Anda di halaman 1dari 24

GANGGUAN BIPOLAR

DR.NANDA SARI N, SPKJ


ILMU KEDOKTERAN JIWA
FK UMSU
 Gangguan bipolar menurut “Diagnostic and
Statiscal Manual of Mental Disorders – Text
Revision” (DSM IV-TR) ialah gangguan mood
yang terdiri dari paling sedikit satu episode
manik, hipomanik, atau campuran yang
biasanya disertai dengan adanya riwayat
episode depresi mayor.
EPIDEMIOLOGI

 Penelitian komunitas baru – baru ini


menunjukkan pada negara industri resiko untuk
terjadinya gangguan bipolar berkisar antara 0,5 –
1,5 persen.
 Menurut Regier dkk, pada studi Epidemiological
Catchment Area (ECA), prevalensi satu bulan
untuk gangguan bipolar adalah 0,4 persen.
 Penilaian dari gangguan bipolar secara signifikan
lebih tinggi pada area perkotaan.
 Prevalensi pada pria dan wanita adalah sama.
Beberapa penelitian, tetapi tidak semua,
menunjukkan bahwa prevalensi dari penyakit bipolar
meningkat pada tingkatan sosial yang lebih tinggi.
 Perceraian meningkat pada pasien dengan gangguan
bipolar, hal ini dapat menjadi konsekuensi dari
pengaruh kekacauan dari hubungan perkawaninan.
 Disana ada beberapa fakta yang menunjukkan umur
rata – rata dari penyakit bipolar (sekarang sekitar 21
tahun) lebih rendah dari pengukuran sebelumnya (25 –
30 tahun).
ETIOLOGI

 Peristiwa Kehidupan/ stressor psikososial


 Teori Biologi
1. Neurotransmiter
Teori neurotransmiter pada awalnya berkonsep pada
depresi dan mania yang merupakan rangkaian akhir
yang berlawanan. Sebagai contoh, hipotesis
norepinefrin yang berpengaruh pada pusat penyakit
berada pada tersedianya norepinefrin pada tempat
sinap, yang mana norepinefrin yang sedikit akan
mudah menyebabkan terjadinya depresi, dan bila
berlebih terdapat pada mania.
2. Faktor Neuroendokrin
Tidak normalnya axis HPA dan axis HPT sering
terdapat pada bipolar, hal ini akan lebih lanjut di
diskusikan pada bagian selanjutnya.
GAMBARAN KLINIS

 D  Distracbility
 I  Insomnia
 G  Grandiosity
 F  Flight of idea
 A  Activities
 S  Speech
 T  Thoughtlesness
Hipomanik

GANGGUAN
BIPOLAR Manik

Psikotik

Depresif
Kriteria DSM IV untuk Gangguan
Bipolar :
 Periode tersendiri dari kelainan dan mood yang
meninggi, ekspansif, atau mudah tersinggung (irritable)
secara persisten, berlangsung paling sedikit satu minggu
(atau durasi kapan saja bila diperlukan hospitalisasi).
 Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala
berikut ini adalah menetap (empat jika mood hanya
mudah tersinggung) dan ditemukan pada derajat yang
bermakna :
a. Harga diri yang melambung atau kebesaran
b. Penurunan kebutuhan untuk tidur (misalnya,
merasa telah beristirahat setelah tidur hanya 3 jam)
c. Gejala buakan karena efek fisiologis langsung dari
suatu zat (misalnya, obat yang disalah gunakan,
suatu medikasi, atau terapi lain) atau suatu kondisi
medis umum (misalnya, hipertiroidisme)
d. Lebih banyak bicara dibanding biasanya atau tekanan
untuk terus berbicara
e. Gagasan yang melompat-lompat (flight of ideas) atau
pengalaman subyektif bahwa pikirannya berpacu
f. Mudah dialihkan perhatian (yaitu, atensi terlalu mudah
oleh stimuli eksternal yang tidak penting atau tidak
relevan)
g. Peningkatan aktifitas yang diarahkan oleh tujuan (baik
secara sosial, dalam pekerjaan atau sekolah, atau secara
seksual) atau agitasi psikomotor
 Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari
suatu zat (misalnya, obat yang disalah gunakan,
suatu medikasi, atau terapi lain) atau suatu
kondisi medis umum (misalnya, hipertiroidisme)
Kriteria Diagnosis berdasarkan
PPDGJ III
 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini hipomanik
 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini manik tanpa
gejala psikotik
 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini manik dengan
gejala psikotik
 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini depresif berat
tanpa gejala psikotik
 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini depresif berat
dengan gejala psikotik
PENATALAKSANAAN

