Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

“ASPEK NEUROBIOLOGI DAN


PSIKOFARMAKOLOGI
GANGGUAN MOOD”
SUPERVISOR PEMBIMBING
DR. ILHAMUDDIN AZIS, PH.D, SP. KJ (K)

RESIDEN PEMBIMBING
DR.MUH. WIRASTO ISMAIL

DIBAWAKAN OLEH:
FARLLY LAURELL KAUMPUNGAN
YC064212006
LATAR BELAKANG

Gangguan mood juga disebut sebagai gangguan


suasana perasaan atau gangguan afektif. Gangguan
mood adalah gangguan suasana perasaan yang
ditandai dengan peningkatan atau penurunan
perasaan, bersifat periodik dan berulang, serta
menyebabkan hendaya dalam kehidupan penderita

Sekhon S, Sekhon S, Gupta V. Mood Disorder. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558911/
LATAR BELAKANG

Gangguan mood sering terjadi pada masyarakat dan


dapat mempengaruhi individu dari berbagai usia dan
jenis kelamin. Menurut data dari WHO (World
Health Organization), lebih dari 264 juta orang
didiagnosis mengalami gangguan mood secara
global. Terdapat lebih banyak laporan kasus depresi
jika dibandingkan dengan mania. Prevalensi
gangguan mood dapat berbeda-beda pada setiap
daerah.
DEFINISI

Suasana hati didefinisikan sebagai nada perasaan yang


meresap dan berkelanjutan yang bertahan secara internal dan
yang memengaruhi hampir semua aspek perilaku seseorang
terhadap dunia luar.
Gangguan suasana hati digambarkan dengan gangguan emosi
yang nyata (rendah parah disebut depresi atau tinggi disebut
hipomania atau mania). Termasuk didalamnya adalah
gangguan bipolar, siklotimia, hipomania, gangguan depresi
mayor, gangguan disregulasi mood yang mengganggu,
gangguan depresi persisten, dan gangguan dysphoric
pramenstruasi. Ini adalah gangguan kejiwaan umum yang
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
DEFINISI

Gangguan mood adalah sebuah sindrom yang terdiri


dari sekelompok tanda dan gejala yang bertahan
selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan
yang menunjukkan penyimpangan fungsi habitual
seseorang serta memiliki kecenderungan untuk
remisi, sering dalam bentuk periodik atau siklik.
Orang normal memiliki variasi mood yang luas dan
memiliki berbagai ekspresi afektif. Pada gangguan
mood, pengendalian hilang dan terdapat pengalaman
subjektif akan adanya penderitaan yang berat

Sadock, BJ. Sadock, VA. Ruiz, P. Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 10th ed.
Belanda: Wolters Kluwer NV. 2017. Pp: 4142 – 414
DEFINISI

Menurut Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa-


III (PPDGJ III) kelainan fundamental dari kelompok
gangguan ini adalah perubahan perasaan (mood) atau
afek, biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa
anxietas yang menyertainya), atau ke arah elasi
(suasana perasaan yang meningkat).
Perubahan afek ini biasanya disertai dengan suatu
perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan
kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap
perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya
dengan perubahan tersebut
Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, DSM-5, ICD-11. 3rd ed. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya;2019. 61-3, 231-5 p
EPIDEMIOLOGI

Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar


 35 juta orang terkena depresi,
 60 juta orang terkena bipolar,
 21 juta terkena skizofrenia,
 47,5 juta terkena dimensia
Prevalensi
 Penelitian di Surabaya oleh Maramis et al (2017) menemukan
prevalensi gangguan bipolar sebesar 10,7%
 Perempuan 5,9%. > Laki-laki 4,8%

Maramis MM, Karimah A, Yulianti E, Bessing YF. Screening of Bipolar Disorders and Characteristics of Symptoms in Various
Populations in Surabaya, Indonesia. ANIMA IndonesianPsychological Journal 2017;32:90
https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jpa/article/view/Bipolar%20Disorders%20in%20Surabaya
ETIOLOGI

Etiologi dari gangguan mood bersifat multifaktorial,


melibatkan kerentanan biologis dan stressor
psikososial.
Kerentanan biologis mencakup faktor risiko genetik,
neuroanatomis, neurokimia, dan neuroimunologis

