Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

IDENTIFIKASI GANGGUAN BIPOLAR TIPE 1 DAN TIPE 2

1
BAB I
Pendahuluan

Latar belakang

Gangguan mood bipolar (GB) sudah dikenai sejak zaman Yunani kuno. Emil
Kraepelin, seorang psikiater Jerman, menyebut GB sebagai manik-depresif karena adanya
perbedaan antara manic - depresif dengan skizofrenia. Awitan manik-depresif sifatnya
mendadak dan perjalanan penyakitnya berfluktuasi dengan keadaan yang relatif normal di
antara episode, terutama di awal-awal perjalanan penyakit. Sebaliknya, pada skizofrenia, bila
tidak diobati, terdapat penurunan yang progresif tanpa kembali ke keadaan sebelum sakit.1

Gangguan bipolar berarti adanya pergantian antara episode manik atau hipomanik
dengan depresi. Pasien gangguan bipolar tidak selalu merupakan dua emosi yang berlawanan
dari suatu waktu yang berkesinambungan. Kadang-kadang pasien bisa memperlihatkan dua
dimensi emosi yang muncul bersamaan, pada derajat berat tertentu. Keadaan ini disebut
dengan episode campuran. Sekitar 40% pasien dengan GB memperlihatkan campuran emosi.
Keadaan campuran yaitu suatu kondisi dengan dua emosi tersebut dapat muncul bersamaan
atau pergantian emosi tersebut (mania dan depresi) sangat cepat sehingga disebut juga mania
disforik.1

Ada empat jenis gangguan bipolar tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu gangguan bipolar I, gangguan bipolar II,
gangguan siklotimia, dan gangguan bipolar yang tak dapat dispesifikasikan.1-3

Gangguan bipolar sudah semakin baik dikenali, dikarenakan oleh sudah semakin
baiknya identifikasi terhadap gangguan bipolar tipe 2 yang memiliki episode depresi dan
episode hipomanik, tidak seperti gangguan bipolar 1 yang memiliki episode depresi, manik,
dan dapat juga ditemukan adanya episode hipomanik selama perjalanan penyakitnya.4

Gangguan bipolar ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, yang
sifatnya episodik, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Angka mortalitas
pada gangguan bipolar disebabkan oleh seringnya terjadi komorbiditas dengan penyakit fisik,
misalnya, dengan diabetes melitus, penyakit jantung koroner, dan kanker, dapat juga terjadi
komorbiditas dengan penyakit psikiatrik lainnya misalnya, dengan ketergantungan zat dan

2
alkohol yang juga turut berkontribusi dalam meningkatkan mortalitas. Selain itu, tingginya
mortalitas juga dapat disebabkan oleh bunuh diri. Sekitar 25% penderita gangguan bipolar
pemah melakukan percobaan bunuh diri, paling sedikitsatu kali dalam kehidupannya. Oleh
karena itu, penderita gangguan bipolar harus diobati dengan segera dan mendapat
penanganan yang tepat.1,2

Epidemiologi

The World Mental Health Survey Initiative yang melakukan penelitian dengan jumlah
subjek sebanyak 61.392 subjek, pada sembilan negara di Amerika Utara dan Amerika
Selatan, Eropa, dan Asia melaporkan prevalensi gangguan bipolar selama masa hidup 12
bulan adalah 0,4% untuk gangguan bipolar 1 dan 0,3% untuk gangguan bipolar 2.5,6

Kejadian gangguan bipolar 1 cenderung seimbang antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan. Pada gangguan bipolar 2, angka prevalensi ditemukan lebih tinggi pada jenis
kelamin wanita. Diperkirakan adanya pengaruh hormonal, efek melahirkan, dan perbedaan
stressor psikososial pada wanita sehingga prevalensi gangguan bipolar 2 lebih tinggi pada
perempuan. Episode manik lebih umum didapatkan pada laki-laki, dan episode depresi lebih
umum didapatkan pada perempuan. Jika pada jenis kelamin perempuan menunjukkan gejala
manik, seringkali gejala tersebut adalah gejala campuran manik dengan depresi dan gambaran
campuran ini lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
Perempuan juga lebih sering mengalami siklus yang cepat (ada 4 atau lebih episode manik
dalam setahun) dibandingkan dengan laki-laki.3