 Sodium divalproat : 250 mg 3x1


 Lithium : 300mg 1x1
Fase pengobatan

 Fase Akut : 3-8 minggu


 Fase Continuation : 2-6 bulan
 Fase maintenance : 1 tahun
PROGNOSIS

 Prognosis tergantung frekuensi dan lama


episode serta respon terhadap pengobatan.
 Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki
prognosis lebih jelek dibandingkan dengan
gangguan depresi.
 Status pekerjaan yang buruk, ketergantungan alkohol,
gambaran psikotik, gambaran depresif, dan jenis kelamin
pria merupakan faktor yang mempengaruhi prognosis.
 Durasi episode manik yang singkat, onset usia lanjut,
sedikit pemikiran bunuh diri, dan sedikit gangguan
psikiatrik lainnya atau kondisi medis lain yang menyertai
membuat prognosis lebih baik.
 Pada pengamatan jangka panjang pasien yang
menderita bipolar 15% sembuh, 45% mengalami
kekambuhan yang multipe, 30% remisi sebagian,
dan 10% menjadi kronis tanpa mengurangi gejala.
 Prognosis untuk pasien yang mempunyai gangguan
bipolar bervariasi dan bergantung pada beberapa
kondisi seperti, perjalan penyakit dari individu,
derajat gangguan pada insight, judgment,
pengontrolan ransangan, dan adanya dukungan
psikososial (seperti pekerjaan, persahabatan).
 Respon yang buruk diikuti oleh faktor responnya
obat – obatan mood stabilizing termasuk
munculnya rapid – cycling bipolar disorder,
dysphoric atau mania campuran, rangkaian
episode dari depresi, mania, dan mood normal,
interepisode symptoms, dan bersamaan dengan
gangguan kepribadian.
 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
keparahan episode manik kemungkinan juga
ditentukan oleh respon pengobatan.
 Pada pengamatan lanjutan pada pasien yang
memiliki gangguan bipolar, 15% pasien dapat
sembuh total, 45% akan sembuh tetapi
mengalami beberapa kali kekambuhan
(partial remission), dan 10% akan mengalami
penyakit kronis tanpa pengurangan dari
gejalanya.
Gangguan Siklotimia
 Ciri esensial adalah ketidakstabilan menetap dari afek
(suasana perasaan), meliputi banyak periode depresi
ringan dan hipomania ringan, diantaranya tidak ada
yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi
kriteria gangguan afekti bipolar atau gangguan depresif
berulang
 Setiap episode alunan afektif mood swings tidak
memenuhi kriteria untuk kategori mana pun yang
disebut dalam episode manik atau episode depresif
 Biological Therapy
 The mood stabilizers and antimanic drugs
are the first line of treatment for patients
with cyclothymic disorder. Although the
experimental data are limited to studies
with lithium, other antimanic agentsân for
example, carbamazepine and valproate
(Depakene) are reported to be effective.
 Psychosocial Therapy
 Therapists usually need to help patients repair any
damage, both work and family related, done during
episodes of hypomania. Because of the long-term nature
of cyclothymic disorder, patients often require lifelong
treatment. Family and group therapies may be
supportive, educational, and therapeutic for patients and
for those involved in their lives. The psychiatrist
conducting psychotherapy is able to evaluate the degree
of cyclothymia and so provide an early-warning system
to prevent full-blown manic attacks before they occur.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai