Menurut PPDGJ III, gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan suasana perasaan yang
ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana afek 3 pasien
dan tingkat aktivitas jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai
penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan
afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada
penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih
lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi satu tahun kecuali pada orang usia
lanjut. Kedua macam episode tersebut sering terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres
atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagnosis) (Depkes RI
2012). IV.
EPIDEMIOLOGI
Saat ini prevalensi gangguan bipolar dalam populasi cukup tinggi, mencapai 1,3-3%. Bahkan
prevalensi untuk seluruh spektrum bipolar mencapai 2,6-6,5%. Tujuh dari sepuluh pasien pada
awalnya misdiagnosis. Prevalensi antara laki-laki dan perempuan sama besarnya terutama pada
gangguan bipolar I, sedangkan pada gangguan bipolar II, prevalensi pada perempuan lebih besar.
Depresi atau distimia yang terjadi pertama kali pada prapubertas memiliki risiko untuk menjadi
gangguan bipolar. (Kusumawardhani 2012).
PATOFISOLOGI
1. Faktor Biologi
a. Herediter
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya
episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya,
berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar memiliki satu orangtua dengan
gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika
seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko
mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar
maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan
pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita
gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi
terutama pada kembar monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah,
yakni 10-20%2.
b. Genetik
c. Neurotransmiter
d. Kelainan Otak
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography
(PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada
korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen
Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus.
Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang
terlibat dalam respon emosi (mood dan afek)2.
2. Faktor Psikososial
Satu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa
peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode
pertama gangguan suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut
telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I5.
d. Teori Kognitif
A. KRITERIA DIAGNOSTIK
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik
ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar
II ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang
berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita6.
B. PEMERIKSAAN FISIK
a. Penampilan
b. Afek/Suasana Perasaan
c. Pikiran
Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan psikotik dan tanpa
psikotik. Dengan psikotik, penderita mempunyai khayalan dan halusinasi yang sesuai
atau tidak dengan suasana hati. Penderita merasa telah berdosa, bersalah, dan
merasakan penyesalan yang sangat dalam.
e. Bunuh diri
Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita depresi. Mereka adalah
individu yang mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh diri.
f. Pembunuhan/kekerasan
Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti dengan bunuh diri.
Pada beberapa penderita depresi biasanya merasa dunia sudah tidak berguna lagi
untuknya dan untuk orang terdekatnya/orang lain.
g. Tilikan/Insight
h. Kognitif
Pada depresi dan manik yang berat, penderita dapat mengalami kesulitan dalam
berkonsentrasi dan memusatkan perhatiannya.
C. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Farmakologi8
Farmakoterapi
Pilihan pertama yang digunakan dalam mengobati gangguan bipolar ialah mood
stabilizer seperti litium, divalproex, karbamazepin dan lamotrigin. Dosis awal pemberian
litium ialah 600-900 mg/hari dan biasanya diberikan dalam dosis terbagi. Sedangkan,
dosis awal divalproex yang digunakan biasanya 500-1000 mg/hari (Chisholm-Burns, et
al., 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Collins and McFarland (2008) menyebutkan
bahwa litium dapat menurunkan resiko percobaan bunuh diri pada subjek penelitian. Pada
percobaan yang sama, ditemukan bahwa pasien gangguan bipolar yang menggunakan
divalproex memiliki resiko lebih tinggi melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan
dengan pasien yang menggunakan litium. Secara umum penggunaan litium dalam fase
pemeliharaan lebih unggul dibandingkan valproate dan lamotrigin. Penggunaannya
segera setelah muncul episode mania pertama dapat meningkatkan efek jangka panjang
(Kessing, 2015). Penggunaan asam valproatee, lamotrigine dan antikonvulsan lain
sebagai mood stabilizer perlu diperhatikan sebab pengunaannya dapat meningkatkan
risiko bunuh diri (NIMH, 2012).
Antipsikotik
Semua antipsikotik atipikal memiliki beberapa efikasi untuk gangguan bipolar karena
adanya efek antimania. Antipsikotik yang digunakan diantaranya risperidone, olanzapine,
quetiapine, ziprasidone, aripiprazole, lurasidone dan asenapine (Chisholm-Burns, et al.,
2016; Mitchell, et al., 2009). Monoterapi olanzapine efektif dan relatif aman dalam
mengobati pasien yang tidak merespon serta tidak toleran terhadap litium, asam
valproatee dan/atau karbamazepin, serta dua atau lebih antipsikotik., namun perlu
diperhatikan efek samping dari olanzapine terutama saat dosis yang digunakan lebih dari
20 mg/hari (Chen, et al., 2011). Studi yang dilakukan oleh Keck, et al (2009) menyatakan
bahwa aripiprazole efektif digunakan dalam pengobatan pasien dengan bipolar mania
akut dan dapat ditoleransi dengan baik. Dosis yang direkomendasikan untuk terapi
gangguan bipolar adalah 20-30 mg/hari (ChisholmBurns, et al., 2016). Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 1 272 Pada sebuah studi randomized control trial
menyebutkan bahwa risperidone memiliki efikasi lebih tinggi dibandingkan litium dan
divalproex sodium bila digunakan sebagai terapi awal episode mania atau episode
campuran pada gangguan bipolar I pada pasien pediatrik dan dewasa dengan dosis efektif
harian 0,5- 2,5 mg dan 3-6 mg, namun risperidone memiliki efek metabolik yang lebih
serius (Geller, et al., 2012; Hass, et al., 2009). Antipsikotik lain yang sering digunakan
ialah quetiapine. Penggunaannya bersama dengan litium atau divalproex pada fase
pemeliharaan memiliki efek yang menguntungkan dan berkaitan dengan penurunan
waktu kambuh dari episode mood. Penggunaan quetiapine extended-release telah
dibuktikan efektif mengatasi gejala depresi dalam 3 hari pertama pengobatan (Porcelli, et
al., 2014; Suppes, et al., 2009).
Antidepresan
b. Diet
c. Aktivitas
d. Edukasi
Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan.
Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga
melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya
meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga
kualitas hidupnya.
D. PROGNOSIS
Prognosis pada penderita dengan gangguan bipolar I lebih buruk daripada penderita
dengan depresi berat. Dalam 2 tahun pertama setelah episode awal, 40 – 50 % penderita
mengalami serangan manik lain.8 Hanya 50 – 60 % penderita gangguan bipolar I dapat
dikontrol dengan litium terhadap gejalanya. Pada 7 % penderita, gejala tidak
kembali/mengalami penyembuhan, 45 % penderita mengalami episode berulang, dan 40
% mengalami gangguan yang menetap.Seringkali perputaran episode depresif dan manik
berhubungan dengan usia.