Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DEPRESI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Capaian Praktikum Keperawatan Dasar

Dibimbing oleh : Asih Purwandari, S.Kep.,Ners.,M.Kep.

Disusun Oleh :

Putri Zahra Lutfiah

2009730

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2021
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian Depresi

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan


kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari
orang lain, dan tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan
minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan. (Davidson, 2006: 372)

Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik
(kehilangan kegembiraan/gairah) disertai dengan gejala-gejala lain, seperti
gangguan tidur dan menurunnya selera makan. Depresi biasanya terjadi saat stres
yang dialami oleh seorang tak kunjung reda, dan depresi yang dialami berkolerasi
dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seorang (Lubis,
2009:13)

Depresi merupakan gangguan yang seringkali tidak disadari baik oleh


penderita maupun orang-orang di sekitarnya, mengutip dari Jaka Arya Pradana
(2016) dikatakan depresi disebut juga sebagai gangguan yang tak terlihat atau
invisible disease. Berbeda dengan gangguan lain seprti flue, penderita pasti sadar
bahwa ia terkena flue, penderita depresi sering kali tidak sadar ada masalah. Bahkan
banyak orang yang sering menganggap gangguan depresi adalah masalah yang
berkaitan dengan keimanan seseorang saja dan tidak dianggap sebagai gangguan
psikologis yang memerlukan pertolongan profesional dalam bidang terssebut.
Faktor ini mendukung terjadinya 80% dari penderita depresi tidak mendapatkan
penanganan yang semestinya. Depresi atau gangguan suasana hati yang
menyebabkan terganggunya aktifitas sehari-hari ini ditetapkan oleh World Health
Organization (WHO) sebagai krisis global dan memprediksi pada tahun 2020
gangguan depresi ini merupakan nomor dua penyumbanng penyebab
ketidakmampuan seseorang dalam kehidupannya setelah kardiovaskular. Lebih dari
350 juta jiwa penduduk dunia mengalami depresi sehingga WHO menetapkan
depresi sebagai salah satu prioritas untuk ditangani. (Kemenkes, 2014)

2. Patofisiologi

Gangguan depresi disebabkan karena faktor biopsikososial dan interaksi


neurotransmiter yang mempengaruhi patofisiologi secara kompleks.
Neurotransmiter yang paling berperan pada depresi adalah neurotransmiter
monoaminergik, yaitu serotonin (5-HT), norepinefrin (NE), dan dopamin (DA).
Neurotransmiter lain yang dinilai berperan adalah glutamat (GLUT), asam
aminobutirik gamma/gamma-aminobutyric acid (GABA) dan faktor neurotropik
otak/brain-derived neurotrophic factor (BDNF).

Amina biogenik merupakan hipotesis yang menyatakan, depresi disebabkan


oleh menurunnya atau berkurangnya jumlah neurotransmitter norepinefrin (NE),
serotonin ( 5 – HT ) dan dopamine (DA) dalam otak ( Sukandar dkk, 2009 ). Hipotesis
sensitivitas reseptor yaitu perubahan patologis pada reseptor yang disebabkan
karena terlalu kecilnya stimulasi oleh monoamine yang dapat menyebabkan depresi.
Hipotesis desregulasi , tidak beraturannya neurotransmitter sehingga terjadi
gangguan depresi dan psikiatrik. Dalam teori ini ditekankan pada kegagalan
hemeostatik sistem neurotransmitter,bukan pada penurunan atau peningkatan
absolute aktivitas neurotransmitter. ( Teter et al.,2007 )

3. Etiologi

Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor. Adapun faktor biologis,

faktor bawaan atau keturunan, faktor yang berhubungan dengan perkembangan

seperti kehilangan orang tua sejak kecil, faktor psikososial, dan faktor lingkungan,

yang menjadi satu kesatuan mengakibatkan depresi.

1) Faktor biologis

Faktor biologis yang dapat menyebabkan terjadinya depresi

dapat dibagi menjadi dua hal yaitu disregulasi biogenik amin dan

disregulasi neuroendokrin. Abnormalitas metabolit biogenik amin

yang sering dijumpai pada depresi yaitu 5 hydroxy indoleacetic acid

(5HIAA), homovalinic acid (HVA), 3-methoxy 4-hydrophenylglycol

(MHPG), sebagian besar penelitian melaporkan bahwa penderita

gangguan depresi menunjukkan berbagai macam abnormalitas

metabolik biogenikamin pada darah, urin dan cairan serebrospinal.

