Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
Kelainan fundamental pada kelompok gangguan ini ialah perubahan suasana perasaan
(mood) atau afek, biasanya ke arah depresi dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya, atau
ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan suasana perasaan ini biasanya
disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala
lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah difahami hubungannya dengan
perubahan tersebut. Sebagian besar dari gangguan ini cenderung berulang, dan timbulnya
episode tersendiri sering berkaitan dengan peristiwa atau situasi yang menegangkan.
Hubungan antara etiologi, gejala, proses biokimia yang mendasarinya, respon terhadap
terapi dan akibat dari gangguan suasana perasaan (mood) belum cukup difahami. dengan baik
untuk memungkinkan klasifikasinya disepakati secara universal.
Kriteria utama untuk klasifikasi gangguan afektif dipilih berdasarkan alasan praktis, yaitu
untuk memungkinkan gangguan klinis yang lazim ditemukan mudah diidentifikasi. Episode
tunggal dibedakan dari gangguan bipolar dan gangguan yang multiple lainnya oleh karena
sebagian besar dari pasien hanya mengalami satu episode penyakit dan keparahan ditonjolkan
oleh karena implikasinya bagi terapi dan penyediaan pelayanan yang berbeda tingkatannya.
Pembedaan antara kelas keparahan yang berbeda masih merupakan masalah ; ketiga kelas yaitu
ringan, sedang, dan berat ditentukan di sini oleh karena banyak klinisi menginginkannya.
Istilah mania dan depresi berat digunakan dalam klasifikasi ini untuk menunjukkan
kedua ujung yang berlawanan dalam spectrum afektif ; hipomania digunakan untuk
menunjukkan suatu keadaan pertengahan tanpa waham, halusinasi atau kekacauan menyeluruh
dari aktivitas normal, yang sering (meskipun tidak semata-mata) dijumpai pada pasien yang
berkembang ke arah mania atau dalam penyembuhan dari mania.
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV), dua
gangguan mood utama adalah gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I. Kedua gangguan
ini seringkali dinamakan gangguan afektif tetapi patolgi utama dalam gangguan ini adalah
mood, yaitu keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek yaitu
ekspresif eksternal dari isi emosional saat itu. Pasien yang menderita hanya episode depresif

dikatakan mengalami gangguan depresif berat. Pasien dengan episode manik dan depresif dan
pasien dengan episode manik saja dikatakan menderita gangguan bipolar I. Gangguan bipolar II
ditandai oleh adanya episode depresif berat yang berganti-ganti dengan episode hipomania, yaitu
episode gejala manik yang tidak memenuhi kriteria lengkap untuk episode manik yang
ditemukan pada gangguan bipolar I.
Suasana perasaan/ mood mungkin normal, meninggi, atau terdepresi. Orang normal
mengalami berbagai macam mood dan memiliki ekspresi afektif yang sama luasnya ; mereka
merasa mengendalikan, kurang lebih, mood dan afeknya. Gangguan mood/ suasana perasaan
adalah suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan
pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan mood meninggi (elevated) (yaitu
mania), menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang melonacat-loncat (flight of ideas),
penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri, dan gagasan kebesaran. Pasien dengan mood
terdepresi (yaitu depresi), merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan
berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Tanda dan
gejala lain adalah perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, dan fungsi
vegetatif (seperti tidur, nafsu makan, aktivitas seksual, dan irama biologis lainnya). Perubahan
ini hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan.

BAB II
GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR
2.1 Menurut ICD-X (International Classification of Disease and Related Health Problem)
dan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) :
F30 F39 Gangguan Suasana Perasaan/ Mood [ Afektif]
F30 Episode manik
F30.0 Hipomania
F30.1 Mania tanpa gejala psikotik
F30.2 Mania dengan gejala psikotik
F30.8 Episode manik lain
F30.9 Episode manik, tidak ditentukan
F31 Gangguan Afektif Bipolar
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang hipomanik
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi ringan atau sedang
.30 Tanpa gejala somatik
.31 Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang depresi berat dengan gejala psikotik
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang campuran
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, episode sekarang dalam remisi
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar lain
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar, tidak ditentukan

F32 Episode Depresif


F32.0 Episode depresif ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang
.10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F32.8 Episode depresif lain
F32.9 Episode depresif, tidak ditentukan
F33 Gangguan Depresif Rekuren
F34 Gangguan Mood [Afektif] Persisten
F38 Gangguan Mood [Afektif] lain
F39 Gangguan Mood [Afektif] tidak ditentukan
2.2 Menurut DSM- IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) :
Gangguan Mood
1 ringan
2 sedang
3 parah, tanpa ciri psikotik
4 parah, dengan ciri psikotik
5 dalam remisi parsial
6 dalam remisi penuh
0 tidak ditentukan

Gangguan Depresif
296.xx Gangguan depresif berat
.2x episode tunggal
.3x rekuren
300.4 Gangguan distimik
311

Gangguan deperesif YTT

Gangguan Bipolar
296.xx Gangguan bipolar I
.0x episode manik tunggal
.40 episode terakhir hipomanik
.4x episode terakhir manik
.6x episode terakhir campuran
.5x episode terakhir terdepresi
.7 episode terakhir tidak ditentukan
296.89 Gangguan bipolar II
301.13 Gangguan siklotimik
296.80 Gangguan bipolar YTT
293.83 Gangguan mood karena kondisi medis umum
Gangguan mood akibat zat (lihat gangguan berhubungan zat untuk kode spesifik zat
296.90 Gangguan mood YTT
2.3 PEDOMAN DIAGNOSIS : (PPDGJ- III) 1
F30 EPISODE MANIK :

Saat ini dalam keadaan manik, tetapi belum pernah mengalami afektif sebelum atau
sesudahnya.

Terdapat 3 gradasi :
F30.0 Hipomania

Suasana perasaan berada antara siklotimia dan mania

Pedoman diagnosis

(1)

Suasana perasaan yang meningkat ringan dan menetap sekurang-

kurangnya beberapa hari berturut-turut , disertai perasaan sejahtera yang


mencolok.
(2) Peningkatan aktivitas, berupa :

Bercakap-cakap, bergaul dan akrab berlebih

Peningkatan energi seksual

Pengurangan kebutuhan tidur


(3) Tidak terdapat kekacauan berat dalam pekerjaan atau penolakan oleh
masyarakat

F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik

Suasana meninggi tidak sepadan dengan individu, sampai mengganggu fungsi

pekerjaan dan hubungan sosial

Serangan pertama paling sering antara 15 30 tahun

Pedoman diagnosis
1)Suasana perasaan yang meningkat tidak sepadan dengan keadaan individu
sampai hampir tak kendali
2)Aktivitas meningkat, berupa :

Pembicaraan cepat dan banyak

Berkurangnya kebutuhan tidur

Tidak dapat memusatkan perhatian

Harga diri melambung

Pemikiran serba hebat

Terlalu optimistik

(3). Berlangsung satu minggu atau lebih


(4) Hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosialnya terganggu
F30.2 Mania dengan Gejala Psikotik

Gambaran klinis lebih berat dari Mania tanpa gejala psikotik, dan disertai waham

atau halusinasi

Aktivitas fisik yang berlebihan tadi dapat menjurus kepada agresi dan kekerasan;

pengabaian makan, minum, dan kesehatan pribadi yang dapat mengancam dirinya
F31 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR
PENGERTIAN GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Harus pernah mengalami gangguan afektif sebelumnya ( hipomanik, manik, depresif,


atau campuran )

Biasanya terdapat penyembuhan sempurna antar dua episode

Rata-rata episode manik berlangsung 4 bulan dan depresif 6 bulan

PENGGOLONGAN DIAGNOSIS
1. Pedoman Umum

Semua jenis gangguan afektif bipolar harus pernah ada sekurangkurangnya satu episode afektif.

Penggolongan tipe tergantung pada jenis afektif pada episode saat ini.

2. Berbagai tipe Gangguan Afektif Bipolar


F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomania

Episode saat ini sesuai dengan Hipomania

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik

Episode saat ini memenuhi kriteria mania tanpa gejala psikotik.

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik

Episode saat ini memenuhi kriteria mania dengan gejala psikotik.

F31.3 Gangguan Bipolar, Episode Kini Depresi Ringan atau Sedang

Episode saat ini harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan
atau sedang.