Epidemiologi Penelitian melaporkan usia rata-rata saat onset 21 tahun untuk


gangguan bipolar. Ketika studi meneliti usia saat onset yang bertingkat menjadi interval 5
tahun, usia puncak pada timbulnya gejala pertama jatuh antara usia 15 dan 19, diikuti oleh
usia 20 - 24. Penelitian yang mengikuti kohort keturunan pasien dengan gangguan bipolar
dapat membantu untuk mengklarifikasi tanda-tanda awal pada anak-anak. Penelitian pada
orang kembar memperkuat bukti gangguan bipolar terkait genetik. Onset mania setelah usia
60 lebih mungkin untuk dihubungkan dengan diidentifikasi faktor medis umum, termasuk
stroke atau lainnya pusat sistem saraf lesi.3

BAB II
Pembahasan
3
Definisi

Secara definisinya, gangguan bipolar adalah gangguan mood yang sifatnya episodik
berulang (sekurang-kurangnya 2 episode) dan memiliki gejala hipomanik, manik, depresi,
ataupun campuran. Biasanya akan ada fase penyembuhan diantara episode dimana gejala-
gejala diatas tidak tampak lagi dan mood dari pasien menjadi normal, tetapi bisa muncul
kekambuhan lagi. Menurut PPDGJ III, episode manik biasanya muncul tiba-tiba berlangsung
selama 2 minggu dan bisa hingga 4-5 bulan, sedangkan untuk episode depresi cenderung
berlangsung lebih lama dengan rata-ratanya selama 6 bulan, jarang sekali ada episode depresi
yang berlangsung selama 1 tahun.7,8

Gangguan Bipolar I adalah suatu perjalanan klinis yang dikarakteristikkan oleh


terdapatnya satu atau lebih episode manik atau campuran, dimana individu tersebut juga
mempunyai satu atau lebih episode depresi mayor. Kekambuhan ditunjukkan oleh
perpindahan polaritas dari episode atau terdapatnya interval diantara episode-episode paling
sedikit 2 bulan tanpa adanya gejala-gejala mania. 1

Etiologi

Etiologi secara pasti dari gangguan bipolar masih belum di ketahui secara pasti namun
masih terus dilakukan penelitian dan dikembangkan teori-teori yang mungkin dapat
mendukung terjadinya gangguan bipolar. Beberapa teori yang sudah ada yaitu:5

A. Dysregulation Theory, mood diatur oleh beberapa mekanisme homeostatis.


Kegagalan komponen homeostasis ini dapat menyebabkan ekspresi mood tersebut
melebihi batasnya yang di identifikasi sebagai simptom mania dan depresi. Pendapat
lain menyatakan bahwa hiperaktivitas pada sirkuit yang memediasi mania atau
depresi dapat memunculkan perilaku terkait dengan keadaan mood tersebut.
B. Chaotic Attractor Theory, Perjalanan pernyakit gangguan bipolar tidak dapat di
prediksi. Defek biokimia menyebabkan disregulasi sintesis neurotransmiter. Bentuk
disregulasinya konsisten tetapi manifestasi simptom, baik mania atau pun depresi
bergantung kondisi lingkungan dan fisiologis saat itu.
C. Kindling Theory, beberapa gangguan pskiatri disebabkan oleh perubahan biokimia
subklinis yang kumulatif di sistem limbik. Progresivitas kumulatif ini menyebabkan

4
neuron semakin mudah tereksitasi sehingga, akhirnya, simptom dapat diobservasi
secara klinis. Model kindling ini menjelaskan perubahan dan progresifnya gangguan
bipolar sepanjang waktu. Akibatnya, peningkatan beratnya derajat dan frekuensi
episode dapat terjadi dengan semakin lanjutnya usia.
D. Catecholamine Theory, abnormalitas noradrenergik yang menonjol dan diukur
dengan konsentrasi norepinefrin dan hasil metabolitnya yaitu MHPG. Kadar MHPG
dalam urin lebih rendah pada depresi bipolar bila dibandingkan dengan pada depresi
unipolar. Pada mania, konsentrasi norepinefrin dan MHPG dalam cairan
serebrospinal lebih tinggi. Tidak ada bukti yang jelas mengenai peran katekolamin
lainnya pada gangguan bipolar. Kadar serotonin rendah dan terdapat gangguan pada
transporter serotonin. Konsentrasi HVA dalam cairan serebrospinal, metabolit utama
dopamin, juga rendah. Peran sistem kolinergik pada gangguan bipolar tidak begitu
jelas. Tidak ada bukti yang kuat mengenai abnormalitas kolinergik.
E. The HPA Axis Theory, terdapat hubungan yang kuat antara hiperaktivitas aksis HPA
dengan gangguan bipolar. Hubungan tersebut terlihat pada episode campuran dan
depresi bipolar tetapi kurangnya ada bukti dalam klasik mania.
F. Protein Signaling Theory, abnormalitas dalam sinyal kalsium berperanan dalam
gangguan bipolar, jalur protein G, dan jalur protein kinase C (PKC). Bukti yang
mendukung peran G protein lebih banyak bila dibandingkan dengan yang
mendukung peran PKC. Sistem ini dikaitkan dengan “Cellylar Cogwheels”. Ia
berfungsi mengintegrasikan input dan output biokimia kompleks dan mengatur
mekanisme umpan balik. Sistem ini berperan mempertahankan plastisitas dan
memori seluler.
G. Cacium Signaling Theory, abnormalitas pada sinyal kalsium berperan pada gangguan
bipolar. Pada gangguan bipolar terdapat peningkatan kadar kalsium intraseluler. Obat
yang menghambat saluran kalsium berfungsi efektif dalam mengobati gangguan
bipolar.
H. Neuroanatomical Theories: cellular resiliency. Terdapat penurunan dalam volume
SSP dan jumlah sel, neuron, dan atau glial dalam gangguan mood. Ditemukan adanya
protein sitoprotektif di korteks frontal. Litium dan satbilisator mood lainnya
meningkatkan kadar protein ini. Computed axial tomography (CAT) dan Magnetic
resonance imaging (MRI) menunjukkan adanya hiperintensitas abnormal di regio
subkorteks, misalnya regioperiventrikular, ganglia basalis, dan talamus pada pasien
depresi. Pada pasien dengan gangguan bipolar-I, usia lanjut, juga teruhat adanya
5
hiperintensitas ini menunjukan terjadinya neurodegenarasi akibat berulangnya episod
mood. Pelebaran ventrikel, atropi korteks, dan melebarnya sulkus juga dilaporkan
pada pasien depresi juga terlihat pengurangan volume hipokampus dan nukleus
kaudatus. Atropi yang difus dikaitkan dengan beratnya penyakit, seringnya
bipolaritas dan tingginya kadar kortisol. Penelitian pada pasien dengan depresi yang
menggunakan positron emission tomography (PET) menunjukkan adanya penurunan
metabolisme otak anterior terutama atau lebih menonjol di sisi kiri. Depresi dikaitkan
dengan peningkatan relatif aktivitas hemisfer nondominan.
I. Genetic and Familial Theories. Studi anak kembar, adopsi, dan keluarga
menunjukkan bahwa gangguan bipolar adalah diturunkan. Konkordans untuk kembar
monozigot adalah 70%-90% dan pada kembar dizigot adalah 16%-35%. Faktor risiko
pada saudara kandung adalah empat-enam kali lebih tinggi bila dibandingkan
populqsi umum. Telah diidentifikasi berbagai kromosom. Kromosom 18q dan 22q
merupakan dua regio yang terkait dengan gangguan bipolar. Bukti studi linkage pada
18q berasal dari saudara kandung dengan gangguan bipolar-II dan dari keluarga yang
mempunyai riwayat dengan gangguan panik.

Faktor psikososial

Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang. Penelitian telah
membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam Gangguan perkembangan
bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan psikososial dari pasien
dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stress yang menyertai
episode pertama dari Gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan biologik otak yang
bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan
fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan
mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhir
perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi
untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal.3,4

Gambaran Klinik dan Kriteria Diagnostik Gangguan Bipolar 1

6
Untuk diagnosis gangguan bipolar 1, kriteria episode mania harus dipenuhi. Episode
mania dapat diikuti atau didahului oleh episode hipomania atau depresi mayor5,9

Episode mania: 5,9


A. Pada periode tertentu, dapat ditemukan adanya elasi mood, ekspansif, ataupun
iritabel, dan terdapat peningkatan aktivitas yang bertujuan atau adanya
peningkatan energi. Ciri diatas bersifat abnormal dan biasanya disadari oleh
orang-orang disekitar pasien meskipun pasien tidak meyadari perubahan pada
dirinya, dan perubahan tersebut bisa menetap paling sedikit selama satu minggu,
hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari (atau waktunya bisa kurang dari 1
minggu apabila pasien sedang dalam proses perawatan).
B. Selama periode peningkatan energi atau aktivitas, ada tiga atau lebih simtom
dibawah ini (empat bila mood iritabel) menetap dengan derajat yang signifikan
dan menunjukkan perubahan perilaku yang berbeda dari biasanya.
1. Grandiosita atau meningkatnya rasa percaya diri.
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya merasa segar dengan hanya
tidur tiga jam).
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau ada desakan untuk tetap
berbicara.
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikiran yang
berlomba.
5. Distraktibilitas yang dilaporkan atau diobservasi. (misalnya, perhatian
mudah teralihkan karena ada stimulus eksternal yang tidak relevan).
6. Meningkatnya aktivitas yang diarahkan ke tujuan (baik secara sosial,
pekerjaan, sekolah, atau seksual) atau agitasi psikomotor.
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang berpotensi tinggi
berdampak merugikan.
C. Gangguan mood sangat berat sehingga menyebabkan hendaya nyata dalam fungsi
sosial dan pekerjaan atau memerlukan perawatan untuk menghindari melukai diri
sendiri atau orang lain, atau adanya gambaran psikotik.
D. Episode yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik suatu zat atau kondisi
medik lainnya.

Episode Hipomania: 5,9


7
A. Dalam periode tertentu, secara abnormal dan menetap, terdapat mood yang elasi,
ekspansif atau iritabel serta terdapat peningkatan aktivitas dan energi yang
berlangsung paling sedikit empat hari berturut-turut, terdapat hampir sepanjang
hari dan hampir setiap hari.
B. Selama periode peningkatan energi atau aktivitas, ada tiga atau lebih simtom yang
didapatkan dari tujuh simtom episode mania diatas (empat bila mood iritabel)
menetap dengan derajat yang signifikan dan menunjukkan perubahan perilaku
yang berbeda dari biasanya, dan terlihat dalam derajat yang cukup bermakna.
C. Episode yang terjadi dikaitkan dengan perubahan dalam fungsi yang tidak khas
bagi orang tersebut ketika ia dalam keadaan tidak ada gejala.
D. Perubahan mood dan fungsi tersebut dapat terlihat oleh orang lain.
E. Episode yang terjadi tidak cukup berat untuk menyebabkan hendaya yang jelas
dalam fungsi sosial ataupun pekerjaan. Bila ada gambaran psikotik, episode yang
terjadi sesuai dengan definisi adalah episode mania.
F. Episode yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik dari suatu zat.

Episode Depresi Mayor: 5,9


A. Ada lima atau lebih gejala berikut, terjadi setidaknya selama dua minggu dan
memperlihatkan terjadinya perubahan dari fungsi sebelumnya. Harus terdapat
salah satu dari gejala (1) mood depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang.
1. Mood depresi terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang
ditunjukkan oleh laporan subjektif (misalnya, rasa sedih, hampa, tidak ada
harapan), atau yang dapat diobservasi orang lain (misalnya, menangis).
2. Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua, atau
hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang diet, atau ada
peningkatan berat badan. Penurunan atau peningkatan selera makan
hampir setiap hari, juga dapat timbul.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari.
6. Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari.
7. Rasa tidak berharga yang berlebihan atau rasa bersalah yang tidak sesuai
hampir setiap hari.

8
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, ragu-ragu,
hampir setiap hari.
9. Berulangnya pikiran tentang kematian, berulangnya ide bunuh diri tanpa
rencana spesifik, atau tindakan bunuh diri atau rencana spesifik untuk
melakukan bunuh diri.
B. Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
hendaya bagi individu untuk melakukan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja,
bersosialisasi.
C. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik dari suatu zat atau kondisi medik
lainnya.

Untuk diagnosis gangguan bipolar 1, paling tidak harus ada satu episode manik sesuai
dengan kriteria episode manik diatas. Episode manik dan episode depresif mayor tidak
menunjukkan gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizoneiform, gangguan waham,
spektrum skizofrenia tidak spesifik atau spesifik lainnya, dan gangguan psikotik lain.
Penentuan diagnosis gangguan bipolar 1 adalah berdasarkan bentuk episode saat ini atau
episode paling akhir dan statusnya sesuai dengan beratnya episode saat ini (misalnya
gangguan bipolar 1 episode kini manik).5

Gambaran Klinis dan Kriteria Diagnostik Gangguan Bipolar 2


Untuk mendiagnosis gangguan bipolar 2, ada kriteria episode hipomanik yang terjadi
saat ini atau pernah terjadi sebelumnya dan kriteria episode depresif yang terjadi saat ini atau
pernah terjadi sebelumnya. Kedua episode ini harus dipenuhi sesuai dengan kriterianya.5

Episode Hipomania:5,9
A. Dalam periode tertentu, secara abnormal dan menetap, terdapat mood yang elasi,
ekspansif atau iritabel serta terdapat peningkatan aktivitas dan energi yang
berlangsung paling sedikit empat hari berturut-turut, terdapat hampir sepanjang hari
dan hampir setiap hari.
B. Selama periode peningkatan energi atau aktivitas, ada tiga atau lebih simtom yang
didapatkan dari tujuh simtom episode mania diatas (empat bila mood iritabel)
menetap dengan derajat yang signifikan dan menunjukkan perubahan perilaku yang
berbeda dari biasanya, dan terlihat dalam derajat yang cukup bermakna.
1. Grandiositas atau meningkatnya percaya diri.
9
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misal, merasa segar dengan hanya tidur tiga
jam).
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk tetap berbicara.
4. Loncat gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikiran berlomba.
5. Distraktibilitas (misal, perhatian mudah teralih karena adanya stimulus
eksternal yang tidak relevan).
6. Peningkatan dalam aktivitas yang diarahkan ke tujuan (baik sosial, pekerjaan,
sekolah, atau seksual).
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang berpotensi tinggi
menimbulkan kerugian.
C. Episode yang terjadi dikaitkan dengan perubahan dalam fungsi yang tidak khas bagi
orang tersebut ketika ia dalam keadaan tidak ada gejala.
D. Perubahan mood dan fungsi tersebut dapat terlihat oleh orang lain.
E. Episode yang terjadi tidak cukup berat untuk menyebabkan hendaya yang jelas dalam
fungsi sosial ataupun pekerjaan. Bila ada gambaran psikotik, episode yang terjadi
sesuai dengan definisi adalah episode mania.
F. Episode yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik dari suatu zat.

Episode Depresi Mayor: 5,9


A. Ada lima atau lebih gejala berikut, terjadi setidaknya selama dua minggu dan
memperlihatkan terjadinya perubahan dari fungsi sebelumnya. Harus terdapat salah
satu dari gejala (1) mood depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang.
1. Mood depresi terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang
ditunjukkan oleh laporan subjektif (misalnya, rasa sedih, hampa, tidak ada
harapan), atau yang dapat diobservasi orang lain (misalnya, menangis).
2. Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua, atau
hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang diet, atau ada
peningkatan berat badan. Penurunan atau peningkatan selera makan hampir
setiap hari, juga dapat timbul.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor gampir setiap hari.
6. Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari.

10
7. Rasa tidak berharga yang berlebihan atau rasa bersalah yang tidak sesuai
hampir setiap hari.
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, ragu-ragu, hampir
setiap hari.
9. Berulangnya pikiran tentang kematian, berulangnya ide bunuh diri tanpa
rencana spesifik atau adanya rencana spesifik.
B. Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
hendaya bagi individu untuk melakukan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja,
bersosialisasi.
C. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik dari suatu zat atau kondisi medik lainnya.

Diagnosis Gangguan Bipolar 2


Untuk mengakkan diagnosis gangguan bipolar 2, setidaknya harus terpenuhi satu
episode hipomanik sesuai dengan kriteria-kriteria diatas dan satu episode depresi mayor
sesuai dengan kriteria-kriteria diatas. Gangguan bipolar 2 tidak mengalami episode manik,
berbeda dengan gangguan bipolar 1 yang mengalami episode manik, gangguan bipolar 2
hanya mengalami episode hipomanik dan episode depresi mayor. Episode hipomanik dengan
manik juga dapat dibedakan, dimana episode hipomanik tidak seberat episode mania,
sehingga pada hipomanik tidak cukup berat untuk menyebabkan hendaya yang jelas dalam
fungsi sosial, maupun pekerjaan bagi pasien. Keberadaan episode hipomanik juga lebih
singkat dibandingkan episode manik, dimana episode hipomanik berlangsung terus-menerus
selama paling sedikit 4 hari, dan episode manik berlangsung terus-menerus selama paling
sedikit 7 hari.5
Perlu diketahui juga bahwa episode hipomanik dan episode depresi mayor yang
dialami pasien tidak menjelaskan gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan waham, atau spektrum skizofrenia tidak spesifik atau spesifik
lainnya dan gangguan psikotik lainnya.5

Pemeriksaan Tambahan Lainnya


Selain mendapatkan informasi lengkap dari anamnesis yang lengkap dan
memperhatikan gejala klinis yang dialami pasien, ada beberapa pemeriksaan tambahan yang
dianjurkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Jiwa. Diantaranya adalah permeriksaan berat badan, tinggi badan, BMI, lingkar
pinggang. Pemeriksaan tersebut dapat berguna untuk melihat apakah status gizi pasien
11
terpengaruh atau tidak, atau apakah ada penurunan atau peningkatan berat badan akibat dari
episode depresi mayor yang dialami pasien. Pemeriksaan laboratorium juga dapat diperiksa,
untuk melihat kadar litium plasma apabila pasien pernah mendapatkan pengobatan dengan
litium, pemeriksaan fungsi liver, profil lipid, fungsi ginjal, dan glukosa sewaktu, dapat
diperiksakan sesuai kebutuhan dan berguna untuk mengidentifikasi apabila ada penyakit lain
yang komorbid dengan gangguan bipolar. Jika ditemukan adanya penyakit yang komorbid
dengan gangguan bipolar, maka penyakit tersebut harus ditangani agar perjalanan penyakit
tidak semakin memburuk.10
Pemeriksaan tambahan menggunakan instrumen seperti kuesioner juga dapat
dilakukan apabila dibutuhkan. Pemeriksaan seperti Young Mania Rating Scale (YMRS),
Montgomery-Asberg Depression Rating Scale (MADRS), Mood Disorder Questionnaire
(MDQ), dan Positive and Negative Syndrome Scale – Excited Component (PANSS-EC).10

Tata Laksana Gangguan Bipolar


Dalam mengobati pasien dengan gangguan bipolar, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yang meliputi keamanan pasien. Selain itu, perlu mengevaluasi diagnosis secara
seksama. Terapi yang diberikan harus komrehensif yaitu meliputi farmakoterapi,
psikoedukasi, psikoterapi dan rehabilitasi. Peristiwa-peristiwa kehidupan yang bersidat
stresor harus pula diatasi karena stresor dapat menjadi faktor pencetus terjadinya
kekambuhan. Karena gangguan bipolar merupakan penyakit kronik, mengedukasi pasien dan
keluarganya tentang penatalaksanaan jangka panjang perlu dilakukan.5

Farmakoterapi
Farmakoterapi untuk gangguan bipolar mengikuti rekomendasi dari The Canadian
Network for Mood and Anxiety Treatments (CANMAT) dan International Society for Bipolar
Disorders (ISBD). Litium, valproat, dan beberapa antipsikotika atipik tetap terletak di lini
pertama untuk mania akut. Asenapin monoterapi, paliparidon extended release (ER) dan
divalproat ER sebagai terapi tambahan pada asenapin juga terletak di lini pertama. Hampir
semua pasien memerlukan stabilisator mood untuk mengatasi episod mood yang terjadi dan
sebagian besar memerlukan satu atau lebih stabilisator mood. Saat ini, ada empat jenis obat
yang dikategorikan sebagai stabilisator mood yaitu litium, valproat, lamotrigin dan
karbamazepin.5
Litium (tahun 1949) merupakan obat pertama yang dinyatakan efektif untuk
mengobati gangguan bipolar pada fase mania akut. Beberapa tahun kemudian, hingga saat ini
12
litium digunakan juga untuk fase rumatan. Kemudian, antikonvulsan yaitu asam valproat dan
karbamazepin juga disetujui oleh FDA, USA, untuk mania akut. Lamotrigin juga suatu
antikonvulsan yang diseujui FDA untuk gangguan bipolar, episode depresi.5
Masing-masing farmakoterapi untuk gangguan bipolar 1 dan bipolar 2 memiliki
pilihannya tersendiri. Dari pilihan farmakoterapi lini 1, 2, dan 3 berdasarkan CANMAT dan
ISBD tahun 2013. Pilihan Farmakoterapi untuk gangguan bipolar I dijabarkan sebagai
berikut:5
A. Rekomendasi Farmakologi Untuk Gangguan Bipolar 1, Mania Akut.
1. Lini I: Monoterapi dengan litium, divalproat, divalproat ER, Olanzapin,
risperidon, quetiapin XR, aripiprazol, ziprasidon, asenapin, paliperidon ER.
Dapat juga diberikan terapi tambahan untuk pemberian litium atau divalproat
dengan tambahan risperidon, quetiapin, olanzapin, aripiprazol, atau asenapin.
2. Lini II: Monoterapi dengan karbamazepin, karbamazepin ER, ECT, atau
haloperidol. Terapi kombinasi antara litium + divalproat.
3. Lini III: Monoterapi klorpromazin, klozapin, okskarbazepin, tamoksifen, atau
cariprazin. Terapi kombinasi dapat dipilih antara litium atau divalproat +
haloperidol, litium + karbamazepin, tambahan tamoksifen.
B. Rekomendasi Farmakologi Untuk Gangguan Bipolar 1, Depresi Akut.
1. Lini I: Monoterapi dengan litium, lamotrigin, quetiapin, atau quetiapin XR.
Terapi kombinasi antara litium atau divalproat + SSRI, pilihan lainnya adalah
olanzapin + SSRI, litium + divalproat, litium atau divalproat + bupropion.
2. Lini II: Monoterapi divalproat, atau lurasidon. Pilihan terapi kombinasi adalah
quetiapin + SSRI, tambahkan modafinil. Pilihan lainnya adalah Litium atau
divalproat + lamotrigin, litium atau divalproat + lurasidon.
3. Lini III: Monoterapi karbamazepin, olanzapin, atau ECT. Terapi kombinasi
dengan litium + karbamazepin, litium + pramipeksol, litium atau divalproat +
venlafaksin, Litium + MAOI, litium atau divalproat atau APG II + TCA,
litium atau divalproat atau karbamazepin + SSRI + lamotrigin, quetiapin +
lamotrigin.

C. Rekomendasi Farmakologi Untuk Gangguan Bipolar 1, Rumatan.


1. Lini I: Monoterapi litium, lamotrigin (efikasi terbatas untuk mencegah mania),
divalproat, olanzapin, quetiapin, risperidon LAI, aripiprazol. Terapi tambahan

13
dengan litium atau divalproat, daitambahkan quetiapin, risperidon LAI,
aripiprazol, atau ziprasidon.
2. Lini II: Monoterapi dengan karbamazepin, atau paliperidon ER. Terapi
kombinasi litium + divalproat, litium + karbamazepin, litium atau divalproat +
olanzapin, litium + risperidon, litium + lamotrigin, olanzapin + fluoksetin.
3. Lini III: Monoterapi dengan asenapin. Terapi tambahan dapat diberikan
fenitoin, klozapin, ECT, topiramat, asam lemak omega-3, oksikarbazepin,
gabapentin.

Pilihan terapi farmakologi untuk gangguan bipolar II sesuai dengan CANMAT dan
ISBD tahun 2013 adalah sebagai berikut:5
A. Rekomendasi Farmakologi Untuk Gangguan Bipolar II, Depresi Akut.
1. Lini I: Quetiapin atau quetiapin XR.
2. Lini II: Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + AD, litium
divalproat, APG II + AD.
3. Lini III: Monoterapi AD (terutama untuk yang jarang hipomania), quetiapin +
lamotrigin, menambah ECT, menambah NAC + menambah T3.
B. Rekomendasi Farmakologi Untuk Gangguan Bipolar II, Rumatan.
1. Lini I: Litium, lamotrigin, atau quetiapin.
2. Lini II: Divalproat, litium atau divalproat atau APG II + AD, penambahan
quetiapin, penambahan lamotrigin, kombinasi dua obat antara litium,
divalproat atau APG II.
3. Lini III: Karbamazepin, oksikarbazepin, APG II, ECT, fluoksetin.

Intervensi psikososial

Intervensi psikososial seperti psikoedukasi, cognitive behaviour therapy (CBT), dan


interpersonal and social rhythm therapy (IPSRT) menunjukkan manfaat yang signifikan pada
episode depresi akut maupun pada terapi rumatan jangka panjang. Intervensi psikososial
berguna untuk mengurangi kekambuhan, fluktuasi mood, kebutuhan modifikasi dan
hospitalisasi. Terapi psikoedukasi merupakan modalitas utama. Terapi berbasis keluarga
dapat membantu pasien agar tidak kelelahan secara mental, dan keluarga diberikan edukasi
untuk memberikan dukungan serta bantuan bagi pasien.5

BAB III

14
Penutup

Kesimpulan

Gangguan bipolar adalah gangguan mood yang bersifat episodik, dengan gejala yang
muncul adalah episode depresi mayor, episode manik, dan episode hipomanik yang muncul
secara bergantian. Untuk menetukan gangguan bipolar, setidaknya diperlukan satu episode
depresi mayor dan satu episode manik atau hipomanik. Gangguan bipolar dibagi menjadi
gangguan bipolar 1 dan gangguan bipolar 2 berdasarkan episode yang timbul pada pasien.
Gangguan bipolar 1 memiliki episode depresi mayor, episode manik, dan bisa juga memiliki
episode hipomanik. Sedangkan gangguan bipolar 2 hanya memiliki episode depresi mayor,
dan episode hipomanik. Identifikasi antara gangguan bipolar 1 dengan gangguan bipolar 2
harus dilakukan sebaik mungkin agar dapat diberikan tata laksana yang sesuai, karena pilihan
pengobatan farmakologisnya sesuai dengan CANMAT dan ISBD tahun 2013 juga beragam.
Menurut KMK-PNPKJ dari kementrian kesehatan, wawancara klinis yang baik terhadap
pasien gangguan bipolar adalah cara diagnostik yang paling baik, dan dapat didukung dengan
pemeriksaan tambahan apabila diperlukan. Seringkali gangguan bipolar 2 tidak teridentifikasi
karena tidak memiliki episode manik, tetapi gangguan bipolar 2 memiliki episode hipomanik
dimana gejala dari hipomanik tidak cukup parah untuk menyebabkan hendaya bagi pasien
dalam melakukan pekerjaannya, sekolah, maupun kegiatan sehari-hari lainnya, oleh karena
itu penggalian informasi selengkap-lengkapnya melalui wawancara psikiatri sangat penting
dilakukan untuk memebedakan dan mengidentifikasi gangguan bipolar 1 dan gangguan
bipolar 2.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan obat
antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2010.
2. Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar. Panduan tatalaksana gangguan bipolar.
Jakarta: Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar; 2010.
3. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan’s and sadock’s synopsis of psychiatry
behavioral sciences and clinical psychiatry. 11th edition.Philadelphia: Lippincott
William and Wilkins;2015.
4. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan’s and sadock’s comprehensive textbook of
psychiatry. 10th edition.Philadelphia: Lippincott William and Wilkins;2017.
5. Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2018.
6. Merikangas KR, Jin R, He JP, Kessler RC, Lee S, Sampson NA, et al. Prevalence and
correlates of bipolar spectrum disorder in the world mental health survey initiative.
Arch Gen Psychiatry. 2011; 68(3) :241-251.
7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di
Indonesisa III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1993.
8. Shah N, Grover S, Rao GP. Clinical practice guidelines for management of bipolar
disorder. Indian J Psychiatry. 2017; 59(Suppl 1): S51-S66.
9. American Psychiatric Association: Diagnostic and statistical manual of mental
disorders. 5th Ed. Arlington: America Psychiatric Association; 2013
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pelayanan
kedokteran jiwa. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.

16

Anda mungkin juga menyukai