Keadaan tersebut endukung hipotesis ganggua depresi berhubungan

dengan disregulasi biogenikamin. Dari biogenik amin, serotonin dan


norepinefrin merupakan neurotransmiter yang paling berperan dalam

patofisiologi depresi.

Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik

antidepresan mungkin merupakan peran langsung sistem

noradrenergik dalam depresi. Bukti lain yang juga melibatkan reseptor

beta2-presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan reseptor yang

mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinephrin.

Reseptor beta2-presinaptik juga terletak pada neuron serotonergik dan

mengatur jumlah pelepasan serotonin.

Serotonin (5-hydroxytryptamine [5-HT]) neurotransmitter

sistem menunjukan keterlibatan dalam patofisiologi gangguan afektif,

dan obat-obatan yang meningkatkan aktifitas serotonergik pada

umumnya memberi efek antidepresan pada pasien . Selain itu , 5 - HT

dan / atau metabolitnya, 5-HIAA, ditemukan rendah pada urin dan

cairan serebrospinal pasien dengan penyakit afektif.14 Hal ini juga

dibuktikan terdapat kadar 5-HT yang rendah pada otak korban bunuh

diri dibandingkan dengan kontrol. Selain itu , ada beberapa bukti

bahwa terdapat penurunan metabolit serotonin, 5 – hydroxyindole

acetic acid (5-HIAA) dan peningkatan jumlah reseptor serotnin

postsinaptik 5- hydroxytryptaminetype 2 (5HT2) di korteks prefrontal

pada kelompok bunuh diri.

Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan

subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi

regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamin memperkaya antara

dopamin dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentang dopamin dan

depresi adalah jalur dopamin mesolimbic mungkin mengalami


disfungsi pada depresi dan reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif

pada depresi.

2) Faktor Psikososial

Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode

pertama, dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang

mengemukakan adanya stres sebelum episode pertama menyebabkan

perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan ini

menyebabkan perubahan berbagai neurotransmiter dan sistem sinyal

intraneuron. Termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan

kontak sinaps. Dampaknya, seorang individu berisiko tinggi

mengalami episode berulang gangguan mood, sekalipun tanpa stressor

dari luar.

Orang dengan beberapa gangguan kepribadian seperti, obsesif-

kompulsif, histeris, dan yang ada pada garis batasnya, mungkin

memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena depresi dari pada

orang dengan kepribadian antisosial atau paranoid. Pada pengertian

psikodinamik depresi dijelaskan oleh Sigmund Freud dan

dikembangkan oleh Karl Abraham yang diklasifikasikan dalam 4

teori: (1) gangguan pada hubungan bayi dan ibu selama fase oral (10-

18 bulan awal kehidupan) sehinga bisa terjadi depresi; (2) depresi

dapat dihubungkan dengan kehilangan objek secara nyata atau

imajinasi; (3) Introjeksi dari kehilangan objek adalah mekanisme

pertahanan dari stress yang berhubungan dengan kehilangan objek

tersebut (4) karena kehilangan objek berkenaan dengan campuran

cinta dan benci, perasaan marah berlangsung didalam hati.


3) Faktor Genetik

Dari faktor bawaan atau keturunan menerangkan apabila

salah seorang kembar menderita depresi, maka kemungkinan

saudara kembarnya menderita pula sebesar 70 %. Kemungkinan

menderita depresi sebesar 15 % pada anak, orang tua, dan kakak-

adik dari penderita depresi. Apabila anak yang orangtuanya

pernah menderita depresi, sejak lahir diadopsi oleh keluarga yang

tidak pernah menderita depresi, ternyata kemungkinan untuk

menderita depresi 3 kali lebih besar dibandingkan anak - anak

kandung keluarga yang mengadopsi.

4. Manifestasi Klinik

● Kehilangan rasa percaya diri

● Sensitif

● Perubahan nafsu makan

● Gangguan pola tidur (bisa berlebihan, bisa juga kurang dari lama

tidur biasanya)

● Menurunnya kemampuan berkonsentrasi

● Menurunnya efisiensi kerja

● Menurunnya produktivitas kerja

● Ketidakmampuan membuat keputusan

● Rasa tidak tenang

● Perasaan tidak berguna

● Besalah atau putus asa

● Pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri


5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Geriatric depression scale 15 atau skala depresi geriatrik 15, adalah tes
yang berisi kuesioner sebanyak 15 buah pertanyaan sebagai sebuah
metode penapisan depresi pada orang dengan usia lanjut.
b. Self-Reporting Questionnaire (SRQ), adalah tes berupa pengisian
kuesioner yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO)
untuk skrining gangguan mental, salah satunya depresi. Pertanyaan
yang diajukan meliputi berbagai keluhan yang mungkin dialami selama
30 hari terakhir.
c. Pemeriksaan Fisik
d. Evaluasi Psikiatri
e. Tes Labolatorium
f. Pengamatan gejala dengan PPDGJ, Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders (Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan
Mental/DSM) adalah pegangan yang digunakan oleh para profesional
perawatan kesehatan di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia
sebagai panduan untuk mendiagnosis penyakit mental.
6. Penatalaksanaan Medis

a. Terapi Non Farmakologi

1) Psikoterapi

Psikoterapi adalah terapi pengembangan yang digunakan


untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan – keluhan serta
mencegah kambuhnya gangguan pola perilaku maladatif (Depkes,
2007). Teknik psikoterapi tersusun seperti teori terapi tingkah laku,
terapi interpersonal, dan terapi untuk pemecahan sebuah masalah.
Dalam fase akut terapi efektif dan dapat menunda terjadinya
kekambuhan selama menjalani terapi lanjutan pada depresi ringan
atau sedang. Pasien dengan menderita depresi mayor parah dan
atau dengan psikotik tidak direkomendasikan untuk menggunakan
psikoterapi. Psikoterapi merupakan terapi pilihan utama utuk
pasien dengan menderita depresi ringan atau sedang (Teter et
al.,2007)

2) Electro Convulsive Therapy (ECT)


Electro Convulsive Therapy adalah terapi dengan
mengalirkan arus listrik ke otak (Depkes, 2007). Terapi
menggunakan ECT biasa digunakan untuk kasus depresi berat yang
mempunyai resiko untuk bunuh diri (Depkes, 2007). ECT juga
diindikasikan untuk pasien depresi yang tidak merespon terhadap
obat antidepresan (Lisanby, 2007).
Terapi ECT terdiri dari 6 – 12 treatment dan tergantung
dengan tingkat keparahan pasien. Terapi ini dilakukan 2 atau 3 kali
seminggu, dan sebaiknya terapi ECT dilakukan oleh psikiater yang
berpengalaman (Mann. 2005). Electro Convulsive Therapy akan
kontraindikasi pada pasien yang menderita epilepsi, TBC miller,
gangguan infark jantung, dan tekanan tinggi intra karsial (Depkes,
2007).
b. Terapi Farmakologi
Antidepresan adalah obat yang dapat digunakan untuk
memperbaiki perasaan (mood) yaitu dengan meringankan atau
menghilangkan gejala keadaan murung yang disebabkan oleh
keadaan sosial – ekonomi, penyakit atau obat – obatan ( Tjay &
Rahardja, 2007 ).
Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati
kondisi serius yang dikarenakan depresi berat. Kadar NT
(nontransmiter) terutama NE (norepinefrin) dan serotonin dalam
otak sangat berpengaruh terhadap depresi dan gangguan SSP.
Rendahnya kadar NE dan serotonin di dalam otak inilah yang
menyebabkan gangguan depresi, dan apabila kadarnya terlalu tinggi
menyebabkan mania. Oleh karena itu antideresan adalah obat yang
mampu meningkatkan kadar NE dan serotonin di dalam otak
( Prayitno,2008 ).
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan obat
terbaru dengan batas keamanan yang lebar dan memiliki spektrum
efek samping obat yang berbeda – beda. SSRI diduga dapat
meningkatkan serotonin ekstraseluler yang semula mengaktifkan
autoreseptor, aktivitas penghambat pelepasan serotonin dan
menurunkan serotonin ekstraseluler ke kadar sebelumnya. Untuk
saat ini SSRI secara umum dapat diterima sebagai obat lini pertama
(Neal, 2006).
1) Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor adalah obat


antidepresan yang mekanisme kerjanya menghambat pengambilan
serotonin yang telah disekresikan dalam sinap (gap antar neuron),
sehingga kadar serotonin dalam otak meningkat. Peningkatan kadar
serotonin dalam sinap diyakini bermanfaat sebagai antidepresan
(Prayitno, 2008). SSRI memiliki efikasi yang setara dengan
antidepresan trisiklik pada penderita depresi mayor (Mann, 2005).
Pada pasien depresi yang tidak merespon antidepresan trisiklik
(TCA) dapat diberikan SSRI ( MacGillvray et al., 2003). Untuk
gangguan depresi mayor yang berat dengan melankolis antidepresan
trisiklik memiki efikasi yang lebih besar daripada SSRI, namun
untuk gangguan depresi bipolar SSRI lebih efektif dibandingkan
antidepresan trisiklik , hal ini dikarenakan antidepresan trisiklik
dapat memicu timbulnya mania dan hipomania ( Gijsman, 2004).
Obat antidepresan yang termasuk dalam golongan SSRI
seperti Citalopram, Escitalopram, Fluoxetine, Fluvoxamine,
Paroxetine, dan Sertraline (Teter et al.,2007). Fluoxetine merupakan
antidepresan golongan SSRI yang memiliki waktu paro yang lebih
panjang dibandingkan dengan anidepresan golongan SSRI yang
lain, sehingga fluoxetine dapat digunakan satu kali sehari (Mann,
2005). Efek samping yang ditimbulkan Antidepresan SSRI yaitu
gejala gastrointestinal ( mual, muntah, dan diare), disfungsi sexsual
pada pria dan wanita, pusing, dan gangguan tidur. Efek samping ini
hanya bersifat sementara (Teter et al., 2007).

2) Antidepresan Trisiklik (TCA)

Antidepresan trisiklik (TCA) merupakan antidepresan yang


mekanisme kerjanya menghambat pengambilan kembali amin
biogenik seperti norepinerin (NE), Serotonin ( 5 – HT) dan dopamin
didalam otak, karena menghambat ambilan kembali
neurotransmitter yang tidak selektif,sehingga menyebabkan efek
samping yang besar ( Prayitno, 2008). Antidperesan trisiklik efektif
dalam mengobati depresi tetapi tidak lagi digunakan sebagai obat
lini pertama, karena efek sampingnya dan efek kardiotoksik pada
pasien yang overdosis TCA (Unutzer, 2007). Efek samping yang
sering ditimbulkan TCA yaitu efek kolinergik seperti mulut kering,
sembelit, penglihatan kabur, pusing, takikardi, ingatan menurun,
dan retensi urin. Obat – obat yang termasuk golongan TCA antara
lain Amitripilin, Clomipramine, Doxepin, Imipramine,
Desipiramine, Nortriptyline (Teter et al., 2007).
3) Serotonin/Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI)
Antidepresan golongan Serotonin /Norepinephrin Reuptake
Inhibitor (SNRI) mekanisme kerjanya mengeblok monoamin dengan
lebih selektif daripada antidepresan trisiklik, serta tidak menimbulkan
efek yang tidak ditimbulkan antidepresan trisiklik ( Mann, 2005).
Antidepresan golongan SNRI memiliki aksi ganda dan efikasi yang lebih
baik dibandingkan dengan SSRI dan TCA dalam mengatasi remisi pada
depresi parah ( Sthal, 2002).
Obat yang termasuk golongan SNRI yaitu Venlafaxine dan
Duloxetine. Efek samping yang biasa muncul pada obat Venlafaxine
yaitu mual, disfungsi sexual. Efek samping yang muncul dari Duloxetine
yaitu mual, mulut kering, konstipasi, dan insomnia (Teter et al., 2007).
4) Antidepresan Aminoketon

Antidepresan golongan aminoketon adalah antidepresan yang


memiliki efek yang tidak begitu besar dalam reuptake norepinefrin
dan serotonin. Bupropion merupakan satu – satunya obat golongan
aminoketon(Teter et al., 2007). Bupropion bereaksi secara tidak
langsung pada sistem serotonin, dan efikasi Bupropion mirip dengan
antidepresan trisiklik dan SSRI (Mann, 2005). Bupropion digunakan
sebagai terapi apabila pasien tidak berespon terhadap antidepresan
SSRI (Mann, 2005). Efek samping yang ditimbulkan Bupropion
yaitu mual, muntah, tremor, insomnia, mulut kering, dan reaksi kulit
( Teter et al., 2007).

5) Antidepresan Triazolopilidin

Trazodone dan Nefazodone merupakan obat antidepresan


golongan triazolopiridin yang memiliki aksi ganda pada neuron
seratonergik. Mekanisme kerjanya bertindak sebagai antagonis 5 –
HT2 dan penghambat 5 – HT, serta dapat meningkatkan 5 –
HT1A .Trazodone digunakan untuk mengatasi efek samping
sekunder seperti pusing dan sedasi, serta peningkatan availabilitas
alternatif yang dapat diatasi ( Teter et al., 2007). Efek samping yang
ditimbulkan oleh Trazodone adalah sedasi, gagguan kognitif, serta
pusing. Sedangkan efek samping yang ditimbulkan Nefazodone
yaitu sakit kepala ringan, ortostatik hipotensi, mengantuk, mulut
kering, mual, dan lemas ( Teter et al., 2007).

6) Antidepresan Tetrasiklik

Mirtazapin adalah satu – satunya obat antidepresan golongan


tetrasiklik. Mekanisme kerjanya sebagai antagonis pada presinaptic
α2 – adrenergic autoreseptor dan heteroreseptor, sehingga
meningkatkan aktivitas nonadrenergik dan seratonergik ( Teter et
al., 2007). Mirtazapin bermanfaat untuk pasien depresi dengan
gangguan tidur dan kekurangan berat badan (Unutzer, 2007). Efek
samping yang ditimbulkan berupa mulut kering, peningkatan berat
badan, dan konstipasi (Teter et al., 2007).
7) Mono Amin Oxidase Inhibitor (MAOI)

Mono Amin Oxidase Inhibitor adalah suatu enzim komplek


yang terdistribusi didalam tubuh, yang digunakan dalam
dekomposisi amin biogenik (norepinefrin, epinefrin, dopamin, dan
serotonin) (Depkes, 2007). MAOI bekerja memetabolisme NE dan
serotonin untuk mengakhiri kerjanya dan supaya mudah
disekresikan. Dengan dihambatnya MAO, akan terjadi peningkatan
kadar NE dan serotonin di sinap, sehingga akan terjadi
perangsangan SSP (Prayitno, 2008).
MAOI memiliki efikasi yang mirip dengan antidepresan
trisiklik. MAOI juga dipakai untuk pasien yang tidak merespon
terhadap antidepresan trisiklik (Benkert, 2002). Enzim pada MAOI
memiliki dua tipe yaitu MAO – A dan MAO – B. Kedua obat hanya
akan digunakan apabila obat – obat antidepresan yang lain sudah
tidak bisa mengobati depresi ( tidak manjur ). Moclobomida
merupakan suatu obat baru yang menginhibisi MAO – A secara
ireversibel, tetapi apabila pada keadaan overdosis selektivitasnya
akan hilang. Selegin secara selektif memblokir MAO – B dan dapat
digunakan sebagai antidepresan pada dosis yang tinggi dan beresiko
efek samping. MAO – B sekarang sudah tidak digunakan lagi
sebagai antidepresan ( Tjay & Rahardja, 2007 ). Obat – obat yang
tergolong dalam MAOI yaitu Phenelzine, Tranylcypromine, dan
Selegiline. Efek samping yang sering muncul yaitu postural
hipotensi ( efek samping tersebut lebih sering muncul pada
pengguna phenelzine dan Tranylcypromine ), penambahan berat
badan, gangguan sexual (penurunan libido, anorgasmia) ( Teter et
al., 2007).
c. Terapi Tambahan