F31.4 Gangguan Bipolar, Episode Kini Depresi Berat tanpa Gejala Psikotik

Episode saat ini harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat tanpa
gejala psikotik.

F31.5 Gangguan Bipolar, Episode Kini Depresi Berat dengan Psikotik

Episode saat ini harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat
dengan gejala psikotik.

F31.6 Gangguan Bipolar, Episode Kini Campuran

Episode saat ini menunjukkan gejala manik, hipomanik, dan depresif yang
tercampur atau bergantian dengan cepat serta telah berlangsung sekurangkurangnya dua minggu.

F31.7 Gangguan Bipolar, Episode Kini dalam Remisi

Sekurang-kurangnya pernah dua episode afektif dan saat ini tidak terdapat
gejala afektif yang nyata.

F32 EPISODE DEPRESIF


PENGERTIAN UMUM

Mengalami suasana perasaaan yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, mudah
lelah dan berkurangnya aktivitas.

Terdapat tiga variasi episode : ringan, sedang, dan berat.

Penegakan diagnosis dibutuhkan waktu paling sedikit 2 minggu.

Kelompok diagnosis ini hanya untuk episode afektif yang pertama saja.

PENGGOLONGAN DIAGNOSIS
F32.0 Episode Depresif Ringan
( 1 ) Sekurang-kurangnya dua gejala depresif yang khas (gejala A) :

Perasaan depresif

Kehilangan minat dan kesenangan

Mudah menjadi lelah

( 2 ) Sekurang-kurangnya dua dari gejala B :

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

Rasa bersalah dan tak berguna

Masa depan suram dan pesimis

Gagasan atau perbuatan membahayakan diri

Tidur terganggu

Nafsu makan berkurang

(3) Telah berlangsung paling sedikit dua minggu


(4) Tidak boleh ada gejala yang berat
(5) Masih dapat meneruskan pekerjaan dan kegiatan sosial.
F32.1 Episode Depresif Sedang
(1) Paling sedikit dua dari gejala A
(2) Paling sedikit tiga dari gejala B
(3) Paling sedikit dua minggu
(4) Mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial
F32.2 Episode Depresif Berat Tanpa Gejala Psikotik
(1) Tiga dari gejala A
(2) Paling sedikit empat dari gejala B dan intensitas berat.
(3) Paling sedikit telah berlangsung dua minggu atau gejala amat berat dan onset sangat cepat.
(4) Tidak mungkin melakukan pekerjaan dan kegiatan sosial.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Sama seperti F32.2 disertai dengan waham, halusinasi, atau stupor depresif.
2.4 Epidemiologi
Gangguan depresif berat merupakan suatu gangguan yang sering dengan prevalensi seumur
hidup adalah kira-kira 15 persen, kemungkinan sebesar 25 persen pada wanita. Gangguan
bipolar I lebih jarang daripada gangguan depresif berat, dengan prevalensi seumur hidup adalah
2 persen. Perbedaan lain antara gangguan bipolar I dan gangguan depresif berat adalah sebagian
besar pasien gangguan bipolar I akhirnya datang berobat ke dokter dan mendapatkan pengobatan
tetapi pada gangguan depresif berat hanya separuh pasien yang mendapatkan terapi spesifik.

1. Jenis Kelamin
Prevalensi gangguan depresif berat terjadi dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan
laki-laki. Sedangkan gangguan bipolar I mempunyai prevalensi yang sama antara laki-laki dan
wanita.
2. Usia
Pada umumnya onset gangguan bipolar I adalah lebih awal daripada onset gangguan
depresif berat. Usia onset untuk gangguan biplar I terentang dari masa anak-anak (seawalnya
usia 5 atau 6 tahun) sampai 50 tahun atau lebih, dengan rata-rata usia adalah 30 tahun. Pada
gangguan depresif berat rata-rata usia onsetnya adalah 40 tahun. Saat ini insidens gangguan
depresif berat meningkat pada orang yang berusi kurang dari 20 tahun, hal ini dihubungkan
dengan meningkatnya penggunaan alcohol dan zat lain pada kelompok usia tersebut.
3. Ras
Tidak ada perbedaan prevalensi gangguan mood pada satu ras ke ras lainnya.
4. Status Perkawinan
Pada umumnya, gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I terjadi paling sering
pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang bercerai atau
berpisah.
5. Pertimbangan Sosioekonomi dan Kultural
Insidens gangguan bipolar I yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok sosioekonomi
yang tinggi. Contohnya gangguan bipolar I sering terjadi pada kelompok orang yang tidak lulus
perguruan tinggi daripada yang lulus. Sedangkan pada gangguan depresif berat lebih sering
terjadi di daerah pedesaan daripada daerah perkotaan.

10

2.5 Etiologi
Dasar umum untuk gangguan depresif berat tidak diketahui. Namun faktor penyebab
dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial.
Perbedaan tersebut adalah buatan karena ketiga bidang tersebut dapat saling berinteraksi dan
mempengaruhi antara mereka sendiri.
1. Faktor biologis
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting dalam
mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi kimiawi, yaitu neurotransmitter yang
berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. jika neurotransmitter ini
berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis.
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin
biogenik di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinalis pada pasien dengan gangguan mood.
Kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi.
Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain
itu antidepresan trisiklik dapat memicu mania. Data yang dilaporkan paling konsisten dengan
hipotesis bahwa gangguan mood adalah berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin
biogenic.
Amin biogenik. Dari amin biogenik, norepinefrin, serotonin dan dopamin merupakan
neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Di samping itu,
bukti-bukti mengarahkan juga pada disregulasi asetil-kolin dalam gangguan mood.
NOREPINEFRIN. Korelasi yang dinyatakan oleh penelitian dasar antara regulasi turun
(down-regulation) reseptor adrenergic-beta dan reseptor antidepresen klinik kemungkinan
merupakan bagian data yang paling memaksakan yang menyatakan adanya peranan langsung
sistem noradrenergic dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik
reseptor adrenergic-alfa2 dalam depresi, karena aktivasi dari reseptor tersebut mengakibatkan
penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergic juga berlokasi di
neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotin yang dilepaskan.
SEROTONIN. Serotonin adalah neurotransmitter aminergic yang paling sering
dihubungkan dengan depresi. Ini dibuktikan dengan efek besar yang telah diberikan oleh
Serotonin-Specific Reuptake Inhibition dalam pengobatan depresi, Penurunan serotonin dapat
menimbulkan depresi. Pada pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin
11

yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan antidepresen jangka panjang terjadi
penurunan jumlah tempat ambilan kembali serotonin di trombosit.
DOPAMIN. Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi.
Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat pada mania.
Pada penggunaan obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada penyakit
yang mengalami penurunan dopamin seperti Parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obatobat yang meningkatkan konsentrasi dopamine seperti tyrosine, amphetamine dan bupropion
menurunkan gejala depresi. Dua teori terakhir tentang hubungan dopamine dan depresi adalah
disfungsi jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamine tipe 1 (D1) yang
ditemukan pada depresi.
Obat-obatan

yang

mempengaruhi

siste

neurotransmitter

seperti

kokain

akan

memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania termasuk L-dopa, yang
berpengaruh pada reuptake dopamine dan serotonin. Calcium channel blocker yang digunakan
untuk mengobati mania dapat mengganggu reguasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi
kalsium ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan dan iskemia pembuluh
darah.
Faktor neurokimiawi lain. Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif
seperti vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua( second messenger ) seperti
adenylate cyclase, phosphatidylinositol

dan regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi

dengan penyebab gangguan mood.


Regulasi neuroendokrin. Hipotalamus adalah pusat regulasi sumbu neurohormonal dan
hipotalamus sendiri menerima banyak masukan neuroal yang menggunakan neurotransmitter
amin biogenik. Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin merupakan hasil dari
fungsi abnormal neuron yang mengandung amin biogenik. Sumbu neuroendkrin yang utama
yang menarik perhatian di dalam gangguan mood adalah sumbu adrenal, tiroid dan horman
pertumbuhan. Kelainan neuroendokrin lainnya adalah penurunan sekresi nocturnal melantonin,
penurunan pelepasan prolaktin terhdap pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar folliclestimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) dan penurunan kadar testosterone
pada laki-laki.

12

SUMBU ADRENAL. Hubungan antara hipersekresi kortisol dan depresi adalah suatu
pengamatan yang paling tua dalam psikiatri biologi. Pada sumbu adrenal, hormone
adrenokortikotropik (ACTH) mengstmulas pelepasan kortisol dari korteks adrenal. Kortisol
memberikan umpan balik (feedback) melalui 2 mekanisme : mekanisme umpan balik cepat
melalui reseptor kortisol di hipokampus yang menurunkan pelepasan ACTH; dan mekanisme
umpan balik lambat memlaui reseptor hipofisis dan adrenal. Penelitian menemukan bahwa
pasien yang mengalami depresi memiliki gangguan fungsi pada loop umpan balik cepatnya, yang
menyatakan bahwa pasien depresi mungkin memiliki fungsi reseptor kortisol yang abnormal di
hipokampus. Karena ditemukan hiperkortisolemia dapat merusak neuron hipokampus, suatu
siklus yang melibatkan stress, stimulasi pelepasan kortisol dan ketidakmampuan untuk
menghentikan pelepasan kortisol dapat menyebabkan bertambahnya kerusakan hipokampus.
Pada Dexamethasone suppression test, 50% dari pasien yang mengalami depresi gagal memiliki
respon supresi kortisol (nonsupresi kortisol) yang normal terhadap dosis tunggal dexamethasone.
SUMBU TIROID. Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian
telah mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan gangguan mood.
Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul.
Penelitian terakhir melaporkan kira-kira 10% pasien dengan ganggua mood khususnya gangguan
bipolar I memiliki antibody antitiroid yang dapat dideteksi.
HORMON PERTUMBUHAN. Beberapa penelitian menemukan terdapat perbedaan
pengaturan pelepasan hormone pertumbuhan antara pasien depresi dengan orang normal. Pasien
depresi memiliki penumpulan stimulasi pelepasan hormone pertumbuhan yang diinduksi tidur.
Peneliti juga menemukan bahwa pasien dengan depresi memiliki penumpulan respon terhadap
peningkatan sekresi hormone pertumbuhan yang diinduksi clonidine (Catapres).
Kelainan tidur. Gangguan tidur seperti insomnia awal dan terminal, terbangun berulang
kali (multiple awakening) dan hipersomnia, adalah gejala yang
klasik dan sering ditemukan pada depresi, dan perasaan menurunnya kebutuhan tidur adalah
gejala klasik dari mania.Penelitian telah mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat
tidur pada orang yang menderita depresi menunjukkan kelainan. Kelainan yang sering ditemukan
antara lain perlambatan onset tidur, pemendekan latensi rapid eye movement (REM),
peningkatan panjang periode REM pertama dan tidur delta yang abnormal.

13

Pembangkitan (kindling). Pembangkitan adalah proses elektrofisiologi di mana stimulasi


sub-ambang (subtreshold) yang berulang dari suatu neuron akhirnya menciptakan suatu potensial
aksi. Stimulasi sub-amabng di suatu daerah otak dapat menyebabkan kejang. Pengamatan klinis
bahwa obat antikonvulsan berguna dalam pengobatan gangguan mood telah menimbulkan teori
bahwa patofisologi gangguan mood mungkin melibatkan pembangkitan di lobus temporalis.
Irama sirkadian. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama sirkadian. Beberapa
penelitian pada binatang menyatakan bahwa terapi antidepresan efektif untuk mengubah jam
biologis inernal.
Regulasi neuroimun. Penelitian melaporkan adanya kelainan imunologis pada pasien
depresi dan pada orang yang berdukacita berat. Disregulasi sumbu kortisol dan regulasi
hipotalamik yang abnormal mungkin mempengaruhi status imun.
Pencitraan otak. Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood, terdapat
sekumpulan pasien dengan gangguan bipolar I terutama laki-laki memiliki ventrikel serebral
yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat.
Pencitraan dengan MRI juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat
memiliki nucleus kaudatus dan lobus frontalis yang lebih kecil. Banyak literatur menjelaskan
penurunan aliran darah pada korteks serebral dan area korteks frontalis pada pasien depresi berat.
Pertimbangan neuroanatomis. Gejala gangguan mood dan temuan penelitian biologis
mendukung hipotesis bahwa gangguan mood melibatkan patologis di sistem limbik, ganglia
basalis dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia basalis dan sistem limbic terutama pada
hemisfer yang dominan dapat ditemukan bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada
hipotalamus dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan dan perilaku seksual pada
pasien degan depresi. Postur ang membungkuk, terbatasnya aktivitas motorik dan gangguan
kognitif minor adalah beberapa gejala depresi yang juga ditemukan pada penderita dengan
gangguan ganglia basalis seperti penyakit Parkinson dan demensia subkortikal lainnya.
2. Faktor Genetika
Data genetik menyatakan bahwa faktor penting di dalam perkembangan mood adalah genetika.
Meskipun demikian, faktor non genetik juga mempunyai kemungkinan peran kausatif dalam
perkembangan gangguan mood pada beberapa orang. Di samping itu, terdapat komponen

14

genetika yang lebih kuat untuk transmisi gangguan bipolar daripada untuk gangguan depresi
berat.
a. Penelitian Keluarga
Dalam penelitian keluarga ditemukan bahwa apabila ada sanak keluarga yang menderita
gangguan bipolar, maka kemungkinan saudara kandung terkena 8 sampai 18 kali lebih besar,
sedangkan kemungkinan menderita gangguan depresi berat 2 sampai 10 kali. Penelitian keluarga
juga menemukan bahwa saudara kandung dari penderita gangguan depresi berat, mempunyai
kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali untuk menderita gangguan bipolar dan 2 hingga 3 kali
kemungkinan terkena depresi berat. Dari penjelasan di atas dapat dilihat, apabila terdapat sanak
saudara yang menderita gangguan bipolar maka kemungkinan saudara kandung terkena lebih
besar daripada saudara sepupu.
Penurunan gangguan bipolar juga ditunjukkan oleh fakta bahwa kira-kira 50 persen pasien
penderita gangguan bipolar, memiliki sekurangnya satu orang tua dengan gangguan mood, paling
sering gangguan depresi berat. Jika salah satu orang tua memiliki gangguan bipolar, maka
kemungkinan 25 persen anaknya menderita gangguan mood. Jika kedua orang tua menderita
gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 50 hingga 75 persen anaknya menderita suatu
gangguan mood.
b. Penelitian Adopsi
Penelitian adopsi juga telah menghasilkan data yang mendukung dasar genetika untuk
penurunan gangguan mood. Dua dari tiga penelitian adopsi telah menemukan suatu komponen
genetika yang kuat untuk penurunan depresi berat. Penelitian adopsi telah menemukan bahwa
anak biologis dari orang tua yang menderita tetap beresiko menderita suatu gangguan mood,
bahkan jika mereka dibesarkan oleh keluarga angkat yang tidak menderita suatu gangguan.
Penelitian adopsi juga menunjukkan bahwa orang tua biologis dari anak adopsi dengan
gangguan mood mempunyai suatu prevalensi gangguan mood yang serupa dengan orang tua
anak penderita gangguan mood yang tidak diadopsi. Prevalensi gangguan mood pada orang tua
angkat adalah mirip dengan prevalensi dasar pada populasi umum.

15

c. Penelitian Kembar
Penelitian pada anak kembar telah menunjukkan bahwa angka kesesuaian untuk
gangguan bipolar pada kembar monozigotik adalah 33 sampai 90 persen. Untuk gangguan
depresif berat, angka kesesuaian pada kembar monozigotik adalah kira-kira 50 persen.
Sebaliknya, angka kesesuaian pada kembar dizigotik adalah kira-kira 5 sampai 25 persen untuk
gangguan bipolar dan 10 sampai 25 persen untuk gangguan depresi berat.
d. Penelitian yang Berhubungan
Tersedianya teknik modern biologi molekuler, termasuk RFLP (Restriction Fragment
Length Polimorphisms), telah menyebabkan banyak penelitian yang melaporkan, mereplikasi,
atau gagal untuk mereplikasi berbagai hubungan antara gen spesifik atau petanda gen dan satu
gangguan mood. Pada saat ini, tidak ada hubungan genetika yang telah direplikasi secara
konsisten.
Hubungan antara gangguan mood, khususnya gangguan bipolar dan petanda genetik telah
dilaporkan pada kromosom 5, 11, dan X. Gen reseptor DI berlokasi pada kromosom 5. Gen
untuk tirosin hidroksilase, yaitu enzim pembatas kecepatan sintesis katekolamin, adalah
berlokasi di kromosom 11.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut
yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24,
18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata
penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar.
Suatu penelitian pada tahun 1987 melaporkan tentang hubungan gangguan bipolar di
antara anggota suatu keluarga Old Order Amish dan petanda genetik pada lengan kromosom 11.
Pada perluasan selanjutnya silsilah keluarga tersebut dan perkembangan gangguan bipolar pada
keluarga yang sebelumnya tidak menderita, hubungan statistikany gagal diterapkan. Peristiwa
yang menyimpang secara efektif menyatakan bahwa dibutuhkan perhatian yang digunakan dalam
melakukan dan menginterpretasikan penelitian hubungan genetika pada gangguan mood.
Telah lama diperkirakan adanya hubungan antara gangguan bipolar dan suatu daerah dari
kromosom X yang mengandung gen untuk buta warna dan defisiensi glucose-6-phosphate
dehydrogenase. Seperti pada penelitian hubungan di dalam psikiatri, penerapan teknik genetika

16

molekular telah menghasilkan hasil yang bertentangan, beberapa penelitian menemukan suatu
hubungan dan yang lainny tidak. Interpretasi yang paling konservatif, menyatakan kemungkinan
bahwa gen berikatan X adalah suatu faktor dalam gangguan bipolar pada beberapa pasien dan
keluarga.
3. Faktor Psikososial
a. Peristiwa Kehidupan dan Stres Lingkungan
Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres lebih sering mendahului episode pertama
gangguan mood daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien
gangguan depresif berat dan gangguan bipolar. Satu teori yang diajukan untuk pengamatan
tersebut adalah stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologik otak
yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan
keadaan fungsional neurotransmitter dan sistem pemberi signal intraneuronal. Perubahan
mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhirnya
dari perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada dalam resiko yang lebih tinggi
untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal.
b. Faktor Kepribadian Komorbid
Tidak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara unik mempredisposisikan seseorang
kepada depresi. Semua manusia,apa pun pola kepribadiannya dapat dan memang menjadi depresi
pada keadaan yang tepat, tetapi tipe kepribadiannya tertentu, seperti dependen-oral, obsesifkompulsif, histerikal, mungkin berada dalam resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi
daripada tipe kepribadian tipe antisosial, paranoid, dan lainnya. Tidak ada bukti yang
menyatakan bahwa adanya gangguan kepribadian tertentu adalah berhubungan dengan
perkembangan gangguan bipolar kemudian. Gangguan distimik dan gangguan siklotimik adalah
berhubungan dengan perkembangan gangguan bipolar.
c. Faktor Psikoanalitik dan Psikosomatik
Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan suatu hubungan antara
kehilangan obyek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien
depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan obyek yang hilang. Freud

17

membedakan melakolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien depresi menunjukkan
penurunan harga diri yang melanda dalam hubungannya perasaan bersalah dan mencela diri
sendiri.
E. Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat
melakukan apa-apa terhadap agresi yang diarahkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi
sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi seseorang dan
kenyataan seseorang. Jika pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan
idealnya, sebagai akibatnya mereka merasa putus asa dan tidak berdaya.
Heinz Kohut, menyatakan bahwa respon tertentu di dalam lingkungan diperlukan untuk
mempertahankan harga diri dan dan kelengkapan perasaan.
d. Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)
Pada orang yang depresi, dapat ditemukan keadaan ketidakberdayaan. Depresi dapat
membaik apabila pasien yang terdepresi mampu mengendalikan diri dan penguasaan lingkungan.
Dorongan yang menyenangkan dan positif sangat berperan dalam usaha mengatasi depresi.
e. Teori kognitif
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru yang sering adalah melibatkan distorsi
negatif pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan
negatif tersebut selanjutnya mengakibatkan perasaan depresi.
2.6. Manifestasi Klinis
Terdapat dua pola gejala dasar pada gangguan mood, satu untuk depresi dan satu untuk
mania. Episode depresif dapat terjadi pada gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I.
beberapa pasien dengan gangguan bipolar I memiliki keadaan campuran dengan ciri mania dan
depresif
a. Episode Depresif
Suatu mood depresi dan hilangnya minat atau kesenangan merupakan gejala utama dari
depresi. Pasien mungkin mengatakan bahwa mereka merasa murung, putus asa, dalam
kesedihan, atau tidak berguna. Pasien seringkali menggambarkan gejala depresi sebagai suatu
18

rasa nyeri emosional yang menderita sekali. Pasien terdepresi kadang-kadang mengeluh tidak
dapat menangis, suatu gejala yang menghilang saat mereka membaik.
Hampir semua pasien terdepresi (97%) mengeluh adanya penurunan energy yang
menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan tugas, sekolah dan pekerjaan, dan penurunan
motivasi untuk mengambil proyek baru. 80% pasien mengeluh sulit tidur, khususnya terbangun
pada dini hari (yaitu, insomnia terminal) dan sering terbangun pada malam hari, selama mana
mereka mungkin merenungkan masalahnya.
Banyak pasien mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Tetapi
beberapa pasien mengalami peningkatan nafsu makan, penambahan berat badan, dan tidur yang
bertambah. Pasien tersebut diklasifikasikan di dalam DSM-IV sebagai cirri atipikal dan juga
dikenal sebagai memiliki disforia histeroid. Pada kenyataannya, kecemasan merupakan gejala
yang sering pada depresi, yang mengenai sebanyak 90% pasien depresi. Gejala vegetatif lainnya
adalah menstruasi yang tidak normal dan penurunan minat dan kinerja di dalam aktivitas seksual.
Kecemasan (termasuk serangan panik), penyalahgunaan alcohol, dan keluhan somatic
(seperti konstipasi dan nyeri kepala) seringkali mempersulit pengobatan depresi. Kira-kira 50%
dari semua apsien menggambarkan suatu variasi diurnal dari gejalanya, dengan suatu
peningkatan keparahan di pagi hari dan gejala meringan di malam hari. Gejala kognitif adalah
laporan subjektif yang berupa ketidakmampuan berkonsentrasi (84% pasien di dalam suatu
penelitian) dan gangguan dalam berpikir (67% pasien pada penelitian lain)
Depresi pada anak-anak dan remaja
Prestasi akademik yang buruk, penyalahgunaan zat, perilaku antisocial, promiskuitas seksual,
membolos, dan melarikan diri mungkin merupakan gejala depresi pada remaja.
Depresi pada lanjut usia
Depresi lebih sering pada lanjut usia dibandingkan pada populasi umum. Sejumlah penelitian
telah melaporkan data yang menyatakan bahwa depresi pada lanjut usia mungkin berhubungan
dengan status sosioekonomi rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang menyertai, dan
isolasi social. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa depresi pada lanjut usia jarang
didiagnosis dan jarang diobati. Jarang dikenalinya depresi pada lanjut usia mungkin karena

19

pengamatan bahwa depresi lebih sering tampak dengan gejala somatic pada usia lanjut daripada
kelompok usia yang lebih muda.
b. Episode Manik
Suatu mood yang meningkat, meluap-luap, atau lekas marah merupakan tanda dari
episode manik. Selain itu, mood mungkin mudah tersinggung, khususnya jika rencana pasien
yang sangat ambisius terancam. Seringkali, seorang pasien menunjukan suatu perubahan mood
yang utama dari euphoria awal pada perjalanan penyakit menjadi lekas marah di kemudian
waktu.
Berjudi patologis, suatu kecenderungan untuk menanggalkan pakaian di tempat-tempat
ramai, berpakaian dan mengenakan perhiasan dengan warna-warna yang terang dan dengan
kombinasi yang tidak sesuai, dan tidak memeprhatikan perincian-perincian yang kecil (seperti
lupa meletakkan gagang telepon pada tempatnya) juga merupakan gejala gangguan. Pasien
seringkali terokupasi oleh gagasan agama, politik, financial, seksual, atau penyiksaan yang dapat
berkembang menjadi system waham yang kompleks. Kadang-kadang, pasien manic menjadi
teregresi dan bermain dengan urin dan fesesnya.
Mania pada Remaja
Seringkali salah di diagnosis sebagai gangguan kepribadian antisocial atau skizofrenia. Gejala
mania pada remaja mungkin berupa psikosis, penyalahgunaan alcohol atau zat lain, usaha bunuh
diri, masalah akademik, pemikiran filosofis, gejala gangguan obsesif-kompulsif, keluhan somatic
multiple, mudah tersinggung yang nyata yang menyebabkan perkelahian, dan perilaku antisocial
lainnya.
c. Gangguan Penyerta
-

Kecemasan. Pada gangguan kecemasan, DSM-IV menyatakan adanya gangguan ansietasdepresif-campuran (mixed anxiety-depressive disorder). Gejala yang penting dari
kecemasan dapat dan seringkali timbul bersama-sama dengan gejala yang penting dari
depresi. Pasien dari kedua jenis tersebut mungkin merupakan suatu kelompok pasien
dengan gangguan ansietas-depresi campuran

20

Ketergantungan alcohol. Ketergantungan alcohol seringkali menyertai gangguan mood.


Baik pasien gangguan depresif berat dan pasien gangguan bipolar I kemungkinan
memenuhi criteria diagnostic untuk gangguan pengguna alcohol

Gangguan hubungan dengan zat lainnya. Pada tiap pasien individual penyalahgunaan zat
mungkin terlibat didalam pencetusan episode penyakit, atau sebaliknya, penyalahgunaan
zat mungkin merupakan usaha pasien untuk mengobati sendiri penyakitnya. Walaupun
pasien manic jarang menggunakan sedative untuk meredam euforianya. Pasien depresi
seringkali menggunakan stimulant, seperti kokain dan amfetamin, untuk menghilangkan
depresinya.

Kondisi medis. Depresi seringkali menyertai kondisi medis, khususnya pada lanjut usia.
Jika depresi dan kondisi medis terjadi bersama-sama, klinisi harus mencoba untuk
menemukan apakah kondisi medis dasar berhubungan secara patologis dengan depresi
atau apakah tiap obat yang digunakkan pasien untuk mengobati kondisi medis
menyebabkan depresi.

2.7 Pemeriksaan Status Mental


1. Episode Depresif
a. Deskripsi umum
Retardasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling umum
walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan, khususnya pada
pasien lanjut usia.
Pasien depresi memiliki postur yang membungkuk, tidak terdapat
pergerakan spontan, dan pandangan mata yang putus asa dan
memalingkan pandangan.
b. Mood, afek, dan perasaan
Depresi merupakan gejala penentu.
Penarikan sosial dan penurunan aktivitas secara menyeluruh.

21

c. Bicara
Kecepatan dan volume bicara yang menurun, berespon terhadap
pertanyaan dengan kata tunggal, dan menunjukkan respon yang melambat
terhadap pertanyaan.
d. Gangguan persepsi
Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan menderita
episode depresif berat dengan ciri psikotik.
Waham sesuai mood (mood congruent) pada seorang pasien terdepresi
adalah waham bersalah, memalukan, tidak berguna, kemiskinan,
kegagalan, kejar, dan penyakit somatik terminal.
Waham tidak sesuai mood (mood incongruent) pada seorang pasien
terdepresi adalah waham kebesaran berupa tenaga, pengetahuan, dan harga
diri yang melambung.
Halusinasi juga terjadi pada episode depresif berat dengan ciri psikotik
tetapi relatif jarang.
e. Pikiran
Memiliki pandangan negatif tentang dunia dan dirinya sendiri.
Isi pikiran mereka seringkali melibatkan perenungan tentang kehilangan,
bersalah, bunuh diri, dan kematian.
Kira-kira 10% dari semua pasien depresi memiliki gejala jelas gangguan
berpikir (penghambatan pikiran dan kemiskinan isi pikiran).
f. Sensorium dan kognisi
Orientasi

22

Pasien yang paling terdepresi berorientasi terhadap orang, tempat, dan


waktu, walaupun beberapa pasien mungkin tidak memiliki cukup energi
atau minat untuk menjawab pertanyaan tentang hal tersebut selama suatu
wawancara.
Daya ingat
Kira-kira 50% - 70% dari semua pasien terdepresi memiliki suatu
gangguan kognitif yang seringkali dinamakan pseudodemensia depresif.
Pasien seringkali mengeluh gangguan konsentrasi dan mudah lupa.
g. Pengendalian impuls
Kira-kira 10% - 15% dari semua pasien terdepresi melakukan bunuh diri,
dan kira-kira

memiliki gagasan bunuh diri.

Pasien terdepresi dengan ciri psikotik kadang-kadang berpikiran


membunuh orang lain yang terlibat di dalam sistem wahamnya.
Pasien terdepresi yang paling parah seringkali tidak memiliki motivasi
atau energi untuk bertindak di dalam cara yang impulsif atau menyerang.
Pasien dengan gangguan depresif berada pada resiko yang meninggi untuk
melakukan bunuh diri saat mereka mulai membaik dan mendapatkan
kembali energi yang diperlukan untuk merencanakan dan melakukan suatu
bunuh diri.
h. Pertimbangan dan tilikan
Pertimbangan
Meninjau kembali tindakan mereka belum lama berselang dan perilaku
mereka selama wawancara.
Tilikan

23

Tilikan pasien terdepresi terhadap gangguannya seringkali berlebihan,


mereka terlalu menekankan gejalanya, gangguannya, dan masalah
hidupnya.
i. Reliabilitas
Semua informasi yang didapatkan dari pasien terdepresi terlalu
menonjolkan hal yang buruk dan menekan yang baik.
j. Skala penilaian objektif untuk depresi
Zung
Zung Self Rating Depression Scale adalah skala pelaporan yang terdiri
dari 20 nomor. Skor normal adalah 34 atau kurang, skor terdepresi adalah
50 atau lebih. Skala memberikan petunjuk global tentang kekuatan
(intensitas) gejala depresif pasien, termasuk ekspresi afektif dari depresi.
Raskin
Raskin Depression Scale adalah skala yang dinilai oleh dokter yang
mengukur keparahan depresi pasien, seperti yang dilaporkan oleh pasien
dan seperti yang diamati oleh dokter, pada skala lima angka dari tiga
dimensi: laporan verbal, pengungkapan perilaku, dan gejala sekunder.
Skala ini memiliki rentang 3 sampai 13: normal adalah 3, dan terdepresi
adalah 7 atau lebih.
Hamilton
Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D) adalah skala depresif
yang digunakan secara luas yang memiliki sampai 24 nomor, masingmasingnya memiliki nilai 0 sampai 4 atau 0 sampai 2, dengan skor total
adalah 0 sampai 76. Penilaian diturunkan dari suatu wawancara klinis
dengan pasien. Klinisi menilai jawaban pasien terhadap pertanyaan
tentang perasaan bersalah, bunuh diri, kebiasaan tidur, dan gejala depresi
lainnya.
24

2. Episode Manik
a.Deskripsi umum
Tereksitasi, banyak bicara, kadang-kadang menggelikan, dan sering
hiperaktif.
Suatu waktu mereka jelas psikotik dan terdisorganisasi, memerlukan
pengikatan fisik dan penyuntikan intramuskular obat sedatif.
b.Mood, afek, dan perasaan
Biasanya euforik tetapi juga dapat lekas marah.
Memiliki toleransi frustasi yang rendah.
Secara emosional adalah labil, beralih dari tertawa menjadi lekas marah
menjadi depresi di dalam beberapa menit atau jam.
c.Bicara
Pasien manik tidak dapat disela saat mereka berbicara, dan mereka
seringkali rewel dan pengganggu bagi orang-orang disekitarnya.
Saat mania menjadi lebih kuat, pembicaraan menjadi lebih lantang, lebih
cepat, dan sulit untuk dimengerti.
Saat keadaan teraktivasi meningkat, pembicaraan menjadi penuh gurauan,
kelucuan, sajak, permainan kata-kata, dan hal-hal yang tidak relevan.
Saat tingkat aktivitas lebih meningkat lagi, asosiasi menjadi longgar.
Kemampuan untuk berkonsentrasi menghilang, menyebabkan gagasan
yang meloncat-loncat (flight of ideas), gado-gado kata (word salad), dan
neologisme.

25

Pada kegembiraan manik akut, pembicaraan mungkin sama sekali


inkoheren dan tidak dapat dibedakan dari orang skizofrenik.
d.Gangguan persepsi
Waham ditemukan pada 75% dari semua pasien manik.
Waham manik sesuai mood seringkali melibatkan kesehatan, kemampuan,
atau kekuatan yang luar biasa.
Waham dan halusinasi yang aneh dan tidak sesuai mood juga ditemukan
pada mania.
e.Pikiran
Isi pikiran pasien manik termasuk tema kepercayaan diri dan kebesaran
diri.
Pasien manik seringkali mudah dialihkan perhatiannya.
Fungsi kognitif keadaan manik ditandai oleh aliran gagasan yang tidak
terkendali dan dipercepat.
f.Sensorium dan kognisi
Defisit

kognitif

yang

dilaporkan

dapat

diinterpretasikan

sebagai

pencerminan disfungsi kortikal yang difus, walaupun pemeriksaan


selanjutnya mungkin mampu untuk melokalisasi bidang yang abnormal.
Secara kasar, orientasi dan daya ingat adalah intak, walaupun beberapa
pasien manik mungkin sangat euforik sehingga mereka menjawab secara
tidak tepat (mania delirium).
g.Pengendalian impuls
Kira-kira 75% dari semua pasien manik adalah senang menyerang atau
mengancam.

26

h.Pertimbangan dan tilikan


Gangguan pertimbangan merupakan tanda dari pasien manik.
Mereka mungkin melanggar peraturan dengan kartu kredit, aktivitas
seksual, dan finansial, kadang-kadang melibatkan keluarganya di dalam
kejatuhan finansial.
Pasien manik memiliki sedikit tilikan terhadap gangguan yang dideritanya.
i.Reabilitas
Informasi dari pasien manik tidak dapat dipercaya.

2.8 Diagnosis Banding


F06.31 Ganggguan bipolar organik.
Diagnosis ganggguan bipolar organik atau gangguan mood karena kondisi medis umum untuk
episode yang menjadi konsekuensi fisiologis secara langsung dari suatu kondisi medis tertentu
umum (misalnya, multiple sclerosis, stroke, hipotiroidisme). Penentuan ini didasarkan pada
riwayat, temuan laboratorium dan pemeriksaan fisik.
F1X.56 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.
Jelas bahwa ada penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan obat, pengobatan, atau paparan
toksin) yang dinilai menjadi penyebab gangguan afektif.
Gejala seperti yang terlihat dalam episode manik, hipomanik atau campuran mungkin bagian dari
intoksikasi

atau gejala putus zat dari penyalahgunaan obat dan harus didiagnosis sebagai

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif.(misalnya, suasana gembira
yang terjadi hanya dalam keracunan dengan kokain akan didiagnosis sebagai gangguan mood
akibat peggunaan kokain.
Dapat dipicu oleh pengobatan antidepresan seperti obat-obatan antidepressan, terapi
electrokonvunsif, atau terapi cahaya.
27

F34.0 Siklotimia
Ketidakstabilan menetap suasana perasaan meliputi banyak periode depresi ringan dan elasi
ringan, di antaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria
gangguan afektif bipolar.
2.9 Prognosis
Prognosis depresi berat : Bukan suatu gangguan yang ringan dan cenderung kronis serta
mengalami relaps. Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif
berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Persentase pasien yang
sembuh setelah perawatan di rumah sakit menurun dengan berjalannya waktu dan pada waktu
lima tahun pasca perawatan di rumah sakit, 10-15 % pasien tidak pulih. Kira-kira 25% pasien
mengalami suatu rekurensi dalam 6 bulan pertama setelah pulang dari rumah sakit, kira-kira 30
50% dalam 2 tahun pertama, dan kira-kira 50-75 % dalam 5 tahun. Insidens relaps jauh lebih
rendah daripada angka tersebut pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmakologis
profilaksis dan pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode depresif. Pada
umumnya, saat pasien mengalami lebih banyak episode depresif, waktu antara episode
memendek, dan keparahan masing-masing meningkat.
Prognosis bipolar : Lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat.
Kira-kira 40-50% pasien gangguan bipolar I memiliki episode manik kedua dalam waktu 2 tahun
setelah episode pertama. Penelitian follow-up empat tahun pada pasien dengan gangguan bipolar
I menemukan bahwa status pekerjaan pramorbid yang buruk, ketergantungan alkohol, ciri
psikotik, ciri depresif, dan jenis kelamin laki-laki semuanya adalah faktor yang mengarah pada
prognosis buruk. Durasi episode manik yang singkat, usia onset yang lanjut, sedikit pikiran
bunuh diri, dan sedikit masalah psikiatrik dan medis yang bersama-sama mengarah pada
prognosis yang baik. Kira-kira 7% dari semua pasien gangguan bipolar I tidak menderita gejala
rekurensi, 45% menderita lebih dari satu episode, dan 40% menderita gangguan kronis. Pasien
mungkin memiliki dari 2 sampai 30 epiosde manik, walaupun angka rata-rata adalah sekitar 9.
Kira-kira 40% dari semua pasien menderita lebih dari 10 episode. Pada follow jangka panjang,
15% adalah sehat, 45% sehat tetapi memiliki relaps berganda, 30% remisi parsial, 10% sakit
kronis.

28

2.10. Penatalaksanaan
1. Penentuan Kegawatdaruratan
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya, seperti
depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan depresi yang
ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat
inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai
pasien rawat jalan.
a) Rawat Inap
i.

Berbahaya untuk diri sendiri

Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan
untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan idea spesifik dengan rencana
menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun,
bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita
depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian.
ii.

Berbahaya bagi orang lain

Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa orang lain, contohnya seorang penderita
yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia
berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.
iii.

Hendaya Berat

Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya
sama sekali, meninggalkan orang seperti ini sendirian sangat berbahaya dan tidak
menyembuhkannya.
iv.

Kondisi medis yang harus dimonitor

Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan
medis, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.

29

b) Rawat inap parsial atau program perawatan sehari


Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat pengendalian
dan lingkungan hidup yang stabil.
Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana
untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak
dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari
keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap malam dan harus peduli terhadap
penderita. Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali
secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat
inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.
c) Rawat jalan
Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.
i.

Mencari stressornya dan mencari cara untuk menanganinya. Stressor ini dapat berasal
dari keluarga atau pekerjaan, dan bila terkumpul dapat mendorong penderita menjadi
depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.

ii.

Memonitor dan mendukung pemberian obat. Pengobatan membuat perubahan yang luar
biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek samping. Penderita
memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka mengetahui bahwa
obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap, namun mereka juga
menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk mengarahkan
perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan pengobatan.

iii.

Membangun sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak alasan
bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan. Seiring
perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu mempertahankan
gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima
di masyarakat.

iv.

Edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang penyakit
bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi
yang mungkin memicu kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan
kelompok bagi penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa.

30

Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh para praktisi,
termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi, komplikasi sistem urinari,
dan gangguan keseimbangan elektrolit.
2. Terapi
a) Terapi Farmakologi
Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita.
Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan
gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik akut dan
sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi akut
(contoh, depresi berat). Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga
harus diberikan.
Pengalaman klinis menunjukkan bahwa jika diterapi dengan obat mood stabilizer, penderita
gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode manik dan depresi. Obat ini bekerja
dengan cara menstabilkan mood penderita (sesuai namanya), juga dapat menstabilkan manik dan
depresi yang ekstrim. Antipsikosis atipikal seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone,
aripiprazole dan olanzapine, kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manik akut, bahkan
untuk menstabilkan mood pada depresi bipolar.
Table 1 FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens
Nama Generik
Valproate
Carbamazepine extended release
Lamotrigine
Lithium
Aripiprazole
Ziprasidone
Risperidone
Quetiapine
Chlorpromazine
Olanzapine
Olanzapine/fluoxetine Combination

Nama Dagang
Depakote
Equestro
Lamictal
Abilify
Geodon
Risperdal
Seroquel
Thorazine
Zyprexa
Symbyax

Manik
X
X
X
X
X
X
X
X
X

Mixed

Maintenance

Depresi

X
X
X

X
X
X

X
X

X
X

31

b) Terapi Non Farmakologi


Konsultasi
Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila penderita
tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.
Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada diet khusus
yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam, karena peningkatan
asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan
mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.
Aktivitas
Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik. Jadwal
aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan
kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan
peningkatan respirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas
litium.
Edukasi
Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan. Tujuan edukasi
harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui keluarga dan sistem
disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan
mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.
o Penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangi
perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
o Memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terutama tanda
awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya perubahan
memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.
o Membantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di dalam
kehidupannya.
o Informasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.

BAB III

32

SIKLOTIMIA

3.1 Definisi Gangguan Siklotimik


Siklotimik berasal dari 2 kata Yunani, yaitu kyklos yang berarti lingkaran dan thymos
yang berarti tenaga. Gangguan siklotimik adalah bentuk gejala ringan gangguan bipolar II yang
ditandai dengan episode hipomania dan depresi ringan. Kraepelin mendeskripsikan siklotimik
sebagai salah satu substrat konstitusi dari penyakit manik-depresi. Krestchmer menegaskan
bahwa konstitusi ini mewakili karakteristik inti dari penyakit di mana sebagian berosilasi pada
episode manik dan sebagian pada episode depresif. Schneider berdependapat lain dengan
mengelompokkan siklotimik sebagai suatu psikopat labil yang memiliki mood yang berubahubah secara konstan dan biasanya menyimpang ke mood disforik.
3.2 Epidemiologi Gangguan Siklotimik
Pada DSM-IV, disebutkan bahwa prevalensi gangguan distimik seumur hidup adalah
sekitar 0,4-1%. Penelitian Merikangas, et al. (2007) pada 9282 penduduk di Amerika Serikat
yang tinjau selama 1 tahun menunjukkan 2.4% prevalensi gangguan siklotimik. Sekitar 5-10%
penderita diduga tidak terdiagnosis karena keluhan gangguan siklotimik biasanya samarsamar dan tidak disadari penderita sebagai sesuatu yang patologis. Mayoritas yaitu 50-70%
penderita memiliki onset pada usia 15-25 tahun dengan proporsi wanita:pria=3:2.
Gangguan siklotimik banyak timbul pada pasien dengan gangguan kepribadian
ambang. Sekitar 10% pasien rawat jalan dan 20% pasien rawat inap dengan gangguan
kepribadian ambang juga memiliki diagnosis gangguan siklotimik. Keluarga orang-orang
dengan gangguan siklotimik sering memiliki anggota keluarga dengan gangguan terkait zat.
3.3
1.
a.

Etiologi dan Patofisiologi Gangguan Siklotimik


Faktor biologis
Faktor genetik

Sekitar 30% pasien dengan ganguan siklotimik memiliki riwayat keluarga dengan gangguan
bipolar. Faktor genetik ditemukan berkaitan dengan kromosom 4p16-p13, 4q21-q35, 6q16-q24,
8q24, 12q21-q24, 13q12-q14, 16p13-p12, dan18q21-q23
b.
-

Faktor neuroendokrin
Gangguan neurotransmitter

33

Peran sinyal monoamin, serotonin, norepinefrin, dopamin, dan neuroransmiter lain belum
dapat disimpulkan secara pasti karena masih dalam perdebatan. Pada penelitian ditemukan
peningkatan aktivitas protein Gstimulatori, cAMP, dan fosfatidil-inositol-2 pada lobus frontalis,
temporalis, dan oksipitalis.
-

Gangguan pada struktur anatomi otak


Pada tahun 1880-1990, emosi diyakini berasal dari bagian subkorteks yang berada di

bawah kontrol korteks. Pada tahun 1928, Bard menemukan hipotalamus, suatu struktur anatomi
pada subkorteks secara spesifik. Stimulus eksternal akan diterima oleh talamus ke korteks primer
dan asosiasi kemudian sinyal diteruskan ke jalur mediodorsal yaitu bagian hipokampus. Sinyal
dari hipokampus dan korteks sebagian diproses di amigdala dan terbentuklah mood. Ekspresi
emosi kemudian diungkapkan keluar oleh integrasi impuls sinyal dari sistem limbik, amygdala,
dan hipotalamus. Lesi yang menginduksi mania biasanya terdapat pada lobus fronto-temporalis,
nukleus kaudatus, dan talamus. Lesi yang menginduksi depresi biasanya terdapat pada lobus
frontalis kiri.
Pada penelitian Adler, et al. (2004), ditemukan bahwa lesi hiperdens yang terdapat pada
penderita gangguan bipolar tersebar terutama pada lobus frontotemporalis. Pada perhitungan
radiologis, terdapat anisotropi fraksional yang menandakan oligodendrosit kehilangan mielinnya.
Hal ini berarti terjadi neurodegenerasi dan lesi pada interneuron pada struktur anatomi otak yang
berperan dalam timbulnya dan ekspresi emosi. Pada beberapa penelitian, penderita bipolar
ditemukan memiliki ventrikel yang lebih besar dibandingkan kontrol yang menandakan adanya
proses neurodegenerasi atau gangguan pada perkembangan sirkuit neural. Pada penelitian
Houenou, et al. (2011), secara jelas ditemukan aliran darah ke regio limbik ventral otak lebih
besar pada penderita gangguan perubahan mood yang menandakan aktivasi daerah otak yang
mengatur emosi.

Gangguan Hypothalamic Pituitary Axis (HPA)


Pada beberapa teori dan studi dijelaskan bahwa pada pasien depresi terjadi hipersekresi

corticotrophin releasing hormone (CRH) yang akan meningkatkan ACTH kemudian kortisol dari
adrenal. Keadaan hipomania atau mania kemudian timbul saat terjadi mekanisme negative
feedback dari regulasi hormon tersebut.
c. Faktor irama sirkardian

34

Faktor irama sirkardian terdapat pada teori social zeitgeber yang menghipotesiskan bahwa
keadaan hipomania-depresi timbul karena gangguan ritme sosial, lingkungan, atau irregularitas
ritme sirkardian. Terjadinya sedikit saja perubahan misalnya pada hubungan sosial, jam tidur,
keadaan lingkungan, kondisi gangguan siklotimik dapat terjadi.
2.
a.

Faktor psikososial
Teori psikodinamik

Sebagian teori psikodinamik menghipotesiskan bahwa timbulnya gangguan siklotimik terletak


pada trauma dan fiksasi selama fase oral perkembangan bayi. Freud menghipotesiskan bahwa
keadaaan siklotimik adalah upaya ego dalam menghadapi superego yang kasar dan bersifat
menghukum. Tema dalam teori psikodinamik berupa introjeksi akibat kehilangan
interpersonal yang mendalam sehingga menimbulkan dominasi superego rasa bersalah yang
mencetuskan episode depresi. Hal ini terjadi karena kegagalan personal untuk melakukan
koping terhadap terminasi hubungan interpesonal.
Setelah beberapa waktu, ego memantul menjadi episode hipomanik sebagai
mekanisme defensif utama berupa penyangkalan setiap agresi akibat masalah eksternal dan
perasaan depresi internal. Eksplorasi psikoanalitik menurut Klein mengungkap bahwa pasien
tersebut mempertahankan diri mereka melawan tema depresif yang mendasari dengan periode
euforik atau hipomanik. Hipomania dijelaskan secara psikodinamik sebagai kurangnya
kritisisme diri dan tidak adanya inhibisi yang terjadi ketika seseorang dengan depresi
membuang beban dari supergo yang terlalu kasar. Hipomania juga dapat disertai dengan
khalayan di alam bawah sadar bahwa objek yang hilang telah dikembalikan. Penyangkalan ini
umumnya hanya bertahan sebentar dan pasien segera melanjutkan preokupasi dengan ciri
penderitaan dan kesengsaraan gangguan distimik.
b. Teori humanistik
Teori humanistik, hampir sama dengan teori psikodinamik, di mana teori ini lebih menekankan
pada kegagalan seseorang untuk menerima ketidaksuksesan dalam pendidikan, karir, maupun
hubungan sosial.
c. Teori belajar
Pada teori belajar, dihipotesiskan adanya ketidakmampuan seseorang untuk melakukan suatu
usaha positif agar ia keluar dari masalah yang ia hadapi. Selain itu, teori ini juga

35

menghipotesiskan adanya interaksi sosial resiprokal yang tidak mendukung seseorang atau malah
menyalahkannya atas hal yang terjadi.18
3.4 Gejala Klinis Gangguan Siklotimik
Gejala pasien ganguan siklotimik meliputi instabilitas bifasik antara gejala hipomanik dan
depresi. Biasanya, episode depresi akan lebih mendominasi dibandingkan hipomania pada
gangguan siklotimik. Instabilitas ini biasanya berkembang cepat pada kehidupan dewasa dan
menjadi kronik walaupun dalam beberapa waktu mood seseorang dapat kembali normal dan
stabil. Diagnosisnya sulit untuk ditegakkan tanpa periode observasi yang panjang dan bila tidak
mengetahui kebiasan pasien sebelumnya. Berikut adalah karakteristik bifasik gangguan
siklotimik menurut Akiskal, et al.

Episode hipomanik ditandai dengan tiga atau lebih gejala seperti harga diri yang
membumbung, berkurangnya kebutuhan tidur, lebih banyak berbicara, flight of ideas, perhatian
mudah teralih, meningkatnya intensitas, dan potensi aktivitas. Episode ini berlangung setidaknya
4 hari, menyebabkan gangguan fungsi yang tidak khas dan tidak seberat episode mania. Episode
depresif pada gangguan siklotimik tidak memenuhi semua kriteria episode depresif berat.
Episode depresif berat ditandai dengan lima atau lebih gejala rasa sedih, menurunnya minat atau
kesenangan yang nyata, penurunan berat badan yang bermakna, gangguan tidur, agitasi atau
retardasi psikomotor, mudah lelah atau hilangnya energi, sulit berkonsentrasi, dan pikiran ingin
bunuh diri. Episode depresif berat terjadi minimal 2 minggu dan menyebabkan gangguan
hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau are fungsi lainnya.
Pasien gangguan siklotimik cenderung memiliki mood yang labil atau irritabel sehingga
mereka sering merasa diujung tanduk, mudah lelah, dan tak tentu arah. Hubungan interpersonal
yang kurang baik sehingga penderita biasanya berganti-ganti pasangan. Pada lingkungan
pekerjaan, pasien dengan gangguan siklotimik cenderung sulit berkonsentrasi sehingga kurang
berhasil dalam profesinya. Perasaan yang tidak menyenangkan membuat pasien cenderung
terjerumus ke dalam penyalahgunaan zat yang malah akan menjadi komorbiditas untuk
gangguan mood.

36

3.5 Diagnosis Gangguan Siklotimik


Diagnosis gangguan siklotimik dapat ditegakkan melalui kriteria yang telah disepakati dalam
DSM-IV (2000), DSM-V (2011-sekarang), ICD-10, maupun PPDGJ III. Menurut DSM-IV,
kriteria diagnostik untuk gangguan siklotimik harus memenuhi poin-poin berikut:
a.

Terdapat sejumlah periode dengan gejala hipomanik dan sejumlah gejala periode depresif
yang tidak memenuhi kriteria gejala episode depresif berat sekurang-kurangnya dalam
waktu 2 tahun.
Catatan: Pada anak dan remaja, lamanya harus paling sedikit dalam waktu 1 tahun.

b. Dalam kurun waktu 2 tahun tersebut (1 tahun pada anak dan remaja), pasien tidak pernah
bebas atau tanpa gejala dalam Kriteria A selama lebih dari 2 bulan.
c. Tidak ada episode depresif berat, episode manik, atau episode campuran selama 2 tahun
gangguan.
Catatan: Setelah dua tahun pertama (1 tahun pada anak dan remaja) gangguan siklotimik,
mungkin terdapat episode manik atau episode campuran yang tumpang tindih pada
gangguan siklotimik sehingga pada kasus tersebut baik gangguan bipolar I maupun
gangguan siklotimik dapat didiagnosis. Hal yang sama terjadi bila terdapat episode
depresif mayor yang tumpang tindih dengan gangguan siklotimik, baik gangguan
siklotimik maupun gangguan bipolar II dapat didiagnosis.
d.

Gejala pada Kriteria A sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam gangguan skizoafektif dan
tidak tumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham,

e.

atau gangguan psikotik yang tidak tergolongkan.


Gejala tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologis langsung zat (misalnya penyalahgunaan

f.

obat, pengobatan) atau kondisi medis umum (misalnya hipertiroid).


Gejala menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial,
pekerjaan, atau area fungsi lainnya. Pasien akan menjadi tempramental, moody, tidak
dapat ditebak, tidak konsisten, dan tidak reliabel.
Menurut ICD-10, gangguan siklotimik termasuk pada klasifikasi F30-39 gangguan mood

(afektif) dengan cabang F34 gangguan mood (afektif) persisten tepatnya pada kode diagnosis
F34.0 siklotimik. Syarat diagnosis ICD-10 dan PPDGJ-III adalah sebagai berikut:
-

Ciri esensial adalah ketidakstabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi
banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan, diantaranya tidak ada yang cukup

37

parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar atau gangguan
-

depresif berulang.
Setiap episode alunan afektif (mood swing) tidak memenuhi kriteria untuk kategori
manapun yang disebut dalam episode manik atau episode depresif.

3.6 Penatalaksanaan Gangguan Siklotimik


Penatalaksanaan gangguan siklotimik meliputi terapi medikamentosa dan psikoterapi. Terapi
medikamentosa gangguan siklotimik sesuai dengan terapi yang diberikan pada gangguan bipolar
II. Terapi ditujukan saat bangkitan episode hipomanik dan depresi. Terapi medikamentosa untuk
hipomania berupa:
1.
Terapi lini 1: lithium, divalproate, dan antipsikosis atipikal seperti risperidon, olanzapine,
quetiapine (dapat dikombinasikan baik dengan litium maupun divalproat).
2.
Terapi lini 2: carbamazepin, lithium+divalproate, dan ECT.
3.
Terapi lini 3: haloperidol, chlorpromazine, clozapine, dan lithium+carbamazepine.
Pengaturan dosis dimulai dari dosis anjuran, dinaikkan setiap 3-5 hari sampai mencapai dosis
optimal, kemudian dosis dipertahankan 2-3 minggu, diturunkan 1/8 kali setiap 2-4 minggu
sampai mencapai dosis maintenance minimal, dan pertahankan sampai 4-8 minggu sebelum
ditappering-off.
Terapi medikamentosa episode depresif dapat dilakukan dengan:
1.
2.

Terapi lini 1: quetiapine


Terapi lini 2: lithium, lamotrigin, divalproate, lithium atau divalproate+antidepresan,

3.

lithium+divalproate, antipsikotika atipik+antidepresan.


Terapi lini 3: monoterapi antidepresan

Prinsip terapi yaitu penggantian obat lini 2 bila obat lini 1 tidak berespon dan obat lini 3 bila
obat lini 2 tidak berespon. Pengaturan dosis dimulai dari dosis anjuran, dinaikkan setiap 2-3
hari sampai mencapai dosis optimal, kemudian dosis dipertahankan 2-3 bulan, diturunkan
perlahan selama 3-6 bulan sampai mencapai dosis maintenance minimal, dan kemudian
ditappering-off dalam kurun waktu 1 bulan.
Psikoterapi untuk gangguan siklotimik dapat berupa:
1.

Terapi kognitif (Cognitive Behavioral Therapy) dengan megembangkan cara berpikir


alternatid, fleksibel, dan positif serta melatih kembali respon kognitif dan pikiran yang
baru.

38

2.

Terapi interpersonal dengan pasien belajar berfungsi di dunia dengan cara tertentu di
mana mereka mendapat dorongan positif dari lingkungan untuk mengatasi perilaku

3.
4.

maladaptif.
Terapi berorientasi psikoanalitik.
Terapi keluarga.

Algoritma Terapi Gangguan Siklotimik dan Gangguan Bipolar menurut PDSKJI


3.7 Prognosis Gangguan Siklotimik
Sekitar 3-5% pasien rawat jalan dengan keluhan bermakna mengenai gangguan dalam fungsi
sosial.2 Pasien dengan mood swing membutuhkan terapi seumur hidup. Mayoritas, yaitu sekitar
15-50% pasien dengan gangguan siklotimik akan berkembang menjadi gangguan bipolar I
maupun II. Penyalangunaan zat sering menjadi pelampiasan pasien dengan gangguan siklotimik
dengan tujuan mengobati mood.

39

Anda mungkin juga menyukai