•Cook S, Saburova L, Bobrova N, Avdeeva E, Malyutina S, Kudryavtsev AV, et al. Socio-demographic, behavioural and psycho-
social factors associated with depression in two Russian cities. Journal of Affective Disorders 2021;290:202–10.
•Carvalho AF, Firth J, Vieta E. Bipolar Disorder. N Engl J Med 2020;383:58–66 .
ASPEK NEUROBIOLOGI GANGGUAN MOOD

Pafisiologi Depresi
HPA axis memegang peran penting dalam mekanisme
terjadinya depresi, dimana induksi stres atau stresor
akan mengakibatkan terjadinya hiperaktivitas dari
HPA axis. Ketika terjadi stressor, cortex cerebri akan
meneruskan impuls ke amygdala dan merangsang
hypothalamus untuk menghasilkan CRF (Corticotropin
Releasing Factor). Peningkatan CRF akan merangsang
kelenjar pituitari untuk menghasilkan ACTH yang
nantinya akan merangsang cortex adrenal untuk
menghasilan cortisol.
ASPEK NEUROBIOLOGI GANGGUAN MOOD

Peningkatan kadar cortisol akan menginhibisi


reseptor glucocorticoid di hippocampus,
hypothalamus, dan kelenjar pituitari serta
menghinhibisi reseptor mineralokortikoid pada
hippocampus. Teori ini didukung dari hasil
penelitian yang mengemukakan bahwa kadar
kortisol meningkat pada plasma, urin, dan cairan
serebrospinal pasien depresi dan terdapat pula
pembesaran ukuran dari kelenjar pituitari dan
kelenjar suprarenal (adrenal cortex).15
ASPEK NEUROBIOLOGI GANGGUAN MOOD

Gambar 1. Skema diagram


Hypothalamic-Pituitary-
Adrenal Axis (HPA System)
terkait mekanisme
terjadinya depresi. CRF
(Corticotropin Releasing
Factor), ACTH
(Adrenocorticotropic
Hormone), GRs
(Glucocorticoid Receptors),
MRs (Mineralocorticoid
Receptors)15

Maria S, Elena A, Petr A. 2018. Genetics Factors in Major Depression Disease. Front Psychiatry. V 9. DOI:
10.3389/fpsyt.2018.00334
ASPEK NEUROBIOLOGI GANGGUAN MOOD

Depresi telah dikaitkan dengan masalah atau


ketidakseimbangan di otak, khususnya dengan
neurotransmitter serotonin, dopamin, norepinefrin,
GABA, dan glutamat. Sangat sulit untuk mengukur
tingkat neurotransmiter di otak seseorang dan
aktivitasnya. Diketahui bahwa obat antidepresan
yang digunakan untuk mengobati gejala depresi
bekerja pada neurotransmiter khusus ini dan
reseptornya.16

Jerry J. Pathophysiology Depression, Medscape [Online]. 2018. Available at https


://emedicine.medscape.com/article/286759 overview#a3
ASPEK NEUROBIOLOGI GANGGUAN MOOD

Penelitian terbaru juga


menunjukkan bahwa
neurotransmiter lain
seperti norepinefrin,
asetilkolin, glutamat, dan
asam Gamma-aminobutyric
(GABA) juga dapat
berperan dalam gangguan
depresi namun diperlukan
lebih banyak lagi penelitian Gambar 2. Jalur
untuk memahami peran neurotransmitter yang berperan
dalam gangguan depresi.18
neurotransmitter dalam
proses depresi.18
Michael T, Diego A. 2014. Imaging the Pathophysiology of Major Depressive Disorder – From Localist Models to Circuit-Based
Analysis. Biology of Mood and Anxiety Disorder. Biomed Central. 4:5. Available at
http://www.biolmoodanxietydisord.com/content/4/1/5
ASPEK NEUROBIOLOGI GANGGUAN MOOD

Gejala Klinis
Gejala depresi pada setiap orang bisa berbeda-beda.
Hal ini bergantung pada berat atau ringannya gejala.
Gejala yang ditemui pada pasien depresi terdiri atas
 gejala afek/emosional,
 gejala fisik, dan
 gejala kognitif.
ASPEK NEUROBIOLOGI GANGGUAN MOOD

Gangguan afektif bipolar dianggap sebagai proses


multi faktorial. Secara biologis dikaitkan dengan
faktor genetik, faktor prenatal, faktor biokimiawi
(gangguan neurotransmitter), dan faktor
neuroanatomis sedangan secara psikososial
dikaitkan dengan peristiwa stress.

Alifsa AM, Santoso MI. Gambaran Karakteristik Narapidana Gangguan Bipolar Description of The Characteristics
of Bipolar Disorder Contents. 2021;1(2):11
ASPEK NEUROBIOLOGI GANGGUAN MOOD

Sejumlah neurotransmitter yang secara umum


dikaitkan dengan gangguan mood adalah dopamin,
serotonin, epinefrin, dan norepinefrin. Hipotesis
yang sering digunakan adalah episode mania yang
dapat terjadi ketika kadar epinefrin dan norepinefrin
terlalu tinggi, serta terjadi peningkatan dopamin.

Ayano G. Bipolar Disorder: A Concise Overview of Etiology, Epidemiology Diagnosis and Management: Review of
Literatures. SOJ Psychol. 2016;3(1):1-8
ASPEK NEUROBIOLOGI GANGGUAN MOOD

Peningkatan neurotransmitter dapat dihubungkan


dengan penggunaan obat-obatan yang digunakan
untuk mengobati depresi dan penyalahgunaan obat-
obatan (misalnya kokain), hal ini dapat memicu
peningkatan serotonin, epinefrin, atau dopamin,
yang berpotensi untuk menyebabkan episode
mania.14

Ayano G. Bipolar Disorder: A Concise Overview of Etiology, Epidemiology Diagnosis and Management: Review of
Literatures. SOJ Psychol. 2016;3(1):1-8
ASPEK NEUROBIOLOGI GANGGUAN MOOD

Adapun manifestasi klinis yang muncul pada episode


mania adalah:
 Peningkatan mood yang seperti euphoria atau irritable yang
persisten .
 Peningkatan kepercayaan diri yang berlebihan .
 Penurunan kebutuhan untuk tidur
 Penurunan nafsu makan .
 Agitasi psikomotor
 Flight of ideas
ASPEK NEUROBIOLOGI GANGGUAN MOOD

Gambar 3. Patogenesis Gangguan Afektif Bipolar


ASPEK PSIKOFARMAKOLOGI GANGGUAN MOOD

Depresi
 menggunakan obat antidepresan
 meghambat “re-uptake amnergic neurotransmitter”
 menghambat penghancuran oleh enzim “monoamine oxidase”,
 Sehingga terjadi peningkatan jumlah “aminergic neurotrasmitter”
pada celah sinap neuron.
 meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.
ASPEK PSIKOFARMAKOLOGI GANGGUAN MOOD

Fase pengobatan sesuai dengan perjalanan gangguan


depresif:
 Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala
 Fase ini berlangsung 6 sampai 8 minggu. Pengobatan pada fase
ini bertujuan untuk mencapai masa remisi (tidak ada gejala).
 Fase kelanjutan untuk mencegah relaps
 Fase ini berlangsung selama 4 sampai 9 bulan setelah mencapai
remisi. Pengobatan pada fase ini bertujuan untuk
menghilangkan gejala sisa atau mencegah kekambuhan kembali.
 Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren
 Fase ini berlangsung 12 sampai 36 bulan. Pengobatan pada fase ini
tujuannya untuk mencegah kekambuhan kembali
Pembagian obat antidepresan dibedakan
berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu:
 Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI),
 Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI),
 Inhibitor Monoamin Oksidase,
 Trisiklik dan tetrasiklik,
 Atypical antidepressants dan antidepresan lainnya.
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
 secara spesifik menghambat pengangkut serotonin (serotonin
transporter, SERT)
 memiliki sensitivitas terhadap pengangkutan serotonin sebanyak
300 hingga 3000 kali lebih besar dibanding pengangkut
noerepinefrin
 Ex: fluoksetin, sertralin, sitalopram, paroksetin, fluvoksamin,
dan esitalopram
 Indikasi primer SSRI adalah untuk depresi, yang sama efektifnya
dengan antidepresan trisiklik
Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor
(SNRI)
 bekerja dengan melakukan pengangkutan serotonin dan
norepineprin
 Ex: venlafaxine, duloxetine, desvenlafaxine, milnacipran,
levomilnacipran17
Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
 Pada jaringan syaraf, sistem enzim ini mengatur dekomposisi
metabolik katekolamin dan serotonin.
 MAOI hepatic menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau
yang masuk melalui saluran cerna ke dalam sirkulasi portal
(misalnya tiramin).
 Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi
atipikal
 Juga untuk penderita yang tidak berespon terhadap terapi
antidpresif lainnya
Anti Depresan lainnya
 merupakan obat yang lebih baru. Beberapa contoh obat golongan
ini adalah:
 Bupoprion: memiliki efek terapetik yang hampir sama
dengan SSRI dengan efek samping yang lebih minimal
 Mitrazapin
 Nefazodon: tidak direkomendasikan karena efek
hepatotoksisitas
ASPEK PSIKOFARMAKOLOGI GANGGUAN MOOD

Manajemen farmakologis pada penderita gangguan


afektif bipolar secara umum terbagi dua,
 fase akut fokus terhadap episode akut (mania, hipomania atau
depresi) yang dialami.
 terapi pemeliharaan fokus dalam mencegah rekurensi dari episode
akut tersebut.
ASPEK PSIKOFARMAKOLOGI GANGGUAN MOOD

Terapi utama untuk episode mania pada ganggun


bipolar ialah agen mood stabilizer atau antipsikotik,
atau kombinasi keduanya.
Antidepresan dapat digunakan bersama mood
stabilizer untuk mengurangi resiko terjadinya
perubahan suasana hati menjadi mania dan setelah
pasien gagal merespon terapi dengan mood stabilizer
ASPEK PSIKOFARMAKOLOGI GANGGUAN MOOD

Mood stabilizer
 Pilihan pertama yang digunakan dalam mengobati gangguan
bipolar ialah mood stabilizer
 Ex: litium, asam valproat, karbamazepin dan lamotrigin.
 Lithium menjadi terapi baku emas untuk gangguan bipolar,
dengan penggunaan jangka panjang memberikan penurunan
risiko bunuh diri. 50-70% pasien yang diberikan obat lithium
menunjukkan penurunan pada episode mania
ASPEK PSIKOFARMAKOLOGI GANGGUAN MOOD

Antipsikotik
 antipsikotik atipikal memiliki beberapa efikasi untuk gangguan
bipolar karena adanya efek antimania
 Kombinasi antara mood stabilizer dan antipsikotik memberikan
respon yang lebih baik dibandingkan dengan monoterapi.
 Ex: risperidone, olanzapine, quetiapine, ziprasidone, aripiprazole,
lurasidone dan asenapine.
ASPEK PSIKOFARMAKOLOGI GANGGUAN MOOD

Antidepresan
 Penggunaan antidepresan sebagai monoterapi berkaitan dengan
peningkatan resiko episode mania pada pasien bipolar.
 Namun, tidak terdapat adanya resiko episode mania pada pasien
yang menggunakan antidepresan bersamaan dengan mood
stabilizer.
ASPEK PSIKOFARMAKOLOGI GANGGUAN MOOD
KESIMPULAN

Ulasan ini bertujuan untuk menggambarkan aspek


neurobiologis dan psikofarmakologi gangguan mood
sehingga menambah dan melengkapi literatur yang
ada dimana penyebab gangguan mood bersifat
multifaktorial, melibatkan kerentanan biologis dan
stressor psikososial. Kerentanan biologis mencakup
faktor risiko genetik, neuroanatomis, neurokimia,
dan neuroimunologis.
KESIMPULAN

Aspek neurobiologi dan psikofarmakologi


memainkan peran yang sangat penting dalam
patofisiologi gangguan mood. Dalam pengobatan
gangguan mood sangat penting bagi pasien dan
professional kesehatan untuk mempertimbangkan
kedua aspek tersebut dalam memilih pengobatan
yang paling tepat dan efektif. Pengetahuan tentang
patofisiologi gangguan mood juga sangat penting
dalam merancang penelitian selanjutnya dalam
pengembangan terapi dan pengobatan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai