Anda di halaman 1dari 7

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria adalah undangundang yang dibentuk untuk meletakkan dasar bagi penyusunan hukum
agraria. Dalam pasal 19 undang-undang ini, diperintahkan diadakannya
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia.1
Pendaftaran tanah sendiri diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ( PP 27 th 1997 ) yang
merupakan penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.
Tujuan dari pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum pada pemegang hak atas suatu bidang tanah yang terdaftar
agar dengan mudah membuktikannya sebagai pemegang yang bersangkutan.
Adapun fungsi dari pendafataran tanah adalah menyediakan informasi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah
dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum
mengenai bidang-bidang tanah yang terdaftar, terselenggaranya tertib

1 Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok


Agraria ps 19 ayat 1.

administrasi pemerintahan.2 Peraturan pemerintah yang berlaku sejak 8


Oktober 1997 ini lahir sebagai wujud kesadaran akan pentingnya peran tanah
dalam pembangunan, dan oleh karenanya perlu adanya dukungan kepastian
hukum dibidang pertanahan.
Pasal 1 PP 27 th 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan pendaftaran
tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis,
dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang
tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hakhak tertentu yang membebaninya.
Pasal 13 PP 27 th 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan pendaftaran
tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara
sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Dalam pasal 9 menyatakan
bahwa yang menjadi obyek pendaftaran tanah adalah : bidang-bidang tanah
yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak
pakai; tanah hak pengelolaan; tanah wakaf; hak milik atas satuan rumah susun;
hak tanggungan; tanah Negara.3
Melalui Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan
Nasional dibentuk Badan Pertanahan Nasional, selanjutnya disingkat BPN,
2 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1997 tentAang Pendaftaran Tanah ps 3
3 Ibid Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1997

sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di bawah


dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dan ditindak lanjuti dengan
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia, disingkat BPN RI, selanjutnya disebut Perpres 10/2006.
Adapun tugas BPN dinyatakan dalam Pasal 2 Perpres 10/2006 yaitu
melaksanakan tugas pemerintah di bidang pertanahan secara nasional, regional
dan sektoral.4 Dalam prakteknya permasalahan tanah di Indonesia masih
diliputi berbagai persoalan. Berdasarkan data hasil rekapitulasi Badan
Pertanahan Nasional Provinsi Lampung awal Tahun 2013 sampai dengan
November 2013, terdapat 140 kasus sengketa tanah yang dalam skala besar
belum terselesaikan.5
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya

Keputusan

Tata

Usaha

Negara,

termasuk

sengketa

kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai


dengan maksudnya, maka sengketa itu haruslah merupakan sengketa yang
timbul dalam bidang Tata Usaha Negara (TUN) antara orang atau badan hukum
dengan badan atau Pejabat TUN sebagai akibat dikeluarkannya suatu
keputusan TUN yang dianggap melanggar hak orang atau badan hukum
perdata. Dengan demikian Peradilan TUN diadakan dalam rangka memberikan

4 Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional
5 BPN Provinsi Lampung, Diskusi publik HIMA-HAN . 16 Desember 2013

perlindungan kepada rakyat pencari keadilan, yang merasa dirinya dirugikan


akibat suatu Keputusan TUN.6
Permasalahan yang ingin penulis angkat adalah gugatan atas penolakan
pendaftaran tanah oleh masyarakat Branti Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan yang selanjutnya terdaftar pada perkara Nomor :
13/2013/G/PTUN-BL. Dengan pihak-pihak adalah : Ragiel Poernomo, dkk;
sebagai pihak yang mengajukan gugatan atau pihak penggugat dan Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan, sebagai Tergugat I, PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai tergugat II Intervensi, keduanya
sebagai pihak tergugat.
Bidang tanah yang akan di daftarkan merupakan areal kawasan hutan produksi
register 48 yang telah ditetapkan dan disyahkan berdasarkan Besluit Resident
Lampung District Nomor 48 Tanggal 4 April 1940 dengan luas 1.1168 Ha.
Selanjutnya areal kawasan hutan produksi berubah fungsi menjadi areal
kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi / non budidaya kehutanan
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor :
67/KPTS-II/1991.
Dalam menindaklanjuti keputusan tersebut dikeluarkan Keputusan Gubernur
Lampung Nomor : G/320/B.IX/HK/2000 menyatakan bahwa, tanah yang
terletak didepan Bandara Radin Intan II Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan, termasuk dalam areal non budidaya kehutanan sebagaimana dimaksud
dalam register 48. Berdasarkan keputusan Gubernur tersebut dalam Pasal 11
6 Kansil.C.S.T, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta PT Pradnya paramita
2003) hal 3

Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 6 Tahun 2001 menyatakan untuk


percepatan dan efisiensi pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui program
ajudikasi swadaya, PRONA swadaya, atau pemberian sertifikat lainnya.
Terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI ditindaklanjuti
dengan Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2010, yang menyatakan batas
pengajuan ajudikasi terhadap eks areal kawasan hutan berakhir pada tanggal 12
Agustus 2012. Dalam hal ini Masyarakat Branti ( penggugat ) mengajukan
permohonan hak pada Tanggal 3 Juli 2012 kepada Kantor Pertanahan
Kabupaten Lampung Selatan (tergugat), namun dalam hal ini tergugat
mengeluarkan surat Nomor : 124/200/IV/2013 Tanggal 16 April 2013 yang
ditujukan kepada penggugat perihal Permohonan Sertifikat Rutin Massal
Warga Branti Raya Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
Setelah dikeluarkannya surat tersebut telah dilakukan pertemuan antara PT.
Kereta Api Indonesia dengan para penggugat pada Tanggal 23 April 2013 yang
membahas mengenai proyek double track yang akan dilakukan oleh PT. Kereta
Api Indonesia ( PT. KAI) diatas lahan milik para penggugat. Dalam pertemuan
tersebut PT. KAI mengklaim memliki lahan seluas 75 meter sisi kiri dan kanan
rel kereta api, berdasarkan Grondkaart Nomor 30 September 1913. Mengenai
surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Lampung Selatan dalam
hal ini tidak adanya koordinasi antara Masyarakat Branti dengan pihak
PT.KAI.
Menindaklanjuti hal tersebut Masyarakat Branti menggugat Kepala Kantor
Pertanahan Lampung Selatan Tanggal 10 Juli Tahun 2013 ke Pengadilan Tata

Usaha Negara Bandar Lampung, yang selanjutnya masuk surat pemohon


Intervensi pihak ketiga (PT.KAI) pada Tanggal 28 Agustus 2013. Sampai
dengan Tanggal 11 Desember Tahun 2013 Pengadilan Tata Usaha Negara
Memutus Perkara Nomor : 13/G/2013/PTUN-BL dengan isi putusan : dalam
eksepsi menolak seluruh eksepsi tergugat dan tergugat II intervensi; dalam
pokok perkara menolak gugatan para penggugat.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup


Dari pemaparan latar belakang penelitian di atas, terdapat beberapa masalah
mengenai penyelesaian sengketa tanah melalui peradilan tata usaha negara.
Rumusan masalah pada penelitian ini antara lain:
a. Bagaimana dasar hukum penolakan pendaftaran tanah yang dilakukan
oleh Kantor Pertanahan Lampung Selatan ?
b. Apakah yang menjadi pertimbangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam
memutuskan Perkara Nomor : 13/G/2013/PTUN-BL yang merupakan
gugatan penolakan pendaftaran tanah oleh Masyarakat Branti ?
Ruang lingkup dalam penelitian ini hanya membahas sebatas dasar hukum
penolakan pendaftaran tanah yang dilakukan Kantor Pertanahan Lampung
Selatan, serta pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pada tingkat
pertama Peradilan Tata Usaha Negara study kasus Nomor : 13/G/2013/PTUNBL.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan utama
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dasar hukum penolakan pendaftaran tanah yang dilakukan
Kantor Pertanahan Lampung Selatan terhadap Masyarakat Branti.
2. Mengetahui pertimbangan hakim Peradilan Tata Usaha Negara dalam
memutus perkara Nomor : 13/G/2013/PTUN-BL.

2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan teoritis
Berguna untuk mengembangkan kemampuan berkarya ilmiah dan daya
nalar dengan acuan yang disesuaikan dengan disiplin ilmu yang telah
dipelajari yaitu ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi
Negara pada khususnya.
b. Kegunaan praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis dalam
memperluas pengetahuan dibidang ilmu hukum dan mengembangkan
ilmu hukum khususnya hukum administrasi negara, serta diharapkan
berguna bagi mahasiswa, dosen dan masyarakat umum untuk
menambah pengetahuan dasar hukum penolakan pendaftaran tanah
serta

pertimbangan

13/G/2013/PTUN-BL.

hakim

dalam

memutus

perkara

Nomor:

Anda mungkin juga menyukai