Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan depresi, dalam buku Synopsis of Psychiatry termasuk dalam
kelompok gangguan mood. Dalam pembahasan emosi tercakup antara lain
afek, mood, emosi yang lain, dan gangguan psikologi yang berhubungan
dengan mood. Oleh karena bagian ini membahas gangguan depresi, maka
pembahasan dibatasi pada emosi dan mood.1
Depresi merupakan gangguan jiwa yang makin meningkat angka
kejadiannya di berbagai belahan dunia seiring dengan berjalannya waktu.
Pasien dengan mood terdepresi merasakan hilangnya energi dan minat,
perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan
pikiran tentang kematian atau bunuh diri.2
Gangguan depresi paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur
hidup sekitar 15%. Penderita perempuan dapat mencapai 25%, sekitar 10%
perawatan primer dan sekitar 15% dirawat dirumah sakit. Pada anak sekolah
didapatkan prevalensi sekitar 2 persen, dan usia remaja 5%. Perempuan dua
kali lipat lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormon,
pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan
perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidak berdayaan.1
Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50 % awitan antara lain pada
usia 20 sampai 50 tahun, namun yang paling sering adalah pada usia 40 tahun.
Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data
terkini menunjukan, gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun
mengkin berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol, dan
penyalagunaan zat pada usia tersebut .1
Patogenesis depresi kenyataannya sampai saat ini masih
membingungkan dan belumlah pasti sehingga banyak teori-teori semuanya
timbul dan berkembang seiring dengan kemajuan bidang psikofarmakologi.

1
1.2 Tujuan
Untuk dapat mengetahui dan mendeskripsikan tentang penyakit gangguan
depresi mulai dari definisi, etiologi, epidemiologi, manifestasi klinis, diagnosi,
perjalanan penyakit hingga penanganan, dan prognosis dari penyakit gangguan
suasana perasaan depresi.

1.3 Manfaat
Refrat ini diharapkan bisa memberikan pengetahuan kepada mahasiswa
kedokteran tentang penyakit gangguan suasana perasaan depresi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Depresi


Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan
yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan
berperilaku) seseorang. Gangguan depresi, dalam buku Synopsis of
Psychiatry termasuk dalam kelompok gangguan mood. Pasien dalam
keadaan gangguan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan
minat, merasa bersalah, sulit berkosentrasi, mengalami hilangnya nafsu
makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk
perubahan aktivitas kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative
(termasuk tidur aktivitas seksual, dan ritme biologik yang lain). Gangguan
ini hampir selalu menghasilkan depresi yang berat atau depresi unipolar.1
Depresi merupakan salah satu penyebab kecacatan seseorang di
seluruh dunia. Gangguan ini sering tidak terdeteksi dan tidak diobati.2

2.2 Epidemiologi Depresi


Penderita perempuan dapat mencapai 25 %, sekitar 10 % itu perawatan
primer dan 15 % dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan
prevalensi sekitar 2% dan usia remaja 5 %. Perempuan dua kali lebih besar
disbanding dengan laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormon pengaruh
melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan,
dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidak berdayaan .1
Status perkawinan paling sering terjadi pada orang yang tidak
mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang
bercerai atau berpisah. Perempuan yang tidak menikah memiliki
kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi disbandingkan
dengan yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.2

3
Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan
depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding
daerah perkotaan.1

2.3 Etiologi Depresi


2.3.1 Faktor Genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi
mayor dan gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara;
juga pada anak kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik,
pada genetik keluarga tersebut.
Penelitian menunjukan bahwa faktor genetik yang
berinteraksi dengan faktor lingkungan dapat mencetuskan
gangguan depresi. Faktor-faktor perantara depresi yang potensial
antara lain adalah penyakit fisik, kehilangan dalam kehidupan,
misalnya: kematian anggota keluarga baik saat masa anak-anak
atau kehilangan baru-baru ini, kehidupan yang penuh stress dan
kurangnya dukungan sosial.1

2.3.2 Faktor Kepribadian


Tidak ada satupun ciri bawaan atau jenis kepribadian yang
secara khas merupakan predisposisi seseorang mengalami depresi,
semua manusia dengan kepribadian apapun, dapat dan mengalami
depresi dibawah situasi yang sesuai. Orang dengan gangguan
kepribadian tertentu obsesif kompulsif, histrionik, dan borderline
mungkin memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami
depresi dari pada orang dengan gangguan kepribadian antisosial
atau paranoid.2

2.3.3 Faktor Lingkungan


Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami
lebih banyak peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian
ini tidak memuaskan dan mereka keluar dari lingkungan social. 80%

4
serangan pertama depresi didahului oleh stress, tetapi angka ini
akan jatuh menjadi hanya 50% pada serangan berikutnya. Pasien
depresi diketahui juga lebih sering pada anak yang kehilangan
orang tua di masa kanak-kanak dibandingkan dengan populasi
lainnya.
Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang
dicintai, pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta,
sakit terminal, sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan
pemicu episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor
biologik, psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang
membuat gangguan depresif muncul.1

2.3.4 Faktor Organobiologik


Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai
kelainan di dalam metabolit amin biogenik yang mencakup
neurotransmitter norepinefrin, serotonin dan dopamine. Dalam
penelitian lain juga disebutkan bahwa selain faktor
neurotransmitter yang telah disebutkan di atas, ada beberapa
penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu
neurotransmitter asam amino khususnya GABA (Gamma-
Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi neurendokrin
dan neuroanatomis.2
Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat
disebabkan terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal,
tiroid dan hormon pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah
digambarkan pada pasien dengan gangguan mood adalah
penurunan sekresi nocturnal melantonin, penurunan pelepasan
prolaktin terhadap pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar
FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon),
dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki.3

5
2.3.5 Teori Kognitif
Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik
yang membuat seseorang mempunyai kecenderungan menjadi
depresi. Postulat Aaron Beck menyatakan trias kognitif dari
depresi mencakup (1) Pandangan terhadap diri sendiri berupa
persepsi negative terhadap dirinya (2) tentang lingkungan yakni
kecenderungan menganggap dunia bermusuhan terhadapnya (3)
tentang masa depan yakni bayangan penderitaan dan kegagalan.1

2.4 Patofisiologi Depresi


Patofisiologi depresi dijelaskan dalam beberapa hipotesis. Amina
biogenic merupakan hipotesis yang menyatakan, depresi disebabkan
menurunnya atau berkurangnya jumlah neurotransmitter norepinefrin (NE),
serotonin (5-HT) dan dopamine (DA) dalam otak. 4
Hipotesis sensitivitas reseptor yaitu perubahan patologis pada
reseptor yang dikarenakan terlalu kecilnya stimulasi oleh monoamine
dapat menyebabkan depresi dan psikiatrik. Dalam teori ini ditekankan
pada kegagalan homeostatic sistem neurotransmitter sehingga terjadi
gangguan depresi dan psikiatrik. Dalam teori ini ditekankan pada
kegagalan homeostatic sistem neurotransmitter, bukan pada penurunan
atau peningkatan absolute neurotransmitter.3

2.5 Gambaran Klinis Depresi


Suatu mood depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta
kekurangan energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
merupakan tiga gejala utama depresi.1
Gejala lainnya dapat berupa:
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

6
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri sendiri atau bunuh
diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang

Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di


nilai untuk gangguan depresiberat dengan gejala psikotik secara terpisah
dari kriteria diagnostic untuk diagnosis berhubungan dengan depresi. Dan
juga menuiskan descriptor keparahan untuk episode depresi berat.1

2.6 Diagnosis Depresi


Diagnosis depresi ditegakan berdasarkan observasi dan
wawancara oleh para pelopor dan ahli psikiatri terhadap penderita depresi
berat yang dirawat di rumah sakit di Eropa dan Amerika Serikat. Di
Amerika dikembangkan klasifikasi diagnosis dengan syarat-syarat
tertentu. Misalnya diagnosis depresi dapat ditegakan bila dijumpai
sejumlah gejala dari daftar gejala yang disusun dijumpai pada penderita,
kriteria diagnosis ini dikenal dengan nama Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder (DSM) V tahun 2015). Kriteria-kriteria
tersebut merupakan gold standar yang dipakai untuk diagnosis gangguan
jiwa.2 Kriteria diagnosis gangguan depresi menurut DSM-V:
A. Lima (atau lebih) gejala berikut hadir selama periode dua minggu
dan menampilkan perubahan dari kebisaan sebelumnya. Setidaknya
satu gejala merupakan mood tertekan atau kehilangan ketertarikan
atau rasa senang. Gejala yang dihasilkan kondisi medis tidak
dihitung.
1. Perasaan tertekan oada sebagian besar waktu, hamper setiap hari,
ditunjukan oleh laporan pribadi (contoh: merasa sedih atau
kosong) atau observasi orang lain (contoh: kelihatan takut).
2. Kehilangan ketertarikan atau kesenangan pada sejumlah besa
aktivitas, hamper setiap hari (dintunjukan oleh pendapat pribadi
ataupun observasi orang lain).

7
3. Penurunan /peningkatan berat badan atau perubahan selera
makan yang signifikan ketika tidak melakukan diet.
4. Insomnia atay hypersomnia hamper setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hamper setiap hari
6. Kelelahan atau kehilangan tenaga hamper setiap hari
7. Merasa tidak berharga.
8. Penurunan kemampuan berpikir atau berkosentrasi, sulit
menentukan pilihan, hamper setiap hari.
9. Pikiran tentang kematian yang berulang, pikiran tentang bunuh
diri yang berulang, baik tanpa rencana yang jelas dalam bunuh
diri.
B. Gejala menyebabkan kesedihan signifikan atau gangguan dalam
pekerjaan, hubungan sosial, ataupun bidang lain yang penting dalam
hidup.
C. Episode ini tidak terkait dampak psikologis dari penggunaan obat-
obatan
D. Kemunculan episode ini tidak diterangkan lebih baik dengan
schizophrenia, gangguan delusi, atau psychotic disorder.
E. Tidak ada sejarah hypomanic atau manic episode.
Menurut PPDGJ III diagnosis episode depresi didasarkan pada
pedoman berikut:
1. Selama paling sedikit 2 minggu dan hamper setiap hari
mengalami suasana perasaan (mood) yang depresi, kehilangan
minat, kegembiraan dan berkurangnya energy yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas.
2. Keadaan tersebut paling sedikit terjadi 2 minggu dan hamper
setiap hari dialami. Biasanya keadaan tersebut akan disertai
gejala-gejala sebagai berikut: konsentrasi dan perhatian
berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan
tentang perasaan bersalah dan tidak berguna, pandangan masa
depan yang suram dan pesimistik. Gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu

8
makan berkurang. Periode berlangsungnya gejala lebih pendek
dari 2 minggu dapat dibenarkan jika gejala tersebut luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.
3. Gejala-gejala tersebut menyebabkan hambatan psikososial
seperti cacat fungsi pekerjaan, hubungan sosial, dan kegiatan
sehari-hari.
Menurut International Clasification of Desease (ICD-10) gejala-
gejala depresi terdiri dari5:
1. Gejala Utama:
i. Perasaan (afek) yang depresif (perasaan kesedihan
yang psikopatologis
ii. Hilangnya minat dan kegembiraan
iii. Berkurangnya energi, mudah lelah dan
berkurangnya aktivitas.
2. Gejala lainnya:
i. Konsentrasi dan perhatian berkurang
ii. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
iii. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
iv. Pandangan masa depan yang suram dan pesimitis
v. Gagasan/perbuatan membahayakan diri/bunuh diri
vi. Tidur terganggu
vii. Nafsu makan berkurang

Berdasarkan gejala tersebut di atas dapat dikategorikan


derajat depresi dengan menggunakan pedoman diagnostik sebagai
berikut5:
1. Depresi Ringan
i. Minimal harus ada 2 atau 3 gejala utama
ii. Ditambah minimal 2 dari gejala lainnya
iii. Lamanya seluruh episode depresi berlangsung minimal
2 minggu
iv. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan
sosial yang biasa dilakukan

9
2. Depresi Sedang:
i. Minimal harus ada 2 atau 3 gejala utama
ii. Ditambah minimal 3 dari gejala lainnya
iii. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal 2
minggu
iv. Menghadapi kesulitan nyata meneruskan kegiatan sosial
dan pekerjaan
3. Depresi Berat
i. Semua gejala utama depresi harus ada
ii. Ditambah minimal 4 gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya haris berintensitas berat
iii. Bila ada gejala penting, misalnya agitasi (kecemasan
berat yang disertai kegelisahan motoric) dan retardasi
psikomotor (aktivitas psikis, motoric ataupun keduanya
yang melambat)
iv. Episode depresi harus berlangsung minimal 2 minggu
tetapi jika gejalanya amat berat dan beronset sangat
cepat, maka dibenarkan untuk menegakan diagnosis
dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.
v. Penderita tidak mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga, kecuali pada taraf
sangat terbatas.
Di samping kriteria yang ditentukan secara operasional, DSM-IV
juga menggunakan sistem klasifikasi multiaksial untuk menangkap
informasi penting lainnya, yaitu:
1. Aksis I : Gangguan-gangguan klinis yang digambarkan di atas.
2. Aksis II : Gangguan-gangguan kepribadian atau retardasi mental
3. Aksis III : Gangguan-gangguan fisik yang berhubungan dengan
gangguan mental
4. Aksis IV : Daftar masalah psikososial dan lingkungan, bisaanya

10
selama setahun sebelumnya, tetapi tidak selalu demikian, seperti
tidak punya pekerjaan, perceraian, problem keuangan, korban
penelantaran anak dan lain-lain.
5. Aksis V: GAF Scale

2.7 Klasifikasi Depresi


F32.0 Episode depresif ringan
Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat
dan kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang
sebagai gejala depresi yang paling khas; sekurang-kurangnya dua dari
ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lazim di atas harus ada
untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat
di antaranya. Lamanya seluruh episode berlansung ialah sekurang-
kurangnya sekitar 2 minggu.6
Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah
tentang gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan
pekerjaan biasa dan kegiatan social, namun mungkin ia tidak akan
berhenti berfungsi sama sekali.6

F32.1 Episode depresif sedang


Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling
khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah
sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya.
Beberapa gejala mungkin tampil amat menyolok, namun ini tidak
esensial apabila secara keseluruhan ada cukup banyak variasi
gejalanya. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2
minggu.6
Individu dengan episode depresif taraf; sedang biasanya
menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga.6

11
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
Pada episode depresif berat, penderita biasanya
menunjukkan ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali
apabila retardasi merupakan ciri terkemuka. Kehilangan harga diri dan
perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok, dan bunuh diri
merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus berat.
Anggapan di sini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada
episode dpresif berat.6
Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode
depresif ringan dan sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya
empat gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas
berat. Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi)
menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu utnuk
melaporkan banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal demikian,
penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih dapat
dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan
beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan
diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.6
Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin
penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode
depresif berat tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya,
harus digunakan subkategori dari gangguan depresif berulang.6

F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik


Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut
F32.2 terssebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif.
Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya

12
berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju
pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan
sebagai serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood).6
Diagnosis banding. Stupor depresif perlu dibedakan dari
skizofrenia katatonik, stupor disosiatif, dan bentuk stupor organik
lainnya. Kategori ini hendaknya hanya digunakan untuk episode
depresif berat tunggal dengan gejala psikotik; untuk episode
selanjutnya harus digunakan subkategori gangguan depresif berulang.6

F32.8 Episode depresif lainnya


Episode yang termasuk di sini adalah yang tidak sesuai
dengan gambaran yang diberikan untuk episode deprresif pada F32.0-
F32.3, meskipun kesan diagnostik menyeluruh menunjukkan sifatnya
sebagai depresi. Contohnya termasuk campuran gejala depresif
(khususnya jenis somatik) yang berfluktuasi dengan gejala non
diagnostik seperti ketegangan, keresahan dan penderitaan; dan
campuran gejala depresif somatik dengan nyeri atau keletihan
menetap yang bukan akibat penyebab organik (seperti yang kadang-
kadang terlihat pada pelayanan rumah sakit umum).

F32.9 Episode depresif YTT

F33 Gangguan Depresif Berulang


Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari depresi
sebagaimana dijabarkan dalam episode depresif ringan, sedang, atau
berat, tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian suasana
perasaan dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania dan
hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania segera
sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan
oleh tindakan pengobatan depresi). Usia dari onset, keparahan,
lamanya berlangsung, dan frekuensi episode dari depresi, semuanya

13
sangat bervariasi. Umumnya episode pertama terjadi pada usia lebih
tua dibanding dengangangguan bipolar, dengan usia onset rata-rata
lima puluhan. Episode masing-masing juga lamanya antara 3 dan 12
bulan (rata-rata lamanya sekitar 6 bulan) akan tetapi frekuensinya
lebih jarang. Pemulihan keadaaan biasanya sempurna di antara
episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang
akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini,
kategori ini harus tetap digunakan). Episode masing-masing dalam
berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa
kehidupan yang penuh sters; dalam berbagai budaya, baik episode
tersendiri maupun depresi menetap dua kali lebih banyak pada wanita
daripada pria.6
Bagaimanapun seringnya seseorang pasien gangguan
depresif berulang mengalami episode depresif sebagai penderitaan,
tidak mustahil baginya akan mengalami episode manik. Jika ternyata
terjadi episode manik, maka diagnosisnya harus diubahmenjadi
gangguan afektif bipolar.6

2.8 Pemeriksaan Penunjang Depresi


Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa
instrumen-instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk
membantu memberikan penilaian yang objektif terhadap kondisi depresi
yang dialami oleh pasien. Berikut ini adalah beberapa instrumen yang
sering digunakan, yaitu:
1. Beck’s Depression Inventory
2. Hamilton Depression Scale
3. The Zung Self-Rating Depression Scale

2.9 Penatalaksanaan Depresi


Penatalaksanaan pasien gangguan mood harus diarahkan kepada
beberapa tujuan. Pertama, keselamatan pasien harus terjamin. Kedua,
kelengkapan evaluasi diagnostic pasien harus dilaksanakan. Ketiga,

14
rencana terapi bukan hanya untuk gejala, tetapi kesehatan jiwa pasien
kedepan juga harus diperhatikan. Walaupun, penatalaksanaan
farmakoterapi dan psikoterapi harus dipikirkan pada pasien, peristiwa
kehidupan yang penuh ketegangan dapat meningkatkan angka
kekambuhan. Selanjutnya melalui terapi harus dapat menurunkan
banyaknya stressor berat dalam penatalaksanaan gangguan mood harus
diserahkan ke psikiater. Remisi penuh akan dialami pasien dalam waktu 4
bulan dengan pengobatan yang adekuat.1
2.9.1 Rawat Inap
Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah adanya kebutuhan
untuk prosedur diagnostic, resiko bunuh diri, dan melakukan
pembunuhan, dan berkurangnya kemampuan pasien secara
menyeluruh untuk asupan makanan dan tempat perlindungan.
Riwayat gejala berulang dan hilangnya sistem dukungan terhadap
pasien juga merupakan indikasi rawat inap.1
2.9.2 Farmakoterapi
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam
efek farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk
pengamatan bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap
antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk
membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan.2
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah
pada proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan
yang memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya
pada tempat ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat
inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja untuk menormalkan
neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan
norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini
sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan
dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak (NIMH,
2002). Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi

15
generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan
kedua (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs).7
a. Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum
digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan
depresif berat.2Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi
beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin
sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier
(imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut,
yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder
karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat
golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan
klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar
golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generic.2
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat
reuptake neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin
sekunder diduga bekerja sebagai penghambat reuptake
norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake
serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi
bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsive
terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan
serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier.8
Contoh golongan obat trisiklik adalah Amitriptilin,
imipramine, clomipramine, dan tianeptine.

b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)


MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15
tahun yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses
penghambatan deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria,
akibatnya kadar einefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak
naik. Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama
dalam pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi

16
tubuh. Selain karena dapat menyebabkan krisis hipertensif
akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari makanan-
makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga
dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450
yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati.2

c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)


SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan
lini pertama pada gangguan depresif berat selain golongan
trisiklik (Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram
dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang
pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama
manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh
tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal
karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem
kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi
farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs
dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi
peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut
sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps
kardiovaskular dan gangguan tanda vital.7
d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors )
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme
yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada
SNRIs juga menghambat dari reuptake norepinefrin.7
Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya,
masih ada beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi
medikamentosa pada pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal
tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini.7

17
Gambar 1. Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama

2.9.3 Efek Samping Obat


Hal yang paling serius dipikirkan adalah menyebabkan
kematian pada dosis berlebih. Obat trisiklik dan tetrasiklik,
merupakan obat antidepresan yang paling sering menyebabkan
kematian. SSRI, bupropion, trazodone, nefazodone, mirtazapine,
venlafaxine, dan MAOIs bersifat aman, meskipun masing-masing
obat ini dapat menyebabkan kematian jika dikombinasikan dengan
alcohol atau obat lain. Hipotensi adalah efek samping yang serius
dan banyak antidepresan, khususnya pada orang tua. Hampir
semua antidepresan kecuali nefazodone dan mirtazapine,
menyebabkan penurunan libido, disfungsi ereksi, atau anorgasmia.

18
2.9.4 Psikoterapi
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam
pengobatan depresif berat adalah terapi kognitif, terapi
interpersonal dan terapi perilaku.2 NIMH (2002) telah menemukan
predictor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini :
(1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik
terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah
menyatakan respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku
dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan
respons yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi
yang tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi
interpersonal dan farmakoterapi.
Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck
yang memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada
gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan
episode depresif dan mencegah rekurennya dengan membantu
pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.2
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman,
memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang
sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan:
pertama, masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki
akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah
interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan
atau memperberat gejala depresif sekarang.2

2.10 Prognosis Depresi


Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang ringan,
biasanya cenderung untuk menjadi kronik dan kambuh. Episode pertamaa
gangguan depresi berat yang dirawat sekitar 50% angka kesembuhannya
pada tahun pertama. Persentasi pasien untuk sembuh setelah perawatan
berulang berkurang seiring berjalannya waktu. Banyak pasien yang tidak
pulih akan menderita gangguan distimik.1

19
Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang
panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif
yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian
besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan
antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya
gejala.2
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama
gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam
tahun pertama. Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi
indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan
depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, fungsi
keluarga yang stabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam
waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih
dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang
baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan
distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan,
dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya.2

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang
mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang.
Suatu mood depresif ditandai dengan adanya kehilangan minat dan kegembiraan
serta kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan
menurunnya aktivitas. Penegakan diagnosis dapat menggunakan konsep
gangguan jiwa yang terdapat dalam PPDGJ III ini merujuk kepada DSM-IV dan
konsep disability berasal dari The ICD-10 Classification of Mental and
Behavioral Disorders.
Terapi yang diberikan yaitu Farmakologi dan psikoterapi.Dukungan dari
orang-orang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat membantu dalam
penyembuhan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismail, R. I. & Siste, K. Gangguan Depresi, Dalam Elvira, Silvia D. Hadisukanto,


Gitayanti, Buku Ajar Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta, 2010
2. Kaplan and Saddock. Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 7th Ed. Lippincott
Wiliams And Wilkins. Philadelphia, 2010.
3. Teter et al. Depressive Disorder, dalam Dipiro, J. T., Talbert, R. L,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 7th Edition, Appleton and lange,
New York. 2007.
4. Sukandar dkk, ISO Farmakoterapi, Cetakan Kedua, PT ISFI Penerbit, Jakarta.
2009.
5. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis pengguaan klinis obat psikotropik edisi ketiga. Jakarta: 2002
6. Depkes RI, PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa III), DepKes,
Jakarta: 1993.
7. Arozal W, Gan S. Psikotropik dalam Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta :
FKUI, 2007.

22

Anda mungkin juga menyukai