Digunakannya terapi tambahan yang untuk meningkatkan


efek antidepresan serta mencegah terjadinya mania.
1) Mood Stabilizer
Lithium dan Lomotrigin biasa digunakan sebagai mood
stabilizer. Litium adalah suatu terapi tambahan yang efektif pada pasien
yang tidak memberikan respon terhadap pemberian monoterapi
antidepresan. Lomotrigin adalah antikonvulsan yang mereduksi
glutamateric dan juga digunakan sebagai agen terapi tambahan pada
depresi mayor (Barbosa et al., 2003) dan juga digunakan untuk terapi
dan pencegahan relapse pada depresi bipolar (Yatham, 2004).

Beberapa mood stabilizer yang lain yaitu Valproic acid,


divalproex dan Carbamazepin ini semua digunakan untuk terapi
mania pada bipolar disorder. Divalproex dan Valproate digunakan
untuk mencegah kekambuhan kembali (Mann, 2005).
2) Antipsikotik

Antipsikotik digunakan untuk meningkatkan efek


antidepresan. Ada 2 macam antipsikotik yaitu typical antipsikotik
dan atypical antipsikotik. Obat – obat yang termasuk typical
antipsikotik yaitu Chorpromazine, Fluphenazine, dan Haloperidol.
Antipsikotik typical bekerja memblok dopamine D2 reseptor.
Atypical antipsikotik hanya digunakan untuk terapi pada depresi
mayor resisten (Kennedy, 2003) dan bipolar depresi (Keck, 2005).
Obat – obat yang termasuk dalam Atypical antipsikotik clozapine,
olanzapine, dan aripripazole (Mann, 2005).
7. Konsep Hospitalisasi

● Berusaha menghindar dari situasi yang membuatnya tertekan

● Mengalihkan perhatian dari pikiran atau sumber yang membuatnya

tertekan

● Mencari dukungan dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat

penyakit yang dideritanya

B. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari prioritas keperawatan


dengan pengumpulan data – data yang akurat dari klien sehingga akan
diketahui berbagai permasalahan yang ada. (Hidayat, 2004 : 98). Hal – hal
yang dikaji meliputi:
1) Identitas Klien
a) Data umum: ruang rawat, kamar, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, nomor rekam medis.
b) Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, alamat, pendidikan, pekerjaan, dan suku bangsa.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Sering merasa cemas
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Sulit tidur, sering merasa cemas
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien tidak mempunyai riwayat penyakit
1) Pemeriksaan fisik
1. Aktifitas / istirahat
Gejala : insomnia
Tanda : -
2. Sirkulasi
Gejala : -
Tanda :-
3. Eliminasi
Gejala : -
4. Integritas ego
Gejala : mengalami stres yang berat (emosional, fisik)
Tanda : emosi labil 9euforia sedang sampai delirium), depresi

5. Makanan + cairan
Gejala : kehilangan berat badan mendadak, napsu makan
menurun.
6. Neurosensor
Tanda : -
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : -
8. Pernapasan
Tanda : frekuensi pernapasan meningkat, takipnea, dispea, edema
paru (pada krisis tirotoksikosis).
9. Keamanan
Gejala : -
Tanda :
10. Seksualitas
Tanda -
11. Pengeluhan/pembelajaran
Gejala : -

b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
dibuktikan dengan mengeluh sulit tidur (D.0055)
2) Keputusasaan berhubungan dengan stress jangka panjang dibuktikan sulit
tidur (D.0088)
3) Ketidakberdayaan berhubungan dengan lingkungan tidak mendukung
perawatan dibuktikan dengan merasa tertekan (depresi) (D.0092)

c. Intervensi

No Diagnose Tujuan dan kriteria intervensi rasional


. keperawatan hasil
1. Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Mengidentifikasi 1. Untuk
tidur tindakan pola aktivitas tidur mengetahui
berhubungan keperawatan selama pola aktivitas
2. Mengidentifikasi
dengan kurang 3 x 24 jam maka tidur pasien
faktor pengganggu
kontrol tidur diharapkan
tidur (fisik dan atau 2. Untuk
dibuktikan keadekuatan kualitas
psikologis) membantu
dengan mengeluh dan kuantitas tidur
pasien
sulit tidur klien membaik. 3. Memodifikasi
mengatasi
(D.0055) lingkungan
kriteria hasil : faktor
(mis.pencahayaan,
pengganggu
pola tidur (L.05045) kebisingan, suhu,
tidur
matras, dan tempat
- Keluhan
tidur) Batasi waktu 3. Memberikan
sulit tidur
tidur siang jika rasa nyaman
membaik (3)
perlu. kepada pasien
- Keluhan
tidak puas 4. Memfasilitasi 4. Mempercepat
tidur menghilangkan proses tidur
membaik (3) stress sebelum tidur
5. Agar pasien
- Keluhan pola
5. Menjelaskan memahami
tidur berubah
pentingnya tidur pentingnya
membaik (3)
cukup selama sakit tidur selama
sakit
2. Keputusasaan Setelah dilakukan 1. Mengidentifikasi 1. Agar
berhubungan tindakan harapan pasien dan memudahkan
dengan stress keperawatan selama keluarga dalam perawat dalam
jangka panjang 3 x 24 jam maka pencapaian hidup melakukan
dibuktikan diharapkan klien tindakan
2. Menyadarkan pasien
dengan sulit tidur bersedia menerima keperawatan
bahwa kondisi yang
(D.0088) kenyataan dan
dialami memiliki 2. Agar pasien
memecahkan
nilai penting menyadari
masalah yang
seberapa
dihadapi 3. Melibatkan pasien
penting
secara aktif dalam
Kriteri hasil : keadaannya
perawatan
Harapan (L.09068) 3. Membantu
4. Menganjurkan
proses
- Keterlibatan mengungkapkan
kesembuhan
dalam perasaan terhadap
pasien lebih
aktivitas kondisi dengan
cepat
perawatan realistis
membaik (3) 4. Agar pasien
5. Melatih menyusun
- Selera makan lebih terbuka
tujuan yang sesuai
membaik (3) dalam
dengan harapan
- Pola tidur mengungkapk
membaik (3) an
perasaannya

5. Agar pasien
terlatih dalam
menyusun
tujuannya

3. Ketidakberdayaan Setelah dilakukan 1. Mengidentifikasi 1. Memudahkan


berhubungan tindakan dampak situasi perawat dalam
dengan keperawatan selama terhadap peran dan melakukan
lingkungan tidak 3 x 24 jam maka hubungan tindakan
mendukung diharapkan Klien
2. Mengidentifikasi 2. Memudahkan
perawatan mampu
kebutuhan dan perawat agar
dibuktikan mempengaruhi hasil
keinginan terhadap lebih mudah
dengan merasa secara signifikan
dukungan sosial dalam memenuhi
tertekan (depresi)
kriteria hasil : kebutuhan dan
(D.0092) 3. Menggunakan
keinginannya
Keberdayaan pendekatan yang
terhadap
(L.09071) tenamg dan
dukungan sosial
meyakinkan
- Pernyataan
3. Agar pasien
mampu 4. Memotivasi untuk
merasa lebih
melaksanaka menentukan harapan
nyaman
n aktivitas yang realistis
membaik (3) 4. Agar pasien bisa
5. Menganjurkan
- Pernyataan menentukan
mengungkapkan
keyakina harapannya
perasaan dan presepsi
tentang kembali
kinerja peran
5. Agar pasien lebih
membaik (3)
terbuka
- Perasaan
perasaannya
tertekan
(depresi)
menurun (3)
DAFTAR PUSTAKA

Lestari. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK. Diakses pada (05-09-2021):


https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/93416/NURINDA%20FITRA
%20AYU%20LESTARI%20-%20162303101099.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Darmawan. (2017). PATOFISIOLOGI DEPRESI. Diakses pada (05-09-2021):


https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/depresi/patofisiologi

Puji. (2021). JENIS JENIS TES DEPRESI DAN PEMERIKSAAN UNTUK


MENDIAGNOSIS. Diakses pada (05-09-2021):https://hellosehat.com/mental/gangguan-
mood/tes-depresi/

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

 PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
 PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai