengan penyakit ini. Menanyakan keluhan utama, keluhan lain,
pekerjaan dahulu dengan sekarang dan pola hidup dan hobby pasien.
Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Umumnya umur pasien sudah diatas (35 – 40 tahun), mengingat
bahwa penyakit PPOK merupakan penyakit kronis yang berlangsung lama.
Pada perokok yang kuat pun, gangguan sesak napas baru akan terasa saat usia
diatas 60 tahun, bahkan ada beberapa pasien yang mulai merasakannya saat
usia 70 tahun keatas. Pasien juga biasanya memiliki berat badan yang
dibawah normal. Karena keluhan utamanya adalah sesak napas, maka akan
terjadi hipertrofi otot-otot napas bantuan, yang akan nyata sekali pada

8|Page
m.scalenus dan m.sternocleidomastoideus yang akan selalu aktif bekerja
menaikkan rongga toraks pada setiap inspirasi. Ada pasien-pasien yang
tampak kebiru-biruan (bue bloater) karena sianosis disertai tanda gagal
jantung kanan (edema kaki). Ada juga pasien yang kemerah-jamuan (pink
puffer), keadaan ini dapat dipicu oleh adanya polisitemia. Selain itu toraks
pun mengalami perubahan seperti : diameter sagital menjadi sama besar
dengan diameter transversal, sehingga dada berebentuk drum (barrel chest).
Disamping itu, kedua bahu akan tertarik keatas dan kadang-kadang disertai
kifosis tulang belakang bagian torakal. Tekanan udara intrapulmonal yang
cenderung tinggi akan berakibat diafragma letak-rendah, juga sela iga akan
melebar. Pada stadium lanjut, juga akan dijumpai kelainan jari-jari tangan
karena hipoksemia kronis berupa jari tubuh dan kuku gelas arloji
(hipokratisme digital).

 Palpasi dan Perkusi


Fremitus suara juga akan melemah, sebaliknya perkusi akan
menghasilkan suara hipersonor. Batas-batas jantung seolah mengecil.
 Auskultasi
Pada stadium dini hampir tidak menimbulkan kelainan, tetapi jika
didengarkan dengan cermat akan terdengar bunyi bronkovesikuler. Begitu
juga dari waktu kewaktu akan terdengar wheezing lemah pada saat ekspirasi
dengan atau tanpa ronki basah halus dibagian basal paru kanan-kiri. Jika pada
stadium lanjut ataupun mengalami infeksi sekunder, kelainan-kelainan ini
akan jelas terdengar.
Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen Paru
Pada stadium dini, foto paru hampir tidak menunjukkan kelainan yang
nyata, mugkin hanya tampak sedikit peningkatan gambaran bronkovaskuler.
Pada stadium lanjut, akan tampak paru hiperlusen dengan disertai oleh

9|Page
berkurangnya gambaran retikuler halus (jaringan bronkus dan pembuluh
darah). Pada foto lateral paru, dapat juga tampak kifosis tulang belakang.
Laboratorium Rutin
Pada beberapa pasien, bisa tampak adanya polisitemia, dengan jumlah
eritrosit > 6.000.000/mcL pada pasien laki-laki dan hematokrit > (52-55%)
dan 55% pada pasien wanita. Dan bila terjadi infeksi sekunder, akan ada
lekositosis.
Analisa Gas Darah (Arteri)
Terjadi penurunan PaO2 dan SaO2 yang akan disusul peningkatan
Paco2 dan semua akibat sekundernya. Asidosis juga akan terjadi secara
perlahan-lahan yang diadaptasi oleh tubuh pasien.
Spirometri
Bilamana pasien yang secara klinis terduga PPOK menunjukkan FEV1
<70%, diagnosis PPOK sudah menjadi kenyataan, selanjutnya dari FEV1
prediksi akan dapat ditentukan pula tingkat keparahan pasien.

Elektrokardiogram
Semua pasien PPOK harus diperiksa dengan EKG untuk mengetahui
kondisi jantung, teristimewa untuk mengetahui apakah sudah ada Cor
Pulmonale dan gagal jantung kanan.
Pulse-Oxymetry
Pemeriksaan ini selain menunjukkan nadi juga akan menunjukkan
saturasi O2 dalam darah arteri (SaO2). Karena itu pemeriksaan ini dapat
memberikan indikasi apakah pasien yang mengalami sesak napas benar-benar
memerlukan oksigen, khususnya bila ada sianosis, Cor Pulmonale, atau
FEV1<50% dari angka yang diprediksi
Pemeriksaan Mikroorganisme dan Sputum
Kultur mikrooganisme dari sputum dan tes resistensi diperlukan bila
dahak pasien terus-menerus ada dan bersifat purulen. Sampel terbaik ialah
sputum yang dikeluarkan dengan bronkoskopi.

10 | P a g e
Tatalaksana
Tujuan pengobatan hanya terbatas dalam 4 hal utama berikut
1. Menghilangkan sesak napas (minimal mengurangi secara bermakna).
2. Menghambat progresivitas penyakit.
3. Mencegah dan menyembuhkan komplikasi, jika sekiranya terjadi.
4. Meringankan penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup

Menghilangkan Sesak Napas


Untuk tujuan ini dipakai bronkodilator klasik (beta-2 agonist,
kortikosteroid, teofilin/aminofilin, anti kolinergik), maupun yang kontemporer
(phospo-diesterase-4 inhibitors), dan pemberian oksigen.
 Beta-2 Agonis
Menurut lamanya kerja, dibagi menjadi
- Short Acting Beta Antagonist (SABA) : salbutamol, terbutalene.
Bekerja dengan segera dengan masa kerja 4-6 jam dan sebetulnya
diindikasikan pada pasien PPOK ringan yang mendadak mendapat
serangan sesak, jadi hanya boleh dipakai pada keadaan darurat.
- Long Acting Beta Antagonist (LABA) : salmeterol, formoterol, procaterol
Masa kerja golongan ini ialah 12 jam, dengan demikian obat ini
dapat dianjurkan pada pasien PPOK berat untuk pemakaian setiap hari.
- Very Long Acting Beta Antagonist (V LABA) : indacaterol
Dengan masa kerja 24 jam sehingga memungkinkan pemberian
sehari sekali
 Kortikosteroid
Khusus untuk PPOK, hanya dianjukan pemberian bentuk aerosol yang
diberikan perinhalasi. Tujuannya adalah mengurangi proses inflamasi pada
saluran pernapasan serta membantu mencegah terjadinya eksaserbasi. Namun
perlu diingat bahwa kortikosteroid sendiri tidak mempunyai efek bronko-
dilatasi secara langsung.

11 | P a g e
Ada 2 macam, yaitu:
- Budesonide
- Fluticasone
 Teofilin dan Aminofilin
Keduanya adalah obat klasik anti-sesak yang ampuh dan murah.
Teofilin diberikan dalam bentuk serbuk, tablet, kapsul, baik sebagai obat
tunggal atau dikombinasi dengan obat lain. Dosisnya 150-250 mg per kai
minum, bsa diberikan 3x/hari. Aminofilin IV bila diberikan secara bolus (240
mg) akan mempunyai efek segera (bisa diulang 2-3x/hari). Agar efeknya
dapat bertahan cukup lama perlu diberikan dalam drip-infusion.
Efek samping, jarang : mual, ulu hati tidak enak, palpitasi, tremor,
juga bisa hipotensi.
 Phosphodiesterase-4 inhibitor (PDE-4 inhibitor)
Obat baru ini dikenal dengan nama generik roflumilast serta
mempunyai anti –inflamasi dan relaksasi saluran pernapasan. PDE4
membantu degradasi cAMP menjadi 5’-AMP yang kehilangan aktivitasnya.
PDE4 inhibtor akan menempe pada molekul cAMP dan akan mencegah
degradasinya sehingga kadar didalam sel akan meningkat. Hal ini akan
menghambat proses inflamasi setempat. Roflumilast disajikan dalam bentuk
tablet dan diberikan 1x/24 jam, indikasinya adalah PPOK yang berat dan
cenderung eksaserbasi. Kemungkinan efek samping : muntah, diare,
menigkatnya resiko infeksi tractus respiratorius dan tractus uriaris, juga dapat
menurunkan berat badan. (sampai agustus 2016 obat ini belum tersedia
diindonesia)
 Oksigen
Indikasi pemberian oksigen : semua pasien yang mengalami sesak
napas pasti mengharapkan ditolong secepatnya dengan pemberian oksigen.
Namun, sebaiknya diperiksa terlebih dahulu dengan pemeriksaan analisis gas
darah untuk melihat PaO2 dan diperiksa dengan pulse oximetry untuk
penentuan SaO2. Kedua parameter ini dapat menujukkan keadaan sebenarnya.

12 | P a g e
Pada umumnya PaO2< 55 mmHg atau SaO2<90% benar-benar sudah
merupakan indikasi pemberian O2.
Menghambat Progresivitas Penyakit
1. Melalui perbaikan pola hidup
- Seperti berhenti merokok segera dan total. Dalam hal ini juga perlu
dihindari asap rokok pada perokok pasif dan asap-asap lain, serta debu.
- Pola makan harus disesuaikan dengan kondisi pasien yang mudah sesak
dan lelah selagi makan, padahal pasien PPOK sangat membutuhkan gizi
yang bernilai tinggi. Untuk menjaga jangan sampai underweight dan
lemah yang memugkinkan sistem imun bisa menurun dan infeksi sekunder
akan rentan terjadi
- Jam tidur pasien harus cukup minimal 8 jam/hari, bahkan bila bisa
ditambah dengan tidur pada siang hari. Pasien harus diyakinkan bahwa
kurang tidur akan memudahkan terjadinya infeksi paru sekunder dan
eksaserbasi.
2. Dengan obat
Ambroxol HCL (dan latihan batuk yang benar)
Obat ini berkhasiat sebagai mucus remover yaitu memudahkan dahak
untuk dibatukkan keluar dengan mengurangi lengker ke mukosa saluran napas
melalui peningktan produksi surfaktan oleh pneumosit tipe 2 yang berasal dari
dinding alveolus normal. Karena itu, sebaiknya pasien harus diberitahu dan
dilatih agar mampu dan bersedia selalu batuk secara produktif (membatukkan
dahaknya keluar). Dengan demikian, dapat dicegah akumulasi dahak didalam
paru.
Obat tersedia dalam bentuk tablet (30 mg) dan dapat diberikan dengan
dosis yang fleksibel dari 3x2 tabet/hari (khususnya saat ekserbasi akut dan ada
infeksi sekunder) dan 2x1 (bila keadaan sudah membaik atau stabil).
Mencegah dan Menyembuhkan Komplikasi Sekiranya Terjadi
Dalam konteks ini, yang paling penting adalah pola hidup sehat dan selalu
bernapas dengan udara segar dan bersih dari segala polutan. Khususnya untuk

13 | P a g e
mencegah komplikasi sekunder saluran pernapasan/ paru, direkomendasikan juga
pemberian vaksinasi anti-flu maupun anti-pneumococcus. Bila terjadi infeksi
sekunder, jelas diperlukan antibiotika dan obat-obat tambahan lainnya dan mungkin
sampai perlu dirawat di RS. Bila sampai terjadi cor pulmonale dan gagal jantung
kanan, atau pneumotoraks, pasien harus ditangani sebagaimana mestinya.
Meningkatkan Exercise Tolerance Melalui Pumonary Rehabilitation (PR)
Tujuan PR adalah meningkatkan kondisi fisik pasien agar semakin
mampu melakukan aktivitas rutin sehari-hari (termasuk kehidupan sosial) serta
mengurangi dan meringankan sebisa mungkin keluhan maupun gejala sehingga
mengurangi penderitaan.
1. Pursed-Lips Breathing (PLB)
Sebaiknya, ekspirasi melalui mulut saja untuk menghemat kemampuan
penghangatan dan humidifikasi rongga hidung. PLB adalah salah satu
komponen utama PR. Disini, pasien dilatih agar selalu bernapas santai dan
perlahan-lahan, inspirasi selalu melalui hidung dan ekspirasi melalui mulut.
Ekspirasi harus diupayakan tanpa paksa, secara perlahan-lahan dan agak lama,
sedapat mungkin 2x lebih lama dari inspirasi. Latihan PLB hendaknya
dikerjakan setiap kalinya selama 5-10 menit, 3-4x/hari. Tujuan PLB ialah
untuk mengurangi air-trapping, yaitu melalui ekspirasi yang lebih lama
dibanding inspirasi, sekaligus mobilisasi dahak kearah kerongkongan agar
lebih mudah dibatukkan keluar.
2. Diapragmatic Breathing (DB) atau Pernapasan dengan Diafragma, disebut
juga Pernapasan Perut
DB adalah komponen utama kedua. Disini, pasien akan dilatih agar
bisa bernapas dengan mudah dan santai terutama menggunakan diafragma.
KOMPLIKASI

 Cor Pulmonale
 Gagal jantung kanan
 Pneumothorax

14 | P a g e
 Pneumonia

PROGNOSIS

Semua bergantung pada tepatnya pengobatan yang diberikan dan kerja-


sama pasien dengan dokter dan seluruh tim yang merawatnya. Makin optimal
kedua faktor utama ini, makin baik pula prognosisnya.
LO 2 : BRONKITIS KRONIS

Definisi
Bronkitis Kronis adalah suatu sindrom klinis berupa batuk batuk kronis
berdahak setiap hari, paling sedikit selama 3 bulan dan paling sedikit berlangsung 2
tahun berturut-turut.
Faktor Resiko
Pada hakikatnya, semua hal yang dapat mengakibatkan batuk berkepanjangan
yang disertai dahak berlebihan dapat menjadi penyebab penyakit ini.
1. Polusi Udara
Polusi udara merupakan penyebab utama dan tersering bronchitis kronis,
karena untuk bertahan hidup setiap hari manusia harus menghirup udara
(inspirasi) dan mengeluarkannya kembali (ekspirasi). Penyebab utama dan
paling sering didapatkan adalah asap rokok, baik perokok aktif maupun
perokok pasif. Selain asap rokok, debu juga penyebab tersering.
2. Radang Akut Saluran Pernapasan yang Berkepanjangan
Setiap radang akut saluran pernapasan yang tidak berhasil disembuhkan
dengan sempurna dalam jangka panjang dapat pula mengakibatkan bronchitis
kronis. Sutau ISPA bila tidak sempat sembuh dengan sempurna akan
mengakibatkan pengeluaran secret setempat yang – dengan gaya berat bumi –
akan cenderung turun ke dalam paru dan akan menimbulkan iritasi kronis.
Demikian pula, setiap ISPB, bila tidak sembuh dengan sempurna akan
meninggalkan sarang infeksi yang akan menyebabkan hipersekresi.

15 | P a g e
3. Radang Kronis Saluran Pernafasan
Setiap radang kronis saluran pernafasan juga akan berakibat sama. Di dalam
konteks ini, dapat dikemukakan contoh yang sudah dikenal baik, yaitu
bronchitis kronis sekunder akibat post nasal drip pada pasien sinusitis kronis.
4. Gangguan Sistem Imunitas Paru
Setiap gangguan di bidang ini, yaitu defisiensi IgA, defisisensi C3-C4, dan
Immotile Cilia Syndrome, akan mengganggu fungsi pmbersihan saluran
pernapasan bawah. Dengan demikian, segala macam kotoran (termasuk
kuman) akan lebih mudah “tertinggal” di dalam paru dengan segala akibatnya.
Khususnya defisiensi komplemen (C3 dan C4), melalui penurunan opsonisasi,
juga akan menurunkan kemampuan fagositosis makrofag.
5. Sekret Bronkus yang Berlebihan
Selain karena ada infeksi, keadaan-keadaan tertentu yang juga bersifat
kongenital dan sangat jarang dijumpai – seperti mukovisidosis dan defisiensi
enzim alfa-antitripsin (dihasilkan hati) yang juga disebut sebagai defisiensi
alfa-anti-protease inhibitor – dapat menyebabkan bronkus secara terus-
terusan menghasilkan secret yang berlebihan. Dalam jangka panjang, kondisi
ini dapat menyebabkan kondisi yang disebut bronchitis kronis sekunder.
Patofisiologi
Yang berperan memproduksi sekret encer dari bronkus adalah sel goblet dan
kelenjar mucus di submukosa. Saat terjadi hipersekresi, apapun uga etiologinya secret
yang dihasilkan banyak dan kental. Karena kaya akan protein secret bronkus
merupakan tempat pembenihan yang ideal bagi berbagai jenis kuman yang berhasil
masuk ke dalam saluran pernapasan bawah.
Klinik
Sesuai dengan definisi diatas, pasien bronchitis kronis akan selalu mengeluh
batuk-batuk berdahak yang sudah berlangusng bertahun-tahun. Bila tidak disertai
infeksi sekunder, maka dahaknya akan berwarna putih keabu-abuan (karena partikel
debu pada polusi udara); tetapi bila ada infeksi sekunder, dahak akan lebih kental,
lebih lengket, dan berwarna kuning sampai hijau (pus).

16 | P a g e
Pada dasarnya pasien dengan bronchitis kronis tidak mengalami demam,
tetapi karena seringnya mendapat infeksi sekunder subakut atau akut, maka pasien
bisa mengeluh demam ringan sampai tinggi pada periode serangan tersebut.
Pemeriksaan jasmani pada stadium dini hamper tidak menunjukkan kelainan,
paling-paling akan terdengar suara napas tambahan seperti ronkhi basah tersering
pada bagian basal paru kanan dan kiri.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pada stadium dini, foto paru hampir tidak menunjukkan adanya kelainan yang
nyata. Mungkin akan nampak gambaran peningkatan bronkovaskuler sesuai
progresivitas penyakit.
Pemeriksaan Laboratorium Rutin
Pada stadium dini, tidak ada kelainan yang mencook. Namun jika ada infeksi
sekunder akan terjadi lekositosis dan peningkatan LED dan CRP, seperti halnya pada
penyakit infeksi lainnya.
Pemeriksaan Faal Paru
Dengan spirometer, FEV1 akan tetap diatas 80% dari nilai yang diprediksi,
juga rasio FEV1/FVC akan tetap diatas 0,7. Oleh karena itu pada pasien bronchitis
kronis (tanpa keluhan sesak) pemeriksaan ini tidak mutlak diberikan.
Pemeriksaan Analisa Gas Darah (Arteri)
Tidak ditemukan hipoksemia atau penurunan saturasi oksigen.
Diagnosis
Sesuai dengan definisinya, diagnosis bronchitis kronis hanya bisa dilakukan
dengan anamnesis dengan cermat. Bila patokan-patokan definisi terpenuhi, diagnosis
dapat ditegakkan dengan segera. Berat ringan penyakit bisa diperkirakan dari
anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium, dan foto rontgen paru.
Walaupun diagnosis begitu mudah ditegakkan, perlu diperhatikan bahwa penentuan
etiologi harus disertakan. Suatu bronchitis kronis tanpa etiologinya hanya
memungkinkan terapi suportif dan simtomatis belaka. Dalam hal ini, pasien tidak
dapat disembuhkan dengan baik.

17 | P a g e
Kompilkasi
Setiap pasien bronchitis kronis selalu beresiko tinggi mendapatkan radang
akut saluran pernapasan bawah, pneumonia, maupun bronkopneumonia, karena selalu
aka nada akumulasi secret yang dalam perjalanan waktu, pasti sudah terkolonisasi
oleh kuman.
Terapi
Yang mutlak perlu adalah menyingkirkan etiologi khususnya bagi pasien
perokok. Nasihat pada pasien untuk sedapatnya dan kapan saja membatukkan
dahaknya keluar (ekspektoran) sangat perlu disampaikan. Ekspektorasi dapat
dikerjakan lebih baik bila penderita menghirup air panas 2-3 x 15-30 menit/hari.
Penggunaan obat ambroxol HCl per os akan sangat membantu karena akan
meningkatkan surfaktan pada permukaan saluran pernapasan yang akan tidak
memungknkan secret menempel dengan orat pada permukaan mukosa.
Pasien juga perlu diberitahu agar menjaga hygiene paru semaksimal mungkin, agar
rangsanagn hipersekresi semakin berkurang. Dalam konteks ini, perlu dihindari
segala macam asap, pengharum ruangan, dll.
Pasien juga diminta menjaga kesehatran secara umum, makan makanan bergizi.
Pemberian antibiotic spectrum luas dibenarkan jika ditemui tanda tanda infeksi
sekunder.

LO 3 : Asthma Bronkial

Definisi
Asthma adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat penyempitan
saluran pernapasan yang bersifat reversibel.
Epidemiologi
Asthma dijumpai diseluruh dunia, menyerang laki-laki maupun perempuan,
dewasa maupun anak-anak. Prevalensi asthma berkisar 1-10 %, dan angka ini akan
semakin meningkat. Penyebab asthma diperkirakan lebih besar dikarenakan faktor
lingkungan daripada genetik. Serangan pertama dapat timbul pada kanak-kanak

18 | P a g e
sampai masa setengah umur. Asthma lebih sering dijumpai pada anak laki-laki
daripada anak perempuan, tetapi pada pasien dewasa perbedaan ini semakin tidak
nyata.
Faktor Resiko
Terdapat hubungan antara asthma dan alergi. Pada sebagian besar penderita
asthma ditemukan riwayat alergi. Pada pasien yang mempunyai komponen alergi,
jika ditelusuri ternyata sering terdapat riwayat asthma atau alergi pada keluarganya.
Hal ini membuktikan bahwa terdapat faktor genetik yang menyebabkan seseorang
menderita asthma. Faktor genetik yang diturunkan adalah kecenderungan
memproduksi antibodi IgE yang belebihan atau disebut atopi. Asthma tidak terjadi
hanya dikarenakan adanya faktor genetik tetapi harus dipicu oleh pemajanan terhadap
alergen. Beberapa pencetus asthma adalah alergen inhalan seperti debu rumah, spora
jamur, bahan-bahan mebel, inhalan iritan seperti asap, udara dingin, polutan udara.
Pencetus lainnya bisa berasal dari makanan seperti susu, telur, kacang, cokelat, obat
seperti penisilin, aspirin, bahan anestesi. Selain itu bisa juga dipicu oleh infeksi
seperti common cold, sinusitis, bronkitis dan infeksi virus lainnya.
Klasifikasi
Ada 2 penggolongan besar asthma bronkial, yaitu asthma bronkial yang
berkaitan dengan penderita yang mempunyai riwayat pribadi atau riwayat keluarga
dengan kelainan atopik dan asthma bronkial pada penderita yang tidak ada kaitannya
dengan diatesis atopik. Asthma yang berkaitan dengan atopi digolongkan sebagai
asthma ekstrinsik atau asthma alergik, sedangkan yang tidak berkaitan dengan atopi
digolongkan sebagai asthma instrinsik atau asthma idiosinkratik. Perbedaan pada
kedua golongan dapat ditemukan pada saat mulai terjadinya, pada asthma ekstrinsik
dapat timbul pertama kali saat kanak-kanak sedangkan pada asthma instrinsik timbul
saat dewasa. Kadar IgE serum pada asthma ekstrinsik ditemukan meningkat,
sedangkan pada asthma instrinsik ditemukan normal. Pada asthma ekstrinsik
mekanisme terjadinya melalui mekanisme imun sedangkan pada asthma instrinsik
non-imun.
Patogenesis

19 | P a g e
Pada dasarnya ada 6 jalur menuju penyakit asthma, bila beberapa jalur
sekaligus teaktivasi, akan semakin memudahkan seseorang menderita penyakit ini.
Ke -6 jalur ini semuanya tertumpu pada adanya hiper-reaktivitas bronkus (HRB).
a. Jalur alergi
Aktivasi jalur ini dimulai dengan kontak atau pajanan terhadap suatu
alergen, misalnya alergen X. Untuk dapat menjadi penyebab/pencetus, X ini
harus masuk kedalam tubuh melalui udara (inhalant allergen/airborn
allergen) atau melalui makanan (digestive allergen). Namun pada kehidupan
sehari-hari alergen inhalan lebih dominan daripada alergen digestif, karena
alergen inhalan langsung diendapkan di mukosa bronkus-bronkus kecil. Pada
kontak pertama, alergen X akan mensensititasi limfosit B sehingga berubah
menjadi sel plasma. Kalau pajanan terhadap X ini berlangsung terus, sel
plasma akan mengeluarkan IgE anti X. Yang kemudian akan terfiksasi pada
sel mast yang banyak terdapat di mukosa bronkus. Bila pajanan tetap
berlangsung terus, akan terjadi ikatan antara X dan IgE yang sudah terfiksasi
pada sel mast. Terikatnya X dengan IgE-anti X akan menyebabkan
degranulasi sel mast dan dari granul-granul ini akan keluar berbagai mediator
inflamasi seperti histamin, interleukin-4 (IL-4), interleukin-13 (IL-13).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada tunica muscularis dan reseptor H2
pada mukosa bronkus sehingga timbul bronkokonstriksi serta
hipervaskularisasi mukosa. Hipervaskularisasi selanjutnya menyebabkan
edema mukosa dan hipersekresi dahak yang lengket dan kental. Dengan
demikian lumen bronkus akan menyempit secara akut dan pasien akan merasa
sesak napas dan akan terdengar suara napas tambahan wheezing saat ekspirasi
pada pemeriksaan auskultasi. Interleukin-4 mempunyai efek kemotaktik
terhadap neutrofil dan eosinofil serta dapat mengaktivasi eosinofil. Sedangkan
interleukin-13 menyebabkan hipersekresi mukus dan mendatangkan eosinofil
ke bronkus dan meningkatkan produksi IgE. Selain mediator diatas terjadi
juga sekresi mediator sekunder seperti leukotrien C4 (LTC4), prostaglandin D2
(PGD2), dan faktor agregasi trombosit atau platelet activating factor (PAF).

20 | P a g e
Serangan asthma akut diatas merupakan manifestasi reaksi hipersensitivitas
tipe 1.
b. Jalur rangsangan fisik dan kimiawi
Rangsangan fisik dan kimiawi seringkali berasal dari cuaca dan udara
disekitar kita dan berwujud rangsangan fisik murni (misalnya, pendinginan
saluran pernapasan) maupun polusi udara (partikel debu, asap, uap, gas).
Udara dingin dan pendinginan saluran pernapasan yang ditimbulkan dapat
merangsang ujung-ujung serabut saraf setempat. Kemudian ujung saraf ini
akan mengeluarkan berbagai neuro-peptida seperti substance P dan calcitonin
gene-related peptid yang berperan sebagai mediator inflamasi sehingga
menyebabkan bronkokonstriksi, hipervaskularisasi dan peningkatan
permeabilitas vaskuler yang disusul oleh edema mkosa serta hipersekresi.
Sebenarnya pada paru terdapat enzim yang akan menghancurkan neuropeptida
sehingga akan terjadi keseimbangan dan tidak akan memicu asthma. Namun
pada orang dengan hiper-reaktivitas bronkus, kelebihan efek neuropeptida
sedikit saja sudah cukup menimbulkan asthma akut. Zat-zat kimia tertentu
seperti asap rokok, insektisida, deterjen juga dapat secara langsung
merangsang ujung saraf saluran pernapasan yang menyebabkan keluarnya
neuropeptida sehingga menimbulkan inflamasi neurogenik. Pada udara yang
dipenuhi oleh polutan yang mengandung oksigen radikal maupun radikal
bebas akan menyebabkan stres oksidatif yang berlanjut menjadi proses
inflamasi di saluran pernapasan.
c. Jalur infeksi virus, bakteri, jamur
Berbagai virus yang menyerang tractus respiratorius seperti rhinovirus,
corona virus, influenza, RSV (Respiratory Syncitial Virus) dapat mencetuskan
serangan asthma. Infeksi tractus respiratorius oleh bakteri atipik seperti
Mycoplasma pneumoniae dan Chlamidophyla dapat berperan dalam
menyebabkan asthma baru, memperberat asthma yang sudah ada, serta
menyebabkan kemunduran fungsi paru dalam jangka panjang. Ternyata

21 | P a g e
infeksi paru oleh jamur seperti Aspergillus dapat pula menyebabkan asthma,
bahkan cenderung menimbulkan asthma yang berat dan susah diatasi.
d. Jalur stres psikis
Stres psikis berhubungan dengan n.vagus yang mempersarafi mukosa
bronkus dan otot polos bronkiolus yang secara langsung (tanpa melibatkan sel
mast), gangguan pada saraf ini dapat menimbulkan hipersekresi dan
konstriksi.
e. Jalur stres fisik
Melakukan aktivitas fisik yang berat terutama dalam suasana
kompetitif akan mudah mengakibatkan serangan asthma pada orang dengan
hiper-reaktivitas bronkus. Hal ini dikenal dengan exercise induced asthma
(EIA). Melakukan aktivitas fisik berat, bagi yang belum terlatih akan
menyebabkan penguapan meningkat dalam saluran pernapasan sehingga
timbul pendinginan saluran napas yang mencetuskan inflamasi neurogenik.
Khususnya dalam suasana kompetitif akan timbul pula stres psikis berupa
beban mental untuk menang yang juga akan menimbulkan inflamasi
neurogenik.
f. Obat-obatan

Manifestasi klinis
Pada pasien asthma ditemukan batuk sejak lama, sesak ringan serta wheezing.
Seringkali serangan sesak napas disertai wheezing timbul semakin sering dan semakin
nyata pada malam hari, terutama menjelang subuh. Selain itu ditemukan juga
penggunaan otot napas tambahan, timbulnya pulsus paradoksus serta timbul
kussmaul’s sign. Pasien akan mencari posisi yang enak, yaitu duduk tegak dengan
tangan berpegangan pada sesuatu agar bahu tetap stabil, biasanya berpegangan pada
lengan kursi, dengan demikian otot napas tambahan dapat bekerja dengan lebih baik.
Takikardi akan timbul di awal serangan, kemudian diikuti sianosis sentral.
Diagnosis
a. Anamnesis

22 | P a g e
Pada anamnesis yang teliti dapat diperkirakan faktor penyebab dan
atau pencetus.
b. Pemeriksaan fisik
Pada asthma dini dengan faktor hipersekresi yang dominan dapat
ditemukan batuk berdahak dengan atau tanpa pilek yang bersifat hilang
timbul. Jika faktor bronkokonstriksi dan edema mukosa lebih dominan dapat
ditemukan sesak, dengan atau tanpa batuk, yang mula-mula masih ringan,
tetapi pada auskultasi ditemukan wheezing halus pada ekspirasi. Pada asthma
lanjut dapat ditemukan sesak napas yang semakin terasa, wheezing nyata yang
dapat didengan dengan telinga telanjang oleh pasien sendiri maupun
keluarganya dan disertai batuk berdahak dengan dahak yang bening, kental
dan lengket.
c. Pemeriksaan penunjang
-Foto rontgen dapat ditemukan peningkatan gambaran bronkovaskular
dikedua para kardial yang mengindikasikan adanya penebalan dinding
bronkus. Seringkali ditemukan daerah hiperlusen dikedua paru dan lebih
sering pada bagian basal paru yang mengindikasikan sudah ada asinus dan
atau lobulus yang mengalami proses emfisema.
-Pemeriksaan laboratorium darah akan menunjukkan peningkatan
eosinofil dan total IgE bila penyebabnya alergi. Bila terdapat infeksi sekunder
akan ditemukan lekositosis ringan.
-Pemeriksaan sputum ditemukan banyak eosinofil dan terjadi
peningkatan eosinophyl cationic protein yang menggambarkan seberapa
parahnya proses inflamasi kronis.
-Pemeriksaan spirometer akan menunjukkan adanya penurunan
volume ekspirasi paksa 1 detik (VEP 1) lebih dari 30 %. Dengan Peak Flow
Meter akan didapatkan penurunan Peak Flow Rate lebih dari 20%.
-Pemeriksaan analisis gas darah dapat menunjukkan hipoksemia
ringan, tetapi saat serangan saja.
Diagnosis banding

23 | P a g e
a. Penyakit endobronkial seperti aspirasi benda asing, neoplasma, atau stenosis
bronkial yang ditandai dengan gejala mengi yang persisten dan hanya
terlokaslisasi pada satu daerah dada saja dengan disertai batuk yang
mendadak.
b. Gagal ventrikel kiri yang akut terkadang dapat menyerupai serangan asthma,
tetapi gejala ronki basah pada basis paru, irama gallop, sputum bernoda darah
dan tanda gagal jantung lainnya dapat memungkinkan untuk mencapai
diagnosis yang tepat.
c. Tumor karsinoid, emboli paru rekuren dan bronkitis kronik ditandai serangan
rekuren bronkospasme. Pada keadaan ini tidak terdapat periode yang benar-
benar tanpa gejala dan kita biasanya dapat menanyakan riwayat batuk kronik
serta produksi sputum sebagai latar belakang dengan serangan mengi yang
ikut turut terjadi. Pada emboli rekuren khususnya pada perempuan muda yang
menggunakan kontrasepsi oral, dapat sulit dibedakan dengan serangan
asthma.

Penatalaksanaan
Setiap penderita asthma dianjurkan untuk mempunyai peak flow meter
dirumah. Jika terasa perubahan di dalam aliran napas, atau pilek, udara dingin,
ataupun demam, penderita diminta untuk mengukur kemampuan mengembus udara
keluar saluran pernapasannya dengan peak flow meter. Sebelumnya penderita telah
mengetahui berapa besar kemampuan terbaiknya. Apabila angka yang dicapai
dibawah 80% kemampuan terbaiknya maka penderita harus menggunakan obat untuk
mencegah kambuhnya asthma. Jika arus puncaknya di bawah 50% berarti penderita
perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit. Ada 2 macam terapi asthma yaitu terapi
simptomatik menggunakan reliever yaitu bronkodilator seperti agonis β2 short acting
yaitu salbutamol yang berbentuk inhaler dan controller yang menggunakan obat
antiinflamasi seperti agonis β2 long acting, kortikosteroid, kromolin, antileukotrien.
Antikolinergik bukan merupakan pengobatan lini pertama, tetapi dapat digunakan
untuk menolong serangan asma ringan maupun sedang. Aminofilin juga dapat
digunakan sebagai pengobatan lini kedua asthma bronkial.
Prognosis

24 | P a g e
Mortalitas akibat asthma sedikit nilainya. Informasi mengenai perjalanan
klinis asthma mengatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50-80% pasien,
khususnya pada pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak.

LO 3 : Neoplasma Paru, Atelektasis, Bronkiektasis


KANKER PARU
 DEFINISI
Merupakan penyakit dengan ciri khas adanya pertumbuhan sel yang tidak
terkontrol pada jaringan paru-paru.
 ETIOLOGI
Asap rokok merupakan salah satu peyebab utama kanker paru, baik bila
diisap secara langsung atau oleh para perokok, maupun tidak langsung oleh bukan
perokok (perokok pasif). Juga diketahui apabila disuatu tempat makin banyak
polusi udara (baik karena industri atau otomotif) maka makin banyaklah
penduduk setempat yang terkena penyakit kanker paru. Diketahui juga kanker
paru dapat menyerang yang bukan perokok, masih menjadi tanya apakah proses
TB lama dapat menginduksi terjainya proses kanker atau tidak. Kanker ditempat
lain yang sudah diketahui sering menimbulkan metastasis ke paru ialah kanker
payudara dan cervix uteri pada wanita usia produktif, kanker corpus uteri pada
wanita menopause, kanker testis pria, kanker hati dan usus, kanker tulang, dan
kanker tiroid.
 MANIFESTASI KLINIS
Pada kanker paru primer, gejala-gejala tidak berbeda dengan gejala TB
paru. Hanya saja kemunduran kondisi pasien berlangsung sangat cepat, misalnya
dalam 1 bulan sejak batuk-batuk, berat badan dapat turun 5 kg atau lebih, dapat
timbul nyeri dada atau sesak. Tidak lama kemuudian akan timbul kelainan-
kelainan akibat metastasis jauh, misalnya fraktur patologis ekstremitas atau
benjolan di pinggang, mata kuning, dan gangguang fungsi otak. Salah satu ciri
khas padaa kanker paru (tentunya juga kanker organ lain) ialah timbulnya rasa
nyeri, baik didada maupun tempat-tempat metastasis.

25 | P a g e
Berikut ini merupakan dua jenis kanker paru yang mempunyai ciri-ciri
khas berikut :
 Karsinoma in situ, belum ada metastasis atau pertumbuhan invasif. Proses
kegananasan masih terbatas pada mukosa bronkus dan belum menembus
membrana basalis
 Pancoast’s tumor, yaitu semua tumor (biasanya kanker) paru yang berlokasi
awal di apeks (kiri-kanan) yang disertai oleh nyeri bahu dan lengan ini
disebabkan oleh invasi proses maligna kejaringan sekitar, yaitu ke tulang, iga,
plexus brachialis, kelenjar getah bening, bahkan dapat pula mengenai trunchus
sympathicus bagian servico-torakal. Penderita Pancoast’s tumor, kadang-
kadang juga mengalami destruksi tulang-tulang setempat, atrofi otot lengan,
edema lengan, serta gangguan sensoris maupun motoris.
 DIAGNOSIS
 Pemeriksaan Non-invasif
Dugaan pertama harus datang setelah dilakukan anamnesis dan fisik
diagnostik. Pemeriksaan selanjutnya adalah foto paru PA serta lateral kiri depan.
Kemudian, perlu dilakukan CT scan paru untuk memperkuat hasil-hasil
pemeriksaan sebelumnya serta mengetahui apakah sudah ada metastasis ke
kelenjar getah bening hilus maupun sekitar trakea dan karina. Bisa juga dilakukan
MRI untuk mendapatkan gambaran tumor secara tiga dimensi. Perlu pula
memeriksa sputum secara sitologis. Perlu diperhatikan bahwa sputum harus
dikeuarkan dari dalam paru dengan batuk, dan sputum pertama pada pagi hari
adalah spesimen terbaik pemeriksaan sitologi. Dapat pula dilakukan pemeriksaan
tumor marker untuk menegakkan diagnosis.
 Pemeriksaan Invasif
Seperti bronkoskopi dengan biopsi (lansung dari tumor maupun
transbronkeal) dan penyikatan mukosa bronkus yang dicurigai dan pengambilan
bilasan bronkus, semuanya akan diperiksa secara patologik anatomik. Dapat pula
dilakukan biopsi transtorakal dengan bimbingan USG atau CT scan
 TATALAKSANA

26 | P a g e
Berbagai cara dapat ditempuh untuk mengobati kanker ini, yaitu reseksi
paru, kemoterapi, radioterapi, foto-foto koagulasi dengan sinar laser.

 PROGNOSIS
Prognosis kanker paru sangat buruk. Angka ketahan hidup 5 tahun masih
sangat rendah, yakni masih sekitar 15%. Sebab kematian ialah metastasis ke
organ-organ lain atau akibat komplikasi pulmoner secara langsung

ATELEKTASIS
Atelektasis adalah keadaan ketika sebagian atau seluruh paru mengempis dan
tidak mengandung udara. Tidak adanya udara dalam paru terjadi karena saluran
pernapasan tersumbat sehingga udara dari bronkus tidak dapat masuk kedalam
alveolus, sedangkan udara yang sebelumnya berada di alveolus diserap habis oleh
dinding alveolus yang banyak mengandung kapiler darah. Penyebab tidak masuknya
udara kedalam paru adalah karena saluran pernapasan tertutup. Tertutupnya dapat
disebabkan oleh sumbatan lumen saluran pernapasan maupun terhimpit dari luar.
Sumbatan di lumen bronkus dan bronkiolus dapat disebabkan oleh mucus yang
kental, tumor endobronkial, granuloma atau juga benda asing, struktur atau tertekuk.
Himpitan saluran napas dari luar biasanya disebabkan oleh pembesaran nodus limfa,
tumor, dan juga aneurisma. Semua kejadian tersebut mengakibatkan atelektasi
obstruktif. Selain atelectasis obstruktif, juga terdapat atelectasis nonobstruktif. Tidak
tercukupinya surfaktan juga dapat menyebabkan atelectasis. Atelectasis juga dapat
disebabkan oleh kompresi paru dari luar, seperti pada pneumothorax dan efusi pleura.
Dalam hal ini, atelectasis disebut juga atelectasis pasif. Kedua atelectasis ini
tergolong dalam atelectasis nonobstruktif.
Atelektasis dapat digolongkan menjadi atelectasis akut dan atelectasis kronik.
Atelectasis akut yang massif tidak jarang terjadi pada kasus pasca bedah thoraks,
,maupun bedah rongga abdomen bagian atas. Pemberian obat narkotik dan sedative
dalam dosis tinggi juga dapat menimbulkan atelectasis akut massif. Contoh atelktasi
kronik adalah sindrom lobus tengah (middle lobe syndrome) yang disebabkan oleh

27 | P a g e
terhimpitnya bronkus dan nodus limfa yang membesar atau tumor. Pada penerbang
tempur dapat terjadi atelectasis yang disebut acceleration atelectasis karena
peningkatan kecepatan terbamng dalam waktu singkat, dan dapat terjadi pada kedua
paru.

Bronkiektasis
Definisi
Bronkiektasis adalah pelebaran bronkus yang disebabkan oleh kelemahan
dinding bronkus yang sifatnya permanen.
Etiologi
Kelemahan dinding bronkus pada bronkiektasis dapat kongenital ataupun
didapat (acquired) yang dsebabkan karena kerusakan jaringan. Bronkiektasis
kongenital sering berkaitan dengan adanya dekstrokardia dan sinusitis. Jika ketiga
keadaan tersebut bersamaan maka keadaan ini disebut sindrom kartagener. Jika
disertai pula dengan dilatasi trakea dan bronkus utama maka kelainan ini disebut
trakeobronkomegali. Bronkiektasis yang didapat dapat disebabkan karena kerusakan
dinding bronkus akibat peradangan seperti pada penyakit endobronkial tuberkulosis.
Berdasarkan lokasinya bronkiektasis dibagi menjadi setempat (localized) dan
menyeluruh (generalized). Setempat yaitu di lobus bawah, lobus tengah kanan atau
lingula, biasanya sebagai komplikasi dari pneumonia yan berat. Dapat juga karena
penyumbatan oleh benda asing, tumor, atau penekanan dari luar seperti kompresi oleh
tuberkulosis kelenjar limfe. Bronkiektasis menyeluruh biasanya disebabkan oleh
infeksi sistem pernapasan yang berulang disertai kelainan imunitas ataupun
mucociliary clearance. Penyebab lainnya adalah vaskulitis, defisiensi α-1-antitripsin,
AIDS, sarkoidosis, dan sindrom marfan.
Patogenesis
Bronkiektasis terjadi akibat inflamasi dan destruksi komponen struktural
dinding bronkus. Infeksi merupakan keadaan yang lazimnya menyebabkan inflamasi,
tetapi kadang-kadang cedera jalan napas disebabkan oleh toksin atau respon imun.
Banyak agen infeksi yang dapat menyebabkan bronkiektasis. Di masa lalu,

28 | P a g e
bronkiektasis selama masa kanak-kanak merupakan komplikasi dari pertusis atau
cacar air, komplikasi ini sekarang sudah jarang ditemukan. Saat ini adenovirus dan
virus influenza merupakan virus utama yang menyebabkan bronkiektasis yang
berkaitan dengan penyakit saluran napas bagian bawah. Tuberkulosis dapat
menyebabkan bronkiektasis akibat nekrosis pada parenkim paru dan jalan napas dan
secara tidak langsung merupakan akibat obstruksi jalan napas. Mekanisme pertahanan
pejamu yang terganggu sebagai faktor predisposisi pada infeksi rekuren. Kerusakan
struktural setempat dapat mengganggu pembersihan mikroorganisme dan sekret dari
jalan napas yang terinfeksi. Penyebab utama kerusakan setempat pertahanan pejamu
adalah obstruksi endobronkial. Bakteri dan sekret tidak dapat dibersihkan secara
menyeluruh dari jalan napas yang tersumbat yang menyebabkan infeksi berulang atau
infeksi kronik. Sebagian kasus bronkiektasis berkaitan dengan pajanan zat toksik
yang memicu respons inflamasi yang berat. Contohnya seperti inhalasi gas toksik
seperti amonia atau aspirasi isi lambung yang asam, aspirasi bakteri.
Manifestasi klinis
Pada pasien ditemukan batuk yang persisten atau rekuren dan produksi
sputum yang purulen. Hemoptisis terjadi pada 50-70 % kasus dan dapat disebabkan
oleh perdarahan mukosa jalan napas yang rapuh serta mengalami inflamasi. Pada
sebagian kasus, pasien dapat asimtomatik atau mengalami batuk non produktif yang
sering disertai dengan bronkiektasis “kering” pada lobus paru atas. Gejala dispnea
atau mengi memcerminkan bronkiektasis yang tersebar luas atau penyakit paru
obstruktif menahun yang mendasari. Jari tabuh sering ditemukan pada pasien
bronkiektasis yang telah berlangsung lama.
Diagnosis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dada didaerah bronkiektasis memberikan hasil yang


cukup beragam. Setiap kombinasi suara gemeretak, ronki, dan mengi dapat
terdengar dan semuanya mencerminkan jalan napas yang rusak dan berisi

29 | P a g e
sekret. Jari tabuh sering ditemukan pada pasien bronkiektasis yang telah
berlangsung lama. Jika terdapat infeksi, penyakit ini sering disertai demam.
c. Pemeriksaan penunjang
-Foto toraks menunjukkan gambaran bayangan yang disebut tram-
line shadows atau honey comb apperance.
-High Resolution Computed Tomography (HRCT) akan memberikan
gambar pelebaran jalan napas yang sangat terang dengan sensitivitas yang
baik.
-Pemeriksaan sputum ditemukan adanya sel neutrofil dalam jumlah
yang banyak.
-Pemeriksaan fungsi paru dapat memperlihatkan obstruksi aliran udara
pernapasan akibat bronkiektasis yang difus atau penyakit obstruktif menahun
yang menyertai.
-Tes sakarin dilakukan untuk meneliti apakah ada masalah pada
mukosiliar.
Penatalaksanaan
Terapi memiliki tujuan yaitu menghilangkan masalah yang mendasari yang
dapat ditemukan, memperbaiki klirens sekret trakeobronkial, mengendalikan infeksi
khususnya selama terjadi eksaserbasi, dan memulihkan obstruksi aliran udara
pernapasan. Jika ditemukan penyebab yang bisa diterapi, misalnya
hipogamaglobulinemia dengan terapi pengganti imunoglobulin, terapi penyakit
tuberkulosis dengan preparat antituberkulosis. Untuk mengeluarkan dahak atau sekret
dapat dilakukan drainase postural paling tidak dua kali sehari yaitu pada saat bangun
tidur di pagi hari dan pada saat akan tidur malam. Selain itu bisa juga dilakukan
fisioterapi dada dengan vibrasi. Infeksi pada bronkiektasis memerlukan pemberian
antibiotik. Kortikosteroid perlu diberikan pada pasien yang disertai obstruksi saluran
pernapasan. Pada bronkiektasis yang parah mungkin diperlukan pembedahan paru
yaitu berupa reseksi bagian yang rusak.

Mekanisme Kerja Obat Bronkodilator

30 | P a g e
Beta Agonis 2
Ada 2 jenis bronkodilator golongan selektif beta-2 agonis yaitu:
1. Long Acting selektif Beta-2 agonis. Contohnya: salmeterol, formoterol.
2. Short Acting selektif Beta-2 agonis. Contohnya: terbutalin, salbutamol,
fenoterol, albuterol. Ini termasuk bronkodilator kerja cepat untuk pengobatan
asma akut.

Mekanisme Kerja Senyawa Beta-2 Agonis.


Pada sel otot polos bronkus, terdapat reseptor beta-2. Apabila reseptor ini
distimulasi oleh senyawa agonis endogen (neurotransmiter) seperti epinefrin, maka
akan terjadi bronkodilatasi. Reseptor beta-2 tergandeng dengan protein Gs
(stimulatory G Protein). Jika reseptor ini diduduki oleh senyawa agonis (salbutamol,
albuterol, salmeterol), maka akan mengaktivasi adenilat siklase. Aktifnya adenilat
siklase akan mengubah ATP menjadi cAMP (siklik adenosin monofosfat) sehingga

31 | P a g e
kadar cAMP meningkat. cAMP berikatan dengan MLCK (myosin light chain kinase)
sehingga menghambat ikatan miosin-aktin pada sel otot polos sehingga terjadi
relaksasi (bronkodilatasi).
Obat Antimuskarinik
Mekanisme kerja
Antagonis Muskarinik secara kompetetif menghambat efek kerja asetilkolin di
reseptor mskarinik Pada saluran napas, asetilkolin dikerluarkan dari ujung-ujung
eferen saraf vagus dan antagonis muskarinik menghambat kontraksi otot polos
saluran napas dan peningkatan sekresi mukus yang terjadi sebagai respon terhadap
aktivitas vagus.
Penghambat reseptor muskarinik atau anti ion otonom dan otot rangka
muskarinik dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu tinik (1) aikaloid antimuskarinik,
atropin dan skopolamin (2) derivat semisintetisnya, dan (3) derivat sintetis. Sintesis
dilakukan untuk mendapatkan obat dengan efek khusus terhadap gangguan tertentu
dan efek samping yang lebih ringan.
Kelompok obat ini bekerja pada reseptor muskarinik dengan afinitas berbeda
untuk berbagai subtipe reseptor muskarinik . adapun kegunaan obat ini ialah (1)
mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral skopolamin misalnya, antispasmodik;
(2) penggunaan lokal pada mata sebagai midratikum (3)memperoleh efek sentral
misalnya untuk mengobati penyakit parkinson. (4) bronkodilatasi; dan (5)
memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran cerna.
Atropin (campuran d- dan -hiosiamin) terutama ditemukan senyawa sintetis
yang lebih selektif ditemukan pada Atropa belladonna dan Datura stramonium,
sedangkan skopolamin (I-hiosin) utama diperoleh dari Hyoscyamus niger. Kedua
alkaloid ini merupakan ester organik dari asam. tropat dengan tropanol atau skopin
(basa organik, walaupun selektif menghambat respon muskarinik, pada dosis yang
sangat besar atropine memperlihatkan efek penghambatan di ganglion otonom dan
otot rangka yang reseptornya nikotinik.
Homatropin ialah obat semisintetik, yang kekuatannya 1/10 kekuatan atropin
karenanya obat ini hanya digunakan sebagai midriatikum, sedangkan homatropin

32 | P a g e
metilbromida digunakan sebagai antispasmodik karena sifat penghambat ganglion-
nya lebih nyata daripada atropin.
Skopolamin metobromida adalah amonium kuarterner semisintetik dari
skopolamin yang efek sentralnya tidak sekuat skopolamin, tetapi kerjanya lebih lama
yaitu kira-kira 8 jam.
Metantelin bromida dan propantelin bro- mida memperlihatkan efek
penghambat ganglion yang lebih besar daripada atropin sehingga dulu terutama
digunakan untuk ulkus peptik.
Kini telah ditemukan senyawa sintetis yang lebih selektif kerjanya Pirenzepin
menghambat reseptor kolinergik muskarinik selektif di reseptor M1 yang terutama
terdapat di susunan saraf pusat dan ganglia. Afinitasnya sangat rendah pada reseptor
di otot jantung, otot polos, dan kelenjar. Oleh karena itu obat ini digunakan untuk
tukak peptik.
Ipratropium bromida dan tiotropium adalah senyawa amonium kuartener
sintetis dari metilatropin. Bila diberikan parenteral, ipratropium menimbulkan
bronkodiliatasi, takikardia, dan penghambatan sekresi seperti halnya atropine.
Tiotropium obat ini mengikat reseptor M1,M2,dan M3 dengan ainitas yang setara.
Tiotropium diberikan secara inhalasi dan dosis tunggal 18 mcg, dan memiliki masa
kerja 24 jam .
Tolterodin adalah derivat sintetis atropin yang kini digunakan untuk
mengatasi overactive Bladder.

Obat Metilxantin

Tiga metilxantin yang penting adalah teofilin, teobromin, dan kafein. Sumber utama
mereka adalah minuman(masing-masing adalah the,kakao, dan kopi). Pentingnya teofilin
sebagai obat dalam pengobatan asma telah meredup karena lebih efektifnya obat-obat
adrenoreseptor inhalan untuk asma akut dan obat anti-inflamasi inhalan untuk asma kronik,
tetapi harga teofilin yang murah merupakan suatu keunggulan penting untuk pasien dari
kalangan ekonomi lemah di lingkungan yang sumber daya kesehatannya terbatas.

Kimia

33 | P a g e
Teofilin adalah 1,3-dimetilxantin, teobromin adalah 3,7-dimetilxantin, dan kafein
adalah 1,3,7-trimetilxantin. Preparat teofilin yang sering digunakan untuk tujuan terapetik
adalah aminofilin, suatu kompleks teofilin-etilendiamin. Produk-produk metabolinya, yaitu
xantin yang mengalami demetilasi parsial( bukan asam urat), dieksresikan di urin.

Mekanisme Kerja

Pada konsentrasi tinggi, obat golongan ini in vitro terbukti menghambat beberapa
anggota famili enzim fosfodiesterase(PDE). Karena fosfodiesterase menghidrolisis
nukleotida siklik,inhibisi ini menyebabkan meningkatnya konsentrasi cAMP intrasel dan, di
sebagian jaringan, Cgmp. AMP siklik memiliki efek pada beragam fungsi sel termasuk, tetapi
tidak terbatas pada stimulasi fungsi jantung, relaksasi otot polos, dan penekanan aktivitas
imun dan inflamatorik sel-sel tertentu.

Dari berbagai isoform fosfodiesterase yang telah diketahui,PDE 4 tampaknya yang


paling terlibat langsung dalam kerja metilxantin pada otot polos saluran napas dan pada sel
radang. Inhibisi PDE4 di sel-sel radang mengurangi pengeluaran sitokin dan kemokin, yang
pada gilirannya menyebabkan penurunan migrasi dan pengaktifan sel imun.

Dalam upaya untuk mengurangi toksisitas sekaligus tempat mempertahankan efikasi,


dikembangkan inhibitor selektif untuk berbagai isoform PDE4 .Banyak yang diabaikan setelah
uji-uji klinis memperlihatkan bahwa efek samping mual,nyeri kepala, dan diare membatasi
dosis ke kadar subterapetik, tetapi satu, roflumilas, baru-baru ini disetujui oleh Food and
Drug Administration(FDA) sebagai pengobatan untuk PPK, bukan asma.

Mekanisme lain yang diperkirakan berperan adalah inhibisi reseptor adenosine di


permukaan sel. Reseptor ini memodulasi aktivitas adenil siklase, dan adenosine terbukti
memicu kontraksi isolate otot polos saluran napas dan pelepasan histamine dari sel mast
saluran napas. Namun,telah diperlihatkan bahwa turunan xantin yang tidak memiliki efek
antagonis adenosine(mis enprofilin) mungkin poten dalam menghambat bronkonstriksi pada
pasien asma.

Beberapa riset menyatakan bahwa efikasi teofilin mungkin disebabkan oleh suatu
mekanisme kerja ketifa peningkatan deastilasi histon. Asetilasi histon ini diperlukan untuk
mengaktifkan transkripsi gen inflamatorik. Kortikosteroid bekerja, paling tidak sebagaian,

34 | P a g e
dengan merekrut histon deasetilaktilase ke tempat transkripsi gen peradangan, suatu efek
yang ditingkatkan oleh teofilin dosis rendah. Interaksi ini seyogyanya dapat memperkirakan
bahwa pemberian teofilin dosis rendah akan meningkatkan efektivitas terapi kortikosteroid,
dan beberapa uji klinis memang menunjang gagasan bahwa pengobatan teofilin efektif dalam
memulihkan responsitivitas kortikosteroid pada pengidap asma yang merokok dan pada
pasien dengan bentuk-bentuk PPOK tertentu.

Farmakodinamika
Metilxantin memiliki efek pada susunan saraf pusat, otot jantung, otot rangka
dan otot polos. Dari ke tiga obat teofilin adalah yang paling selektif dalam efeknya
pada otot polos, sementara kafein memiliki efek pada susunan saraf pusat yang paling
mencolok.
A. Efek pada Susunan Saraf Pusat

Dalam dosis rendah atau sedang, metilxantin khususnya kafein menyebabkan


bangkit korteks ringan disertai peningkatan kewaspadaan dan berkurangnya rasa
lelah. Kafein yang terkandung didalam minuman 100 mg dalam secangkir kopi
mampumenyebabkan kegelisahan dan insomnia pada orang yaang sensitif dan
bronkodilatsasi ringan pada orang asma. Dosis lebih besar yang diperlukan untuk
bronkodilatasi efektif sering menyebabkan rasa cemas dan tremor pada sebagian
pasien
B. Efek pada Kardiovaskuler
Metilxantin memiliki efek kronotropik dan inotropik positif. Pada konsentrasi
rendah, efek – efek ini tampaknya terjadi karena inhibisi reseptor adenosin presinaps
di saraf simpatis yang meningkat pelepasan ketokolamin di ujung saraf. Konsentrasi
yang lebih tinggi menyebabkan inhibisi fosfodiesterase dan peningkata cAMP yang
dapat menimbulkan peningkatan influks kalsium.
C. Efek pada Otot Polos
Bronkodilatasi yang ditimbulkan oleh metilxantin merupakan efek terapik
utama asma. Tidak terjadi toleransi, tetapi efek sampingnya terjadi pada khususnya
susunan saraf pusat. Selain itu juga otot polos saluran napas, obat golongan ini dalam

35 | P a g e
konsentrasi yang memadai menghambat pengeluaran histamin imbas-antigen dari
jaringan paru.
D. Efek pada Otot Rangka
Efek espiratorik metilxantin mungkin tidak terbatas di saluran nafas karna
obat gololongan ini juga memperkuat kontraksi otot rangka in vitro dan memperbaiki
kontraktilitas dan mengurangi kelelahan diafragma pada pasien PPOK. Efek kinerja
diafragma ini dan bukan efek pusat pernafasan mungkin menjadi penyebab
kemampuan teofilin memperbaiki respons dispnea bahkan pada pasien dengan
obstruksi saluran napas yang irreversibel.

36 | P a g e
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

PPOK ditandai dengan sesak napas dan batuk besifat progresif. Sering
menyerang usia di atas 40 tahun, disebabkan oleh asap rokok, polusi udara dll.
Lalu dilihat dari patogenesisnya dimana bila PPOK disebabkan karena adanya
obstruksi yang bersifat permanen dan terjadi perubahan patologi anatominya.
Sedangkan asma bronchial adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai
dengan inflamasi jalan napas kronik. Biasanya terjadi karena ada riwayat
atopi. Gejala yang sering timbul adalah batuk (timbul jika ada pemicunya) dan
sesak napas (wheezing). Untuk bronkitis kronis ditandai dengan batuk
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurangnya 2 tahun berturut turut, salah satu
faktor risikonya adalah merokok. Bronkiektasis merupakan penyakit
peradangan saluran pernapasan dengan gejala klinis batuk kronis, peningkatan
produksi sputum dan infeksi bronkus, 50 – 80 % kasus bersifat idiopatik.
Selain itu, ada neoplasma paru yang penyebab utamanya adalah kebiasaan
merokok juga serta ateletaksis yang merupakan suatu kondisi sebagian atau
satu lobus paru pada sesorang tidak berfungsi .

3.2 Saran

Demikian yang bisa disampaikan oleh kelompok kami. Kami yakin kami memiliki
kekurangan. Penyusun mengharapkan saran dari teman-teman dan tutor sekalian.
Terima kasih.

37 | P a g e
Daftar Pustaka

Alsagaff, H. (2009). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Fakultas Kedokteran


Universitas Airlangga.
Danusantoso, H. (2017). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru Edisi #. Jakarta: EGC.
Gunawan, G. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FK UI.
Katzung, B. (2017). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W. (2014). Ilmu Penyakit Dalam . Edisi 4, Jilid 2. Jakarta: Interna.

38 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai